Tokk! Tokk! Tokk!"Maaf, Bu Adelia. Ini ada titipan paket untuk Ibu."Kehadiran sebuah kotak yang cukup besar membuat dahi Adelia mengerenyit. Ia menatap Bisma sesaat seolah sedang bertanya pada pria itu di dalam hati, sebelum akhirnya mendekat untuk memeriksa langsung paket yang baru saja diantarkan untuknya.Selepas dari rumah sakit untuk memeriksa keadaan Bisma tadi, Adelia dan Bisma memang terpaksa kembali ke kantor untuk melanjutkan urusan pekerjaan mereka yang belum selesai. Beruntung tak ada permasalahan yang serius akibat serangan Ardi di mata Bisma, hingga akhirnya CEO NinatyLux tersebut bisa kembali melanjutkan aktivitasnya meski harus memakai kacamata hitam untuk menutupi matanya yang sedikit memerah."Ini dari siapa ya?" tanya Adelia dengan nada pelan tetapi penuh penasaran."Maaf, Bu. Untuk pengirimannya tidak terlalu dijelaskan di keterangan paket tersebut. Namun kata karyawan yang menerimanya, paket ini dari salah satu orang terdekat ibu.""Salah satu orang terdekat sa
"Wah, lihat! Siapa yang baru saja datang di sini!"Sebuah suara sambutan terdengar, membuat Adelia dan Bisma menoleh secara bersamaan. Kedua sudut bibir muda-mudi itu terangkat seiring dengan semakin dekatnya langkah seorang pria paruh baya bersama tongkat kayu khas yang berada di genggaman tangan kirinya."Biar ku tebak, kau pasti cucu Nora bukan? Wajah cantikmu mirip sekali dengan Bella selagi muda!" Suara tawa renyah terdengar membuat Adelia semakin tersenyum dan sedikit menunduk sebagai tanda hormat. "Terima kasih pujiannya, Tuan Brata. Saya Adelia, cucunya Oma Nora dan juga keponakannya Tante Bella. Kebetulan kedatangan saya ke sini untuk mewakili kehadiran Oma yang tidak bisa datang malam ini karena kesehatannya.""Ah, aku memang sempat mendengar kabar kesehatan yang tak begitu baik akhir-akhir ini. Namun kau tidak usah khawatir, untuk orang tua sepertiku dan omamu memang sering seperti itu. Terkadang kita sering sakit begitu saja, tetapi setelahnya bisa mendadak sembuh karena k
"Ah, kau ini memang selalu bisa memuji wanita! Maafkan cucuku, Bisma. Untuk orang yang baru mengenalnya, pasti dia terlihat seperti penggoda wanita ulung!"Tuan Brata akhirnya berbicara setelah merasakan keheningan yang semakin mencekam. Meski usianya sudah senja, tetapi ia tentu masih bisa menyadari arti tatapan tajam cucunya dan juga CEO baru NinatyLux tersebut. Tuan Brata tidak mau melihat api keributan muncul di hadapannya, apalagi baru beberapa saat yang lalu ia membahas tentang rencana kerja sama dua perusahaan yang sebenarnya sama-sama mempunyai visi dan misi yang tak terlalu jauh berbeda."Ya, apa yang dikatakan oleh kakek saya memang benar. Sebenarnya saya sama sekali tidak berniat untuk menggoda, saya hanya murni menggambarkan kecantikan Nona Adelia yang malam ini terlihat sangat anggun!"Bisma lantas berdeham dan mencengkram sekali lagi genggaman erat tangan Agler sebelum melepaskannya. Ia segera mundur menyelaraskan posisi berdirinya dengan Adelia, dan sedikit menarik nap
Tokk! Tokk! Tokk!"Adelia?"Suara ketukan pintu yang berulang berikut dengan panggilan namanya membuat seorang wanita terbangun dari tidurnya. Dengan mengusap wajahnya saat menyadari sinar matahari yang menerpa, Adelia nampak berat sekali untuk bangkit karena baru saja bisa terlelap beberapa jam yang lalu.Acara pesta semalam memang berlangsung cukup lama juga, apalagi setelahnya Tuan Brata kembali berbincang masalah bisnis meski Agler sudah pulang lebih dulu karena ada urusan penting yang harus dikerjakannya di luar sana."Adelia? Apa kau sudah bangun?""Ya ... Tunggu, Bisma. Aku baru bangun!"Dengan berusaha mengumpulkan semangatnya, Adelia mencoba beranjak. Sebelum membuka pintu ia menyempatkan diri untuk mengecek penampilan lebih dulu di depan cermin, dan sedikit menekuk bibirnya saat menyadari kondisi rambutnya yang sedikit berantakan.Ah, sepertinya tak ada waktu untuk Adelia merapikan rambut atau pun mencuci mukanya terlebih dahulu. Di luar sana Bisma terus mengetuk pintu sepert
Mendengar nada amarah Tante Bella, Adelia dan Bisma lantas saling berpandangan sesaat. Kebingungan dan rasa khawatir tercermin di wajah mereka masing-masing, apalagi setelahnya kembali terdengar suara Tante Bella yang semakin meninggi."Bisma, aku rasa kita—""Tidak, jangan saat ini. Lebih baik kita biarkan Tante Bella dengan masalahnya sendiri lebih dulu." Bisma segera bergerak mencegah langkah Adelia yang sudah mulai sedikit maju."Tapi, Bisma. Aku tidak bisa. Aku khawatir Tante Bella akan—""Aku tidak mau melihatmu menjadi sasaran kemarahannya, Sayang. Lebih baik sekarang kita langsung temui Oma Nora dan berpura-pura tidak mendengar percakapan ini. Jika membutuhkan bantuan, Tante Bella pasti bercerita pada kita atau pun Oma."Adelia terdiam sesaat, mencerna setiap kata-kata Bisma. Dalam sunyi, sekali lagi Adelia melirik ke arah Tante Bella. Ada perasaan ragu yang muncul di hatinya, tetapi pada akhirnya menuruti juga saran pria di sampingnya untuk mencari aman karena Tante Bella buk
Perasaan tidak nyaman seketika mulai merayap di hati Adelia. Entah kenapa ia merasa ada makna tersembunyi di balik ucapan tersebut. Namun saat mulutnya terbuka hendak bertanya, Tante Bella telah pergi lebih dulu dengan langkah kaki jenjangnya yang sangat lebar."Huh! Jadi siapa yang mengirimkan gaun itu?" Adelia bergumam seraya mengusap wajahnya sesaat.Sekali lagi wanita yang sedang sangat dekat dengan Bisma tersebut berusaha menarik napasnya untuk menenangkan diri, dan juga berpikir tentang semua yang mendadak tak dimengerti olehnya.Adelia pikir hidupnya akan tenang saat Ardi telah tertangkap. Namun sayang tebakannya salah, semuanya malah terasa semakin kompleks dan membingungkan serta menegangkan karena keabu-abuan yang semakin tersebar banyak di hadapannya.Adelia yakin ini bukan masalah sekedar pengirim gaun. Ada hal yang jauh lebih dalam yang tak diketahuinya, dan juga lebih misterius karena ini semua bisa jadi berhubungan dengan seseorang yang sempat mengancam Tante Bella di t
"Kau ... Kau berani mengancamku?" Citra bertanya dengan suaranya yang terdengar bergetar.Dengan tersenyum tipis, Adelia lantas mengangguk pasti. Lirikan tajamnya sekali lagi mampu membuat tubuh wanita di hadapannya terdiam membeku. Hingga saat sudah mencapai ketegangan yang cukup, barulah Adelia memutuskan untuk melangkah perlahan mundur."Kau pikir aku hanya asal berbicara saja?" tanyanya dengan satu alis yang terangkat. "Jika Mas Ardi bisa, kenapa kau tidak? Apa kau mempunyai kekuatan yang lebih darinya, Citra?""Sialan! Kau benar-benar ... Arghh! Kau menyebalkan, Adelia!" Citra semakin menggeram frustasi. Langkah kakinya bergerak ke samping ingin kabur, tetapi dengan cepat Adelia kembali menahannya."Kau hanya baru menjadi sekretaris CEO, Adelia! Tetapi sikapmu seperti orang yang mempunyai perusahaan!" Citra kembali menggerutu membuat wanita di hadapannya tersenyum tipis."Kau hanya belum mengenalku sepenuhnya, Citra. Namun, aku sungguh serius dengan perkataanku! Jika kau ingin be
"Huh! Kenapa lama sekali?"Perasaan khawatir mulai kembali menyeruak di dalam diri Bisma. Dengan kedua kaki yang terus melangkah bolak-balik tak menentu, pria itu nampak berkali-kali melirik ke arah jam tangan mahal yang ada di lengannya dan sesekali mengusap wajah dengan napas yang tertahan.Kurang lebih sudah hampir lima belas menit berlalu Adelia izin pergi ke toilet dengan wajahnya yang terlihat sedikit pucat. Bisma merasa sangat tak tenang karena Adelia tak kunjung kembali, apalagi semua pesan yang dikirimkannya sama sekali tak dijawab atau pun dibaca olehnya.Sebenarnya apa yang telah terjadi?Satu pertanyaan itu kembali berkeliling di benak CEO tampan tersebut. Meski sebenarnya Bisma juga tengah memendam suatu pikiran yang tak bisa dikatakannya secara jujur pada Adelia, akan tetapi ia tetap merasa sangat penasaran dengan apa yang tengah dipikirkan wanita itu hingga membuat kondisinya tiba-tiba menjadi tak stabil."Bisma?""Oh, astaga. Syukurlah kau baik-baik saja!"Tak sanggup
"Harapannya kecil, Ayah. Kata dokter, untuk saat ini kita hanya bisa berharap dan berdoa untuk kebaikan Adelia dan anaknya."Sosok wanita bertubuh tinggi di belakang Oma Nora yang akhirnya menjawab pertanyaan Tuan Brata alias mertuanya sendiri. Setelahnya hening, tak ada lagi percakapan yang terdengar hingga tiba-tiba Oma Nora tak sadarkan diri di atas kursi roda yang ditempatinya."Biar aku yang membawanya ke ruang perawatan, Bella. Kamu dan yang lainnya di sini saja untuk memantau keadaan Adelia," tutur Bunda Alice berusaha tenang di tengah kegentingan suasana ini."Terima kasih, Kak. Tolong kabari aku jika ada sesuatu yang penting."Mengangguk, ibu kandungnya Bisma tersebut segera berjalan ke ruangan lain. Keadaan sekarang benar-benar terasa mendebarkan. Tak ada satu orang pun yang bisa bernapas lega, terlebih saat ini Adelia sedang berada di tengah ambang hidup dan mati.Seperti yang dikatakan oleh Bella tadi, sekarang semuanya hanya bisa terus berdoa dan berharap tentang keselama
"Bagaimana keadaannya, Dok?"Di sisi lain, ada seorang pria yang sedang sangat cemas menunggu kabar baik dari wanita yang kini tengah terbaring lemah di atas ranjang rumah sakit. Napasnya masih tak beraturan setelah tadi sempat berlari sekencang mungkin ke tempat ini, begitu pula dengan tangannya yang masih terasa dingin karena rasa panik yang sempat menyerangnya.Bagaimana bisa Agler tak merasakan semua sensasi menegangkan ini? Adelia yang tiba-tiba tak sadarkan diri dengan sesuatu yang mengalir deras di kedua kakinya membuatnya tak bisa banyak berpikir. Tujuannya saat itu hanya satu, yaitu membawa wanita tersebut ke rumah sakit agar bisa segera ditangani oleh dokter."Maaf, Pak. Apa Anda suaminya?" Sang dokter malah balik bertanya hingga membuat cucunya Tuan Brata itu sedikit mengembuskan napasnya dengan berat."Saya ... Kebetulan saya hanya temannya saja, Dok. Dia dan suaminya sudah lama berpisah," ucapnya sedikit terbata-bata mengingat dirinya yang sebenarnya tak tahu apa-apa tent
"Sial! Kenapa jadi semakin rumit seperti ini?!"Tak bisa melakukan apa pun, Bella hanya bisa sesekali berteriak memaki dari dalam kamarnya. Salah satu tangannya kini mencengkram kuat ponselnya. Beberapa saat lalu jari-jemari yang ada di tangan itu sudah mengetikkan cukup banyak kata untuk mencoba menghubungi pria yang baru saja menjadi suaminya selama beberapa Minggu ini, tetapi sayang semua upayanya tersebut sama sekali tak membuahkan hasil."Ken ... Jika kali ini kau benar-benar bermain dengan Adelia, aku tentu tidak akan membiarkanmu pergi ke ujung dunia sekalipun!"Sekali lagi Bella mendengkus seraya menatap sekilas isi kamarnya. Ia mencoba mencari petunjuk yang mungkin saja ditinggalkan oleh suaminya, hingga kedua netranya memicing saat tak sengaja menemukan sesuatu yang memantulkan cahaya dari atas meja riasnya."Flashdisk? Hmm, baiklah. Mari kita lihat apa yang sudah kau simpan di dalam benda kecil ini, Ken. Kau sudah melakukan kesalahan yang sangat fatal dan sudah melanggar ke
Kedua netra Agler membulat saat menyadari tubuh Adelia yang sudah jatuh tersungkur di atas tanah. Dengan segera ia berusaha menjuhkan Citra dari wanita yang sebenarnya tadi sudah berada di sampingnya itu dan tak ragu lagi untuk mendorongnya dengan kencang, sampai beberapa saat kemudian kedua netranya membulat saat menyadari sesuatu yang kini tengah mengarah kepadanya."Ck! Wanita ini benar-benar gila!" gumamnya mendengkus kesal sebelum akhirnya kembali membantu Adelia untuk berdiri tegak di sampingnya."Dia tidak akan pernah berhenti selagi masih melihatku sadar, Agler. Aku mohon, tolong aku! Aku sebenarnya tak peduli dia menghabisiku saat ini, tetapi aku ingin anak ini selamat!" Adelia berucap dengan terengah dan tubuh yang kembali bergetar saat lagi-lagi Citra menggunakan sebuah benda yang sangat ditakuti olehnya."Kau mau berjalan sendiri ke arahku atau aku yang akan menarikmu, Adelia? Cepatlah pilih karena aku tidak mau membuang-buang waktu lagi!"Citra nampak tak main-main dengan
Suara teriakan dari kejauhan lantas membuat seorang pria yang baru saja mengeluh tersebut mempertajam indra pendengarannya. Dengan perlahan langkahnya kembali maju menelusuri jalan setapak yang entah akan membawa dirinya ke mana. Hingga beberapa menit kemudian, kedua netra kembali membulat saat melihat sebuah mobil hitam yang terparkir di lahan kosong dengan bayangan dua orang perempuan yang sedikit terlihat di sampingnya."Tidak mungkin! Apa salah satu dari wanita di sana adalah Citra? Kalau memang benar Citra, itu berarti wanita yang sedang disiksa olehnya adalah ....""Sial! Tidak mungkin! Apa iya dia berani segila itu pada Adelia?!"Pria itu mengusap wajahnya dengan gusar sambil perlahan kembali bergerak mendekat. Rencananya yang ingin menemui Citra secara langsung akhirnya ia urungkan, karena kini dirinya berpikir akan jauh lebih aman jika wanita itu tak mengetahui keberadaannya lebih dulu.Keputusannya ini sebenarnya bukan untuk mengamankan dirinya. Pria yang sudah semakin jauh
"Bisma! Bisma! Tunggu! Ke mana saja kau ini! Aku sampai pusing mencarimu karena ibuku terus bertanya tentang keberadaanmu dan Adelia!"Tanpa diduga-duga Tante Bella kini berjalan mendekat ke arah Bisma yang baru saja keluar dari area belakang villa. Wajahnya seketika menegang melihat tantenya Adelia tersebut, apalagi wanita itu memasang ekspresi tak ramah yang mana juga terlihat dengan jelas aura kemarahan di sana."Maaf, Tante. Tadi aku—""Tadi aku sudah mencarimu di kamar Adelia! Ternyata sampai lelah tanganku mengetuk pintu, tidak ada satu orang pun yang menyahut dari dalam sana. Katamu tadi Adelia ingin beristirahat di kamarnya bukan? Kenapa sekarang dia tidak ada di sana?" Tante Bella yang belum selesai dengan emosinya kembali berbicara mencecar, hingga tak sadar memotong pembicaraan pria di hadapannya.Dengan berpikir keras, Bisma berusaha mencari cara yang tepat untuk membicarakan keadaan Adelia saat ini. Ia tahu walau sikap sehari-hari Tante Bella pada Adelia terkesan cuek, wa
"Kenapa? Kenapa harus berpura-pura terkejut? Bukankah kau sudah mengetahui kenyataan itu sebelumnya, Mas?"Masih dalam suasana menegangkan, kini Citra dan Ardi saling menatap dalam diam. Sementara Adelia, wanita itu tak bisa berkutik lagi setelah Citra mengucapkan sesuatu yang selama ini sudah dicobanya untuk ditutupi. Napasnya semakin terasa tercekat seiiring dengan kuatnya cengkraman Citra di lehernya, apalagi sesekali wanita itu mengguncangkan tubuhnya saat berbicara dengan emosinya yang kembali meledak.Ya, semuanya akhirnya terbongkar sudah. Adelia sama sekali tak menyangka kalau selama ini Citra sudah diam-diam memata-matainya, hingga akhirnya mengetahui siapa ayah dari anak yang ada di dalam kandungannya ini yang sebenarnya.Sungguh, sebenarnya Adelia tak bisa menerka apa saja yang ada di dalam pikiran wanita itu. Menurutnya, bukankah seharusnya Citra lebih baik menutupi semua ini Ardi? Bagaimana kalau setelah ini pria itu malah menjalankan rencana lain yang sama sekali tak did
"Apa yang kau lakukan, Citra?! Turunkan benda itu!"Suara yang cukup menggelegar terdengar menghentak setelahnya. Bagi Adelia, situasi saat ini benar-benar terasa sangat mencekam. Kedua lututnya rasanya sangat lemas sampai saat ini, seolah ia tak akan mampu lagi berdiri dengan tegap lagi dalam beberapa detik ke depan nanti."Hmm, kau tidak salah mengarahkan itu ke arahku? Bukankah seharusnya kamu menargetkan mantan istrimu tersayang ini?" Citra menyeringai saat menyadari situasi todong menodong yang tengah dirasakannya."Apa yang telah kau katakan, Citra? Jangan berbuat gila! Sekali saja kau menggunakan itu orang lain akan tahu keberadaan kita di sini!" Ardi berbicara menyentak untuk memperingati."Oh, ya? Bukankah itu akan menjadi tontonan yang menarik?"Ardi mendengkus setelah mendengar tanggapan dari kekasihnya. Ia berkali-kali melirik ke arah Adelia yang wajahnya semakin terlihat pucat dan lemas, serta berganti tatapan ke arah Citra yang tengah berusaha memainkan kendali dengan uc
Kedua netra Citra saat ini sudah semakin terlihat menyalang ke arah Adelia. Andai saja di belakang kepalanya bisa mengeluarkan asap, mungkin sekarang asap tersebut sudah membumbung tinggi ke atas membuat udara di sekitar semakin panas seiiring dengan terbakarnya amarah yang ada di dalam dada.Kedua tangannya semakin terkepal erat di masing-masing sisi tubuhnya, seiiring dengan derap langkah yang semakin terdengar. Citra kembali maju henda menyerang Adelia dengan menarik rambut panjangnya lebih dulu. Namun sebelum itu semua terjadi, Adelia tentu tak hanya diam saja. Dengan secepat mungkin wanita yang tengah berbadan dua tersebut membenturkan ujung kepalanya tepat di wajah Citra, hingga tak sampai beberapa detik kemudian wanita itu terdengar mengaduh kesakitan sembari memegangi hidungnya yang sedikit mengeluarkan noda merah."Aku tidak tahu hal apa yang membuatmu sampai nekat melakukan penculikan ini padaku, Citra. Seharusnya kalau kau sudah tahu siapa diriku sebenarnya, kau harus lebih