"Huh? Apa ini? Kenapa ... Kenapa jadi seperti ini?"Tangan Adelia sedikit bergetar saat mencoba menahan ponselnya. Tak hanya itu saja, pandangan juga seketika menjadi mengabur. Napas Adelia tertahan, apalagi setelahnya pria yang telah mengirimkannya pesan tersebut kembali mengirimkan rangkaian kata lain yang membuat degup jantungnya terasa semakin terhenti.[Aku tahu, obat-obatan dan vitamin yang sempat terjatuh waktu itu untuk ibu hamil bukan? Aku sudah mencarinya di mesin penelurusan, Adelia. Kalau ada salah satunya sudah habis, jangan ragu katakan saja padaku. Aku pasti akan membelikannya untukmu dengan merek yang sama!]"Cukup sudah basa-basimu, Agler! Aku sama sekali tidak mengerti dengan semua maksud pesanmu! Kau hanya membuang-buang waktuku!" Adelia dengan segera mengeja pesan balasannya sebelum Bisma kembali.[Wah, rupanya kau masih berani mengelak? Sepertinya kau seperti ini karena ketakutan ya, Adelia? Apa jangan-jangan selama ini, Bisma juga belum mengetahui kondisimu yang
"Hmm? Kenapa? Kenapa tanganmu mendadak terasa dingin seperti ini?"Bisma semakin mendekat dengan menggenggam erat kedua tangan Adelia yang terasa semakin dingin. Jantung wanita itu kembali terasa berdebar. Rasanya Adelia tak sanggup mengatakan semua yang ingin dikatakannya karena terlalu banyak keunggulan yang bisa saja terjadi.Bagaimana kalau setelah ini perasaan Bisma berubah hingga pria itu meninggalkannya?Pernyataan itu mendadak menghantui Adelia kembali. Adelia takut kehilangan Bisma lagi, apalagi saat ini pria itu sudah berhasil mengambil sepenuhnya isi hatinya sampai habis tak tersisa."Sayang? Hey, kenapa kau jadi semakin menunduk seperti ini? Tataplah mataku, Sayang," ucap Bisma memberikan perintah sebelum akhirnya meraih wajah Adelia dengan kedua tangannya.Ditatapnya lekat kedua netra Adelia yang mulai nampak terlihat sedikit basah. Hanya ada sedikit jarak yang tercipta di antara wajahnya dan juga wajah cantik wanita itu, hingga kini salah satu tangannya bergerak membimbi
Kedua netra Citra membulat saat menyadari sosok berbaju hitam yang tiba-tiba sudah berdiri tepat di belakangnya. Matanya semakin menyipit, mencoba meyakinkan sekali lagi apa yang telah dilihatnya. Lampu yang belum sepenuhnya dinyalakan membuat suasana menjadi temaram, hingga tak bisa menatap dengan begitu jelas saat ini."Kenapa? Terkejut dengan kehadiranku, Sayang?""Mas ... Mas Ardi?" Kedua netranya mengerjap cepat, dan bahkan Citra sampai terbata-bata hingga tak sengaja menjatuhkan sepotong pizza yang ada di tangannya. Sosok pria yang sebenarnya sudah mengamatinya sedari tadi itu pun kian tersenyum tipis. "Ya! Kenapa kau diam saja di sana, Sayang? Tidak mau menyambut kedatanganku?"Dengan segera Citra berlari dan melompat ke dalam pelukan tubuh pria yang sempat sangat dirindukannya tersebut. Seakan sudah bertahun-tahun lamanya tak bertemu, Citra langsung melampiaskan semua rasa yang mendadak bergejolak di hatinya. Tanpa ragu bahkan kedua kakinya mulai terangkat melingkar di ping
"Apa?! Tidak mungkin! Kau sudah memastikan jenazahnya secara betul-betul?"Suara yang terdengar cukup kencang dari luar membuat Adelia terbangun dari tidurnya. Dengan kondisi tubuh yang sudah terasa lebih baik dari yang sebelumnya, Adelia mencoba bangkit dan berjalan menuju ke arah pintu dengan perlahan."Ah, ternyata dia ada di depan TV!" Adelia bergumam seraya semakin melangkahkan kedua kakinya maju.Dengan memasang kembali pendengarannya secara betul-betul, Adelia menanti kelanjutan pembicaraan pria itu. Adelia sangat penasaran dengan siapa sosok yang telah dikabarkan meninggal. Hingga tepat sebelum mendekat, kedua netranya menangkap gerakan tangan Bisma yang meraih cepat remot televisi dan mencari salah satu siaran berita yang menampilkan sebuah kecelakaan tunggal di dekat daerah perhutanan.["Kejadian ini mengakibatkan satu korban meninggal dunia. Untuk identitasnya masih belum diketahui jelas oleh pihak kepolisian karena masih harus menunggu hasil otopsi. Namun untuk dugaan seme
"Wah! Jadi ini caramu?"Seorang wanita bertanya setelah melihat salah satu siaran televisi. Kedua netranya membulat seolah berdecak kagum. Bahkan minuman dingin yang baru saja diambilnya sampai diletakkannya kembali di tempat awal, demi menghampiri sesosok pria yang nampak tengah bersantai di atas ranjang dengan ponsel di tangannya."Seperti yang kau lihat, Sayang. Jujur, sebenarnya aku tidak pernah merasa sangat keren seperti ini sebelumnya!" ucap pria itu pongah, membuat wanita yang baru saja menghampirinya langsung tersenyum dan bergelayut manja di lengannya."Tapi kau benar-benar hebat, Mas Ardi! Dengan begini, pasti tidak hanya Adelia saja yang percaya. Orang lain yang di luar sana yang sempat mencarimu, pasti akan percaya juga sehingga semua masalahmu yang lama akan segera mereka lupakan!""Ya ... Memang inilah yang ku mau, Citra Sayang. Aku ingin muncul dengan sosok yang berbeda nanti! Anggap saja aku baru terlahir kembali, sehingga tidak ada satu orang pun yang ku perbolehkan
"Akhh! Sial!"Suara teriakan terdengar menggema di taman belakang. Dengan mengusap wajahnya penuh frustasi, satu-satunya anak perempuan Oma Nora tersebut mendengkus seolah ingin melampiaskan semua kekesalannya yang selama ini tertahan.Sungguh, Bella kesal kalau sudah kembali diancam seperti ini. Bella kesal ada orang lain yang mengetahui kelemahannya. Selain itu, Bella juga kesal dengan dirinya sendiri yang sebenarnya juga sudah ikut andil menyebabkan ini semua.Peristiwa beberapa tahun yang lalu yang sebenarnya cukup lampau ternyata sangat berdampak bagi hidupnya sekarang. Belum usai dengan rasa bersalah yang tak pernah habis di hati dan pikirannya. Kini dirinya malah kembali dipaksa melakukan sesuatu yang tak ingin dilakukannya.Berada di bawah tekanan memang membuatnya seperti orang bodoh! Bella tak bisa melawan karena terlalu takut semua kesalahannya di masa lalu terbongkar. Nama baik yang selama ini mati-matian dipertahankannya tak ingin dibiarkannya rusak begitu saja, meski ha
"Sudah puas kau sekarang?!"Adelia Nina Pranata menoleh ke arah sang mertua yang tengah menatapnya penuh kebencian. Padahal kedua netranya saat ini masih basah dan memerah. Adelia jelas belum menerima kematian anaknya, tetapi malah dituduh seolah tengah bersenang-senang dalam keadaan yang sangat menyakitkan ini."Ibu, kita pergi saja. Tidak ada gunanya berbicara dengannya di sini." Ardi, suami Adelia berbicara membuat ibunya melempar tatapan sengit ke arahnya."Kau bermaksud ingin membela istrimu yang tidak becus ini? Hah?!""Aku tidak membelanya, Bu. Tapi—""Ingat, Ardi! Anakmu meninggal karena dia! Dia sudah lalai sebagai ibu hingga mengakibatkan kematian anakmu sendiri!"Nyonya Sri membentak membuat semua orang yang ada di pemakaman semakin memperhatikannya. Ketegangan semakin terasa, berbagai bisik yang tak mengenakkan mulai terdengar membuat mata Adelia terpejam menahan rasa perih yang semakin menusuk hatinya."Aku tidak bermaksud apa-apa, Bu. Tetapi apa gunanya membahas di sini?
Tingg![Maaf, untuk saat ini Nyonya Besar sedang tidak dapat diganggu!]Dengan tangan yang bergetar, air mata Adelia kembali tumpah. Harapannya pupus. Rasa sakit yang semakin menusuk membuatnya lupa cara bernapas hingga tak menyadari suara langkah yang mendekat ke arahnya."Sedang apa kau di sini?""Bu ... Aku—""Kau sedang mengintip kebersamaan suamimu dengan Citra?" potong Nyonya Sri yang sontak membuat kedua netra coklat Adelia melebar. "Dengarkan aku, Adelia. Biarkan saja mereka di dalam karena sekarang aku membutuhkanmu untuk membereskan ruang tamu!""Tapi, Bu. Aku tidak mungkin bisa membiarkan mereka berdua di dalam begitu saja. Mereka—""Akhh! Kau ini memang menantu menyebalkan, Adelia! Tidak bisakah kau langsung menuruti kata-kataku saja? Sudah beruntung kau masih ditampung di rumah ini dengan gratis!" Air mata Adelia kembali membendung tak tahan mendengarnya. Ia semakin kesulitan berbicara, terlebih setelahnya terdengar tawa Ardi dan Citra dari dalam sana yang sama sekali ta