Share

8. Kejutan di Hari Pernikahan

Author: Mhyaa Selle
last update Last Updated: 2024-01-14 09:55:16

"Kamu ..? kamu siapa berani-beraninya ikut campur urusanku dengan sepupuku," bentak Azura sambil menunjuk Raka yang berdiri tak jauh dari Kafizah.

 

"Saya temannya," jawab Raka asal, membuat Kafizah memutar bola mata malas.

 

Kafizah pun sadar kalau Raka memang tidak benar-benar ingin melamarnya. Jika Raka memang ada perasaan padanya, maka dia akan bilang dengan tegas pada Azura kalau dia adalah calon istrinya.

 

"Apa-apa sih, Kafizah, kamu hanya gadis cacat," bisik Kafizah dalam hati sambil geleng-geleng.

 

Raka tidak memiliki keberanian untuk mengatakan kalau Kafizah calon istrinya di depan sepupu Kafizah yang angkuh karena dia takut ditolak di tempat dan akan membuatnya malu tujuh turunan. 

 

Apalagi di depan banyak para pelanggan. Bisa-bisa jatuh tingkat kesombongannya kalau dia ditolak di depan umum oleh gadis cacat.

 

Sementara Salsa yang mendengar ucapan Raka juga ikut geleng-geleng kepala.

 

Bagaimana tidak, kemarin dia datang mengaku-ngaku sebagai calon suami bosnya dan sekarang dia mengaku teman Kafizah.

 

"Dasar pria aneh," gumam Salsa sambil geleng-geleng kepala.

 

Azura menatap Raka dari bawah sampai atas dengan tatapan mengejek karena melihat penampilan Raka yang hanya mengenakan kaos oblong berwarna hitam dan celana panjang yang menurutnya murahan.

 

Andaikan dia melihat merek baju yang dikenakan Raka, mungkin dia akan terkena serangan jantung.

 

"Meskipun kamu temannya, tetap saja gak berhak mencampuri urusan kami. Ngerti!"

 

"Kalau saya mau, kenapa?" tantang Raka, "kamu juga tidak berhak merongrong sepupu kamu sendiri, paham!"

 

"Sudah! Sudah! Azura ... aku akan siapkan pesanan bunga seperti yang kamu minta!" Kafizah berusaha melerai perdebatan antara sepupunya dengan Raka.

 

"Kalian berdua sama saja. Kayaknya kalian cocok, deh. Satu cacat satu kismin," ejek Azura menganggap Raka ada kalangan miskin hanya melihat dari tampilannya yang sederhana.

 

Raka menatap Azura dengan tatapan tajam, tetapi gadis itu mendelik dan berlalu dari tempat itu.

 

"Zah! Aku pergi. Jangan lupa siapkan pesanan yang aku minta!" titahnya dan Kafizah mengangguk mengiyakan.

 

"Mobil elit, bayar pesanan bunga sulit," teriak Raka saat Azura hendak masuk ke mobil.

 

Spontan Kafizah mendekat dan membekap mulut Raka dengan tangan kanannya, hingga netra keduanya saling beradu pandang beberapa detik.

 

Ada debaran aneh yang terjadi saat keduanya bersentuhan, seperti ada sengatan listrik yang membuat jantung keduanya bekerja lebih cepat dari biasanya.

 

"Kalian serasi, sih. Si cewek kakinya yang cacat sedangkan cowoknya mulutnya yang cacat," ucapan Azura yang entah sejak kapan ada di hadapannya membuat Kafizah spontan melepas tangannya dari bibir Raka.

 

"Apa kamu bilang." Raka hendak mendekat ke arah Azura, tetapi ditahan oleh Kafizah.

 

"Sudah! Jangan buat keributan di sini!" titah Kafizah sambil melirik pengunjung yang sedang dilayani Salsa. "Nanti pembeli pada kabur."

 

"Kamu yang tadi bilang apa, hah. Mobil itu milik calon suamiku dan bunga yang aku pesan itu milik sepupu sendiri, jadi wajar dong kalau dia kasih cuma-cuma." Azura berpangku tangan menatap Raka dengan sinis .

 

"Oh ... mobil calon suamimu, pantas mobilnya kayak gak asing buatku. Pasti calon suamimu kerjanya hanya sopir karena bebas membawa dan meminjamkan mobil bosnya sesuka hati," tembak Raka membuat Azura berwajah masam.

 

"Jangan asal ngomong kamu, ya. Suamiku itu pemilik perusahaan otomotif terbesar di kota ini. Dia kaya raya, tidak kayak situ yang kismin. Makanya aku bebas memakai mobil mana saja yang aku pengen," kata Azura dengan pongah membuat Raka mengangguk.

 

"Kalau boleh tau, nama calon suamimu siapa? Mana tau aku bertemu dengannya saat hendak membeli mobil nanti," balas Raka memancing.

 

"Kamu mau beli mobil, hahaha." Azura tertawa terbahak membuat Raka menautkan kedua alisnya.

 

"Jangan mimpi! Tapi gak apa-apa, aku kasi tau namanya. Supaya kamu bisa menyesal telah menghina calon istri seorang konglomerat," balas Azura dengan angkuh.

 

"Oh, ya," balas Raka menantang.

 

"Namanya Niko Raditya--pemilik Aksa Otomotif--konglomerat nomor tiga di kota ini," ucap Azura dengan bangganya.

 

Andaikan Raka sedang minum, mungkin dia akan tersendat air mendengar ucapan dari sepupu Kafizah.

 

Sekarang pria itu hanya bisa menahan tawa.

 

"Sepertinya aku mengenal baik calon suamimu itu," balas Raka lagi.

 

"Kamu jangan merasa sok kenal ya. Lihat saja penampilanmu! Mana mungkin Niko mengenal pria kismin sepertimu." Telunjuk Azura mengarah ke wajah Raka yang langsung menatap dirinya yang hanya memakai pakaian biasa, tidak berkelas seperti biasanya.

 

"Kalau kamu tidak percaya, pertemukan aku dengannya! Maka kamu akan percaya kalau aku mengenal Niko!"

 

"No ... no ... no!" Jari telunjuk Azura bergerak ke kanan dan ke kiri di depan wajah Raka. "Aku tahu akal-akalan orang sepertimu. Pasti minta ketemu karena ingin meminta bantuan ini dan itu, oh no."

 

Azura langsung naik ke mobilnya dan melambaikan tangan pada Raka dan Kafizah yang menatap dengan tatapan yang sulit dimengerti.

 

"Sialan sih, Niko, dia ngaku-ngaku sebagai pemilik Aksa otomotif lagi," gumamnya yang masih terdengar jelas di telinga Kafizah.

 

"Kamu ngomong sesuatu?" tanya Kafizah.

 

"Eh ... enggak," elaknya.

 

"Kalau gak ada keperluan di sini sebaiknya kamu pulang sana!" Kafizah mengusir Raka.

 

"Kamu mengusir saya lagi?" tanya pria itu menatap gadis yang belakangan ini mengusik hatinya. "Padahal saya sudah menolong kamu, loh."

 

"Menolong? Menolong apaan?"

 

"Ya ... menyelamatkan kamu dari hinaan sepupumu itu yang mulutnya lemes banget," ujar Raka merasa bangga.

 

"Gak salah? Bukannya selama ini kamu juga selalu menghina aku. Apa bedanya kamu sama sepupuku? Kayaknya sama aja ... sama-sama suka merendahkan orang lain."

 

Kafizah berbalik menuju kursi kasir, sedangkan Raka menggaruk kepalanya yang tidak gatal karena membenarkan ucapan gadis yang ada di hadapannya.

 

Awalnya ia juga selalu menghina Kafizah karena kondisinya.

 

"Oh ya, terima kasih karena sudah menggantikan tongkat aku yang rusak," ucap Kafizah sekali lagi membuat Raka hanya bisa mengangguk pelan.

 

"Bagaimana dengan jawabanmu?" tanya Raka ingin memastikan

 

"Jawaban apa?" Kafizah balik bertanya dan pura-pura tidak mengerti ke mana arah pembicaraan pria tersebut.

 

"Jawaban untuk lamaranku waktu itu," katanya menjelaskan.

 

"Kamu pura-pura lupa ya? Baik aku ataupun kamu bukannya sudah sama-sama menolak," balas Kafizah mencoba cuek dan tetap fokus pada buku nota hasil penjualannya.

 

"Tapi aku menyesal dan sudah berubah pikiran."

 

"Secepat itu? Dalam waktu kurang dari seminggu dan kamu sudah berubah pikiran?" pertanyaan Kafizah membuat Raka terdiam dan tidak tahu harus bicara apa.

 

"Pernikahan itu sakral bukan untuk dipermainkan apalagi hanya sekedar terpaksa. Pernikahan itu kalau bisa ya ... sekali seumur hidup." Kafizah mengembuskan napas kasar.

 

"Kamu sudah benar menolak perjodohan kita, meski kata-katamu memang menyakitiku. Tapi aku bersyukur karena tidak berjodoh sama kamu."

 

"Kenapa?"

 

"Karena mulutmu lebih lemes dari emak-emak kompleks," ucapan Kafizah membuat wajah Raka merah padam karena malu.

 

Pria itu sadar selama ini terlalu pedas kalau bicara dengan Kafizah. Wajar jika gadis itu menolaknya juga.

 

"Kalau aku berubah, apa kamu akan memberiku kesempatan?" Pertanyaan Raka membuat Kafizah mengerjap lalu menatap netra Raka untuk mencari kejujuran dari ucapannya.

 

Kafizah memalingkan wajah kemudian karena tidak tahan menatap pria itu.

 

"Kenapa diam? Ayo jawab!"

 

"Tidak tahu." Kafizah mengedikkan bahu.

 

"Kok, tidak tahu?"

 

"Kita lihat saja nanti ke depannya kayak gimana, soalnya aku tidak bisa memberi kamu harapan palsu. Jalani saja hidupmu dan aku menjalani hidupku seperti biasanya!"

 

"Kalau kita berjodoh sebenci apa pun kamu terhadapku, maka suatu saat rasa itu akan berubah dengan sendirinya," ucap Kafizah lagi membuat Raka mengangguk dan hendak pergi.

 

Langkah pria itu kembali terhenti kala ia mengingat sesuatu.

 

"Aku mau bicara boleh!" ujarnya kembali membuat Kafizah mengangkat wajah.

 

"Kan tadi sudah bicara."

 

"Apakah kamu sudah memaafkanku?" 

 

"Hem ...," jawab Kafizah hanya dengan dehaman.

 

"Apa itu artinya pintu hatimu untukku terbuka lebar?" tanyanya membuat mata Kafizah membulat sempurna.

 

"Asal kamu tau ya, memaafkan dan melupakan itu beda arti. Mungkin aku memaafkanmu, tapi bukan berarti aku melupakan hinaanmu padaku." 

 

"Oh ... oke, aku paham ... maaf."

 

Hanya itu ucapan terakhir Raka dan setelahnya ia pun pergi hingga gadis cantik itu menatap nanar lalu mengembuskan napas perlahan.

 

Salsa hanya bisa melirik bosnya tanpa berani ikut campur urusan mereka. 

 

Saat memasuki mobilnya, Raka sempat menghubungi seseorang.

 

"Apa benar Niko Raditya--manajer pemasaran akan segera menikah?" tanyanya pada orang yang terhubung dengannya di sambungan telepon.

 

Raka tampak mengangguk berkali-kali sambil menyimak penjelasan orang tersebut.

 

"Aku ingin kamu  melakukan sesuatu untukku! Nanti aku akan jelaskan di kantor," ucapnya lagi lalu mematikan sambungan secara sepihak.

 

"Aku akan memberikan kamu kejutan di hari pernikahanmu, Niko dan Azura Tunggu saja!"

 

Bersambung...

 

Comments (2)
goodnovel comment avatar
Nina Herlina
lanjut,bagus
goodnovel comment avatar
Nur Nir
nama lanjutan nya
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Dihina Karena Cacat, Dinikahi Konglomerat    9. Debat Antara Anak dan Bapak

    Setelah pulang dari toko, Kafizah mendapati motor pamannya terparkir di depan rumahnya. Samar-samar ia mendengar suara Reni--istri paman Rahim, "Kami gak mau tahu ya, kalian harus bantu biaya resepsi pernikahan Azura. Dia itu keponakan kalian, jadi sudah sepantasnya kalian mengulurkan dana untuknya!" Kafizah dan Salsa yang hendak masuk langsung berdiri mematung di teras rumah mendengar ucapan tantenya yang lebih mendominasi. "Kami bukannya tidak mau membantu, Ren, Him, tapi kami juga gak punya uang sebanyak itu. Kalau pun kami ada uang segitu, lebih baik uangnya dipakai untuk biaya berobat kaki Kafizah," balas ibunya Kafizah membuat Reni seperti kebakaran jenggot. "Buat apa kalian hambur-hamburkan uang untuk anak cacatmu itu, gak ada gunanya. Toh, dia gak akan laku-laku juga. Jadi biarkan saja dia seperti itu sampai ajal menjemputnya," ocehan Bu Reni membuat Bu Marni naik pitam. "Jaga ucapanmu, Ren! Selama ini saya diam setiap kamu dan anakmu menghina putriku, tapi sekarang tidak

    Last Updated : 2024-01-15
  • Dihina Karena Cacat, Dinikahi Konglomerat    10. Panik

    "Jadi ini toko bunga milik calon menantu Mama?" tanya Bu Liana saat berada di depan bangunan kokoh di tepi jalan raya dengan aneka macam bunga-bunga tersusun rapi. Baik bunga hidup maupun bunga hias atau plastik.Pengunjung bebas memilih bunga apa yang mereka sukai."Iya, Ma," sahut Raka saat berdiri di samping mamanya.Hari ini, Bu Liana memaksa Raka untuk membawanya ke toko milik Kafizah, karena ingin berterima kasih sekaligus meminta maaf atas kesalahpahaman yang terjadi di tempat wisata waktu itu."Hebat sih ... tokonya juga terlihat sangat ramai pembeli." Bu Liana tampak berdecak kagum sambil melangkah dengan anggun mencari sosok gadis yang pernah menolongnya.Wanita paruh baya yang tengah menenteng tas miliknya itu langsung memandang satu persatu wajah orang-orang yang ada di sana.Hingga tatapannya tertuju pada seorang gadis yang tengah sibuk melayani

    Last Updated : 2024-01-16
  • Dihina Karena Cacat, Dinikahi Konglomerat    11. Gadis Keras Kepala

    "Apa? Kafizah dibawa ke rumah sakit?" pekik Bu Marni saat menerima sambungan telepon dari Salsa."Iya, Tante," jawab Salsa sedikit gugup."Siapa yang bawa?" tanya Bu Marni memelankan suaranya."I-itu siapa namanya aduh." Salsa menggaruk kepalanya yang tidak gatal dan berusaha mengingat nama pemuda yang membawa Kafizah. "Namanya Raka dan ibunya Bu Liana.""Kafizah kenapa tiba-tiba sakit, Sa? Apanya yang sakit?" Bu Marni masih memberondong Salsa dengan berbagi pertanyaan."Salsa gak ngerti, Bu. Bu Marni langsung saja ke rumah sakit!" titah Salsa pura-pura tidak tahu tentang penyakit Kafizah. Padahal dia sudah tahu, hanya saja ia tidak berani memberitahu karena ia sudah dipaksa oleh Kafizah untuk tutup mulut agar orangtuanya tidak tahu tentang Kakinya yang semakin parah."Baiklah, Sa. Ibu akan segera menyusul ke rumah sakit," kata Bu Marni sambil menutup ponselnya, membuat Salsa membuang napas pelan.Di rumah Pak Rahim Bu Marni langsung

    Last Updated : 2024-01-17
  • Dihina Karena Cacat, Dinikahi Konglomerat    12. Senyum Hangat

    "Dok! Beri aku waktu kurang lebih dua Minggu!" ucap Kafizah memohon pada Dokter yang usianya tidak beda jauh dengan ibunya."Aku akan mengumpulkan biayanya sampai waktu yang kuminta," ujar Kafizah lagi.Wanita paruh baya tersebut menarik napas dalam dan mendekat ke arah Kafizah. "Baiklah! Tapi hanya dua Minggu, jika lebih dari itu ... kami tidak bisa memprediksi kemungkinan yang akan terjadi.""Apa saja yang bisa terjadi, Dok?" tanya Bu Liana menatap dokter dengan serius."Kemungkinan terbesar, infeksi yang disebabkan oleh kuman berbahaya bisa menyerang setiap jaringan yang ada dalam tubuhnya," balas sang dokter sambil menatap Bu Liana lalu beralih ke Kafizah.Raka yang masih berdiri di balik tirai hanya bisa menyimak dan memejamkan mata tanpa bisa berbuat apa-apa.Tetap nekat, maka dia harus siap dibenci gadis itu seumur hidupnya dan tiba-tiba ancaman gadis itu membuat nyalinya menciut."Saya akan siapkan dananya sebelum waktu

    Last Updated : 2024-01-18
  • Dihina Karena Cacat, Dinikahi Konglomerat    13. Saling Memandang

    Setelah beberapa hari berlalu di suatu pagi. "Kafizah!" panggil Pak Rahman dari luar kamar putrinya sambil mengetuk pintu kamar. "Iya, Pak?" sahut gadis itu. "Sudah siap belum?" tanya sang bapak sambil menatap jam yang tergantung di dinding rumah yang sudah menunjuk jam delapan pagi. "Sebentar lagi selesai, Pak," sahut Kafizah dari dalam kamar sambil merapikan kembali jilbabnya, lalu memasang pin bros di jilbabnya. Pak Rahman kembali duduk di kursi ruang tamunya sambil menunggu putri tercintanya bersiap-siap. Hari ini adalah hari pernikahan Azura yang akan mereka hadiri. Bu Marni sudah berangkat lebih dulu karena selalu sibuk membantu memasak di dapur. Meski Bu Reni sering berbicara kelewat pedas padanya, tetap saja dia tidak tega jika tidak membantu tenaga di acara keponakannya. Kafizah sebenarnya tidak ingin hadir di acara tersebut karena sudah diwanti-wanti oleh sepupunya agar tidak menampakkan wajah di hari bahagianya. Akan tetapi, ia harus membawa karangan bunga untuk Azur

    Last Updated : 2024-01-19
  • Dihina Karena Cacat, Dinikahi Konglomerat    14. Surat Apa?

    "Fizah ...!" pekik Bu Marni dan Pak Rahman bersamaan saat Ayuna terang-terangan mendorong kasar sepupunya.Kedua orang tua Kafizah kaget melihat perlakuan kasar sang ponakan.Akan tetapi, kehadiran Raka yang tiba-tiba menahan tubuh Kafizah membuat Bu Marni dan Pak Rahman menghela napas lega karena melihat putrinya tidak jadi jatuh tersungkur.Jika orang tua Kafizah tampak lega, beda lagi dengan tatapan orang-orang terutama cewek-cewek yang mencibir Kafizah seketika memandang iri kala melihat tubuh Kafizah di rengkuh oleh pria tampan pemilik rahang tegas dengan tampilan yang sempurna dengan tubuh yang dibalut tuxedo hitam dan kacamata yang setia bertengger di hidup mancungnya.Azura dan Ayuna mencebik dengan kesal.Sementara Niko--suami Azura mendadak panik saat melihat Raka hadir di resepsi pernikahannya."Kok, Bos gue bisa dateng ke sini, sih," gumam Niko lirih dan pias, tetapi masih terdengar jelas di telinga Azura."Hah, Bos? K

    Last Updated : 2024-01-20
  • Dihina Karena Cacat, Dinikahi Konglomerat    15. Will You Marry Me?

    Dengan tangan yang sedikit gemetar, Niko membuka surat tersebut dan membaca di dalam hati.Setelah mengetahui tulisan apa dia segera melipat kertas itu agar, Azura tidak ikut membacanya."Pak Raka! Tolong kasi saya kesempatan untuk menjelaskan semuanya," ucapnya penuh permohonan."Ayo jelaskan sekarang juga!" Raka menantang Niko.“Tapi jangan di sini, Pak,” elak Niko sambil melirik istrinya.

    Last Updated : 2024-01-21
  • Dihina Karena Cacat, Dinikahi Konglomerat    16. Sebelum Janur Kuning Melengkung

    "Will you marry me?" Raka mengulang pertanyaannya karena Kafizah masih bergeming dengan mata membulat sempurna dan bibir ternganga sedikit."Terima! Terima! Terima! Terima ...," sorak-sorai para hadirin yang menyaksikan adegan romantis tersebut.Sementara, pria tampan itu masih setia bersimpuh di lantai dengan dua tangan yang memegang buket bunga mawar dan sekotak cincin yang sudah terbuka.Kafizah menelan saliva dengan susah payah, lalu gadis itu menoleh pada Bapak dan ibunya untuk meminta pendapat meski hanya melalui tatapan yang memelas.Seperti ada ilmu telepati antara Pak Rahman, Marni dan Kafizah, akhirnya wanita dan pria paruh baya tersebut mengangguk perlahan pada putrinya sebagai tanda isyarat untuk menerimanya.Kafizah membuang napas berat, kemudian menoleh pada Pak Rahim yang juga mengangguk. Namun, ada yang mengusik pikirannya kala menatap tatapan sepupunya, Ayuna.Adik dari Azura itu menatap tajam Kafizah, memberi isyarat

    Last Updated : 2024-01-22

Latest chapter

  • Dihina Karena Cacat, Dinikahi Konglomerat    44. Pelukan

    Semenjak kejadian malam itu, Raka tidak pernah lagi meninggalkan Kafizah terlalu lama. Paling lama lima belas menit dan itu hanya saat dia mandi atau hanya buang hajat, salat ia kerjakan di ruang rawat istrinya.Untuk urusan pakaian, semua diantar oleh Bu Liana, ibunya. Sementara makan siang diantar oleh Bu Marni, mertuanya yang setiap hari memasak untuk putrinya. Kadang juga Bu Marni di larang masak oleh besannya karena sudah memesan makanan jadi di restoran.Sementara untun sarapan dan makan malam, Raka hanya memesan lewat online. Begitu terus hingga waktu semakin bergulir dari hari ke hari, Minggu ketemu Minggu dan akhirnya terhitung sudah empat Minggu Kafizah di rumah sakit sebagai seorang istri.Masalah kerjaan, dia hanya memantau lewat CCTV yang tersambung ke laptopnya. Urusan meeting, ia meminta Emil untuk terus mewakili hingga waktu yang belum ditentukan."Maafkan aku, karena selalu merepotkanmu!" kata Kafizah pada suaminya usai salat Isya berjamaah."Kenapa harus minta maaf!

  • Dihina Karena Cacat, Dinikahi Konglomerat    43. Ancaman

    Setelah serangkaian acara pernikahan sederhana Raka dan Kafizah usai. Satu persatu orang-orang pulang termasuk Denis yang harus mengantar penghulu dan rekannya.Emil juga pulang karena harus menghadiri meeting untuk menggantikan Raka di kantor. Pak Jupri dan Bu Liana juga pamit karena tidak ingin mengganggu putra dan menantu barunya.Orang tua Kafizah juga diminta untuk pulang oleh Bu Liana agar kedua pengantin baru tersebut bisa menikmati waktu berduaan. Meski belum bisa melakukan adegan romansa, setidaknya mereka punya waktu untuk lebih mengenal satu sama lain.Sebenarnya ada rasa khawatir jika harus meninggalkan Kafizah, tetapi Bu Liana meyakinkan besannya kalau menantunya akan baik-baik saja karena ada Raka yang akan menemani."Titip, putriku, Nak!" ujar Bu Marni sebelum pulang pada menantunya itu."Iya, Bu. Kafizah aman sama Raka," balas Raka sembari mencium punggung tangan Ibu dan Bapak mertuanya yang menepuk pundaknya pelan.Setelah memberi beberapa nasihat pada kedua pasangan

  • Dihina Karena Cacat, Dinikahi Konglomerat    42. Hendak Merampas

    Ratih yang melihat seorang pria bersimpuh di lantai langsung menyikut pelan Salsa sambil berbisik. "Kak Sa! Bukankah dia pria yang sama dengan pria yang pernah membawakan bunga untuk Kak Fizah?""He,em ... dialah orangnya," jawab Salsa mengangguk pelan, sembari membagikan nasi kotak pada orang-orang yang sedang duduk di ruang tunggu.Suster turut membantu dan bertugas membagikan makanan itu pada setiap kamar rawat pasien, pada dokter yang bertugas dan pada siapa saja yang ada di sana.Pak Jupri memang sengaja memesan ribuan nasi kotak sebagai rasa syukur pada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melancarkan niat baiknya tersebut.Anggap saja sebagai sedekah karena amal satu ini tidak akan bikin miskin sama sekali. Justru setiap barang atau makanan yang disedekahkan akan diganti dengan berlipat ganda"Dia ngapain begitu segala?" tanya Ratih lagi."Patah hati kali," bisik Salsa singkat sambil tersenyum dan mengangguk pada orang-orang yang berterima kasih dan mendoakan kebahagiaan untuk pengan

  • Dihina Karena Cacat, Dinikahi Konglomerat    41. Layu Sebelum Mekar

    "Tentang Masa laluku yang akan mempengaruhi masa depan kita," balas Raka membuang napas perlahan.Kafizah menatap wajah pria yang duduk tak jauh dari ranjangnya sambil menunduk, Raka terlihat meremas jemarinya salah tingkah. "Jika itu aib, lebih baik jangan pernah katakan padaku, sebaiknya tutup aibmu! Kalau bisa hanya dirimu dan Allah yang tau supaya hubungan kita tetap terjaga."Pria tampan berwajah tegas itu langsung mengangkat wajah menatap mata bulat Kafizah yang menampakkan aura bijak."Ta-tapi--""Itu rahasiamu, wajib kamu tutup rapat dan jangan beri tahu siapa pun termasuk aku. Andai kemudian aibmu terbuka maka itu ujian buat kita ... ya kita. Coba kamu gali dalil dan hadits tentang keharusan seseorang menutupi aib sendiri!"Raka langsung membuka ponsel dan mencari di laman pencarian tentang dalil dan hadits yang Kafizah maksud.Pria tampan itu membaca dengan seksama apa yang tertera di layar ponselnya.Ada dalil dan hadits sahih yang meminta seseorang menutupi aibnya, kemudia

  • Dihina Karena Cacat, Dinikahi Konglomerat    40. Jangan Memulai Hubungan dengan Kebohongan

    "A-aku ...," ucap Kafizah dan Raka bersamaan dengan rasa gugup."Kamu duluan!" Lagi mereka berucap bersamaan sambil memalingkan wajah karena bersemu merah."Ladies first," ujar Raka mempersilakan gadis bermata teduh itu untuk berbicara duluan.Kafizah mengangguk pelan. "Apa kamu tidak mau berpikir-pikir lagi? Maksudnya, kalau kamu hanya terpaksa karena iba padaku, sebaiknya jangan diteruskan! Aku tidak perlu dikasihani."Raka menatap wajah teduh itu beberapa detik lalu menjawab. "Aku serius dengan ucapanku.""Tapi, aku tidak bisa apa-apa. Hanya akan menyusahkanmu saja," balas Kafizah sembari mengulas senyum tipis dan mengingatkan pada Raka bahwa ia pernah berkata demikian, "sekarang aku buntung, semakin memalukan nantinya."Raka memejamkan mata mengingat semua umpatan yang ia lontarkan pada gadis cantik yang bernasib malang tersebut."Percuma cantik tapi cacat, buat apa? Gak ada gunanya.""Dia tidak bisa apa-apa dan akan menyusahkan. Hidupnya akan selalu bergantung, itu merepotkan sek

  • Dihina Karena Cacat, Dinikahi Konglomerat    39. Gelisah

    Kafizah menatap Raka sangat dalam, seolah ingin menembus pikiran pria tersebut. Adakah dia hanya bercanda, atau hanya sedang bersandiwara untuk menyelamatkan dirinya dari hinaan tantenya.Akan tetapi, sekian menit gadis cantik itu menatap, tidak ada gelagat aneh dari Raka. Wajahnya malah menampakkan keseriusan dan ketegasan."Nak Raka! Maaf, pernikahan itu bukan untuk main-main, sebelum itu terjadi kita harus mengurus berkasnya di KUA dan membahas mahar meski kami tidak mungkin meminta berlebihan, tetapi mahar harus ada, Nak. Meski sedikit," sahut Pak Rahman menengahi, supaya Raka tidak mempermainkan pernikahan."Dasar, anak muda jaman sekarang, suka banget mengkhayal sesuatu yang tidak akan terjadi," ejek Bu Reni dengan menyunggingkan bibirnya seperti orang yang terkena penyakit stroke"Kalau yang Anda maksud adalah saya, maaf ... Anda salah sasaran. Saya tidak sedang mengkhayal," balas Raka."Saya juga minta maaf, Bapak Mertua, karena sudah lancang membuat keputusan ini. Tapi alangk

  • Dihina Karena Cacat, Dinikahi Konglomerat    38. Perawan Tua Buntung

    "Kamu ini, jadi ponakan gak ada yang bisa dibanggakan sama sekali," ujar Bu Reni yang datang menjenguk Kafizah bersama dengan suaminya dan dua anaknya yang tampak mencebik kesal ke arah sepupunya."Bu! Kalau ngomong itu disaring dulu, dicerna dulu pake hati, layak atau tidak kata-kata itu keluar dari mulut kita? Orang sakit hati tidak kalau kita lempar ucapan seperti itu?," tegur Pak Rahim membuat Bu Reni memutar bola mata."Ren! Kalau kamu datang ke sini hanya untuk memaki dan menghina putriku, sebaiknya tidak usah datang sekalian," protes Bu Marni menatap adik iparnya dengan tajam."Memang aku tidak mau dan tidak sudi datang kemari! Tapi bapaknya Azura yang memaksa," balas wanita setengah baya itu dengan sengit sambil mengibaskan tangannya yang penuh dengan gelang imitasi. Leher dan jemarinya juga tidak mau absen memakai perhiasan.Bu Reni sudah seperti toko emas berjalan, sayangnya ... semua itu hanya emas palsu, bukan asli."Iya, Tan! Mending juga Azura di rumah sambil menikmati r

  • Dihina Karena Cacat, Dinikahi Konglomerat    37. Tikungan

    Kafizah membuang napas kasar karena kecewa, orang yang sangat diharapkan datang ternyata bukan dia. "Maaf, ya, Nak Salsa, Nak Ratih, Nak Reza. Ibu dan Bapak baru datang soalnya habis belanja dulu dan masak dulu karena sepertinya ada yang rindu dengan masakan rumahan," ucap Bu Marni saat masuk ke kamar rawat putrinya sembari melirik Kafizah yang melamun sambil menatap ke arah pintu. "Gak apa-apa, kok Tan. Kita juga senang kalau bisa bantu-bantu," balas Salsa diikuti anggukan oleh teman-temannya. "Kalau gitu kita makan bareng di sini," kata Bu Marni sambil meletakkan keranjang berisi tantangan. Reza membantu Pak Rahman untuk menggelar karpet di lantai. Lalu mulai makan bersama dengan duduk lesehan. Sementara Kafizah duduk di tempat tidur dan turut menikmati masakan ibunya yang sangat dirindukan sejak beberapa hari yang lalu. Mata Kafizah terus awas menatap pintu, seolah masih berharap ada seorang pria yang masuk dari sana dengan senyum khasnya. "Kamu kenapa, Nak? Sejak tadi Ibu per

  • Dihina Karena Cacat, Dinikahi Konglomerat    36. Harapan

    "Bu! Ba-bapak mana?" tanya Kafizah saat ibunya mendekat dan langsung mencium pipinya dengan penuh haru."Bapak ada di sini, Nak," sahut Pak Rahman mendekat dan meraih jemari Kafizah yang terlepas dari genggaman Raka."Alhamdulillah, pasien sudah sadar. Ini benar-benar keajaiban yang luar biasa," celetuk dr. Niken yang baru saja membereskan alat-alatnya."Alhamdulillah, Dok," balas Bu Marni mengusap wajahnya yang sendu dan mata panda karena tidak bisa tidur semalaman."Alhamdulillah, akhirnya kamu sadar ... aku sangat senang sekali saat ini," ujar Raka menggenggam jemari Kafizah yang satunya dan menatap wanita yang tampak kelelahan karena habis berperang antara hidup dan mati.Dokter Niken kembali memeriksa denyut nadi Kafizah sekali lagi untuk memastikan kalau pasien sudah benar-benar stabil.Pak Rahman, Bu Marni dan Raka terus berada di sisinya hingga Kafizah dipindahkan ke ruang rawat inap kelas 1 yang mana ruangannya hanya diisi oleh satu pasien saja dengan fasilitas VVIP yang arti

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status