Sagara menaikkan matanya seraya memikirkan pertanyaan Hanna tadi. “Kayaknya dua aja cukup.”Hanna manggut-manggut. “Baiklah kalau begitu. Bulan depan, udah bisa lihat jenis kelamin, Sagara.”“Kalau menurut aku sih, laki-laki. Tapi, baik laki-laki maupun perempuan, asalkan keduanya selamat dan sehat saat melahirkan nanti.” Sagara mengusapi perut Hanna yang hanya dibalut dengan selimut.“Tidur, yuk! Udah malam. Kamu nggak boleh begadang. Besok, aku harus cepet-cepet cari tanah untuk bikin resto. Sambil nunggu si Citra pulang, habis itu selesai. Nggak perlu lagi sembunyi-sembunyi dari papa kamu.”Hanna mengangguk. “Good night, Sagara.”Sagara kembali mengecup kening sang istri kemudian memeluknya. Menutup matanya. Tidur dengan lelap menyambut esok hari dengan semangat. Sudah tidak ada lagi kegelisahan yang mereka pikirkan. Karena baik Krisna maupun Raffael, tidak akan bisa menemukan mereka dan menganggap jika mereka sudah pergi dari kota tersebut.Waktu sudah menunjuk angka tujuh pagi.P
Andra mengendikan bahunya. “Nggak pernah ngobrol panjang lebar sama Suster Indah, jadi nggak tau apa yang dia sembunyikan dari aku.” Andra menghela napas pelan. “Harganya enam ratus juga, luasnya setengah hektar. Lumayan lah, Sagara. Bisa bikin taman bermain juga di sana. Sepuluh juta permeter.”Sagara manggut-manggut. “Lumayan. Dengan harga segitu, masih bisa dinego lagi, kan?”“Bisa. Kalau oke, bisa langsung temui dia di kantor pemasarannya. Kebetulan, yang punyanya pemilik rumah BTN di dekat tanah itu.”“Kok bisa, dia jual murah? Tanah sengketa bukan, Andra?” Sagara malah curiga jika tanah tersebut bermasalah.“Bukan, anjir! Kalau nggak percaya, kita bisa ke sana untuk membuktikannya.”Sagara menghela napasnya dengan pelan kemudian menghabiskan sisa roti yang sudah dia makan. “Kamu udah sarapan? Udah minum susu sama obat?” tanyanya kepada Hanna.Perempuan itu mengangguk. “Udah kok. Aku udah sarapan bareng Tante Rima tadi. Udah minum susu dan obat juga.”“Good. Jaga kesehatan dan ka
Sagara mengendikan bahunya. “Banyak memang, sesuatu yang tidak kamu ketahui tentang rencana, strategi dan semuanya. Aku akan memberi tahu kamu jika semuanya sudah selesai. Aku nggak bisa kasih tau sekarang karena aku nggak mau kasih harapan palsu ke kamu, Hanna.“Banyak yang aku pertimbangkan dan sesuai dengan ekspetasiku. Kamu bisa melihat bagaimana aku bisa mencapai puncak yang seharusnya sulit digapai. Semuanya akan mudah setelah apa yang aku miliki dulu, bisa kembali padaku. Termasuk, mencari dokumen asli. Di mana dia berada, aku yakin pasti ada di tempat tersebut.“Ada dua tempat yang bisa aku kunjungi. Tapi, karena aku nggak mau menghabiskan waktu dengan sia-sia, juga nggak bisa meninggalkan kamu sendirian di sini. Diajak ke sana pun nggak mungkin. Aku gak bisa fokus pada kamu. Sudah pasti akan difokuskan pada pencarian itu. Aku mengulur waktu, Hanna.“Mengulur waktu sampai perusahaan papa kamu hancur. Aku ingin Krisna minta bantuan ke aku. Ke kita. Karena aku tau, apa yang haru
Pikiran Sagara terlalu luas dan berasumsi jika Citra sedang diancam oleh Raffael agar Sagara dan Citra bertemu kemudian mengambil Hanna kembali. Membawanya pada Krisna.“Iya juga, yaa. Kalau begitu, kita ketemuan jauh dari rumah gue. Kita ketemuan di deket kampus aja. Ada café di sana.” Andra menoleh kepada Hanna.“Aku ikut!”Baru saja Andra membuka mulutnya agar tidak perlu ikut, perempuan itu sudah berbicara terlebih dahulu dan ingin ikut.“Baru juga mau bilang jangan ikut,” kata Andra pelan.“Aku gak tau apa yang sedang dia rencanakan. Aku ikut! Jangan sampai Sagara kenapa-kenapa. Lagi pula, aku nggak bisa tenang sedangkan kalian pergi menemui Citra yang bisa saja dia lagi sama Raffael. Seperti yang dipikirkan oleh Sagara.”Hanna menatap Sagara. Berharap pria itu mau membawanya menemui Citra. Sementara Andra hanya menghela napasnya sembari menatap Sagara yang masih berpikir.“Pastikan terlebih dahulu. Kalau Citra hanya pergi sendiri. Jangan sampai kita kena jebakan dan dia ambil Ha
“Ya! Sagara dan Clara sudah tunangan. Dan dia membatalkan semuanya karena menikahi kamu, Hanna.”Hanna kembali menutup mulutnya lantaran terkejut bukan main. Baru tahu jika Sagara dan Clara akan bertunangan kemudian dibatalkan. Dia tidak pernah tahu dan Sagara tidak memberi tahu hal tersebut kepadanya.“Citra. Bahkan, Clara aja nggak pernah bahas hal ini lagi. Kenapa elo bahas lagi? Gue dan dia udah damai. Udah nggak ada lagi masalah yang harus kami selesaikan,” kata Sagara yang kini berucap lebih santai.“Tapi kenapa, Sagara? Kenapa kamu membatalkan semuanya?” tanya Hanna kemudian bersuara.“Karena akhirnya aku ketemu sama kamu.” Sagara menjawab dengan jujur.Perempuan itu lantas memejamkan matanya kemudian menggelengkan kepalanya dengan pelan. “Harusnya kamu nggak melakukan hal itu, Sagara. Kalau memang kamu akan tuna—““Nggak ada, Hanna. Bukan hanya karena aku ketemu sama kamu. Tapi, karena memang aku diusir oleh Damar. Satu minggu sebelum tunangan itu akan dilaksanakan, lebih tepa
“Udah, udah. Jangan debat di sini. Kalian nggak perlu mempermasalahkan ini. Si Citra cuma pengen mancing kalian doang. Biar ribut. Clara baik-baik aja. Sakit apaan. Dia masih aktif datang ke kampus. Sakit hati, kali maksudnya.”Andra menghampiri mereka dan melerai perdebatan yang sedang dilakukan oleh kedua pasangan tersebut.“Asumsi elo emang jauh lebih masuk akal daripada pikiran Hanna yang over. Terlalu banyak mikir negative kamu, Hanna. Kecewa aku, sama kamu.”Lalu, pria itu meninggalkan Hanna dan Andra begitu saja.“Laah! Kok malah pergi sih! Weyy! Bukan gitu maksud gue!” teriak Andra memanggil Sagara yang entah akan ke mana pria itu pergi.Di dalam kamar. Hanna terlihat murung lantaran Sagara yang belum juga pulang sejak perdebatan yang mereka lakukan di depan café tadi. Air matanya tidak henti-hentinya berhenti. Ia yang hanya ingin bertanya mengenai kondisi Clara lantas membuat situasi menjadi rumit lantaran Sagara tidak ingin membahas Citra lagi.Bahkan, perempuan itu mengunci
Sagara menelan salivanya. "Nggak. Aku nggak akan menyalahkan kamu. Rasanya wajar, kalau kamu ingin tau apa yang terjadi pada Clara. Sementara hubungan kami berakhir karena aku sudah menikahi kamu." Sagara menatap Hanna dengan lekat.Hanna kembali membuang muka. "Harusnya kamu nggak pergi gitu aja. Kalau memang ingin ke rumah Clara, kenapa harus pergi sendiri? Karena nggak mau, aku mendengar apa yang ingin kamu katakan ke Clara?"Sampai akhirnya Hanna pun berpikir negatif. Berpikir bahwa Sagara tidak mau sampai Hanna tahu, apa saja yang dia ucapkan kepada Clara.Pria itu menggenggam tangan Hanna. Matanya terus menatap penuh wajah Hanna yang terlihat sangat berantakan."Aku nggak pernah menyesal karena sudah menikahi kamu, Hanna. Menikah kamu adalah salah satu mimpi aku yang akhirnya terwujud. Aku sudah katakan berkali-kali ke kamu, pada siapa pun. Kalau aku hanya mencintai wanita yang aku temui di jembatan kala itu. Tidak ada hubungannya dengan tunangan aku yang harus batal dengan Clar
Andra terlihat emosi kala mendengar ucapan Sagara. Menganggap jika Hanna akan memintanya kembali pada Clara, padahal Hanna sama sekali tidak pernah berniat untuk mengucapkan itu."Lagi buat apaan, lo? Kayaknya enak banget." Andra tergoda oleh masakan yang dibuat oleh Sagara. Padahal dia sedang marah kepada sahabatnya itu."Ayam kecap sama capcay. Hanna suka banget dan gue bersyukur karena bisa membuatkan masakan kesukaan Hanna."Andra mengulas senyum sembari mencium aroma ayam kecap yang begitu menggoda selera."Dengan begini, Hanna bakal maafin elo? Begitu?"Sagara menggeleng. "Nggak. Hanna nggak marah sama gue. Dia mana bisa, marah ke gue, Ndra. Kalau cinta, iyaa.""Iddiih. Pede banget lo, jadi orang. Hanna cuma kasihan sama elo. Makanya nggak mau marah-marah."Sagara terkekeh sembari geleng-geleng kepala. "Habis makan malam, kita lanjut bikin denah resto lagi. Harus ditunda kan, gara-gara si Citra nih.""Eh tapi, Sagara. Emangnya elo beneran, nggak butuh bantuan Citra untuk membuat