Setelah tiga hari Sandrina kehilangan mood dan semangatnya ke rumah makan, akhirnya hari ini dia kembali bangkit. Sandrina berjalan cepat tapi tetap anggun. Janda cantik itu tersenyum kepada para karyawan dan karyawati yang sudah beberapa hari ini tidak bertemu dengannya. "Wah, Ibu rambutnya gaya baru, nih," goda seorang karyawati saat melihat rambut Sandrina yang berbeda dari biasanya. Sandrina tersenyum simpul. Ia pun mengangguk lalu mengibaskan rambut barunya itu. "Tidak cocok, ya?" Ia bertanya sedikit resah. "Cocok kok, Bu. Malah cantik banget," jawab karyawati jujur. Ya! Sandrina kini telah memakai rambut palsu di kepalanya. Awalnya Sandrina menolak saat sang ibu menyuruhnya memakai rambut palsu itu, karena dia merasa kurang percaya diri dan seperti tidak biasa dengan gaya rambut baru selain lurus. Kali ini, Sandrina berubah penampilan. Tanpa disangka, dia ternyata sangat cocok dan begitu cantik dengan rambut curly panjang berwana kecokelatan. "Terima kasih. Yuk kita mulai a
Clara berjalan cepat dengan ekspresi kesal sekaligus marah. Sandal high hills yang ia pakai tampak memantulkan suara yang begitu nyaring. Gaun pengantin yang harusnya membuat dia terlihat anggun, kini justru tidak membantunya sama sekali. Clara terlihat kusut dengan ekspresi kesalnya. Ya, dia kesal karena Sandrina telah mengacaukan suasana hatinya. Apa yang Sandrina katakan, sukses membuat Clara merasa geram pada Michael. Tentu saja dia sangat kesal karena Michael memperlakukan berbeda dengan Sandrina dulu. "Buang saja bingkisan ini! Ini sama sekali tidak berarti apa-apa," gerutu Clara sembari menyambar bingkisan yang Sandrina berikan pada Michael.Melihat itu, Michael langsung panik. Dengan cepat dia berlari menghampiri Clara. Tidak akan Michael biarkan siapa pun membuang hadiah dari Sandrina. "Berikan padaku! Jangan macam-macam dengan hadiah itu!" ucap Michael dengan tatapan tajam dan ekspresi dingin. Clara melotot begitu lebar sehingga kedua bola mata itu seperti hendak keluar d
[Dear Michael, selamat menempuh kehidupan yang baru. Pengalaman menikah, sudah pernah kamu rasakan. Tapi, pengalaman hidup dengan wanita baru, hari ini kamu akan memulainya. Aku turut bahagia atas kebahagiaan kamu. Seperti yang kamu tahu, aku adalah wanita yang pernah berjuang mati-matian mencintaimu. Michael, semoga kamu betah menjadi suami Clara. Aku harap, tidak akan ada kesalahan yang sama dalam hidupmu. Semoga ini adalah pernikahan terakhir kamu dengan wanita pilihan hatimu. Kalau kamu mengira aku akan menangis menjerit meratapi nasib yang aku alami, kamu salah. Aku justru merasa bersyukur sekarang. Terima kasih karena sudah membuatku merasa bebas, membuatku merasa kembali menemukan kehidupanku yang sesungguhnya. Oh iya, aku cuma mau membahas tentang janji yang sering kamu ucapkan kepadaku. Tapi sayang, itu hanya sebuah janji yang tidak sempat kamu tepati. Dengar, aku tidak akan meminta kamu untuk menepati janjimu lagi. Karena sekarang kita tidak ada ikatan apa-apa. Tapi ingat,
Sandrina melebarkan mata menatap kaget. Dia tidak tahu kalau danau ini menjadi tempat Hurraim untuk menyendiri. Sudah ke sekian kalinya Sandrina bertemu dengan lelaki yang sama. Sepertinya kali ini dia tidak boleh pergi tanpa tahu nama lelaki yang duduk di atas batu itu. "Kalau benar begitu, coba aku mau dengar, apa yang aku katakan tempo hari!" desak Sandrina sembari menatap tegas.Hurraim melirik dengan ekor matanya. "Kurang lebihnya seperti ini. Kamu menangis, lalu meminta pada Tuhan untuk tidak membiarkan kamu jatuh cinta pada pria mana pun jika tidak ada yang benar-benar tulus mencintaimu."Sontak saja mulut Sandrina menganga disertai tatapan mata melebar karena kaget. Dia tidak menyangka jika ternyata Hurraim benar-benar masih ingat apa yang Sandrina katakan. "Eh, apakah kamu sengaja mengingat ucapanku itu? Tunggu dulu, sebenarnya kamu ini siapa? Aku rasa ini bukan sebuah kebetulan. Apa jangan-jangan kamu memang sengaja terus mengikuti aku?" Hurraim mengerutkan kening sembari
Michael memejamkan mata sembari menggigit bibir bawahnya. Sikapnya sudah terlalu ceroboh kali ini. Lelaki berusia 30 tahun itu kini bangkit dari duduknya lalu berjalan ke arah Clara. Sudah dapat dipastikan bahwa istri barunya itu sangat kesal bahkan mungkin marah besar padanya. "Sayang, itu tidak seperti yang kamu pikirkan," ucap Michael seraya melingkarkan tangannya di pinggang ramping Clara. Clara menepis dengan kasar tangan kekar Michael. Hatinya begitu panas karena sang suami telah berani menyebut nama Sandrina di saat mereka bercinta. Siapa pun wanitanya, pasti akan marah dan sakit hati jika suaminya seperti itu. "Aku nggak tahu lagi gimana caranya biar kamu lupa sama wanita itu. Apa jangan-jangan sejak tadi kamu membayangkan bercinta dengan Sandrina, hah?" sentak Clara sembari memutar tubuhnya menghadap Michael. "Nggak, Clara. Itu terjadi begitu saja. Aku juga nggak tahu kenapa tiba-tiba aku bisa sebutin nama dia," jawab Michael beralasan. Muak rasanya dengan sikap Michael
Sandrina benar-benar kembali merasa semangat setelah melihat perkembangan yang luar biasa di rumah makannya. Masalah rambut yang sudah dia pangkas seperti laki-laki, kini tidak menjadi bebannya lagi. Ya, itu karena Sandrina sudah memakai rambut palsu untuk menutupi rambut aslinya itu. "Bu, kemarin ada yang datang ke sini. Dia ingin memesan makanan kita untuk acara ulang tahun pernikahan sekaligus memperingati hari ibu," ucap Zakiah yang tak lain adalah kasir di rumah makan San Kitchen. "Oh ya? Ini pengalaman pertama bagi kita. Berarti tanggal 22, ya?" tanya Sandrina antusias. "Benar, Bu. Mereka ingin memesan menu best seller di San Kitchen," jawab Zakiah. Sandrina bertepuk tangan untuk sesaat. Dia benar-benar senang karena ada yang pesan catering padanya. Tentu saja ini akan menjadi energi bagi Sandrina untuk semakin semangat dan giat dalam mempromosikan rumah makan miliknya itu. "Sandrina," panggil seseorang yang berhasil membuat Sandrina menolehkan wajahnya. Sontak saja kening
"Berani-beraninya kamu bohong sama aku, Michael! Aku benar-benar kecewa dan tidak suka kamu seperti ini. Sudah jelas aku melarang kamu datang ke tempat itu. Tapi kenapa kamu malah sengaja datang ke sana, hah!?" bentak Clara dengan suara yang menggema di seluruh ruangan. Malam ini Michael benar-benar tidak bisa berkutik saat Clara memarahinya. Awalnya dia berusaha menutupi kebohongannya itu. Namun, saat Clara menunjukkan video di Tik Tok Sandrina, sontak saja hal itu membuat Michael terperanjat kaget dan terpaksa mengakuinya. "Sudah ketahuan, masih berani mengelak. Kamu memang sengaja 'kan datang ke rumah makan dia karena ingin bertemu dengannya!? Iya, 'kan?" Kembali, Clara bertanya dengan nada tinggi dan ngegas. Kemarahannya semakin memuncak karena Michael sempat mengelak. "Kalau ngomong jangan sembarangan nuduh, Clara!" ujar Michael, "aku makan ke sana karena kebetulan saja lewat San Kitchen. Lagipula, aku dan Sandrina juga nggak ngapa-ngapain. Kami cukup profesional. Aku datang s
22 Desember 2024..."Selamat hari Ibu!" sorak Sandrina sembari membawa sebuah bucket uang ke hadapan Ibunya. Sang Ibu menatap haru sekaligus bahagia. Setiap perayaan hari ibu, Sandrina memang selalu memberikan suprise padanya. Sebagai seorang ibu, Marlinda tidak pernah menyuruh putrinya untuk melakukan sesuatu untuknya. Kebahagiaan Sandrina adalah kebahagiaannya juga. Namun, saat putrinya itu berusaha memberikan kejutan padanya, tentu saja Marlinda tidak akan menolak dan selalu menghargai putrinya itu. "Terima kasih, sayang. Ya ampun, kamu kok repot-repot bikin kayak gini sih, San." Marlinda menerima bucket uang yang Sandrina berikan padanya. "Iya, Bu. Nggak apa-apa. Lagian kayak gini 'kan nggak setiap hari," ucap Sandrina yang kemudian duduk di samping ibunya. Marlinda tersenyum bangga. Dia pun memeluk hangat putri satu-satunya itu. "Ya sudah, tapi Ibu nggak mau lho kalau sampai kamu kerepotan. Apapun yang membuatmu bahagia, itu sudah jelas membuat Ibu bahagia juga.""Hehe, nggak
Begitu sampai di rumah, Hurraim langsung dihampiri oleh sang Bunda. Ekspresi bundanya terlihat serius sekaligus penuh selidik. Hurraim langsung disuruh duduk di sofa dan berhadapan dengan Pristilla. “Jawab pertanyaan Bunda. Siapa perempuan yang tadi pergi bersamamu?” tanya Pristilla dengan raut wajah serius sekaligus penuh intimidasi. Hurraim menghela napas panjang lalu membuangnya perlahan. Benar dugaannya dengan Bastian. Bahwa sang Bunda akan mengetahui masalah ini. Baru beberapa menit lalu dia membahas ini dengan Bastian. “Siapa yang mengadukan ini pada Bunda? Sejak kapan Bunda punya mata-mata untuk mengikuti aku?” tanya Hurraim dsngan tampang sangar dan kesal. Dia berpikir kalau sang bunda menyuruh seseorang untuk memata-matai dirinya. “Jawab saja! Jangan balik nanya. Nggak sopan banget kamu. Bunda tahu sesuatu tentang kamu. Tapi kamu mencoba menutupi dari Bunda? Anak macam apa kamu ini. Selama ini, Bunda selalu melakukan yang terbaik untuk kamu, Hurraim! Apapun tentangmu, sel
Hurraim mengantar Sandrina sampai ke rumahnya. Belanjaan yang banyak itu diangkut oleh Bastian dan dibantu oleh mbak-mbak yang bekerja di rumah Sandrina. Marlinda tampak menatap kaget dan tercengang melihat semua itu. Apa yang Sandrina bawa, sudah seperti hendak melakukan seserahan saja. "Aku pulang dulu. Besok weekend mau ke mana?" tanya Hurraim. "Nggak kemana-mana, sayang. Aku mungkin mau ke San Kitchen aja. Mau cek pemasukan di sana. Dengar-dengar, sekarang pengunjung sudah kembali ramai seperti semula," jawab Sandrina dengan jelas. Hurraim mengangguk singkat. "Oke. Kalau mau jalan, hubungi aku.""Memangnya kamu nggak ada acara dengan keluarga?" tanya Sandrina. "Nggak ada," jawab Hurraim, "Oh ya, aku ingin secepatnya kenalkan kamu pada orang tuaku. Apakah kamu sudah siap?" lanjutnya bertanya. Sandrina tersenyum tipis. Sejujurnya dia masih belum siap, tentu saja karena masih merasa insecure dengan status jandanya. Hurraim adalah lelaki yang belum pernah menikah. Di zaman sekara
Sandrina sudah selesai belanja. Sekarang dia benar-benar penasaran, apakah Hurraim mampu membayar belanjaan yang banyak itu? Sebenarnya, tanpa ditanya pun pasti Hurraim akan mampu. Secara dia seorang pengusaha kaya. Hanya saja, Sandrina cukup pemasaran dengan pengeluaran kali ini. “Sudah ku bilang, ini pasti terlalu berlebihan, sayang.” Sandrina bicara dengan nada pelan dan sedikit meremehkan. Hurraim menggeleng pelan. “Kamu ambil semua isi di dalam mal ini pun, itu tidak masalah.”“Hah, ada-ada aja kamu ini. Ya nggak mungkin lah! Buat apa juga aku ambil semua isi di dalam mal ini,” tukas Sandrina. “Ayo. Sekarang kita bermain di sana,” ajak Hurraim sembari meraih tangan kekasihnya. Sandrina melongo tak habis pikir. Bagaimana mungkin Hurraim mengajaknya bermain, sedangkan belanjaannya belum dibayar. Benar-benar membuat Sandrina merasa tidak enak. “Lepaskan!” sentak Sandrina sembari melepaskan tangannya. Tatapannya kini begitu tajam dan dingin. “Ada apa? Kamu nggak mau bermain den
Eleanor menceritakan apa yang terjadi pada keluarganya belakangan ini. Hal itu sontak membuat Papinya tercengang kaget. Terlebih saat mendengar kabar Michael yang depresi. Dia juga baru tahu apa yang terjadi pada rumah tangga Michael. Saat tahu Michael selingkuh, Papi Eleanor benar-benar geram dan menyangkut pautkan dengan sifat Lorenza. "Wajar aja kalau kakakmu seperti itu, Ele. Soalnya mamimu yang menghasutnya. Dari dulu mami kamu nggak mau berubah. Dia doyan selingkuh, dan malah diturunkan pada anaknya. Miris sekali. Papi harap, kamu tidak seperti itu, Nak. Karena jika itu terjadi, maka kamulah yang akan menghancurkan dirimu sendiri," tutur Papi Eleanor dengan serius. Eleanor mengangguk pelan. Maka setelah dia tahu banyak tentang maminya, seorang Eleanor mengerti mengapa maminya bersikeras menghasut Michael untuk selingkuh dengan Clara. Sampai-sampai rumah tangga kakaknya itu hancur oleh perbuatan mami mereka. "Ele nggak akan kayak mami. Tapi untung aja Papi berhasil temukan jal
"Mami, hari ini Ele mau nemuin papi," ucap Eleanor dengan tatapan penuh harap. Lorenza mendelikan matanya dan menatap tajam. Sepertinya dia sangat tidak suka dengan tindakan putrinya itu. "Jangan pernah menemuinya, Ele. Sudah Mami katakan berkali-kali kalau kamu tidak pantas bertemu dengan pria yang sudah menelantarkan kamu!" Ia bicara dengan nada tinggi dan ngegas. Eleanor menatap setengah tidak percaya. "Tapi ini demi kebaikan kita semua, Mam.""Apa yang akan kamu lakukan? Dia tidak akan peduli pada kita. Sudah, lupakan saja. Kita jalani kehidupan baru ini," ujar Lorenza yang tampak menekan setiap ucapannya.Eleanor membuang napasnya kasar. Dia benar-benar kesal pada Maminya yang selalu saja ingin menang sendiri. Padahal, Eleanor berniat untuk mengadukan apa yang terjadi pada keluarga mereka. Termasuk soal perusahaan yang dirampas oleh Clara. Siapa tahu sang papi bisa menolong mereka. Belakangan ini, Eleanor mengetahui bahwa papinya memiliki beberapa perusahaan besar dan sukses. T
Di sudut lain...Seorang pria duduk dengan memeluk lutut di bawah ranjang. Matanya sayu, rambutnya berantakan, wajahnya kusam dan tubuhnya gemetar. Kamar itu tampak gelap dan seolah nestapa merenggut semua cahaya. Asap rokok mengepul di udara. Melayang tinggi bersama segenap penderitaan. Michael semakin terpuruk dan tidak bisa melakukan apapun lagi. Dia sudah kehilangan kekuasaannya. Bahkan untuk memberi makan pada mami dan adiknya pun Michael tidak bisa melakukannya. "Kenapa semuanya terjadi begitu saja? Apakah aku diciptakan hanya untuk menderita!?" gumam Michael dalam hati. Semenjak kehilangan perusahaannya, Michael selalu melamun dan menikmati minuman haram. Lorenza sebagai orang tua sangat prihatin terhadap kondisi putranya itu. Sering kali dia mengingatkan Michael agar tidak menyiksa dirinya sendiri dengan minuman keras dan begadang semalaman. Namun, Michael terlanjur pusing dan depresi. Dia mencari sebuah ketenangan dalam hidupnya. "Setelah kehilangan papi yang direbut oleh
Sesampainya di rumah...Naima berlari kecil menghampiri Hurraim yang baru saja tiba. Wanita cantik itu langsung memeluk hangat tubuh tunangannya. Setelah dua hari menunggu, akhirnya Hurraim datang juga. "Aaaaaa, akhirnya kamu pulang," sorak Naima dengan tingkah manjanya. Hurraim memutar bola matanya malas lalu membuang napasnya kasar. Dia pun segera mendorong tubuh Naima agar menjauh darinya. "Lepaskan! Jangan peluk-peluk tubuhku seperti ini."Naima mengerucutkan bibirnya bertingkah sebal. "Kamu kenapa sih, kok cuek banget sama aku. Hurraim, kita akan menikah. Maka cobalah membuka hati untukku."Hurraim tak menggubris. Dia sekarang berjalan menaiki anak tangga untuk langsung ke kamarnya. Naima mengekori sambil terus mengoceh. "Hurraim sayang, apa kamu tidak merindukan aku?" tanya Naima dengan manja sekaligus sebal. "Tidak! Heh, suruh siapa kamu mengikuti aku? Pergi sekarang juga. Aku capek dan perlu istirahat. Nanti malam keluarga kita akan kembali bertemu, maka aku akan umumkan s
Kembali ke keluarga Michael...Hari ini Michael mengunjungi perusahaan yang sudah sah menjadi milik Clara. Meskipun Clara sendiri belum bisa ia temui, tapi Michael akan berusaha mendapatkan perusahaan miliknya kembali. Perusahaan itu memang warisan dari orang tua Lorenza, tapi tetap saja Michael pun berusaha payah untuk mengembangkannya. Sekarang, siapa yang tidak marah dan geram jika tiba-tiba seorang Clara merebut perusahaan yang sudah susah payah dibangun dan dikembangkan. "Maaf Pak, Anda bukan bagian dari perusahaan ini lagi," ucap petugas keamanan yang saat ini berusaha menghalangi Michael untuk masuk ke perusahaan itu. Michael menatap tajam dan dadanya benar-benar terasa sesak. Bisa-bisanya orang di hadapannya ini melarangnya masuk. Padahal dialah yang menggajinya. "Ini bukan urusanmu! Aku akan mendapatkan hakku kembali!" ujar Michael bersikeras untuk masuk. "Tapi Bu Clara melarang Anda datang ke sini, Pak," ucap keamanan itu. Michael membuang napasnya kasar. "Minggir!" Ia
Sandrina kembali bergabung dengan peserta lainnya. Team San Kitchen pun mendapat juara 2. Sementara juara 3, dari karyawan perusahaan Hurraim. "Sekarang pengumuman untuk pemenang lomba squid game!" ucap MC. Juna mendadak tegang dan harap-harap cemas. Kendati demikian, dia sudah yakin jika akan mendapatkan hadiah mobil yang diimpikan. Ada beberapa orang yang mendapatkan juara. Selain juara 1, 2 dan 3. Juara harapan lainnya pun mendapatkan hadiah. Ini sungguh membuat semua peserta semangat. "Juna pasti dapat mobil, Kiah," ucap Sandrina. "Iya, Bu San. Semoga saja pak CEO nggak bohong ya," sahut Zakiah. "Dia nggak akan bohong. Ini menyangkut harga diri dan kesuksesannya dalam bisnis," tukas Sandrina menegaskan. "Hehe, iya-iya Bu," balas Zakiah. "Pemenangnya adalah Arjuna Prakoso!" ucap Hurraim. "Yeeeee!" Zakiah bersorak. Juna terduduk lesu lalu bersujud di tanah. Setelah itu dia menengadahkan kedua tangannya ke atas langit. "Alhamdulillah." Kemudian, staf itu pun berjalan cepat k