"Apa?! Kandungan?"Kedua netra pria yang masih memegangi sebuah kaleng minuman soda tersebut mendadak membulat. Genggaman tangannya perlahan melemah, seiring dengan rasa terkejut yang tiba-tiba hadir. Apalagi setelahnya pria yang menjadi lawan bicaranya membenarkan ucapannya secara berulang, seolah tengah berusaha meyakinkan keraguannya.["Iya, Pak. Kasihan sekali saya melihat kondisinya. Apa Anda bisa segera ke rumah sakit atau menyuruh keluarganya segera datang untuk mengurus semua perizinan yang ada di sini? Kebetulan saya tidak bisa berlama-lama menunggnya, Pak. Anak saya juga sedang sakit di rumah, sehingga saya tidak bisa meninggalkannya lama."]Agler segera mengangguk dan menaruh minuman kaleng yang sedari tadi digenggamnya. Dengan segera ia menegakkan pundak seraya berpikir cepat. Semua ini memang sangat tak ditebak olehnya sebelumnya, hingga akhirnya ia kembali berbicara dengan orang yang sudah banyak sekali memberikannya informasi tentang Adelia tersebut setelah berhasil men
"Sayang!"Bisma segera berlari cepat masuk ke sebuah ruangan saat tatapannya tak sengaja bertemu dengan seorang wanita yang nampak tengah duduk lemas di atas ranjang. Bahkan pintu yang baru saja dilewatinya tak sempat ia tutup dengan rapat, anak buahnya yang menunggu di luar yang melakukan hal itu. Sehingga kini, hanya ada Adelia dan Bisma yang berada di dalam sana."Bisma .... Kau .... Bukannya seharusnya kau masih di lokasi proyek?" tanya Adelia lebih dulu dengan sedikit terbata-bata saat pria yang baru saja datang langsung bergerak memeluknya."Aku sengaja mempercepat kunjunganku ke sana karena sangat mengkhawatirkanmu, Sayang. Bagaimana kondisi sekarang?" Bisma balik bertanya dengan meneliti setiap jengkal tubuh wanita di hadapannya.Bibir Adelia yang terlihat pucat, jelas membuat rasa khawatirnya semakin menumpuk. Wanita di hadapannya ini memang terlihat sangat tidak baik-baik saja. Dalam hatinya sedikit menggeram, karena bisa-bisanya pihak rumah sakit sempat mencoba untuk menutu
["Maaf, Tuan. Saya tidak bisa mengawasinya lama karena setelah itu hadir seseorang yang tiba-tiba bergerak mengurus semua keperluannya di sana!"]Suara penjelasan tersebut seketika membuat seorang pria yang tengah menghisap batang rokoknya mengerenyitkan dahi. Kedua alisnya hampir menyatu. Mulutnya terdiam menunggu penjelasan lebih lanjut, tetapi sayang lawan bicaranya juga melakukan hal yang sama."Apa maksudmu mengurus semua keperluannya? Apa dia langsung dibawa pulang, jadi kau tidak sempat sampai mendengar keterangan dokter tentang kesehatannya?" Pria itu akhirnya kembali bertanya dengan sesekali menatap awas ke arah sekitar.["Tidak langsung dibawa pulang, Tuan. Namun saya memang tidak sempat sampai menyelidiki keterangan dokter karena sosok tersebut bergerak sangat hati-hati dengan semua yang ada di sekelilingnya. Menurut saya, sepertinya dia juga adalah orang lain untuk target kita."]"Orang lain?" Dahi pria itu kembali mengerenyit dalam.["Iya, Tuan. Saya beranggapan seperti i
"Huh? Apa ini? Kenapa ... Kenapa jadi seperti ini?"Tangan Adelia sedikit bergetar saat mencoba menahan ponselnya. Tak hanya itu saja, pandangan juga seketika menjadi mengabur. Napas Adelia tertahan, apalagi setelahnya pria yang telah mengirimkannya pesan tersebut kembali mengirimkan rangkaian kata lain yang membuat degup jantungnya terasa semakin terhenti.[Aku tahu, obat-obatan dan vitamin yang sempat terjatuh waktu itu untuk ibu hamil bukan? Aku sudah mencarinya di mesin penelurusan, Adelia. Kalau ada salah satunya sudah habis, jangan ragu katakan saja padaku. Aku pasti akan membelikannya untukmu dengan merek yang sama!]"Cukup sudah basa-basimu, Agler! Aku sama sekali tidak mengerti dengan semua maksud pesanmu! Kau hanya membuang-buang waktuku!" Adelia dengan segera mengeja pesan balasannya sebelum Bisma kembali.[Wah, rupanya kau masih berani mengelak? Sepertinya kau seperti ini karena ketakutan ya, Adelia? Apa jangan-jangan selama ini, Bisma juga belum mengetahui kondisimu yang
"Hmm? Kenapa? Kenapa tanganmu mendadak terasa dingin seperti ini?"Bisma semakin mendekat dengan menggenggam erat kedua tangan Adelia yang terasa semakin dingin. Jantung wanita itu kembali terasa berdebar. Rasanya Adelia tak sanggup mengatakan semua yang ingin dikatakannya karena terlalu banyak keunggulan yang bisa saja terjadi.Bagaimana kalau setelah ini perasaan Bisma berubah hingga pria itu meninggalkannya?Pernyataan itu mendadak menghantui Adelia kembali. Adelia takut kehilangan Bisma lagi, apalagi saat ini pria itu sudah berhasil mengambil sepenuhnya isi hatinya sampai habis tak tersisa."Sayang? Hey, kenapa kau jadi semakin menunduk seperti ini? Tataplah mataku, Sayang," ucap Bisma memberikan perintah sebelum akhirnya meraih wajah Adelia dengan kedua tangannya.Ditatapnya lekat kedua netra Adelia yang mulai nampak terlihat sedikit basah. Hanya ada sedikit jarak yang tercipta di antara wajahnya dan juga wajah cantik wanita itu, hingga kini salah satu tangannya bergerak membimbi
Kedua netra Citra membulat saat menyadari sosok berbaju hitam yang tiba-tiba sudah berdiri tepat di belakangnya. Matanya semakin menyipit, mencoba meyakinkan sekali lagi apa yang telah dilihatnya. Lampu yang belum sepenuhnya dinyalakan membuat suasana menjadi temaram, hingga tak bisa menatap dengan begitu jelas saat ini."Kenapa? Terkejut dengan kehadiranku, Sayang?""Mas ... Mas Ardi?" Kedua netranya mengerjap cepat, dan bahkan Citra sampai terbata-bata hingga tak sengaja menjatuhkan sepotong pizza yang ada di tangannya. Sosok pria yang sebenarnya sudah mengamatinya sedari tadi itu pun kian tersenyum tipis. "Ya! Kenapa kau diam saja di sana, Sayang? Tidak mau menyambut kedatanganku?"Dengan segera Citra berlari dan melompat ke dalam pelukan tubuh pria yang sempat sangat dirindukannya tersebut. Seakan sudah bertahun-tahun lamanya tak bertemu, Citra langsung melampiaskan semua rasa yang mendadak bergejolak di hatinya. Tanpa ragu bahkan kedua kakinya mulai terangkat melingkar di ping
"Apa?! Tidak mungkin! Kau sudah memastikan jenazahnya secara betul-betul?"Suara yang terdengar cukup kencang dari luar membuat Adelia terbangun dari tidurnya. Dengan kondisi tubuh yang sudah terasa lebih baik dari yang sebelumnya, Adelia mencoba bangkit dan berjalan menuju ke arah pintu dengan perlahan."Ah, ternyata dia ada di depan TV!" Adelia bergumam seraya semakin melangkahkan kedua kakinya maju.Dengan memasang kembali pendengarannya secara betul-betul, Adelia menanti kelanjutan pembicaraan pria itu. Adelia sangat penasaran dengan siapa sosok yang telah dikabarkan meninggal. Hingga tepat sebelum mendekat, kedua netranya menangkap gerakan tangan Bisma yang meraih cepat remot televisi dan mencari salah satu siaran berita yang menampilkan sebuah kecelakaan tunggal di dekat daerah perhutanan.["Kejadian ini mengakibatkan satu korban meninggal dunia. Untuk identitasnya masih belum diketahui jelas oleh pihak kepolisian karena masih harus menunggu hasil otopsi. Namun untuk dugaan seme
"Sudah puas kau sekarang?!"Adelia Nina Pranata menoleh ke arah sang mertua yang tengah menatapnya penuh kebencian. Padahal kedua netranya saat ini masih basah dan memerah. Adelia jelas belum menerima kematian anaknya, tetapi malah dituduh seolah tengah bersenang-senang dalam keadaan yang sangat menyakitkan ini."Ibu, kita pergi saja. Tidak ada gunanya berbicara dengannya di sini." Ardi, suami Adelia berbicara membuat ibunya melempar tatapan sengit ke arahnya."Kau bermaksud ingin membela istrimu yang tidak becus ini? Hah?!""Aku tidak membelanya, Bu. Tapi—""Ingat, Ardi! Anakmu meninggal karena dia! Dia sudah lalai sebagai ibu hingga mengakibatkan kematian anakmu sendiri!"Nyonya Sri membentak membuat semua orang yang ada di pemakaman semakin memperhatikannya. Ketegangan semakin terasa, berbagai bisik yang tak mengenakkan mulai terdengar membuat mata Adelia terpejam menahan rasa perih yang semakin menusuk hatinya."Aku tidak bermaksud apa-apa, Bu. Tetapi apa gunanya membahas di sini?