"Maaf, seharusnya Anda tidak membuat keributan di tempat ini!"Nyonya Sri semakin mendengkus mendengar perkataan pria muda yang tiba-tiba muncul di hadapannya. Tanpa takut dan ragu ia melangkah semakin maju, tetapi sayang tertahan karena kemunculan Citra yang juga ikut menahannya."Maaf, Pak Bisma. Sebenarnya saya sudah berusaha mencegahnya, tetapi—""Hei! apa-apaan ini?! Kenapa jadi kau yang minta maaf, Citra?! Mereka yang menyebalkan lebih dulu! Bisa-bisanya mereka memperlakukanku tanpa sopan santun!" Nyonya Sri menyela dengan semakin memberontak dan mengabaikan tatapan yang semakin banyak tertuju padanya."Maaf, Bu. Tapi biar bagaimanapun kita tidak bisa membuat keributan di sini, apalagi—""Siapa sebenarnya dia? Ibumu?"Suara lain terdengar menginterupsi, membuat Citra semakin kesulitan membasahi tenggorokannya sendiri. Tatapan wanita bertubuh tinggi yang sebenarnya belum pernah ditemuinya itu benar-benar terasa mengintimidasi, apalagi sepertinya wanita tersebut sangat dihormati o
"Kau memang wanita tidak tahu diri, Adelia!"Suara yang terdengar sangat menggelar itu membuat Adelia sedikit mundur. Dengan penjagaan beberapa petugas keamanan yang telah ditugaskan oleh Bisma, ia tetap menarik napas untuk mengumpulkan kesabaran menghadapi amukan mantan mertuanya yang belum juga kunjung padam.Saat ini Adelia memang sedang di luar area kantor untuk kembali menemui ibu kandung Ardi tersebut. Ia menempati janjinya untuk berbicara dengan Nyonya Sri di luar, tepat setelah kepergian Tante Bella yang sebenarnya juga sangat kesal padanya."Pokoknya aku tidak mau tahu, Adelia! Aku mau kau segera mencabut laporanmu itu ke pihak kepolisian! Biar bagaimanapun Ardi telah sangat berjasa pada kehidupanmu yang hanya sebatang kara! Tanpanya, kau mungkin telah luntang-lantung di jalan!" Nyonya Sri kembali menekankan setiap kata-katanya, membuat Citra yang ternyata sedang mengamati dari kejauhan tersenyum tipis."Maaf, Bu. Untuk masalah itu aku tidak bisa. Aku tidak bisa asal mencabut
"Hmm?"Kedua alis tebal Bisma semakin mengerenyit mendengar permintaan Adelia yang amat tiba-tiba. Mulutnya hampir terbuka hendak bertanya, tetapi setelahnya pintu lift terbuka dan membuat wanita itu segera menjauh darinya."Aku hanya sedang ingin keluar saja, Bisma. Tidak ada niatku untuk kabur dari pekerjaan, sungguh!" Adelia segera melangkahkan kakinya lebih cepat, tetapi ke arah lain yang kembali membuat dahi Bisma menekuk ke dalam."Aku ke toilet sebentar, nanti aku segera kembali!""Adelia ...."Dengan langkah terburu-buru Adelia segera menuju ke sebuah ruangan yang tak jauh dari ruangan tempatnya bekerja bersama Bisma. Ia mengabaikan panggilan pria yang nampak terheran-heran dengannya, dan segera mengeluarkan sebuah benda pipih yang sempat tak sengaja ditemuinya tadi pagi."Huh! Maafkan aku, Bisma. Aku terpaksa membohongimu!"***Kringg!Sebuah lonceng kafetaria berbunyi, menandakan pesanan masuk. Seorang yang nampak telah lebih dulu tiba, terlihat menyulut sebatang sebatang ro
Ardi terdiam membeku mendengar ancaman Adelia. Netranya melirik sekitar sesaat, seolah tengah mencari bantuan. Namun sayang pada detik ini ia tak bisa menghindar lagi dari Adelia yang semakin memojokkannya."Sial! Aku benar-benar sudah terjebak!"Ardi bergerak selangkah mundur seraya terus berpikir. Untuk saat ini ia tak bisa asal berbicara lagi, karena ternyata diam-diam Adelia sangat memperhatikan setiap detail yang ada di dirinya.Sepertinya selama ini Ardi telah salah. Wanita yang selama ini dianggapnya bodoh dan tak bisa melakukan apa-apa, ternyata jauh lebih pintar dan bahkan nekat melakukan sesuatu yang sangat di luar dari dugaannya."Kenapa kau hanya diam saja, Mas?" Adelia bertanya dengan sorot matanya yang tak berubah. "Yang aku bilang benar bukan?""Apa maksudmu? Aku—""Kau yang membuat Pak Bisma celaka hari itu, Mas! Aku tahu, dan bahkan aku bisa menunjukkan bukti lainnya!" Adelia semakin menekankan kata-katanya membuat Ardi berpaling sesaat."Agar kau tidak semakin lama m
Adelia merasakan punggungnya semakin bersandar pada dinginnya dinding yang ada di belakangnya. Jantungnya berdebar kencang, tetapi ia menolak untuk menunjukkan kelemahan di depan sang mantan suami yang semakin menunjukkan penekanan terhadapnya."Adelia, aku serius. Jangan pernah kau lanjutkan usahamu mencari tahu tentang pria itu atau pun mengaitkannya denganku!" Kilatan di netra Ardi semakin menajam seolah memancarkan ancaman yang nyata.Adelia lantas menarik napasnya panjang, mencoba menenangkan diri. Semakin dalam ia menggali, ternyata semakin banyak rahasia kotor yang tersingkap."Kau pikir aku akan berhenti hanya karena ancamanmu?" Suaranya tiba-tiba terdengar dengan cukup lantang."Aku tidak akan takut pada siapa pun lagi, Mas! Kalau kau pikir aku akan menyerah begitu saja setelah ini, kau salah besar!""Sialan! Kau menantangku?! Kau pikir aku tidak bisa nekat melukai—""Aku tidak peduli!" Adelia segera memotong ucapan Ardi dengan cepat. "Jika kau ingin mengancamku, lakukan saja
Senyum Bisma semakin mengembang melihat tekad Adelia yang begitu bulat. Ia semakin membawa wanita itu masuk ke dalam dekapannya dan memandangnya tanpa henti hingga mampu membuat Adelia salah tingkah dan mengalihkan pandangannya ke arah sekitar."Bisma, kau ... Kenapa kau melihatku seperti itu?" rajuknya pelan terbata-bata."Ini baru seperti Adelia yang kukenal! Aku bangga padamu, Sayang!"Bisma lantas mengusap ujung kepala Adelia dengan lembut, sebelum akhirnya kembali membubuhi beberapa kecupan singkat di sana. Wajah Adelia semakin memerah salah tingkah, tetapi setelahnya kembali menjadi khawatir karena terdengar Bisma mendesis seperti tengah menahan rasa sakit di matanya."Cukup sudah menggodanya, Pak CEO! Sekarang kita harus segera ke rumah sakit untuk mengobati matamu, sebelum kita bisa bersiap-siap untuk menjalankan misi dari Tante Bella nanti!"Tak bisa menolak, akhirnya Bisma pasrah mengikuti kemauan Adelia yang telah sangat khawatir padanya. Sebenarnya perih di matanya ini tak
Tokk! Tokk! Tokk!"Maaf, Bu Adelia. Ini ada titipan paket untuk Ibu."Kehadiran sebuah kotak yang cukup besar membuat dahi Adelia mengerenyit. Ia menatap Bisma sesaat seolah sedang bertanya pada pria itu di dalam hati, sebelum akhirnya mendekat untuk memeriksa langsung paket yang baru saja diantarkan untuknya.Selepas dari rumah sakit untuk memeriksa keadaan Bisma tadi, Adelia dan Bisma memang terpaksa kembali ke kantor untuk melanjutkan urusan pekerjaan mereka yang belum selesai. Beruntung tak ada permasalahan yang serius akibat serangan Ardi di mata Bisma, hingga akhirnya CEO NinatyLux tersebut bisa kembali melanjutkan aktivitasnya meski harus memakai kacamata hitam untuk menutupi matanya yang sedikit memerah."Ini dari siapa ya?" tanya Adelia dengan nada pelan tetapi penuh penasaran."Maaf, Bu. Untuk pengirimannya tidak terlalu dijelaskan di keterangan paket tersebut. Namun kata karyawan yang menerimanya, paket ini dari salah satu orang terdekat ibu.""Salah satu orang terdekat sa
"Wah, lihat! Siapa yang baru saja datang di sini!"Sebuah suara sambutan terdengar, membuat Adelia dan Bisma menoleh secara bersamaan. Kedua sudut bibir muda-mudi itu terangkat seiring dengan semakin dekatnya langkah seorang pria paruh baya bersama tongkat kayu khas yang berada di genggaman tangan kirinya."Biar ku tebak, kau pasti cucu Nora bukan? Wajah cantikmu mirip sekali dengan Bella selagi muda!" Suara tawa renyah terdengar membuat Adelia semakin tersenyum dan sedikit menunduk sebagai tanda hormat. "Terima kasih pujiannya, Tuan Brata. Saya Adelia, cucunya Oma Nora dan juga keponakannya Tante Bella. Kebetulan kedatangan saya ke sini untuk mewakili kehadiran Oma yang tidak bisa datang malam ini karena kesehatannya.""Ah, aku memang sempat mendengar kabar kesehatan yang tak begitu baik akhir-akhir ini. Namun kau tidak usah khawatir, untuk orang tua sepertiku dan omamu memang sering seperti itu. Terkadang kita sering sakit begitu saja, tetapi setelahnya bisa mendadak sembuh karena k