Share

07. Fangirl Gila

Penulis: Natasha Lee
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

     -Hari pertama-

     “JUN GĒ!”

     Suara cempreng perempuan itu membuka pagi harinya yang suram. Belum apa-apa Wang Jun sudah merasa kelelahan dan ingin menyerah. Ia masih berharap semua ini tidak nyata.

     Tak lama, terdengar suara langkah yang tergesa-gesa.

     BRAK!

     Pintu kamar itu dibanting kencang. Muncullah sosok perempuan yang mengenakan gaun berwarna merah muda dengan renda yang heboh. Belum lagi rambutnya yang terlihat sengaja di-curly. Sebuah hair pin ber-hiaskan tiga bunga pun terpasang di kepalanya.

     Penampilannya boleh terlihat feminin, tapi tidak dengan tingkahnya. Gadis yang terlalu excited itu sudah duduk di tepi ranjang dalam satu kejapan mata. Jun yang baru saja bangun seketika mendudukan diri.

     “PAGIIIII!!” Wajahnya berbinar dengan senyum lebar memamerkan barisan giginya.Perempuan yang tidak peka itu terlihat terlalu ceria, seakan tak bisa melihat keputusasaan Jun dan bagaimana kantong matanya menghitam dalam satu malam saja. Pria itu nyaris tidak bisa tidur sama sekali.

     Jun terpangu sebenta, ingin mengumpat. Namun, kepalanya membawa kembali baris tulisan dari perjanjian yang sudah kepalang ditandatanganinya.

     “Sebagai syarat untuk dibebaskan, pihak kedua akan menjadi suami yang baik selama satu bulan penuh.”

     “P-pagi…” pria itu memaksakan senyuman.

     “KYAAAAAA!!”

     Jun membulatkan matanya. Tentu saja ini bukan reaksi yang diharapkannya. Jantungnya hampir meloncat keluar.

     ‘Kenapa ini? Astaga, apa yang salah? Bukannya aku sudah menjawab sapaannya dengan baik…?’

     Menyusul teriakan Sharon itu, seorang pemuda berjas memasuki kamar dengan menodongkan pistol ke arahnya. Wang Jun yang tidak paham situasi itu seketika terlonjak ke belakang. Ia syok bukan main.

     “S-saya… maaf… maaf… tolong jangan bunuh saya!” Terbata, ia mengangkat kedua tangannya ke atas. Matanya tertutup. Senjata itu tidak mungkin bohongan, itu bukan pistol imitasi, bukan pula properti drama.

    Bagaimana dia bisa tahu? Tempat dan ekspresi serius orang itu membuatnya seketika yakin.

     Hanya dalam waktu dua detik, terdengar suara benturan lainnya. Seperti suara dua benda yang bertubrukan. Saat itu juga badan Jun terpelanting ke belakang, hampir terjatuh terbaring di ranjang. Matanya yang terpejam erat kembali terbuka.

     “Jun Gē menjawab sapaanku! Dia menjawab sapaaankuuu!! Huhu, astaga! Dia… dia menjawabku!!!”

      Sharon memeluk Wang Jun dengan posesif. Sementara Jun tercengang mendengar ocehan fangirl-nya itu. Masih dalam keadaan kedua tangannya terangkat di udara, dia perlahan melemaskan otot wajahnya.

     “Haha … aku kira kenapa… ternyata karena aku menjawab sapaanmu! Haha…”

     Pria itu menurunkan tangannya dan menepuk-nepuk punggung Sharon, menahan emosi. Entah sejak kapan gadis itu sudah duduk di atas pangkuannya. Ia  jengkel tapi sekaligus merasa lega karena semua itu hanya karena Sharon yang terlalu bersemangat.

    Ujung matanya melirik bodyguard Sharon. Ia melebarkan senyumnya sealami mungkin.

     “Apa kau sesenang itu? Sepertinya, kau sangat menyukaiku ya?”

     “Tetntu saja! Aku sangat menyukaimu, Ge! Sungguh! Sudah dua tahun aku menyukaimu dan berharap kita akan bertemu seperti sekarang!!”

     “Ah, begitu rupanya. Terimakasih sudah menjadi penggemarku.”

     Diam-diam Jun menghela napasnya lega setelah sadar pistol yang diarahkan kepadanya sudah diturunkan sepenuhnya. Sharon mempererat pelukannya dan merengek panjang dalam bahasa indonesia. Bahasa yang tidak bisa dimengerti Jun. 

     “Kenapa kau sangat manis? Sebenarnya… kau ini bukan manusia kan? Cepat mengaku saja! Aku sudah tau dari awal melihatmu di kamar ini.”

     “Malaikat!”

     “Huh?”

     Gadis itu menggigit bibir bawahnya sendiri dengan wajah yang sudah bersemu merah. “Kau itu malaikat bukan manusia. Iya kan? Kenapa kau menyembunyikan identitasmu yang sebenarnya?”

     Jun memandangi gadis yang nyaris tak berjarak dengannya itu. “Apa benar begitu?”

     “Kalau menurutmu seperti itu, maka aku pasti seorang malaikat.”

     Senyumnya semakin melebar. Ia bahkan menunjukan lesung pipitnya yang membuat Sharon semakin menggila. Gadis itu kembali menempelkan wajahnya di dada Jun dan merengek sendiri.

     Pria dengan pakaian rapih dan bersenjata api yang berdiri tak jauh dengan mereka terlihat membuang wajahnya.

     Jun mengernyitkan kening sebentar. Namun ia lalu sadar masih ada hal lain yang harus ia lakukan. Semua akting dan kalimat-kalimat manisnya itu memiliki maksud khusus…

     “Kalau boleh aku bertanya… siapa namamu, nona cantik? Aku belum pernah bertemu penggemar yang secantik dirimu sebelumnya.”

     “A-aku Sharon. Namaku Wang Sharon!”

     “Oh, namamu juga sangat cantik.”

     ‘Jadi namamu Sharon. Penggemar tidak tahu diri yang bisa-bisanya memiliki ide untuk menculikku. Dan lagi apa? Kau berharap bisa menjadi istriku? Cih. Bermimpi saja sana terus~’

     Jun mencoba menahan dirinya untuk berakting lebih lama lagi meski sudah cukup muak.

     “Kau sangat cantik. Bisa kau turun dari pangkuanku? Aku sangat ingin sarapan pagi bersama penggemarku yang cantik.”

     “Tentu saja bisa!”

     Gadis itu menjawab penuh semangat. Namun ia tidak langsung melepas pelukannya atau menyingkir. Ia kembali meracau bahagia kepada dirinya sendiri.

     Kali ini bukan bahasa indonesia, ia tidak sengaja mengatakannya dalam bahasa cina.

     “Sial! Aku sangat menyukaimu! Tidak, aku sangat cinta! Aku harus bagaimana? Aku tidak akan pernah melepaskanmu sampai mati!!”

     ‘Sa- sampai mati?’

     Jun mencoba mempertahankan senyumannya meski di dalam dia sudah sibuk menangis. Ia menyesali semua perkataan dan perbuatan manisnya.

     * * *

     Sudah dua jam Jun mendengarkan Sharon mengoceh kesana kemari membahas segala hal. Seperti yang sudah diduganya, gadis itu sangat mudah dipancing untuk bicara panjang lebar.

     Namun Jun telah keliru karena berpikir akan ada informasi berguna yang keluar dari mulut gadis itu dari sekian juta kata yang ia ucap hari ini. Nyatanya, delapan puluh persen pembahasan Sharon adalah obsesinya dan pengungkapan cinta tanpa batasnya kepada Jun. SIsanya adalah hal-hal random yang tidak bermanfaat.

     Jun sudah mencoba untuk menyela—namun itu tidak ada gunanya. Sharon hanya melakukan dan mengatakan semua yang dia mau. Satu yang Jun sadari, gadis ini tidak tahu bagaimana cara berkomunikasi yang sewajarnya.

     Lama kelamaan pria itu mulai bosan dan telinganya seperti berasap mendengar Sharon yang tidak berhenti bicara.

     “Jun Gē, apa kau mau kuberi tahu sebuah rahasia?” Sharon tiba-tiba melempar pertanyaan di tengah dongengnya yang seperti tidak akan berakhir.

     Detik itu juga, atensi Jun yang sudah pecah kembali tertuju pada Sharon lagi. Mulutnya yang menguap lebar seketika kembali tertutup rapat. Pupil matanya membesar.

     “Rahasia? Rahasia apa?” Sahut lelaki itu mencoba tetap terlihat tenang. Padahal hatinya sudah melonjak senang dan penuh harap.

    Ia berharap kali ini Sharon akan memberikannya sesuatu yang berguna. Seperti alamat tempat mereka berada sekarang atau apa saja yang bisa membantunya kabur dari sini.

    “Apa kau penasaran?”

    Jun mengangguk. Sharon menarik sebuah senyum misterius, dia ikut mengangguk, lalu memberi isyarat agar Jun mendekat kepadanya.

     Pria itu menurut dan menghapus jarak mereka dan memasang ekspresi sungguh-sungguh ingin menyimak. Sharon menoleh ke kanan dan ke kiri sejenak.

     “Kau tahu, sebenarnya...”

Bab terkait

  • Diculik Putri Mafia   PROLOG

    Kedua mata pria itu perlahan terbuka penuh setelah beberapa kali mengerjap. Kelopaknya membesar dan mengecil—menyesuaikan intensitas cahaya yang memasuki retinanya. Setelah pandangannya jelas, alam bawah sadarnya ikut aktif menganalisa sekitarnya. Sedetik, dua detik... Teeett!! Teeett! Alarm peringatan di otaknya menyala. Menyiarkan peringatan bahwa langit-langit berwarna putih tulang yang ia lihat saat ini sangat asing untuknya. Pria itu sontak bangun, mengubah posisinya menjadi duduk. Pergerakan tiba-tibanya itu membuat kepalanya pening– perasaan yang sama ketika ia habis minum-minum bersama teman-temannya. “Ahh...” dia meringis kesakitan. Sumpah, kepalanya benar-benar ngilu luar biasa. Dia juga tidak bisa mengingat kenapa ia bisa terbaring di kamar yang tidak ia kenali ini. Seingatnya, dia tidak habis minum alkohol... Ah, apa dia sudah mati? Dan ini adalah alam akhirat yang disebut-sebut oleh orang-orang? Kalau iya, kenapa... rasanya

  • Diculik Putri Mafia   01. Wang Sharon, Si Tuan Putri

    “AKU TIDAK MAU TAHU! POKOKNYA AKU MAU KETEMU JUN GĒ!” Teriakan itu memenuhi di ruangan berukuran sedang dengan desain interior yang minimalis itu. Suara itu, suara siapa lagi kalau bukan Tuan Putri yang dimanjakan ayahnya—Wang Sharon. Barangkali di mansion ini hanya Sharon seorang yang mampu meneriaki Richard dengan semena-mena seperti itu Di sisi lain ruangan, Kai menelan salivanya melihat Sang Nona yang menghardik ayahnya dengan pandangan berapi-api tanpa gentar sedikitpun. Kedua ayah dan anak itu saling melempar tatapan sengit. Sama-sama keras kepala. Tidak ada yang mau mengalah. “AKU MAU BERTEMU DIA, YAH! IJINKAN AKU BERTEMU DIA!!” Gadis itu lagi-lagi merengek. Masih dengan suaranya yang sepertinya dikeluarkan menggunakan tenaga dalam. Jika tidak, bagaimana bisa keluar suara yang sangat keras dan sangat memekakan telinga dari kerongkongannya yang sekecil itu bisa? “Ayah bilang tidak, Wang Sharon. Kau bisa meminta apapun. Apapun selain pergi dari mansi

  • Diculik Putri Mafia   02. Ancaman Sharon

    Raut wajah Sharon terlihat jelas mengharapkan berita baik. Kedua pupilnya membesar antusias. Namun Kai terlihat semakin muram saat memandang Nona Sharon. Mulutnya terkatup, meski ia terlihat ingin menjawab. “Kai, bagaimana? Ayah mengijinkan aku, kan?” Desak Sharon tak sabar. Lelaki muda itu menggelengkan kepalanya dengan raut pahit. Sharon melemas. Hilang sudah harapannya untuk bertemu hubbynya. * * * “AAAAAA!!!” Suara teriakan perempuan yang melengking di tengah kesunyian malam itu seolah mampu menggetarkan pondasi rumah megah bergaya kolonial itu. Secara serentak seluruh penghuni mansion itu terbangun. Terutama, Richard yang dengan wajah was-was berlari menuju kamar Sharon. Ia mengenali suara itu sebagai suara putri semata wayangnya. “Sharon! Ada apa? Apa yang terjadi?!” Richard terperangah. Sharon tengah berdiri di atas kusen jendela kamarnya yang daunnya terbuka lebar. Satu tangannya memegang sisi kanan kusen. Angin yang berhembus

  • Diculik Putri Mafia   03.  Eksekusi Penculikan

    Hari demi hari berlalu, berganti bulan. Tiba juga hari di mana acara fan meeting Jun diadakan. Para fans mengantri sejak pagi buta. Gedung tempat fanmeeting diadakan itu dibanjiri antusias penggemar Jun yang kebanyakan gadis-gadis belia. Beberapa jurnalis dan kameramen lokal serta mancanegara juga sudah menyebar di banyak titik, memastikan untuk menangkap potret dan momen terbaik. “Wang Jun!” Di ruangan ber-ac yang penuh baju itu, pria berwajah mungil rupawan menoleh setelah mendengar namanya dipanggil. “Iya, Kak!” “Kemarilah, aku mau mem-briefing-mu untuk sesi dua. Ada sedikit perubahan dari rundown kemarin setelah aku menyampaikan keluhanmu pada promotor soal jeda yang terlalu singkat.” Jun menatap MUA-nya yang masih memoles make up di wajah mulusnya yang tampak seperti boneka hidup. “Oh, oke, sebentar! Jiě jiě, maaf, bisa lebih cepat sedikit? Aku dipanggil.” Lelaki itu menyengir kuda memandang stylish-nya. Tinggi, tampan, berkarisma,

  • Diculik Putri Mafia   04.  Bahasa Asing dan Orang Asing

    “Nona, tenanglah. Dia tidak akan mati semudah itu. Tuan Jun hanya terlalu shock hingga tidak sadarkan diri.” Suara sesegukan yang memenuhi ruangan itu terhenti sejenak, berganti oleh bentakan kasar. “Siapa yang bisa menjamin dia tidak mati, hah?! Memangnya kau itu Tuhan? Bagaimana kalau semisalnya dia tersungkur terlalu keras lalu mengalami pendarahan dalam?!?! Kalau sampai Jun gē mati, kau juga harus mati!!” Kai tertohok keras. Dia menelan salivanya dalam diam. Tak berani menjawab atau menepis ucapan Sharon yang sedang sangat emosional itu. Meski ini bukan pertama kalinya ia menerima ancaman kematian dari gadis itu, tetap saja, rasanya sangat tidak enak. Sharon masih saja menangisi Jun yang belum siuman setelah pingsan untuk kedua kalinya. Lalu ia mulai merengek kesal kepada Kai yang diam di pojok ruangan layaknya sebuah patung manekin. “Mana dokternya, sih? Kau bilang sedang dalam perjalanan kesini, kenapa lama sekali?! Apa kau tidak bilang kalau p

  • Diculik Putri Mafia   05. Menerima Fakta

    Berbeda dari ruangan-ruangan lain yang dilihatnya—yang penuh dengan warna putih bagaikan sedang berada di sebuah istana negeri dongeng, ruangan yang ia masuki kini justru bernuansa gelap. Temboknya dicat berwarna hitam. Tidak hanya itu, nyaris semua furnitur dan barang-barang disini berwarna senada. Jika harus memilih satu kata untuk mendefiniskan apa yang dilihatnya saat ini, Jun akan memilih kata ‘sederhana.’ Patut diakui, ruangan ini benar-benar telihat seperti berada di dunia lain. Seakan tempat ini sengaja dibuat sangat kontras dan berbeda. Sama sekali tidak ada keglamouran dan kemewahan. Hanya ada dua buah sofa panjang yang berhadapan, sebuah meja, dan sebuah sofa tunggal yang berada diantara kedua sofa tersebut. Ada lemari yang kacanya terlihat gelap dari luar, entah menyimpan barang apa; sebuah lukisan pemandangan biasa yang sama sekali tidak terlihat mahal; dan dua buah senapan buru yang digantung di tembok. Jun menelan salivanya. Berusaha untuk

  • Diculik Putri Mafia   06. Perjanjian Antara Penculik dan Sandera

    Seorang pria berusia 40 tahunan memasuki ruangan. Garis wajahnya sangar dan serius. Belum lagi bekas luka memanjang terlihat di pipi dan keningnya semakin meninggalkan kesan menakutkan. Penampilannya sebelas dua belas dengan orang yang ada di depannya sekarang. Hanya saja, caranya berpakaiannya yang terlihat lebih rapih seperti menegaskan posisinya sebagai seorang bawahan. “Silahkan, Tuan,” pria itu meletakkan selembar kertas di hadapan mereka. Dia tidak langsung keluar ruangan. Justru malah menoleh dan memandangi Jun tepat di mata. Tajam dan mengintimidasi. Pemuda itu seketika tersentak. Tatapannya sukses membuat Jun membeku, bertanya-tanya, dosa besar apa yang baru saja ia lakukan. “Perkenalkan, saya adalah Huang Arthur. Saya adalah mantan ajudan di Organisasi Mafia ‘Triangle’. Saya sudah pensiun dan beralih menjadi tangan kanan Tuan Richard.” Tunggu… tunggu sebentar, apa tadi katanya? M-mafia? Maksudnya sejenis gangster… yang hanya pernah dilihat Jun

Bab terbaru

  • Diculik Putri Mafia   07. Fangirl Gila

    -Hari pertama- “JUN GĒ!” Suara cempreng perempuan itu membuka pagi harinya yang suram. Belum apa-apa Wang Jun sudah merasa kelelahan dan ingin menyerah. Ia masih berharap semua ini tidak nyata. Tak lama, terdengar suara langkah yang tergesa-gesa. BRAK! Pintu kamar itu dibanting kencang. Muncullah sosok perempuan yang mengenakan gaun berwarna merah muda dengan renda yang heboh. Belum lagi rambutnya yang terlihat sengaja di-curly. Sebuah hair pin ber-hiaskan tiga bunga pun terpasang di kepalanya. Penampilannya boleh terlihat feminin, tapi tidak dengan tingkahnya. Gadis yang terlalu excited itu sudah duduk di tepi ranjang dalam satu kejapan mata. Jun yang baru saja bangun seketika mendudukan diri. “PAGIIIII!!” Wajahnya berbinar dengan senyum lebar memamerkan barisan giginya.Perempuan yang tidak peka itu terlihat terlalu ceria, seakan tak bisa melihat keputusasaan Jun dan bagaimana kantong matanya menghitam dalam satu malam saja. Pria itu nyaris ti

  • Diculik Putri Mafia   06. Perjanjian Antara Penculik dan Sandera

    Seorang pria berusia 40 tahunan memasuki ruangan. Garis wajahnya sangar dan serius. Belum lagi bekas luka memanjang terlihat di pipi dan keningnya semakin meninggalkan kesan menakutkan. Penampilannya sebelas dua belas dengan orang yang ada di depannya sekarang. Hanya saja, caranya berpakaiannya yang terlihat lebih rapih seperti menegaskan posisinya sebagai seorang bawahan. “Silahkan, Tuan,” pria itu meletakkan selembar kertas di hadapan mereka. Dia tidak langsung keluar ruangan. Justru malah menoleh dan memandangi Jun tepat di mata. Tajam dan mengintimidasi. Pemuda itu seketika tersentak. Tatapannya sukses membuat Jun membeku, bertanya-tanya, dosa besar apa yang baru saja ia lakukan. “Perkenalkan, saya adalah Huang Arthur. Saya adalah mantan ajudan di Organisasi Mafia ‘Triangle’. Saya sudah pensiun dan beralih menjadi tangan kanan Tuan Richard.” Tunggu… tunggu sebentar, apa tadi katanya? M-mafia? Maksudnya sejenis gangster… yang hanya pernah dilihat Jun

  • Diculik Putri Mafia   05. Menerima Fakta

    Berbeda dari ruangan-ruangan lain yang dilihatnya—yang penuh dengan warna putih bagaikan sedang berada di sebuah istana negeri dongeng, ruangan yang ia masuki kini justru bernuansa gelap. Temboknya dicat berwarna hitam. Tidak hanya itu, nyaris semua furnitur dan barang-barang disini berwarna senada. Jika harus memilih satu kata untuk mendefiniskan apa yang dilihatnya saat ini, Jun akan memilih kata ‘sederhana.’ Patut diakui, ruangan ini benar-benar telihat seperti berada di dunia lain. Seakan tempat ini sengaja dibuat sangat kontras dan berbeda. Sama sekali tidak ada keglamouran dan kemewahan. Hanya ada dua buah sofa panjang yang berhadapan, sebuah meja, dan sebuah sofa tunggal yang berada diantara kedua sofa tersebut. Ada lemari yang kacanya terlihat gelap dari luar, entah menyimpan barang apa; sebuah lukisan pemandangan biasa yang sama sekali tidak terlihat mahal; dan dua buah senapan buru yang digantung di tembok. Jun menelan salivanya. Berusaha untuk

  • Diculik Putri Mafia   04.  Bahasa Asing dan Orang Asing

    “Nona, tenanglah. Dia tidak akan mati semudah itu. Tuan Jun hanya terlalu shock hingga tidak sadarkan diri.” Suara sesegukan yang memenuhi ruangan itu terhenti sejenak, berganti oleh bentakan kasar. “Siapa yang bisa menjamin dia tidak mati, hah?! Memangnya kau itu Tuhan? Bagaimana kalau semisalnya dia tersungkur terlalu keras lalu mengalami pendarahan dalam?!?! Kalau sampai Jun gē mati, kau juga harus mati!!” Kai tertohok keras. Dia menelan salivanya dalam diam. Tak berani menjawab atau menepis ucapan Sharon yang sedang sangat emosional itu. Meski ini bukan pertama kalinya ia menerima ancaman kematian dari gadis itu, tetap saja, rasanya sangat tidak enak. Sharon masih saja menangisi Jun yang belum siuman setelah pingsan untuk kedua kalinya. Lalu ia mulai merengek kesal kepada Kai yang diam di pojok ruangan layaknya sebuah patung manekin. “Mana dokternya, sih? Kau bilang sedang dalam perjalanan kesini, kenapa lama sekali?! Apa kau tidak bilang kalau p

  • Diculik Putri Mafia   03.  Eksekusi Penculikan

    Hari demi hari berlalu, berganti bulan. Tiba juga hari di mana acara fan meeting Jun diadakan. Para fans mengantri sejak pagi buta. Gedung tempat fanmeeting diadakan itu dibanjiri antusias penggemar Jun yang kebanyakan gadis-gadis belia. Beberapa jurnalis dan kameramen lokal serta mancanegara juga sudah menyebar di banyak titik, memastikan untuk menangkap potret dan momen terbaik. “Wang Jun!” Di ruangan ber-ac yang penuh baju itu, pria berwajah mungil rupawan menoleh setelah mendengar namanya dipanggil. “Iya, Kak!” “Kemarilah, aku mau mem-briefing-mu untuk sesi dua. Ada sedikit perubahan dari rundown kemarin setelah aku menyampaikan keluhanmu pada promotor soal jeda yang terlalu singkat.” Jun menatap MUA-nya yang masih memoles make up di wajah mulusnya yang tampak seperti boneka hidup. “Oh, oke, sebentar! Jiě jiě, maaf, bisa lebih cepat sedikit? Aku dipanggil.” Lelaki itu menyengir kuda memandang stylish-nya. Tinggi, tampan, berkarisma,

  • Diculik Putri Mafia   02. Ancaman Sharon

    Raut wajah Sharon terlihat jelas mengharapkan berita baik. Kedua pupilnya membesar antusias. Namun Kai terlihat semakin muram saat memandang Nona Sharon. Mulutnya terkatup, meski ia terlihat ingin menjawab. “Kai, bagaimana? Ayah mengijinkan aku, kan?” Desak Sharon tak sabar. Lelaki muda itu menggelengkan kepalanya dengan raut pahit. Sharon melemas. Hilang sudah harapannya untuk bertemu hubbynya. * * * “AAAAAA!!!” Suara teriakan perempuan yang melengking di tengah kesunyian malam itu seolah mampu menggetarkan pondasi rumah megah bergaya kolonial itu. Secara serentak seluruh penghuni mansion itu terbangun. Terutama, Richard yang dengan wajah was-was berlari menuju kamar Sharon. Ia mengenali suara itu sebagai suara putri semata wayangnya. “Sharon! Ada apa? Apa yang terjadi?!” Richard terperangah. Sharon tengah berdiri di atas kusen jendela kamarnya yang daunnya terbuka lebar. Satu tangannya memegang sisi kanan kusen. Angin yang berhembus

  • Diculik Putri Mafia   01. Wang Sharon, Si Tuan Putri

    “AKU TIDAK MAU TAHU! POKOKNYA AKU MAU KETEMU JUN GĒ!” Teriakan itu memenuhi di ruangan berukuran sedang dengan desain interior yang minimalis itu. Suara itu, suara siapa lagi kalau bukan Tuan Putri yang dimanjakan ayahnya—Wang Sharon. Barangkali di mansion ini hanya Sharon seorang yang mampu meneriaki Richard dengan semena-mena seperti itu Di sisi lain ruangan, Kai menelan salivanya melihat Sang Nona yang menghardik ayahnya dengan pandangan berapi-api tanpa gentar sedikitpun. Kedua ayah dan anak itu saling melempar tatapan sengit. Sama-sama keras kepala. Tidak ada yang mau mengalah. “AKU MAU BERTEMU DIA, YAH! IJINKAN AKU BERTEMU DIA!!” Gadis itu lagi-lagi merengek. Masih dengan suaranya yang sepertinya dikeluarkan menggunakan tenaga dalam. Jika tidak, bagaimana bisa keluar suara yang sangat keras dan sangat memekakan telinga dari kerongkongannya yang sekecil itu bisa? “Ayah bilang tidak, Wang Sharon. Kau bisa meminta apapun. Apapun selain pergi dari mansi

  • Diculik Putri Mafia   PROLOG

    Kedua mata pria itu perlahan terbuka penuh setelah beberapa kali mengerjap. Kelopaknya membesar dan mengecil—menyesuaikan intensitas cahaya yang memasuki retinanya. Setelah pandangannya jelas, alam bawah sadarnya ikut aktif menganalisa sekitarnya. Sedetik, dua detik... Teeett!! Teeett! Alarm peringatan di otaknya menyala. Menyiarkan peringatan bahwa langit-langit berwarna putih tulang yang ia lihat saat ini sangat asing untuknya. Pria itu sontak bangun, mengubah posisinya menjadi duduk. Pergerakan tiba-tibanya itu membuat kepalanya pening– perasaan yang sama ketika ia habis minum-minum bersama teman-temannya. “Ahh...” dia meringis kesakitan. Sumpah, kepalanya benar-benar ngilu luar biasa. Dia juga tidak bisa mengingat kenapa ia bisa terbaring di kamar yang tidak ia kenali ini. Seingatnya, dia tidak habis minum alkohol... Ah, apa dia sudah mati? Dan ini adalah alam akhirat yang disebut-sebut oleh orang-orang? Kalau iya, kenapa... rasanya

DMCA.com Protection Status