Clara berjalan cepat dengan ekspresi kesal sekaligus marah. Sandal high hills yang ia pakai tampak memantulkan suara yang begitu nyaring. Gaun pengantin yang harusnya membuat dia terlihat anggun, kini justru tidak membantunya sama sekali. Clara terlihat kusut dengan ekspresi kesalnya. Ya, dia kesal karena Sandrina telah mengacaukan suasana hatinya. Apa yang Sandrina katakan, sukses membuat Clara merasa geram pada Michael. Tentu saja dia sangat kesal karena Michael memperlakukan berbeda dengan Sandrina dulu. "Buang saja bingkisan ini! Ini sama sekali tidak berarti apa-apa," gerutu Clara sembari menyambar bingkisan yang Sandrina berikan pada Michael.Melihat itu, Michael langsung panik. Dengan cepat dia berlari menghampiri Clara. Tidak akan Michael biarkan siapa pun membuang hadiah dari Sandrina. "Berikan padaku! Jangan macam-macam dengan hadiah itu!" ucap Michael dengan tatapan tajam dan ekspresi dingin. Clara melotot begitu lebar sehingga kedua bola mata itu seperti hendak keluar d
[Dear Michael, selamat menempuh kehidupan yang baru. Pengalaman menikah, sudah pernah kamu rasakan. Tapi, pengalaman hidup dengan wanita baru, hari ini kamu akan memulainya. Aku turut bahagia atas kebahagiaan kamu. Seperti yang kamu tahu, aku adalah wanita yang pernah berjuang mati-matian mencintaimu. Michael, semoga kamu betah menjadi suami Clara. Aku harap, tidak akan ada kesalahan yang sama dalam hidupmu. Semoga ini adalah pernikahan terakhir kamu dengan wanita pilihan hatimu. Kalau kamu mengira aku akan menangis menjerit meratapi nasib yang aku alami, kamu salah. Aku justru merasa bersyukur sekarang. Terima kasih karena sudah membuatku merasa bebas, membuatku merasa kembali menemukan kehidupanku yang sesungguhnya. Oh iya, aku cuma mau membahas tentang janji yang sering kamu ucapkan kepadaku. Tapi sayang, itu hanya sebuah janji yang tidak sempat kamu tepati. Dengar, aku tidak akan meminta kamu untuk menepati janjimu lagi. Karena sekarang kita tidak ada ikatan apa-apa. Tapi ingat,
Sandrina melebarkan mata menatap kaget. Dia tidak tahu kalau danau ini menjadi tempat Hurraim untuk menyendiri. Sudah ke sekian kalinya Sandrina bertemu dengan lelaki yang sama. Sepertinya kali ini dia tidak boleh pergi tanpa tahu nama lelaki yang duduk di atas batu itu. "Kalau benar begitu, coba aku mau dengar, apa yang aku katakan tempo hari!" desak Sandrina sembari menatap tegas.Hurraim melirik dengan ekor matanya. "Kurang lebihnya seperti ini. Kamu menangis, lalu meminta pada Tuhan untuk tidak membiarkan kamu jatuh cinta pada pria mana pun jika tidak ada yang benar-benar tulus mencintaimu."Sontak saja mulut Sandrina menganga disertai tatapan mata melebar karena kaget. Dia tidak menyangka jika ternyata Hurraim benar-benar masih ingat apa yang Sandrina katakan. "Eh, apakah kamu sengaja mengingat ucapanku itu? Tunggu dulu, sebenarnya kamu ini siapa? Aku rasa ini bukan sebuah kebetulan. Apa jangan-jangan kamu memang sengaja terus mengikuti aku?" Hurraim mengerutkan kening sembari
Michael memejamkan mata sembari menggigit bibir bawahnya. Sikapnya sudah terlalu ceroboh kali ini. Lelaki berusia 30 tahun itu kini bangkit dari duduknya lalu berjalan ke arah Clara. Sudah dapat dipastikan bahwa istri barunya itu sangat kesal bahkan mungkin marah besar padanya. "Sayang, itu tidak seperti yang kamu pikirkan," ucap Michael seraya melingkarkan tangannya di pinggang ramping Clara. Clara menepis dengan kasar tangan kekar Michael. Hatinya begitu panas karena sang suami telah berani menyebut nama Sandrina di saat mereka bercinta. Siapa pun wanitanya, pasti akan marah dan sakit hati jika suaminya seperti itu. "Aku nggak tahu lagi gimana caranya biar kamu lupa sama wanita itu. Apa jangan-jangan sejak tadi kamu membayangkan bercinta dengan Sandrina, hah?" sentak Clara sembari memutar tubuhnya menghadap Michael. "Nggak, Clara. Itu terjadi begitu saja. Aku juga nggak tahu kenapa tiba-tiba aku bisa sebutin nama dia," jawab Michael beralasan. Muak rasanya dengan sikap Michael
Sandrina benar-benar kembali merasa semangat setelah melihat perkembangan yang luar biasa di rumah makannya. Masalah rambut yang sudah dia pangkas seperti laki-laki, kini tidak menjadi bebannya lagi. Ya, itu karena Sandrina sudah memakai rambut palsu untuk menutupi rambut aslinya itu. "Bu, kemarin ada yang datang ke sini. Dia ingin memesan makanan kita untuk acara ulang tahun pernikahan sekaligus memperingati hari ibu," ucap Zakiah yang tak lain adalah kasir di rumah makan San Kitchen. "Oh ya? Ini pengalaman pertama bagi kita. Berarti tanggal 22, ya?" tanya Sandrina antusias. "Benar, Bu. Mereka ingin memesan menu best seller di San Kitchen," jawab Zakiah. Sandrina bertepuk tangan untuk sesaat. Dia benar-benar senang karena ada yang pesan catering padanya. Tentu saja ini akan menjadi energi bagi Sandrina untuk semakin semangat dan giat dalam mempromosikan rumah makan miliknya itu. "Sandrina," panggil seseorang yang berhasil membuat Sandrina menolehkan wajahnya. Sontak saja kening
"Berani-beraninya kamu bohong sama aku, Michael! Aku benar-benar kecewa dan tidak suka kamu seperti ini. Sudah jelas aku melarang kamu datang ke tempat itu. Tapi kenapa kamu malah sengaja datang ke sana, hah!?" bentak Clara dengan suara yang menggema di seluruh ruangan. Malam ini Michael benar-benar tidak bisa berkutik saat Clara memarahinya. Awalnya dia berusaha menutupi kebohongannya itu. Namun, saat Clara menunjukkan video di Tik Tok Sandrina, sontak saja hal itu membuat Michael terperanjat kaget dan terpaksa mengakuinya. "Sudah ketahuan, masih berani mengelak. Kamu memang sengaja 'kan datang ke rumah makan dia karena ingin bertemu dengannya!? Iya, 'kan?" Kembali, Clara bertanya dengan nada tinggi dan ngegas. Kemarahannya semakin memuncak karena Michael sempat mengelak. "Kalau ngomong jangan sembarangan nuduh, Clara!" ujar Michael, "aku makan ke sana karena kebetulan saja lewat San Kitchen. Lagipula, aku dan Sandrina juga nggak ngapa-ngapain. Kami cukup profesional. Aku datang s
22 Desember 2024..."Selamat hari Ibu!" sorak Sandrina sembari membawa sebuah bucket uang ke hadapan Ibunya. Sang Ibu menatap haru sekaligus bahagia. Setiap perayaan hari ibu, Sandrina memang selalu memberikan suprise padanya. Sebagai seorang ibu, Marlinda tidak pernah menyuruh putrinya untuk melakukan sesuatu untuknya. Kebahagiaan Sandrina adalah kebahagiaannya juga. Namun, saat putrinya itu berusaha memberikan kejutan padanya, tentu saja Marlinda tidak akan menolak dan selalu menghargai putrinya itu. "Terima kasih, sayang. Ya ampun, kamu kok repot-repot bikin kayak gini sih, San." Marlinda menerima bucket uang yang Sandrina berikan padanya. "Iya, Bu. Nggak apa-apa. Lagian kayak gini 'kan nggak setiap hari," ucap Sandrina yang kemudian duduk di samping ibunya. Marlinda tersenyum bangga. Dia pun memeluk hangat putri satu-satunya itu. "Ya sudah, tapi Ibu nggak mau lho kalau sampai kamu kerepotan. Apapun yang membuatmu bahagia, itu sudah jelas membuat Ibu bahagia juga.""Hehe, nggak
Hari ini rumah makan San Kitchen benar-benar ramai. Sandrina sengaja memberikan diskon besar-besaran spesial hari ibu. Banyak di antara mereka yang datang satu keluarga, ada juga yang hanya orang tua dengan anaknya, dan tidak sedikit juga mereka yang berpasangan serta bersama temannya. Selain melayani makan di tempat, San Kitchen juga menyediakan go food. Itu sebabnya Hurraim selalu memesan makanan di San Kitchen. Jika tidak melalui go food, dia biasanya akan menyuruh Bastian untuk membeli ke sana dengan cara dibungkus. "Sebelah sana masih kosong, Bu. Silakan pilih tempat duduk," ucap Sandrina dengan santun. Dia benar-benar semangat karena melihat pelanggannya datang berbondong-bondong ke rumah makannya itu. Sebelumnya Sandrina merasa kesulitan mengembangkan rumah makannya itu, tapi setelah dijalani dan dia mencoba menggunakan keajaiban sosial media, ternyata banyak yang penasaran dan sampai saat ini mereka menjadi pelanggan. Sandrina kini tersenyum melihat para pengunjung yang suk
"Aku berjanji akan menikahi kamu. Menjadikan kamu wanita satu-satunya dalam hidupku. Aku akan tetap menemani di dalam susah maupun senang. Sandrina, maukah kamu menjadi istriku? Belahan jiwaku. Penyejuk hatiku?" ucap Hurraim sebelum benar-benar memasangkan cincin di jari manis Sandrina. Sandrina nyaris menangis. Kedua bola mata sudah mulai berkaca-kaca. Wanita cantik itu menutupi mulutnya, agar tangisan tidak pecah saat itu juga. Sepersekian detik kemudian, Sandrina mengangguk pelan. "Ya. Aku mau menjadi istrimu. Menjadi belahan jiwamu. Menjadi penyejuk hatimu. Aku akan tetap setia padamu. Menemani dalam suka maupun duka," jawab Sandrina dengan suara yang bergetar menahan tangis. Cincin pun dipasangkan. Semua orang menatap penuh haru dan bahagia. Dua insan sedang mengikat cinta. Setelah ini, perjalan mereka akan terus dilakukan. "Kita beri tepuk tangan yang meriah!" ucap MC dengan penuh gembira. Prok prok prok!Sorak sorai tepuk tangan menggema di rumah itu. Semua orang bahagia.
Hari demi hari terus berlalu. Seperti yang Hurraim katakan pada Sandrina, bahwa dia akan datang ke rumah Sandrina untuk melamar. Maka pada hari ini juga, Hurraim beserta kedua orang tua dan Kakeknya datang ke kediaman Sandrina. Hari yang Sandrina dan Hurraim tunggu-tunggu. Mereka akan segera melaksanakan lamaran. Segala persiapan sudah dilakukan. Sandrina tampak cantik mengenakan kebaya modern dan riasan natural di wajahnya. "Apakah kamu sudah siap?" tanya Marlinda. Sandrina tersenyum hangat. "Sudah, Bu. Ini akan menjadi moment terindah sebelum kami menikah.""Kalian adalah pasangan yang serasi. Semoga saja kalian berjodoh sampai kakek nenek," ucap sang ayah. "Aamiin. Semoga seperti ayah dan ibu. Selalu saling setia dan mampu memaafkan setiap kesalahan yang diperbuat," balas Sandrina. Padahal ini bukan pengalaman pertama bagi Sandrina, sebelum mengenal Hurraim, tentunya dia sudah pernah menikah dan melakukan sesi lamaran. Akan tetapi, kali ini rasanya sungguh berbeda. Sandrina san
"Loe la loe loe!" semprot Hurraim sembari menatap tajam. Michael menatap tak habis pikir. Sekarang dia benar-benar kebingungan. Kenapa bisa ada Hurraim di rumah ini? Tentu saja Michael tidak tahu kalau Hurraim adalah kakak tirinya. "Loe ngapain di sini?" tanya Michael dengan ekspresi galak. "Ini rumah bokap dan nyokap gue. Loe mau apa!" jawab Hurraim nyolot. "Apa!?" Sontak saja Michael melebarkan kedua mata dan menatap setengah tidak percaya. "Kamu pasti kaget. Tapi memang inilah kenyataannya. Kamu dan Hurraim adalah kakak beradik. Jadi, berusahalah untuk tetap akur dan jangan saling menjatuhkan satu sama lain," imbuh Pristilla yang tampak menekan setiap ucapannya. "Astaga! Jadi, loe anak papi gue?" tanya Michael yang masih sulit percaya. "Ya. Kenapa emangnya? Loe nggak terima!?" sosor Hurraim."Ya Tuhan, ini benar-benar sulit dipercaya," desis Michael sembari mengacak rambutnya asal. "Michael, bersikaplah yang baik dan jangan pernah ungkit masa lalu kamu dengan Sandrina. Kare
Hari demi hari terus berlalu. Sandrina telah menjalani hubungan dengan Hurraim secara manis dan penuh cinta. Tidak ada lagi Naima atau wanita mana pun yang mengganggu hubungan mereka. Hurraim juga sudah mendapatkan restu dari kedua orang tuanya. Mulanya memang tidak mudah, tapi Hurraim terus mencoba dan berusaha. Alhasil, Pristilla pun mulai membuka hati dan menerima takdir bahwa putranya sangat mencintai Sandrina. "Papi, Kak Michael sudah datang!" teriak Eleanor. Dia tampak antusias menyambut kedatangan kakak kandungnya. Michael tampak sedikit canggung. Baru kali ini dia datang ke rumah papi dan bundanya. Michael juga belum pernah bertemu dengan sang bunda, maka hal itu akan membuatnya semakin canggung dan sedikit malu. Bagaimana reaksi Michael saat tahu sosok putra tiri papinya?"Selamat datang, Michael. Dari tadi kamu tunggu-tunggu," ucap Fery yang baru saja turun tangga. "Tadi ada kegiatan yang padat, Pi. Maklumlah, baru mau mulai usaha lagi," kata Michael dengan santai. Sekar
Hurraim mengangguk. Dia ikut tersenyum simpul mendengar pertanyaan adik tirinya itu. "Selamat, kamu pasti pusing dan kaget. Akhirnya kamu dan Sandrina tetap akan menjadi keluarga.""Ya ampun. Ini sih kabar bahagia buat aku," seru Eleanor. "Kamu menyukai Kak San?" tanya Hurraim. "Tentu saja. Kak San wanita yang baik dan positif vibes," jawab Eleanor. "Maka belajar banyaklah padanya," ucap Hurraim yang kemudian melangkahkan kakinya. Eleanor tersenyum samar. "Ternyata Kak San bisa dapatkan pria yang jauh lebih baik dari Kak Michael, Pi." Ia bicara pada sang Papi. "Semua tergantung kualitas diri, sayang. Makanya kamu kalau mau punya suami yang baik dan positif, kamu harus jadi pribadi yang baik. Jodoh itu ibarat cerminan diri," tutur Fery dengan jelas tapi lembut. Eleanor mengangguk singkat. "Semoga aja, Pi. Tapi Ele masih muda. Ele belum mikirin jodoh. Hehe.""Papi juga nggak akan izinin kamu nikah muda, sayang. Kalau karier dan mentalmu sudah mapan, baru boleh menikah," ujar Fery
Setelah berbelanja banyak keperluan untuk menetap di kediaman sang papi, Eleanor pun kini telah sampai di rumah besar milik papi dan Bunda tirinya. Ternyata Pristilla bukanlah sosok ibu tiri yang jahat. Pristilla sangat baik dan memanjakan Eleanor. Mungkin karena dia benar-benar menyayangi Eleanor dengan tulus seperti dia menyayangi ayahnya. Selain itu, Pristilla juga memang sudah lama menginginkan anak perempuan. Sebenarnya bisa saja dia mengadopsi anak, tapi Fery sering melarangnya. Mungkin inilah hikmah di balik semua itu. Pada akhirnya Pristilla benar-benar punya anak perempuan dan itu adalah anak kandung suaminya. "Bagaimana perasaan kamu, sayang? Ini rumah kami, dan mulai sekarang menjadi rumahmu juga," ucap Fery dengan lembut. "Jangan sungkan-sungkan ya, Ele. Di sini kamu bisa melakukan apa saja. Banyak Mbak-mbak yang bisa bantu kamu melakukan apapun," timpal Pristilla. Eleanor tersenyum hangat lantas mengangguk singkat. "Ele senang banget, Papi. Makasih ya, Pi, Bun, karena
Hurraim membawa Sandrina ke danau miliknya. Tentu saja dia harus bicara dengan kekasihnya itu. Mungkin saja Sandrina salah paham dan bisa jadi marah padanya. Selain itu, Hurraim juga harus menenangkan dan memperbaiki perasaan Sandrina. Sudah terlanjut dipermalukan di depan umum, Sandrina pasti sangat merasa kesal dan tidak terima. "Sayang, aku minta maaf atas kejadian ini," ucap Hurraim dengan nada lembut. Sandrina membuang napas kasar. Wajahnya berekspresi marah. Cemberut dan menatap tajam. "Kenapa kamu yang minta maaf? Apakah sepenting itu dia di hidupmu? Kamu mewakilinya?" Sandrina bicara dengan nada ketus. Tatapannya berubah dingin, sepertinya dia memang kesal dan kecewa.Hurraim menggeleng cepat. Kemudian dia meraih tangan kekasihnya dan menggenggam secara lembut. "Bukan begitu, sayang. Aku minta maaf karena saat kejadian aku tidak ada di sampingmu. Dan aku nggak menghandle perempuan itu lebih awal. Atas kejadian ini, aku yakin kamu pasti marah. Aku benar-benar minta maaf, say
"Bos, ada keributan di kantor," lapor Bastian pada Bosnya—Hurraim. Hurraim mengerutkan dahi. Dia sama sekali tidak tahu kalau Naima datang ke perusahaan untuk melabrak Sandrina. Sekarang, Hurraim pasti akan terkejut mendengar kabar ini. "Apa yang terjadi?" tanya Hurraim. "Nona Naima datang ke kantor dan melabrak Bu San. Dia membuat semua orang berkumpul dan mencoba mempermalukan Bu San," jawab Bastian yang sukses membuat Hurraim terperanjat kaget dan benar-benar marah. Ponsel yang digenggam itu tiba-tiba saja Hurraim remas dengan kuat dan kasar. Inilah yang Hurraim takutkan. Dia takut Naima akan menemui Sandrina dan berkata yang macam-macam. Salahnya juga tidak bicara jujur dari awal pada Sandrina bahwa dia sempat bertunangan dengan Naima. "Segera antar aku ke sana! Jangan sampai lolos wanita playing victim itu!" perintah Hurraim. Sekarang jantungnya berdetak kencang. Kemarahan sudah berada di atas kepalanya. Bastian mengangguk sigap. Kemudian dia pun segera menancap gas dengan
Semua orang menatap sambari saling berbisik satu sama lain. Sandrina benar-benar merasa kacau sekarang. Selain malu, dia juga merasa tidak nyaman dengan tatapan orang- yang di sana. Pasti mereka semua menganggap Sandrina bukan wanita baik-baik. Padahal jelas-jelas Sandrina tidak tahu menahu tentang hubungan Hurraim dengan Naima. "Jangan asal ngomong! Aku bukan janda gatal!" sentak Sandrina dengan sorot mata berkilat marah. Naima tersenyum sinis. "Jangan mengelak. Sudah jelas, kamu rebut Hurraim dari aku. Sekarang dunia harus tahu kalau akulah wanita yang akan dinikahi Hurraim. Akulah tunangan Hurraim. Bukan loe!!" Ia bicara dengan nada tinggi. Sengaja agar semua orang yang ada di sana bisa mendengar. Sandrina terdiam. Wajahnya memerah, tangannya gemetar dan jantungnya berdegup dengan kencang. Bukan hanya karena emosi pada Naima, dia juga merasa kecewa pada Hurraim yang tidak membahas apapun tentang tunangannya. Seandainya Sandrina tahu jika Hurraim sudah punya tunangan, pasti Sandr