Nick terbelalak melihat penampilan Darren yang baru. Jika bukan karena dia yang membelikan semua yang diminta sahabatnya itu, dia tidak akan tahu kalau pria di depannya ini adalah Darren.Kulit wajah Darren sekarang terlihat gelap, warna bola matanya hitam ditambah dengan kacamata jadul yang membuat pria itu terlihat lebih tua dari usianya, mata itu juga dibingkai dengan alis yang sudah diwarnai dengan warna hitam. Darren juga sudah menggunakan rambut palsu gondrong, kumis dan brewok yang semakin membuatnya terlihat garang. Pakaiannya terlihat sederhana dan membosankan, tidak seperti Darren yang biasanya menggunakan pakaian modis.Dilihat dari sudut manapun, pria yang berada di depannya terlihat kurang terawat dan tidak menarik, ditambah pakaian yang membosankan membuat orang tidak akan memperhatikannya.“Darren?” panggil Nick ragu. Walau dia tahu itu sahabatnya, tapi tidak terlihat sama sekali kemiripan dengan sahabatnya itu.“Apa aku sudah tampak berbeda?” tanya Darren.“Sangat. Ji
Malam itu Eloisa memberitahu orang tuanya kalau dia menyetujui perjodohan dengan Darius Hartadi. Dia sudah memutuskan untuk menikah dengan pria itu agar kedua orang tuanya tidak mengkhawatirkan dirinya lagi. Tadi pagi ibunya sudah bertanya apakah dia mau menikah dengan Darius Hartadi? Ibunya menjelaskan kalau Darius hanya pernah berpacaran satu kali dan gagal menikah karena tunangannya hamil dengan temannya. Bukankah cerita mereka mirip? Hanya pernah berpacaran satu kali lalu tunangannya selingkuh dengan temannya sendiri. Sejak dia tahu kalau yang dijodohkan dengannya adalah Darius Hartadi, dia mulai memperhatikan pria itu yang memang sangat menjaga jarak dari wanita, bahkan wanita saja takut dengan dia, tepatnya dengan ekspresi wajah pria itu yang dingin dan datar. Apakah pria itu trauma pada wanita? Seperti dirinya juga yang menjaga jarak dari para pria? Kecuali satu pria yang belakangan selalu menerobos dengan paksa, melewati batas yang sudah dia buat. Dia menggelengkan kepala,
Ular itu merasa terusik oleh lampu dari ponsel Darren sehingga ular itu menegakkan tubuhnya dan memperlihatkan kerudungnya, dia bersiap menyemburkan bisanya dan itu membuat Darren langsung berlari untuk menyelamatkan diri dari semburan bisa ular itu.Darren melempar pisaunya dan mengenai tubuh ular kobra itu yang membuat ular itu marah dan bergerak mendekatinya. Dia berlari keluar ke arah balkon itu untuk mencegah ular itu tiba-tiba menyerang Bu El. Sial! Sangat sulit mengenai target di kegelapan seperti ini! Maki Darren dalam hati. Tadi dia berniat melempar pisau ke mata ular itu agar ular itu terkejut dan melarikan diri karena merasa terancam. Tapi karena gelap, lemparannya tidak akurat dan hanya mengenai tubuh ular itu. Dan itu membuat si ular menjadi marah!Dia mengeluarkan sebuah pisau lipat lagi yang dia sembunyikan di ikat pinggangnya. Pisau yang ini ukurannya lebih kecil, tapi dia tidak memiliki senjata lain. Jika dia menggunakan pistol, maka suaranya akan membangunkan satu k
Sekali lagi mata Eloisa terbelalak saat pria aneh yang duduk di balkon kamarnya itu melepaskan rambut palsunya. Dia melihat rambut cokelat yang sudah beberapa hari ini tidak dia lihat. Dia lalu melihat pria itu mengambil sesuatu dari kedua matanya dan saat pria itu menatapnya lagi, dia tidak bisa mengalihkan pandangannya dari mata biru pria itu.“Bu El,” panggil Darren.Eloisa mengerjap beberapa kali saat mendengar dirinya dipanggil. Di depannya ini sekarang memang Darren yang berkulit cokelat gelap, tapi sudah pasti pria ini Darren. Mata dan rambut pria itu terlalu mencolok.“Saya tahu saya tampan dan Ibu boleh terus menatap saya sampai kapanpun, tapi sekarang tolong bantu saya dulu,” Kalimat konyol Darren selanjutnya menyadarkan Eloisa dari keterpanaannya. Dia mengerutkan alis lalu melipat tangannya di bawah dada.“Untuk apa kau menggunakan itu semua?” tanya Eloisa curiga.“Untuk menjaga Bu El seperti sekarang,” jawab Darren.“Saya bisa menjaga diri sendiri!” tolak Eloisa. Dia meng
Tangan Eloisa seakan bergerak sendiri saat mendengar permintaan Darren untuk mencium pria itu, sekarang kedua tangannya masih berada di pipi pria itu. Namun kesadaran membuat dirinya ragu, yang membuatnya berhenti mendekat untuk mencium pria itu. Ini tidak benar! Dia tidak boleh mencium pria itu lagi!“Aku hanya bercanda, Bu El. Jangan memaksakan diri.” kata Darren dengan senyum yang dipaksakan, tangan pria itu kembali membelai lembut pipinya. Dia bisa melihat tatapan terluka di mata pria itu karena berpikir dia berusaha memaksakan diri untuk mencium pria itu dan ternyata tidak bisa. Ya Tuhan, sampai sebegitunya pria ini memikirkan dirinya. Air matanya menetes begitu saja karena terharu.“Eh, jangan menangis Bu El. Aku tidak apa-apa. Tadi aku hanya bercanda.” kata Darren panik. Dia tidak bermaksud menekan Eloisa, seakan dia minta pamrih atas apa yang dia lakukan untuk wanita itu. Dia benar-benar tulus melakukan segalanya untuk Eloisa.Dia kembali membeku saat Eloisa memeluknya. Dia b
Nick masuk ke apartemen dan menemukan Darren yang sedang duduk manis di sofa menunggunya.“Apa kau melihat ada yang mengikuti Bu El?” tanya Darren begitu dia melihat Nick.“Tidak ada.” jawab Nick kesal. Sudah lebih dari dua puluh kali Darren menanyakan hal yang sama sepanjang hari ini.“Kau yakin?” tanya Darren lagi.“Seratus persen.” jawab Nick lagi masih dengan nada suara yang sama. Sahabatnya ini sejak pagi sangat berisik menyuruhnya memata-matai Eloisa Renata. Dan sepanjang hari meneleponnya seperti pacar posesif yang takut diselingkuhi. Mana pertanyaannya selalu sama pula!“Apa ada yang mengikuti Bu El?“Kau yakin?” “Coba kau lihat lebih teliti sampai ke atap gedung dan jendela gedung tetangga.”Hal itu mengingatkannya pada salah satu iklan televisi waktu dia masih kecil, iklan yang bercerita tentang pacar posesif yang selalu menelepon dan bertanya hal yang sama. Sampai burung beo peliharaan sang pacar hafal jawaban empunya dan si burung yang menjawab saat sang pacar telepon.L
Darren mengepalkan tangannya saat melihat Eloisa masuk ke dalam mobil yang sangat dia kenal, yaitu mobil kakaknya. Dia hanya melihat sekilas saat wanita itu masuk ke dalam mobil kakaknya, namun dia bisa melihat wanita itu tidak menggunakan kacamata. Apakah Eloisa sekarang tertarik pada Kak Darius? Bahkan wanita itu menggunakan softlens untuk pergi dengan kakaknya. Saat di restoran dulu juga wanita itu menggunakan softlens.Dia menggeram saat teringat betapa cantik dan anggunnya Eloisa saat mereka bertemu di restoran dulu. Sekarang dia merasa ingin menghajar kakaknya lagi!Dia memakai pelindung kepalanya dan mulai menyalakan mesin motornya, namun belum menjalankannya. Dia tahu kakaknya selalu awas dengan keadaan, jadi dia harus memberi jarak yang cukup jauh agar tidak membuat kakaknya menyadari kalau ada yang mengikuti. Walaupun dia menggunakan motor sewaan, tetap saja dia takut kakaknya akan mengenalinya. Kemampuan kakaknya untuk mengenali segala sesuatu agak mengerikan menurutnya.
Darren tidak jadi membayar nasi gorengnya, dia meminta abang penjual untuk membuatkan satu porsi nasi goreng lagi.“Nambah lagi?” tanya abang penjual heran, karena secara penampakan tubuh Darren tidak besar dan porsi nasi gorengnya itu banyak.“Iya, Bang. Nasi goreng abang top banget, jadi gak bisa kenyang sepertinya,” jawab Darren sambil mengacungkan jempol yang membuat si abang penjual nasi goreng tertawa. Dia lalu kembali duduk di sebelah dua pria yang sedang berbicara sambil berbisik itu. Nomor rumahnya adalah dua puluh delapan dan komplek rumahnya ini tidak besar, jadi hanya ada satu rumah dengan nomor dua puluh delapan.“Ingat, wanita itu tidak akan membayar sisanya jika kau gagal lagi!” omel si pria kacamata sambil berbisik.“Aku mengerti. Setelah ini tidak akan gagal lagi. Kau tahu kan kemampuanku? Sekali mungkin keberuntungan wanita itu, tapi tidak akan ada yang kedua kali.” jawab si pria kurus dengan percaya diri.Kemudian nasi goreng pesanan mereka datang, obrolan mereka t
Saat berangkat dari rumah ke kampus, Eloisa menerima panggilan telepon dari Rosaline. Wajahnya seketika memucat saat mendengar perkataan Rosaline. Rasa bersalah dan tidak nyaman seketika menyergapnya. Rosaline yang tidak menyadari perubahan Eloisa terus saja berbicara untuk menyampaikan maksudnya tentang persiapan pernikahan Darius dan Eloisa.“Jadi semua sudah beres, tinggal kau cari waktu dengan Darius untuk mencoba gaun pengantin,”“Ba-baiklah, Tante. Nanti Eloisa akan mendiskusikannya dengan Pak Darius,” jawab Eloisa terbata.“Pernikahan kalian tidak sampai satu bulan lagi, kau sudah harus memanggilnya dengan lebih akrab, panggil saja dia, Darius, kau juga sudah harus memanggilku, Mama, seperti Darius memanggilku,” terdengar tawa mengalun di seberang telepon, namun tawa itu malah membuat Eloisa semakin gelisah.“Baik, Tan, ehm, Mama,” jawab Eloisa mengoreksi panggilannya. Mulutnya terasa asam saat mengatakan hal itu, tiba-tiba dia merasa sangat tidak siap untuk menikah.“Baiklah.
Eloisa terkejut dan langsung menarik tangannya, namun tenaganya kalah jauh jika dibandingkan dengan tenaga Viktor yang menahan tangannya.“Lepaskan tanganku!” kata Eloisa panik. Dia masih berusaha menarik tangannya dari pegangan Viktor.“Tenanglah, Eloisa. Bukankah dulu kita juga sering bergandengan tangan,” kata Viktor sambil tersenyum tidak tahu malu.Setelah tahu dirinya tidak akan berhasil untuk menarik tangannya, Eloisa berusaha untuk bangun. Dia berpikir kalau setidaknya dia akan lebih memiliki tenaga jika dalam posisi duduk. Namun yang terjadi adalah tubuhnya limbung karena kepalanya langsung pusing akibat pergerakan yang tiba-tiba.“Eloisa!” seru Viktor yang langsung melepaskan tangan Eloisa dan memeluk Eloisa untuk menangkap tubuh wanita itu.“Lepaskan aku!” seru Eloisa semakin panik sambil berusaha mendorong Viktor. Sedangkan Viktor, dia sangat senang karena akhirnya bisa memeluk Eloisa lagi, karenanya dia mendekap Eloisa dengan lebih erat, dia tidak mau sampai pelukan merek
“Dokter, tolong usahakan untuk menyelamatkan anakku juga.” kata Susan saat Dokter menyuntikkan obat anestesi dan obat bius.“Saya akan mengusahakannya. Bayi Ibu belum cukup umur dan sekarang harus segera dikeluarkan agar kami dapat menangani pendarahan di tubuh Ibu.” kata Dokter itu iba.“Dokter, jika saya juga tidak bisa diselamatkan. Bisa saya menitip pesan pada Dokter?” tanya Susan yang sudah mulai kehilangan kesadaran dan Dokter itu mengangguk. Kali ini dia benar-benar menyesal atas semua tindakannya, kalau dia masih memiliki kesempatan untuk hidup, dia akan meminta maaf pada orang-orang yang sudah disakitinya.“Saya titip pesan untuk disampaikan pada sahabat saya, namanya Eloisa Renata. Tolong katakan kalau saya sangat menyesal pada apa yang saya perbuat padanya selama ini dan saya harap dia bisa memaafkan saya,” kata Susan.“Baik, Bu. tapi sekarang Ibu harus berusaha tetap hidup agar Ibu bisa mengatakannya sendiri,” kata Dokter menyemangati dan Susan mengangguk. Dia melihat Susa
Ada yang pernah mengatakan kalau ucapan adalah sebuah doa. Susan tidak pernah menyangka kalau ucapan yang dia katakan pada Eloisa untuk membujuk agar Eloisa ikut dengannya sekarang menjadi kenyataan. Dia mengalami pendarahan parah dan harus segera melahirkan anaknya yang belum cukup waktu.Dokter mengatakan bahkan kondisinya tidak baik dan ada kemungkinan salah satu dari Ibu dan anak ini tidak akan selamat, atau mungkin keduanya. Dia langsung teringat perkataannya pada Eloisa beberapa hari yang lalu.“Selamatkan bayinya saja, Dok,” kata Viktor disaat Susan sedang terlalu terkejut untuk bisa mengatakan apapun.Seketika suasana disana menjadi hening, semua orang tidak menyangka kalau Viktor dengan mudah mengatakan hal itu. Biasanya orang akan panik dan memohon dokter untuk menyelamatkan nyawa keduanya.“Selamatkan nyawaku dulu, Dok!” pinta Susan di sela-sela kesakitannya. Air mata kesedihan mengalir di matanya saat dia harus memilih untuk menyelamatkan nyawanya terlebih dulu. Perkataan
Sedangkan Susan, dia masih berusaha sebisanya untuk mendekati Viktor, menggunakan berbagai alasan agar Viktor bisa berada di rumah, termasuk dengan mengundang kedua mertuanya datang untuk makan malam. Dia lebih rela mendengarkan omelan sang mertua daripada tidak bertemu dengan Viktor sama sekali.Mereka sedang makan malam saat seorang pelayan datang dengan panik dan memberitahu kalau ada polisi yang mencari Susan. Wajah Susan seketika pucat dan dia langsung ketakutan. Viktor dan kedua orang tuanya yang bingung, menatap pada Susan yang sudah gemetar.“A-aku … I-ini pasti ada kesalahan. Tidak mungkin polisi mencariku,” kata Susan terbata.“Aku akan ke depan,” kata Viktor. Dia melihat wajah Susan yang pucat dan tahu kalau Susan pasti membuat ulah. Tapi karena Susan masih mengandung anaknya, dia tetap harus mengurus Susan sampai wanita itu melahirkan. Tidak tahu kali ini masalah apa yang dibuat wanita yang masih berstatus sebagai istrinya itu?“Ja-jangan!” seru Susan cepat sambil menarik
Darren langsung mengangkat kepalanya karena pertanyaan aneh Nick itu.“Kalimat bodoh macam apa itu?” kata Darren tersinggung.“Jangan salah paham. Aku tahu kalau Tante Rosaline itu keras, tapi mulai dari cara dia mendidik kalian sejak kecil sampai sekarang, ditambah betapa kalian semua sekeluarga takut padanya, Ayahmu yang tegas itu juga takut padanya. Bahkan orang luar sepertiku saja takut jika Tante Rosaline sudah mendelik. Mengapa aku merasa Ibumu tidak seperti Ibu-Ibu lainnya?” kata Nick menjelaskan sehalus mungkin.“Ayahku tidak takut padanya, hanya sangat memanjakannya.” koreksi Darren. Dia melihat sendiri kalau sang Ibu sangat menghormati Ayahnya, Ayahnya saja yang selalu menutup mata atas apa yang dilakukan sang Ibu. Lihat saja saat dirinya memaksa untuk pergi ke Jakarta kemarinan, saat Ayahnya sudah menyetujui, Ibunya tidak memaksakan kehendaknya agar dia tetap tinggal.“Tapi kalian sangat takut padanya,” kata Nick.“Kau juga akan takut padanya jika kau jadi anaknya.” jawab D
“Darren, apakah Eloisa masih beristirahat?” Teriakan pertanyaan Rosaline memecahkan mantra cinta yang tiba-tiba menjerat mereka tadi. Darren langsung menarik tubuhnya menjauh dari daun pintu itu dan langsung berbalik.“Bu Eloisa sudah bangun, Ma. Sebentar lagi dia akan ke ruang makan,” jawab Darren tanpa berani menoleh ke belakang. Dia takut dia tidak akan bisa menahan dirinya jika dia melihat Eloisa lagi. Dia sudah sering melihat apa yang barusan dia lihat di mata Eloisa pada mata pacar-pacarnya dulu. Dia memiliki banyak pacar sebelumnya, tentu saja dia bisa membedakan perasaan dari pacar-pacarnya, ada yang hanya main-main sama seperti dia, ada yang menatapnya memuja, dan ada juga yang menatapnya penuh cinta seperti tatapan Eloisa tadi. Biasanya dia akan menjaga jarak dari pacar yang seperti ini, karena dia tidak ingin membuat mereka semakin sedih saat putus nanti. Masalahnya, bagaimana dia menanggapinya jika Eloisa yang memberikan tatapan itu padanya? Hal itu adalah hal yang sang
“Darius, cek ponsel wanita ini. Apakah dia memiliki kontak dengan pembunuh bayaran itu,” perintah Rosaline yang membuat Eloisa terbelalak. Tidak mungkin, kan, Susan yang menyewa pembunuh bayaran untuk membunuhnya?“Baik. Aku akan mengerjakan hal itu di rumah dan akan segera memberikan hasilnya pada Mama,” jawab Darius patuh.“Istirahatlah dulu. Tante belum memberitahu orang tuamu tentang hal ini. Tante mengatakan kalau kau menginap di rumah Tante, jadi lebih baik sekarang kau menghubungi mereka agar mereka tidak khawatir. Sekarang kau hanya perlu beristirahat dan besok kau sudah bisa pulang,” kata Rosaline lembut yang sekali lagi membuat jantung Eloisa berdetak lebih cepat. Tante Rosaline benar-benar memiliki kepribadian ganda, lihat saja sekarang tatapan matanya dan cara bicaranya yang begitu lembut, padahal, kalimat sebelumnya yang dia ucapkan pada Darius adalah kalimat perintah dengan nada otoriter.“I-iya, Tante. Terima kasih,” jawab Eloisa tulus.“Baiklah. Tante sekarang pulang d
Saat Darren dan Darius tiba di rumah sakit, Eloisa sudah berada di ranjang perawatan dan Ibu mereka duduk di sebelahnya. Eloisa sudah menggunakan pakaian khas pasien rumah sakit. Wajah Darren sangat muram, untuk kedua kalinya dalam kurun waktu tidak lama, dia melihat Eloisa terbaring di ranjang perawatan."Bagaimana keadaanmu, Bu Eloisa?” tanya Darius.“Sudah jauh lebih baik. Kepalaku sudah tidak terlalu pusing.” jawab Eloisa.“Bagaimana kau bisa jatuh ke sungai?” kali ini Rosaline yang bertanya. “Tadi kepalaku sangat pusing. Aku hanya ingin mengambilkan tas Susan yang jatuh, tapi kepalaku malah semakin pusing dan tiba-tiba pandanganku menggelap. Tahu-tahu aku sudah jatuh ke sungai,” jawab Eloisa tidak enak hati. Ini kedua kalinya dia menyusahkan keluarga Hartadi. Belum jadi menantu saja sudah merepotkan, apa yang dipikirkan oleh keluarga calon suaminya nanti?“Kalau tidak enak badan, mengapa kau pergi?” tanya Rosaline.“Wanita yang bernama Susan datang dan mengajaknya pergi. Bahkan w