Bab 24Zona Tak Nyaman"Uhuk, uhuk, uhuk ...." Tiba-tiba Razmi tersedak saat makan. Dengan cepat Teguh mengulurkan air putih kepada istrinya itu. "Minum dulu!" pinta Teguh. Segera Razmi menerima uluran segelas air putih itu. Kemudian dia segera meneguk air putih itu tanpa tersisa. "Hati-hati, Ma, makannya!" ucap Nathan yang memandang ke arah Razmi. Razmi memaksakan melempar senyum. Razmi segera meletakan gelas yang sudah kosong itu di meja. Kemudian segera meraih tisue dan mengusap bibirnya."Astagfirullah ...." ucap Razmi lirih. Ia menelan ludahnya sejenak. Kemudian mengatur napasnya. Menata hatinya yang tiba-tiba terasa mengganjal. Ia menekan dadanya sedikit kuat. Agar rasa sesak di dalam hatinya bisa sedikit saja berkurang. "Kamu mikiri apa?" tanya Teguh. Razmi menggeleng sejenak. Karena dia sendiri bingung dengan keadaannya. "Emm, Kakakmu, Mas William, nggak ada telpon balik, ya?" tanya Razmi dengan tatapan mengarah kepada Nathan. Karena mamanya tanya seperti itu, Nathan se
Bab 25Kejadian itu"Itu William mau ke mana, ya? Kok kencang banget naik motornya. Ngeri!" tanya Razmi saat melihat anak sulungnya naik motor dengan kencang. Melihat anaknya naik motor dengan begitu kencangnya, cukup membuatnya sangat khawatir. "Astagfirullah!" ucap Teguh yang terkejut saat melihat anak tirinya naik motor dengan kencangnya. Dia melakukan mobilnya dengan pelan. Menoleh sejenak ke arah belakang. Tak puas jika hanya melihat dari kaca spion. Mereka masih di mobil sekarang. Mau menuju ke rumah Tamam. Nathan naik motornya sendiri. Jadi Teguh mengikuti motor Nathan dari belakang."Itu tadi kayak motornya Mas William. Kenapa dia naik motor sampai sekencang itu? Kenapa dia?" tanya Nathan dalam hati. Dia sendiri juga bertanya-tanya. Laju arah mereka berlawanan. Cukup membuat semuanya penasaran. Nathan dan kedua orang tuanya tahu William naik motor dengan kencang. Tapi sebaliknya, William tak tahu mereka. Karena William hanya fokus dengan suasana hati dan pikirannya sendiri
Bab 26Air Mata Kehidupan"Alhamdulillah, kamu sudah sadar," ucap Tamam saat melihat kelopak mata istrinya terbuka. Tarfi'ah merasakan kepalanya pusing dan berat. Ia pegangi kepalanya dengan tangan. Benar-benar ia merasakan pusing yang sangat luar biasa. Tamam sendiri suasana hatinya sudah tak karu-karuan. Tapi dia sendiri nggak tahu harus bagaimana di depan istrinya yang baru saja sadar itu. "Aku di mana, Mas? Aku kenapa?" tanya Tarfi'ah dengan nada yang sangat berat. Lupa? Ya, Tarfi'ah tak ingat apa-apa lagi, setelah matanya melihat Nabilla penuh darah, seketika dia pingsan lagi dan lagi. Entah sudah berapa kali dia pingsan. Setiap bangun, jika mengingat darah yang mengalir segar di badan anaknya, dia seketika histeris dan pingsan lagi. "Kamu pingsan dan sekarang ada di rumah sakit," jelas Tamam dengan nada suara yang sangat pelan. Nada suara itu sangat berat. Tapi dia tetap berusaha menyampaikan dengan pelan. Dengan penuh hati-hati. Dia tak ingin keadaan istrinya semakin memb
Bab 27Luka Kehidupan"Kita tadi kelamaan muter-muter, jadi nggak ketemu lagi dengan mereka, ya Allah ...." gerutu Razmi. Merasa kesal nggak jelas. Sesak sekali hatinya dengan keadaan ini. Benar-benar dalam keadaan zona tak nyaman."Ya namanya kita juga bukan orang sini. Nggak hapal jalan," balas Teguh. Dia sendiri juga sebenarnya kesal, tapi tak mungkin dia nampakan di depan istrinya. Agar keadaan tak semakin runyam. Nathan masih terdiam. Badannya lemas seolah tak kuat untuk bangkit. Razmi menoleh ke arah anaknya. Mengambil anaknya yang kecil, yang memang masih dalam dekapan Nathan. Anaknya yang kecil pun nurut saja saat Razmi mengambilnya. Mendengar Nabilla meninggal, Nathan masih berharap itu hanya mimpi. "Nathan?" sapa Razmi lirih. Tapi Nathan tak menjawab. Tatapan matanya kosong dengan air mata yang terus bergulir dengan sendirinya. Rasa sesak di dadanya, cukup mampu menarik air mata keluar dari sarangnya. Cukup membuat dunianya hancur berkeping-keping saat mendengar kabar it
Bab 28Penuh Tanya"Nathan! Jangan dikejar!" teriak Teguh. Seketika Nathan menghentikan langkahnya dengan napas yang sudah ngos-ngosan. Teriakan Teguh cukup terdengar jelas di telinga Nathan. "Iya, Nak! Kita ke rumah Nabilla dulu saja!" teriak Razmi juga. Nathan menelan ludahnya sejenak. Mengatur napas yang masih tersengal-sengal. Memejamkan matanya sejenak, untuk mengontrol dirinya. "Benar juga kata Ayah dan Mama!" ucap Nathan dalam hati. Kemudian dia segera membalikan badannya. Dengan cepat dia mendekati mobil orang tuanya itu. Melihat keadaan anaknya seperti itu, membuat hati Razmi semakin tak karu-karuan. Begitu juga dengan Teguh. Walau hanya ayah tiri, tapi dia sangat menyayangi Nathan seperti anak sendiri. Tak ada bedanya. "Kenapa aku datang ke sini, malah seperti ini keadaannya? Ya Allah ...." ucap Razmi dalam hati. Semakin tak jelas rasa yang ia rasakan. "Tadi siapa? Teman kamu?" tanya Teguh setelah Nathan duduk di kursi semula. Nathan segera menganggukkan kepalanya pelan
Bab 29Detik Akhir"Nathan ke mana, ya? Nggak diangkat aku telpon!" tanya Razmi yang mulai khawatir dengan keadaan anaknya. Karena sudah sekian jam, dia tak melihat sosok anaknya. Bukan hanya Razmi saja yang Khawatir, tapi Teguh juga. Walau dalam keadaan penuh duka, melihat mereka khawatir dengan Nathan, cukup membuat Tamam khawatir juga. "Mungkin sudah kembali ke tempat dia menginap. Kalian tahu kan di mana tempat nginapnya kan?" tanya Tamam. Razmi menggeleng dengan cepat. Karena dia memang tak tahu. Sampai kota langsung menuju ke rumah Tamam. Begitu juga dengan Teguh, dia sendiri juga tak tahu, di mana anak-anak tirinya itu menginap. "Nggak tahu. Tadi sampai sini langsung menuju ke sini," jawab Razmi. Tamam menelan ludah sejenak. Bisa memahami bagaimana perasaan mereka. Karena yang namanya anak, tetap saja membuat kepikiran kalau tak lagi bersama. "Sabar, Dek! Mereka sudah besar. Yakin bisa jaga diri mereka sendiri! Jangan terlalu dipikirkan!" ucap Teguh untuk menenangkan hati
Bab 30ENDING"Nathan, kamu dari mana saja?" tanya Razmi saat melihat anaknya. Nathan memutuskan untuk kembali ke rumah Nabilla, bersama dengan Zahira."Maaf, Ma!" Hanya kata maaf yang bisa Nathan lontarkan. Karena dia bisa menilai kalau mamanya itu memang sangat cemas akan Keadaannya."Loh, dia kan perempuan yang minta tolong kita tadi bukan?" tanya Teguh dengan menunjuk ke arah Zahira. Nathan segera menganggukkan kepalanya. Zahira hanya bisa nyengir nggak jelas."Iya, Yah. Senagaja Nathan mencari dia. Karena ... dia ... emm ... saksi atas kematian Nabilla," jawab Nathan terbata-bata. Seketika Teguh dan Razmi terkejut mendengarnya. Tercengang dengan mata membulat dan bibir menganga. Tak percaya begitu saja, dengan apa yang mereka dengar."Hah? Kamu serius?" tanya Teguh untuk lebih memastikan apa yang dia dengar. Nada suara syok terlontar dengan jelas."Iya, kamu serius?" tanya Razmi juga. Nathan menganggukkan kepalanya cepat dengan ekspresi yang sangat meyakinkan.Area mata Nathan su
Bab 1Kehidupan lanjutan"Kenapa Nando tak angkat telpon aku, ya? Semakin ke sini dia nampaknya semakin menjauh dariku? Kenapa, ya? Apa aku ada salah sama dia?" ucap Nabilla ngomong sendiri. Semakin tak enak dengan keadaan yang ia rasakan.Dia ada di kamar sekarang. Memainkan gawainya. Ingin menelpon teman dekatnya. Nando. Tapi entah sudah berapa kali dia telpon, tak ada tanggapan. Bahkan sudah Nabilla chat juga, tak ada balasan.Nabilla hanya ingin sedikit bercerita saja. Tapi telponnya itu memang tak ada tanggapan. Cukup membuatnya semakin menjadi tidak nyaman.Nabilla menarik napasnya panjang. Karena merasa dijauhi, cukup membuat hatinya sesak dan tak nyaman. Berkali-kali dia membuang napasnya, berharap rasa sesak dan tak enak itu, bisa berubah menjadi tenang. "Aku salah apa ya, sama Nando? Perasaan aku nggak punya salah!" Nabilla tetap ngomong sendiri. Ia memejamkan matanya sejenak. Kemudian meletakkan gawainya itu di sebelahnya. Masih dengan perasaan yang penuh dengan tanda tany