Sandrina diseret paksa ke kantor polisi. Sebagian orang memporak porandakan rumah makan San Kitchen. Sebagiannya lagi membawa Sandrina ke kantor polisi terdekat. Ini ke dua kalinya bagi Sandrina datang ke tempat itu. "Dia sudah melakukan perdagangan yang licik dan jahat," ucap wanita gendut itu dengan semangat dan antusias. "Itu tidak benar! Saya tidak melakukan apa-apa. Ini hanya fitnah. Saya yakin, ada orang yang sengaja melakukan ini," ujar Sandrina membela diri. "Halah! Nggak akan ada orang jahat yang mengakui kejahatannya! Sudah, Pak. Lebih baik penjarakan saja dia! Ini benar-benar kesalahan yang fatal. Bagaimana kalau kami semua mengalami kerugian atas perbuatannya?" cerocos lelaki berkulit hitam. "Kalian semua yang dibayar oleh seseorang untuk memfitnah saya! Sejauh ini, rumah makan saya baik-baik saja. Nggak ada hewan melata apa pun yang datang. Tapi hari ini, tiba-tiba hewan-hewan itu berkeliaran. Saya yakin, kalian sengaja membawa hewan-hewan itu lalu menyebarkannya di r
Sesampainya di kantor polisi...Clara dan Lorenza terperanjat kaget saat melihat Sandrina dan dua orang bayarannya di sana. Sontak saja hal itu membuat Clara dan Lorenza langsung mengerti apa yang terjadi. Sementara itu, Michael yang datang beberapa menit setelah istri dan ibunya, langsung dibikin bingung dengan kehadiran Sandrina di sana. "Sa–Sandrina, kamu juga ada di sini?" Michael menatap penuh tanda tanya. Sandrina mengangguk singkat, tapi dia tidak menjawab apapun. Melihat wajah Clara dan Lorenza saja dia tidak sudi dan sangat muak. Sampai saat ini, Sandrina tidak mengerti mengapa kedua orang itu terus mengganggunya. Padahal, dia tidak melakukan apa pun pada mereka. Bahkan saat Michael mendekatinya pun, Sandrina menjauh dan jual mahal. "Sialan! Jangan-jangan mereka ini buka suara soal perintahku," gumam Clara dalam hati. "Sebenarnya ada apa ini, Pak? Apa kesalahan istri dan ibu saya?" tanya Michael dengan wajah tegang, panik, kaget, heran dan penasaran. "Istri dan ibu Anda
"Sandrina, saya mohon sama kamu, jangan penjarakan kami!" pinta Lorenza dengan tatapan penuh permohonan. Sandrina memalingkan wajahnya. Sebenarnya dia sangat muak dan marah, tapi dia juga bukan orang yang begitu tega pada manusia mana pun. Termasuk pada Lorenza dan Clara. "Jika aku membebaskan kalian, apakah kalian akan bertanggung jawab?" tanya Sandrina sembari menatap tajam dan penuh ancaman. Lorenza terdiam sejenak. Untuk sesaat dia menatap menantunya lalu beralih pada Michael. Setelah itu, dia pun mengangguk mengiyakan. "I–iya, Sandrina. Kami akan tanggung jawab," jawab Lorenza. "Rumah makanku sudah terlanjur kacau. Semua pelanggan sudah kecewa dan beranggapan buruk tentang kami. Apakah kalian bisa berikan kejujuran di depan publik? Seperti yang dua orang ini lakukan?" tanya Sandrina lagi. Tentu saja dia tidak mau membebaskan Clara can Lorenza begitu saja. Setidaknya mereka harus bertanggung jawab terlebih dahulu. "Apa maksudmu? Kamu ingin kami bicara di depan media, begitu?
Setelah puas memarahi keluarga Michael, Marlinda langsung mengajak putrinya pulang. Kekacauan di rumah makan sudah diatasi oleh team San Kitchen. Marlinda tidak ingin putrinya semakin merasa capek dan pusing dengan keadaan San Kitchen yang sangat berantakan. Kerugian hari ini lumayan banyak. Namun, Sandrina tidak terlalu memikirkan hal itu. Makanan yang sudah keluar hari ini dan disantap oleh para pelanggan yang belum sempat bayar, itu sudah dia ikhlaskan. Anggaplah itu sebuah sedekah darinya. Namun, Sandrina memikirkan apakah rumah makannya akan kembali ramai seperti semula, atau justru sepi karena kehebohan tadi? "Bagaimana kalau para pelanggan setia nggak mau datang lagi, Bu?" Sandrina menatap resah pada Ibunya. Marlinda mengulas senyum hangat. "Kalau sudah klarifikasi dari pihak yang fitnah kamu, dan barang bukti sudah kamu sebar luaskan, pasti para pelanggan mu akan kembali. Mereka hanya terkecoh dan belum tahu yang sebenarnya. Jika sudah tahu bahwa kamu tidak bersalah dan ini
Sandrina menolehkan wajahnya pada asal datangnya suara. Dia benar-benar terkejut saat tiba-tiba seorang lelaki bicara padanya. Melihat sosok lelaki itu, membuat Sandrina memutar bola matanya dan membuang napas kasar. Sandrina kembali heran karena lagi-lagi dia bertemu dengan Hurraim. Namun, yang paling membuatnya heran adalah saat mendengar ucapan Hurraim. Sekarang, Sandrina menatap penuh selidik. "Sudah kamu duga? Apa maksudnya ini?" Ia bertanya dengan ekspresi kebingungan. Hurraim bangun dari duduknya. Lalu dia berjalan ke arah Sandrina. Janda itu terlihat cantik di matanya. "Hebat 'kan aku? Bisa menebak apa yang akan kamu lakukan malam ini," ucap Hurraim yang tetap bersikap cool. Sandrina semakin tidak mengerti. Lelaki di hadapannya ini sudah seperti seorang pesulap saja. "Nggak usah macam-macam, deh! Atau jangan-jangan memang benar dugaanku. Kalau kamu ini seseorang yang sengaja mengikuti aku.""Nggak juga. Aku cuma mengikuti ke mana arah langkah kakimu saat sedang berada di s
Sandrina melongo tak percaya saat melihat beberapa orang pria membawa barang berupa kompor, meja lipat, wajan, panci, piring, gelas, dan bahan-bahan lainnya untuk memasak. Dalam hitungan menit saja, para pria berwajah datar itu mampu menyiapkan semua itu di danau ini. Sandrina benar-benar seperti melihat kejadian di drama korea yang sering dia tonton. Saat menyadari semua itu, Sandrina mulai paham bahwa Hurraim bukan manusia biasa. Namun, bukan juga sebangsa superhero yang tangguh dan perkasa. "Oke. Semuanya sudah siap. Bagaimana, owners jutek? Apakah kamu sudah siap memasak untukku?" tanya Hurraim dengan santai tanpa memikirkan bagaimana perasaan Sandrina. Sandrina menelan salivanya kasar. Semua yang ada di hadapannya bukanlah sebuah hayalan atau halusinasi. "Wait, aku nggak bilang kalau bersedia memasak untukmu." Hurraim tersenyum simpul lalu melangkahkan kaki lebih dekat pada Sandrina. "Karena kamu diam, berarti kamu mengiyakan.""Rumus dari mana? Aku nggak mau!" tolak Sandrina.
Hurraim menggapai dengan pelan dan hati-hati rambut palsu yang menempel di kepala Sandrina. Saat tengkuk putih Sandrina terlihat di depan matanya, sontak saja napas Hurraim tercekat di tenggorokan. Susah payah pria tampan itu menelan salivanya. Jantungnya berdetak kencang saat pemandangan indah itu terpampang nyata di hadapannya. "Indah sekali," gumam Hurraim dalam hati. Sandrina yang sedang diam menunggu Hurraim mengikat rambutnya, tiba-tiba merasa heran dan janggal. Tentu saja karena Hurraim hanya diam dan tidak melakukan apapun selain membiarkan rambut Sandrina terangkat. Hal itu membuat Sandrina menolehkan kepalanya dan menatap setengah tidak mengerti. "Ada apa, kenapa hanya diam?" tanya Sandrina, "Bisa atau tidak?" lanjutnya. "Ya. Tentu saja bisa," jawab Hurraim sedikit gugup. Dia pun kini mencoba kembali fokus dan melakukan tugasnya dengan benar. Sandrina mengangguk percaya. Sebenarnya Sandrina merasa canggung dan panik, dia takut Hurraim menyadari bahwa rambut panjang itu
"Kamu egois, Michael! Aku juga berhak bahagia! Aku jadi istri kamu, bukan ingin seperti ini. Aku ingin bebas! Aku ingin menjadi diriku sendiri," ujar Clara yang tampak menaikan suaranya. "Kalau kamu ingin bebas, kenapa kamu harus menikah denganku? Aku seorang suami yang nggak mau istri aku banyak pergaulan. Lebih baik jadi istri rumahan daripada banyak bergaul di luar. Itu nggak ada manfaatnya!" tegas Michael semakin ngotot. Clara membuang napasnya kasar. Mendengar prinsip Michael dalam mengekang istri, membuat Clara sadar bahwa suaminya itu bukanlah type nya. Awalnya dia mengira jika hidupnya akan bahagia dan satu frekuensi dengan suaminya, tapi ternyata dia lebih sering berdebat dan berbeda pendapat. "Kamu benar-benar tidak tahu diri, Michael. Masih untung aku mau menikah dengan kamu. Kalau aku nggak mau, siapa yang mau menikahi lelaki mandul seperti kamu!?" umpat Clara dengan tatapan tajam dan nyalang. Sontak saja Michael terperanjat kaget mendengar ucapan Clara. Dadanya semaki
Kabar kehamilan Sandrina sudah sampai ke telinga kedua orang tuanya. Mendengar kabar itu, mereka berdua sangat bahagia dan bersyukur. Sejak putri mereka menikah dengan Michael, sejujurnya keduanya sangat menantikan sosok seorang cucu, tapi mereka tidak berani mendesak atau memaksa putri mereka untuk segera memberikan cucu pada mereka. Sekarang, tanpa diminta pun Sandrina sudah dipercayai oleh Tuhan untuk mengandung anaknya. "Alhamdulillah, anak kita benar-benar sehat dan subur, Yah. Berarti memang rezeki dia bersama Hurraim. Tuhan memang tahu apa yang terbaik untuk hamba-Nya," ucap Marlinda penuh syukur. Sang suami mengangguk pelan diiringi senyuman kemenangan. Mereka juga sudah tahu kalau nanti malam di kediaman Pristilla akan mengadakan acara syukuran atas kehamilan Sandrina. Jadi, keduanya akan hadir untuk ikut mendoakan, serta memberikan ucapan selamat dan support terhadap Sandrina juga Hurraim. "Semoga Tuhan selalu menjaga mereka. Menjaga Sandrina dari hal buruk. Menjaga calon
Hurraim berlari ke loteng. Mendengar hal yang mengkhawatirkan tentang istrinya, dia langsung menemui Sandrina di sana. Jantungnya berdetak kencang. Hurraim takut Sandrina kenapa-kenapa. Saat ini, Sandrina tengah duduk sembari memegangi perutnya. Ekspresinya membuat Hurraim semakin panik. Tentu saja Sandrina mulai berakting. Perempuan cantik itu seolah sedang merasakan sakit di bagian perutnya. "Arrgggh!!" pekik Sandrina."Sayang, apa yang terjadi padamu?" tanya Hurraim dengan kekhawatiran yang semakin mendalam. Ditangkapnya tubuh sang istri. Kemudian dia mengelus perut rata Sandrina yang tanpa disadari tengah mengandung sang buah hati. Sandrina meringis seperti kesakitan. Pristilla dan Fery hanya menonton saja. Begitu juga dengan Eleanor. Mereka diam-diam sedang menunggu waktu untuk memberikan surprise pada Hurraim."Perutku, sayang...." Sandrina mengeluh. "Ayo kita ke rumah sakit! Ini tidak bisa dibiarkan," ucap Hurraim tampak panik. Hampir saja dia menggendong tubuh Sandrina, ta
"Awas, hati-hati. Jangan sampai jatuh," ucap Pristilla dengan sangat antusias. Begitu tahu bahwa menantunya sedang mengandung, Pristilla sangat menjaga ketat Sandrina. Tentu saja dia takut Sandrina dan juga calon bayi dalam perutnya kenapa-kenapa. Sandrina digandeng oleh dua asisten rumah tangga. Ini terlalu berlebihan, tapi Sandrina tidak bisa menolak. Sebenarnya dia juga bisa berjalan sendiri sampai kamarnya. Namun, kekhawatiran sang mertua telah membuatnya seperti seorang ratu. "Kita akan mempunyai cucu!" seru Pristilla pada Fery. Sontak hal itu membuat Fery melebarkan kedua mata dan menatap setengah tidak percaya. "Hah, yang benar? Maksudnya Sandrina hamil?" Fery bertanya dengan raut wajah kaget serta penasaran. Pristilla mengangguk cepat. "Iya! Kita harus merayakan ini. Secepatnya kita atur acara perayaan kehamilan Sandrina.""Bun, itu terlalu berlebihan," protes Sandrina sedikit tidak setuju. "Apanya yang berlebihan? Kita akan mengadakan syukuran atas kehamilan kamu, Sandri
Hari demi hari terus berlalu. Sandrina dan Hurraim sudah menjalani rumah tangga selama satu bulan. Hari demi hari mereka lalui dengan penuh kebahagiaan. Tidak ada satu pun orang yang berani mengganggu kebahagiaan mereka. Dalam satu bulan ini, Sandrina masih tinggal bersama mertuanya. Hal itu dikarenakan keinginan Pristilla yang merasa masih belum siap berpisah jauh dengan Hurraim. Hurraim sendiri sudah ingin pindah rumah. Bahkan sebelum menikah pun, Hurraim sudah membeli rumah untuk dihuni dengan istrinya. Namun, saat ini dia belum bisa meninggalkan rumah orang tuanya itu. Padahal Hurraim sudah membujuk Pristilla berulang kali. Namun, Pristilla tetap kekeuh belum siap dan tidak mengizinkan Hurraim untuk pindah rumah. Pagi ini, Sandrina terbangun dalam keadaan lemas. Dia yang sudah tidak menjadi sekretaris Hurraim, hanya melakukan tugasnya sebagai seorang istri sekaligus owner San Kitchen. Selain itu, Sandrina juga mulai menekuni bisnis perhiasan media online. Hal ini sengaja dia lak
Hurraim mengelus lembut perut rata Sandrina. Perasaannya senang tak menentu. Telah terpikirkan olehnya bagaimana jika di dalam perut rata itu ada janin sang buah hati mereka. Tentu saja Hurraim sangat tidak sabar. Dia menikah, tujuan menikah memang tidak melulu tentang anak. Akan tetapi, memiliki anak setelah menikah adalah suatu kebahagiaan. Hurraim sendiri tidak pernah berniat untuk menunda-nunda punya anak. Jika Tuhan berkehendak, maka dia berharap Sandrina segera diberi momongan. "Semoga secepatnya kamu mengandung anak kita, sayang," ucap Hurraim dengan suara lembut. Sandrina tersenyum tipis. Waktu itu dia dengan Michael pun mengharapkan hal yang sama. Setiap saat menanti kehadiran sang buah hati mereka. Namun, takdir tidak sampai membuat mereka memiliki anak. Bahkan Sandrina sempat dituding wanita mandul oleh mertuanya sendiri. Semoga saja kali ini tidak. Sandrina sebenarnya sedikit trauma jika seandainya Tuhan sedikit lama memberikan anak padanya. Khawatir mertuanya mengira di
Selesai pesta pernikahan, Hurraim membawa kabur Sandrina ke sebuah hotel mewah yang sudah dipesannya. Segenap keluarga melepas dengan penuh kebahagiaan. Senyuman mengembang di sudut bibir kedua mempelai pengantin pria dan wanita. Taburan bunga mengiringi kepergian mereka. Sorak sorai keceriaan menambah kesan bahagia di sana. "Kamu milikku sayang!" ucap Hurraim. Pria tampan itu membopong tubuh ramping Sandrina dari luar hingga ke dalam hotel. Nuansa honeymoon terasa kental di sana. Taburan bunga dan gemerlapan lampu menyambut mereka. Belum lagi aroma harum dari berbagai sudut pun tercium menyengat indera penciuman mereka. "Malam ini aku tidak akan menahan diri lagi," ucap Hurraim lagi. Pria tampan itu nampak perkasa. Dia bahkan tergesa-gesa dan tidak sabaran. Maklum, Hurraim adalah sosok pria dewasa yang tidak pernah melakukan hubungan intim dengan wanita mana pun. Maka saat dia telah menikahi wanita pujaan hatinya, jangan heran jika Hurraim begitu semangat dan tidak sabar. Sekaran
Sang pengantin pria telah selesai berjabat tangan dengan Ayah Sandrina. Ijab dan kabul baru saja selesai diucapkan. Segenap saksi, mengatakan 'sah'. Saat itu juga sorak sorai dan ucapan syukur terdengar riuh di telinga. Detik ini juga, Sandrina telah resmi menjadi istri bagi Hurraim. Mereka telah disatukan dalam ikatan yang suci. Murni karena cinta dan jodoh dari ilahi. "Alhamdulillah, sah!" ucap Pristilla sembari menatap haru pada putranya yang tampan nan gagah. Senyuman kebahagiaan mengembang di bibir Hurraim. Tak sabar rasanya ingin melihat sang wanita pujaan. Selesai dengan ritual ijab kabul, penuntun acara memanggil sang mempelai pengantin wanita agar segera keluar. Para tamu nampak antusias. Di antara mereka ada yang sudah pernah hadir di acara pernikahan Sandrina dengan Michael. Namun, tetap saja mereka sangat penasaran pada Sandrina kali ini. Dari segi pesta, dekorasi dan gaya pernikahan Sandrina kali ini jauh berbeda dengan pernikahannya waktu lalu. Tentu ini sengaja Sandri
“Bunda walaupun belum pernah jadi mertua, tapi bunda pastikan bakal jadi mertua yang baik. Kamu jangan asal kalau bicara, Hurraim! Jangan bikin Sandrina takut dan berasumsi buruk tentang Bunda!” Pristilla mengomeli dengan kekesalan yang mendalam. Bagaimana tidak kesal, putranya sendiri membicarakan hal buruk tentangnya di hadapan calon menantu. Hurraim tersenyum simpul. Sebenarnya dia hanya bercanda. Hurraim juga tentu berharap Bundanya akan menjadi mertua yang baik untuk Sandrina. Akan tetapi seperti biasa sang Bunda menanggapi dengan serius. “Yang benar saja? Aku hanya ngomong sesuai fakta. Tapi, tetaplah aku percaya kalau Bunda bisa jadi mertua yang baik untuk istri aku nanti,” ucap Hurraim sembari memeluk Sandrina. Pristilla memencengkan bibirnya. “Ada juga kamu! Jangan sampai jari suami zalim terhadap istri. Dan jangan jadi anak durhaka terhadap Bunda! Awas aja kalau sampai itu terjadi,” ancam Pristilla. Sedikit memberikan nasihat pada putranya. “Tenang aja, Bun. Nanti bakala
Clara tersenyum miring. Kini dia bersedekap dan menatap remeh. Gundukan kesal seakan terlihat di atas kepalanya saat ini. Mengingat Michael sempat drop, dia seperti tidak percaya jika Michael bisa menjebloskan Clara ke dalam penjara. “Kamu tidak punya kuasa atau kekuatan sedikit pun, Michael sayang. Sekarang aku ingin bertanya, dari mana kamu dapatkan modal untuk membuka usaha seperti ini? Kamu pasti meminjam bank, ya? Haha. Jangan sombong dulu! Kalau bisnis kamu berkembang dan sukses, kamu mungkin akan mendapatkan kekuatan dan kekuasaan lagi seperti dulu. Tapi kalau bisnismu mangkrak dan bangkrut, maka apa yang akan kamu dapat? Pastinya sebuah kerugian dan keterpurukan seperti beberapa waktu lalu. Haha!” Clara tertawa terbahak-bahak. Suaranya nyaring dan dia benar-benar menghina Michael. Michael mengepalkan tangan. Mustahil dia tidak marah. Semenjak kejadian itu, kebencian mulai merambat dalam pekarangan hati Michael. Kendati demikian, Michael tidak ingin menjadi arogan lagi. Dia h