Michael memelototkan kedua mata dan menatap sengit pada Sandrina. Setelah membaca surat itu, seketika dadanya berdebar kencang dan terasa sesak. Michael tidak menyangka jika Sandrina membawa surat pernyataan bahwa dia yang mengalami kemandulan. Kenyataan ini sungguh membuat Michael merasa terpukul dan tidak percaya. Baru saja dia melepaskan berliannya yaitu Sandrina, tapi kenyataan pahit yang lain kini datang padanya.
"Ini pasti bohong!" tampik Michael mencoba mencari kebenaran.
"Ini benar, Michael," balas Sandrina.
Lorenza yang penasaran, langsung menyambar surat itu. Seperti yang Michael rasakan, dia juga sangat kaget dan syok. "Apa-apaan ini? Michael, ini tidak benar, 'kan?"
Michael menggeleng tegang dan mulai panik. Ada rasa tidak terima dalam dadanya. Namun, beberapa waktu lalu dia dan Sandrina memang telah melakukan pemeriksaan kesehatan sistem reproduksi mereka. Apa yang harus dia lakukan sekarang? Baru saja dia kehilangan sosok istri yang sangat dia cinta demi Clara yang konon sedang mengandung anaknya.
"Clara, Michael mandul. Jadi, kamu hamil anak siapa?" tanya Sandrina yang berhasil membuat Clara terperanjat kaget.
Clara melebarkan kedua matanya dan dia benar-benar terkejut. Rahangnya kini jatuh, tatapannya panik dan tubuhnya mulai gemetar. Sementara itu, Michael bertambah pusing. Kenyataan pahit tentang kemandulannya benar-benar membuat dia terpukul. Ditambah lagi sekarang dia telah kehilangan Sandrina. Emosinya kian bertambah. Kecerobohan yang dia lakukan telah membuat hancur rumah tangganya dengan Sandrina.
"Clara, jawab!" bentak Michael yang sudah tidak bisa mengontrol emosinya. Dia juga mulai curiga pada Clara.
Clara menelan salivanya dengan kasar. "Ini anak kamu, Michael. Aku tidak berbohong." Ia bicara sedikit gugup tapi berusaha untuk tenang.
Michael mengusap wajahnya kasar. Tatapannya kini tertuju pada Clara. Rahangnya mengeras dan napas naik turun tidak beraturan.
"Aku mandul, mana mungkin bisa punya anak. Katakan yang sebenarnya! Apa yang sedang kamu rencanakan? Dia bukan anakku!" Suara bariton itu menggema di dalam kamar. Kegaduhan mulai terjadi di sana.
Lorenza yang benar-benar syok, kini terduduk lemas di sofa. Apa yang menimpa putranya, sungguh membuat dia terpukul dan merasa sedih. Selain itu, Lorenza juga merasa tertipu oleh Clara yang mengaku hamil anak putranya.
"Dia berbohong! Itu pasti surat palsu!" tuding Clara sembari menatap sengit pada Sandrina.
Sandrina tersenyum miring. Meski tudingan itu membuatnya kesal, tapi dia tetap santai karena kini sudah nampak sifat asli si wanita ular itu. Sudah ketahuan, Clara masih saja berbohong dan justru kini menuding Sandrina yang bukan-bukan.
"Aku atau kamu yang berbohong?" tantang Sandrina sembari melempar sepatu pada perut rata Clara.
Sontak Clara tersentak kaget. Dia benar-benar marah pada tindakan Sandrina. "Jangan mencoba melawanku, perempuan mandul. Aku bisa masukan kamu ke penjara jika berani—" Belum sempat dia menyelesaikan ucapannya, tiba-tiba Michael menyelanya.
"Diaaaaam!" Bentakan nyaring membuat Clara terperanjat kaget dan kini nyalinya menciut. Melihat tatapan tajam berkilat api kemarahan dari mata Michael, Clara sangat ketakutan.
Eleanor Rose Pratama, adik Michael tiba-tiba masuk ke kamar itu dengan ekspresi kaget dan heran. Dia mendengar keributan yang terjadi di sana. Sementara itu, Lorenza kini bangkit dari duduknya lalu menatap tajam pada Clara.
"Begini saja, ayo kita pergi ke dokter kandungan untuk memeriksa perutmu itu," ucap Lorenza dengan sangat dingin.
Sontak saja Clara menggeleng cepat dan ekspresi wajahnya benar-benar tegang. "Tidak! Aku tidak mau."
"Kenapa? Kamu pasti takut ketahuan, ya? Apa mungkin kamu sebenarnya tidak hamil?" desak Sandrina sembari menatap penuh api permusuhan.
Michael benar-benar pusing dengan apa yang terjadi padanya. Hatinya hancur saat menyadari bahwa kini dia seperti orang bodoh yang mau percaya pada Clara, dan menceraikan Sandrina begitu saja. Tentang kehamilan Clara masih transparan, hal itu menambah kesal dan geram dalam dadanya. Kenapa juga tadi dia bersedia menandatangani surat cerai itu. Padahal sejauh ini Michael sendiri belum membawa Clara periksa ke dokter. Memang yang namanya penyesalan itu pasti datangnya di akhir.
"Diam kamu! Ini semua karena kamu nggak terima bercerai dengan Michael, 'kan?" tuding Clara, "Mami, jangan percaya sama dia. Ini mungkin hanya surat palsu yang dia siapkan untuk membuat hubungan kami berantakan," lanjutnya yang kini mengiba pada Lorenza.
Lorenza membuang napasnya kasar. Tatapan yang semula manis dan lembut itu kini berubah menjadi sangar dan dingin. "Ayo kita ke dokter!"
"Kalau dia nggak mau, berarti dia memang pura-pura hamil!" ucap Sandrina.
"Sandrina, kenapa kamu tidak tunjukan surat ini dari tadi? Kenapa kamu menyembunyikannya dariku?" tanya Michael dengan tatapan pahit dan sedih. Berlian yang selama ini dia genggam, kini sudah terlepas dan bukan lagi miliknya. Hatinya hancur dan kecewa.
Sandrina menarik ujung bibirnya membentuk senyuman sinis di sana. "Aku sudah muak menjalani rumah tangga seperti ini, Michael. Kamu diam-diam selingkuh dariku. Selama ini aku diam dan sabar saat Mami dan adikmu menyakitiku. Tapi aku tidak bisa lagi berada dalam keluarga yang toxic seperti ini. Aku tidak sudi lagi mempertahankan rumah tangga yang tidak sehat seperti ini."
Michael menatap kecewa dan hampa. Dadanya semakin sesak setelah menyadari apa yang telah terjadi. Lelaki tampan itu kini mengacak rambutnya frustrasi lalu meninju udara yang tidak salah apa-apa.
"Aaarrgghhhh!" pekik Michael merasa emosi. Hidupnya sudah hancur karena kehilangan Sandrina.
"Selesaikan masalah kalian. Sekarang, aku bukan siapa-siapa di rumah ini. Jadi ... aku harus pergi!" ucap Sandrina yang kemudian melangkahkan kakinya menuju lemari.
Eleanor yang baru tahu bahwa Kakaknya telah bercerai, sangat terkejut dan benar-benar syok. Ditambah lagi dengan surat pernyataan bahwa Michael mengalami kemandulan. Dia sangat sedih dan iba pada Kakaknya itu. Namun, dalam situasi seperti ini, Eleanor tidak bisa banyak bertanya. Karena hal itu hanya akan menambah kekacauan dan kemarahan sang Kakak.
Michael menatap kaget. Dia yang masih mencintai Sandrina, benar-benar menyesal dan tidak ingin kehilangan wanita cantik itu. Namun, nasi sudah menjadi bubur. Bukti bahwa Michael menalaknya, sudah terdaftar di surat perceraian.
"Sayang, jangan pergi dari sini!" pinta Michael berusaha mencegah Sandrina.
Sandrina tidak menggubris. Wanita cantik berkulit putih itu kini menggeret travel bag nya lalu berjalan ke luar kamar. Lorenza yang benar-benar kacau, hanya bisa diam tanpa membantu apa pun pada putranya. Sementara Clara, wanita berdada besar itu pun kini cepat-cepat memakai bajunya dan hendak kabur begitu saja.
"Sandrina! Aku minta maaf. Aku mengaku salah padamu dan telah menyakitimu," teriak Michael saat Sandrina masuk ke dalam mobilnya.
Sandrina menatap sinis. Kekecewaan dalam hatinya sudah membuatnya enggan untuk memberi kesempatan. "Terlambat! Jalani hidupmu tanpaku. Kita sudah menjadi orang asing." Setelah bicara demikian, dia pun menancap gas lalu meninggalkan Michael dengan sejuta kekecewaan.
Michael terjatuh di lantai. Dia benar-benar sedih dan terpukul. Hatinya hancur, kepalanya pusing, emosinya bersemayam di dada, penyesalan menggerogoti dirinya.
"Clara, ini semua gara-gara kamu!" ucap Michael saat melihat Clara keluar dari rumah dan hendak kabur.
Eleanor mengejar Clara dan mencoba mencegah wanita ular itu. Lorenza yang masih syok dan sedih, kini menyiapkan mobil untuk mengajak Clara ke dokter kandungan. Keadaan semakin tegang dan mencekam. Clara yang hendak keluar gerbang, tiba-tiba ditarik oleh Michael dengan kasar lalu menyeretnya masuk ke dalam mobil.
"Lepaskan aku! Kalian tidak bisa memaksa aku seperti ini!" ujar Clara sembari menatap marah satu persatu orang di sana.
Michael yang mengendarai mobil, tampak mengeraskan rahangnya dan menatap penuh api kemarahan. "Kalau kamu tidak berbohong, kamu tidak akan takut seperti ini."
"Clara, kita selesaikan biar semuanya jelas," timpal Lorenza.
Clara tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Meski keadaannya begitu tegang dan gemetar, tapi dia tidak bisa kabur begitu saja. Hingga detik demi detik telah berlalu. Mobil yang mereka tumpangi kini sudah masuk ke area klinik dokter kandungan.
"Tunggu beberapa saat lagi, maka kita akan tahu hasilnya," ucap Lorenza saat mereka sudah mendapatkan nomor antrean.
Bersambung...
Michael menatap serius pada layar monitor yang menunjukan isi di dalam rahim Clara. Dia begitu penasaran apakah Clara hamil atau tidak. Meskipun hamil, nantinya dia ingin melakukan tes DNA. Sang Dokter kandungan kini sedang melakukan pemeriksaan. Alat USG itu sudah berselancar di atas perut rata Clara."Tidak ditemukan tanda-tanda kehamilan di sini," ungkap Dokter kandungan itu yang berhasil membuat Michael terperanjat kaget sekaligus kecewa. Bukan kecewa karena Clara yang tidak mengandung anaknya, tapi dia kecewa karena Clara telah menipunya sehingga membuat dia kehilangan sang istri yang begitu berharga. Tatapan tajam dan dingin itu kembali Clara dapatkan. Bahkan, kini Lorenza yang selalu bersikap manis dan hangat itu tiba-tiba cuek dan judes pada Clara."Bisa-bisanya kamu menipuku, Clara!" Suara bariton itu terdengar menyeramkan di telinga Clara. Michael menatap penuh api kemarahan."Aku lakukan ini karena sangat mencintaimu, Michael. Aku ingin menikah denganmu," ucap Clara dengan
Hari demi hari terus berlalu. Sandrina mencoba untuk terus melupakan Michael dalam hidupnya. Masa lalu biarlah masa lalu, Sandrina tidak ingin mengingatnya lagi. Sudah cukup dia disakiti oleh Michael maupun keluarganya. Sekarang, Sandrina hanya ingin fokus pada kehidupannya. Sebagai seorang janda, Sandrina kini telah bebas dari peraturan suami yang harus dia patuhi. Itu sebabnya sekarang Sandrina mencoba untuk bangkit dan berdiri di atas kakinya sendiri. Perempuan cantik berkulit putih itu kini berencana membuka rumah makan miliknya sendiri. Berbekal pengalaman di pondok indah mertua, sedikit demi sedikit Sandrina bisa memasak makanan khas Indonesia. "Semoga usaha ini berjalan lancar dan aku bisa sukses," ucap Sandrina pada dirinya sendiri. Meskipun Sandrina belum punya anak, tapi dia tetap ingin mendapatkan penghasilan dari usahanya. Selain itu, Sandrina juga tidak ingin terus mengingat penderitaan yang pernah dia rasakan selama tinggal bersama orang tua dan adik Michael yang jahat
Sontak saja Sandrina terperanjat kaget mendengar ucapan lelaki di hadapannya. Awalnya Sandrina bersikap lemah lembut dan merendah karena merasa bersalah. Namun saat melihat sikap lelaki itu yang tampak angkuh, tiba-tiba saja Sandrina merasa kesal dan emosi. Sudah benar dia bicara sopan dengan gaya elegan ingin bertanggung jawab, tapi lelaki itu malah ingin membawanya ke kantor polisi."Eh-eh, tunggu dulu. Jangan seperti ini. Saya akan bertanggung jawab!" teriak Sandrina yang kini sudah diseret paksa oleh dua orang pria yang sepertinya adalah bodyguard si lelaki misterius itu.Hurraim Arkhaziyad, si lelaki bertubuh tinggi itu tidak menggubris. Dia kini masuk ke dalam mobil yang sama dengan Sandrina. Kacamata hitam itu masih menyembunyikan sorot mata kala menatap pada wanita di sampingnya.Sandrina menatap sebal. Ini memang kesalahannya, tapi kenapa orang itu harus membawanya ke kantor polisi. Padahal dia akan bertanggung jawab. Bagaimana pun caranya, Sandrina tidak mau sampai dipenjara
"Tidaaaak! Lepaskan!" pekik Sandrina dengan suara yang lantang dan panik.Jika dulu dia sangat bahagia dipeluk dan dimanja oleh Michael, tapi sekarang justru sebaliknya. Sandrina sangat takut dan membenci pelukan Michael. Mereka sudah resmi bercerai, tidak ada ikatan dan kewajiban lagi di antara keduanya. Sandrina tahu perkara haram dan dosa. "Kamu juga masih cinta 'kan sama aku, Sandrina? Jangan munafik," ucap Michael sembari menatap lekat wajah Sandrina yang tegang dan panik.Sandrina merengkuh tubuhnya sendiri. Dia sangat jijik dengan tindakan Michael padanya. Sekarang, tidak ada lagi tatapan manis dari Sandrina untuk Michael. Teringat kelakuan bejat lelaki itu, Sandrina merasa mual dan muak. "Jangan mimpi!" bentak Sandrina, "Saat kamu mengkhianati aku, maka saat itulah cintaku lenyap untukmu," lanjutnya dengan rahang mengeras dan tatapan penuh kebencian.Michael merasa terhina dan disepelekan. Padahal dia sangat tahu bagaimana Sandrina begitu mencintainya sebelum perselingkuhan
Michael membanting pintu kamarnya dengan kasar. Penolakan dan sikap Sandrina yang cuek, berhasil membuat emosinya meluap-luap. Michael sampai saat ini masih mempertahankan tuduhannya terhadap Sandrina. Ya, dia mengira jika Sandrina bersikap seperti itu dan memilih bercerai dengannya karena dia mengalami kemandulan."Siaaaaal! Kenapa semua ini terjadi padaku? Kenapa aku harus manduuul!!?" teriak Michael sembari mengacak rambutnya frustrasi.Tidak mudah bagi Michael menerima kenyataan yang terjadi padanya. Dari dulu dia merasa sehat dan baik-baik saja. Bahkan, keluarganya pun mengira bahwa Sandrina yang mandul. Namun ternyata, takdir berkata lain. Bagaikan tersambar petir di siang bolong, Michael benar-benar terkejut dan sulit menerima kenyataan pahit ini. Tok tok tok!Terdengar seseorang mengetuk pintu. Michael menolehkan wajahnya dan menatap tajam pada daun pintu. Sejurus kemudian, dia pun melangkahkan kakinya lalu membuka handle pintu."Apa yang kamu lakukan, Michael? Jangan pernah
Hurraim menoleh pada asal datangnya suara. Sontak saja matanya memicing dan seperti sedang mengingat-ingat. Tentu saja dia seperti pernah bertemu dengan wanita di hadapannya itu. Sementara Sandrina, wanita cantik itu tiba-tiba melotot kaget saat melihat sosok pria di hadapannya. Ya! Sandrina tidak pernah lupa bahwa Hurraim adalah sosok lelaki yang pernah membawanya ke kantor polisi."Hah? Lelaki ini ... dia 'kan yang bawa aku ke kantor polisi," gumam Sandrina dalam hati.Hurraim menatap dingin dan kini menunjukkan wajah sangarnya. Setelah melihat penampilan dan name tag wanita di hadapannya, Hurraim mulai mengerti jika wanita itu adalah pemilik rumah makan itu. Soal kejadian tempo hari, entah dia masih ingat atau tidak."Kamu pemilik rumah makan ini?" tanya Hurraim dengan suara dingin tapi tegas. Tatapannya tajam dan rahang yang kokoh itu tampak mengeras. Sandrina menarik napasnya dalam lalu membuangnya perlahan. Melihat sikap lelaki di hadapannya yang biasa saja, Sandrina tampak mer
Michael melangkahkan kakinya keluar dari mobil. Dia berjalan bergandengan dengan Clara. Begitu sampai, Michael duduk di meja bagian pojok. Rumah makan milik Sandrina ini begitu strategis dan bertema klasik. Michael sangat kagum dan merasa nyaman ketika pertama kali masuk ke rumah makan itu. Setelah karyawati datang menunjukkan buku menu, Michael dan Clara pun memesan berbagai menu di sana. Harga yang cukup murah bagi mereka, sontak membuat keduanya sangat penasaran dengan rasanya. Mereka mengira bahwa rasanya biasa saja dan sesuai harga. "Murah-murah begini harganya. Kayaknya rasanya juga bias aja," ucap Clara."Coba saja kita tunggu. Aku juga penasaran sih sama rasanya," balas Michael. Mereka tidak tahu kalau pemilik rumah makan itu adalah Sandrina. Meskipun Sandrina bukan seorang chef, tapi dia sangat telaten dan pandai memasak. Saat dia masih menjadi istri Michael, Sandrina selalu belajar pada juru masak di rumah suaminya itu. Selain karena hoby, dia juga merasa tertantang dan i
Semua mata tertuju pada ketiga orang yang sedang mengalami pertikaian. Sandrina mengepalkan tangan dan menatap tajam pada Clara. Beberapa sorot mata menatap iba pada Sandrina, tapi mereka hanya diam dan menonton aksi Clara. Michael sebagai penengah, cukup merasa kesulitan menghentikan Clara yang terus menyerang Sandrina. Awalnya Sandrina hanya diam saja saat Clara menyiram jus alpukat pada wajahnya. Akan tetapi saat Clara hendak melakukannya lagi, dengan cepat Sandrina menepis tangan Clara dan alhasil baju Michael pun ikut ternodai. Sontak saja Michael melebarkan kedua matanya dan menatap kaget sekaligus kesal. Namun, tentu saja dia tidak bisa marah pada Sandrina karena ini semua ulah kekasihnya sendiri yaitu Clara."Cukup! Lebih baik kalian pergi dari sini sebelum aku seret ke kantor polisi!" bentak Sandrina dengan tatapan tajam dan penuh api kemarahan."Wow, sok berkuasa sekali. Hei, kalian! Wanita ini adalah mantan istri kekasihku ini. Dia bercerai karena tahu bahwa—" Clara belum
Hari demi hari terus berlalu. Seperti yang Hurraim katakan pada Sandrina, bahwa dia akan datang ke rumah Sandrina untuk melamar. Maka pada hari ini juga, Hurraim beserta kedua orang tua dan Kakeknya datang ke kediaman Sandrina. Hari yang Sandrina dan Hurraim tunggu-tunggu. Mereka akan segera melaksanakan lamaran. Segala persiapan sudah dilakukan. Sandrina tampak cantik mengenakan kebaya modern dan riasan natural di wajahnya. "Apakah kamu sudah siap?" tanya Marlinda. Sandrina tersenyum hangat. "Sudah, Bu. Ini akan menjadi moment terindah sebelum kami menikah.""Kalian adalah pasangan yang serasi. Semoga saja kalian berjodoh sampai kakek nenek," ucap sang ayah. "Aamiin. Semoga seperti ayah dan ibu. Selalu saling setia dan mampu memaafkan setiap kesalahan yang diperbuat," balas Sandrina. Padahal ini bukan pengalaman pertama bagi Sandrina, sebelum mengenal Hurraim, tentunya dia sudah pernah menikah dan melakukan sesi lamaran. Akan tetapi, kali ini rasanya sungguh berbeda. Sandrina san
"Loe la loe loe!" semprot Hurraim sembari menatap tajam. Michael menatap tak habis pikir. Sekarang dia benar-benar kebingungan. Kenapa bisa ada Hurraim di rumah ini? Tentu saja Michael tidak tahu kalau Hurraim adalah kakak tirinya. "Loe ngapain di sini?" tanya Michael dengan ekspresi galak. "Ini rumah bokap dan nyokap gue. Loe mau apa!" jawab Hurraim nyolot. "Apa!?" Sontak saja Michael melebarkan kedua mata dan menatap setengah tidak percaya. "Kamu pasti kaget. Tapi memang inilah kenyataannya. Kamu dan Hurraim adalah kakak beradik. Jadi, berusahalah untuk tetap akur dan jangan saling menjatuhkan satu sama lain," imbuh Pristilla yang tampak menekan setiap ucapannya. "Astaga! Jadi, loe anak papi gue?" tanya Michael yang masih sulit percaya. "Ya. Kenapa emangnya? Loe nggak terima!?" sosor Hurraim."Ya Tuhan, ini benar-benar sulit dipercaya," desis Michael sembari mengacak rambutnya asal. "Michael, bersikaplah yang baik dan jangan pernah ungkit masa lalu kamu dengan Sandrina. Kare
Hari demi hari terus berlalu. Sandrina telah menjalani hubungan dengan Hurraim secara manis dan penuh cinta. Tidak ada lagi Naima atau wanita mana pun yang mengganggu hubungan mereka. Hurraim juga sudah mendapatkan restu dari kedua orang tuanya. Mulanya memang tidak mudah, tapi Hurraim terus mencoba dan berusaha. Alhasil, Pristilla pun mulai membuka hati dan menerima takdir bahwa putranya sangat mencintai Sandrina. "Papi, Kak Michael sudah datang!" teriak Eleanor. Dia tampak antusias menyambut kedatangan kakak kandungnya. Michael tampak sedikit canggung. Baru kali ini dia datang ke rumah papi dan bundanya. Michael juga belum pernah bertemu dengan sang bunda, maka hal itu akan membuatnya semakin canggung dan sedikit malu. Bagaimana reaksi Michael saat tahu sosok putra tiri papinya?"Selamat datang, Michael. Dari tadi kamu tunggu-tunggu," ucap Fery yang baru saja turun tangga. "Tadi ada kegiatan yang padat, Pi. Maklumlah, baru mau mulai usaha lagi," kata Michael dengan santai. Sekar
Hurraim mengangguk. Dia ikut tersenyum simpul mendengar pertanyaan adik tirinya itu. "Selamat, kamu pasti pusing dan kaget. Akhirnya kamu dan Sandrina tetap akan menjadi keluarga.""Ya ampun. Ini sih kabar bahagia buat aku," seru Eleanor. "Kamu menyukai Kak San?" tanya Hurraim. "Tentu saja. Kak San wanita yang baik dan positif vibes," jawab Eleanor. "Maka belajar banyaklah padanya," ucap Hurraim yang kemudian melangkahkan kakinya. Eleanor tersenyum samar. "Ternyata Kak San bisa dapatkan pria yang jauh lebih baik dari Kak Michael, Pi." Ia bicara pada sang Papi. "Semua tergantung kualitas diri, sayang. Makanya kamu kalau mau punya suami yang baik dan positif, kamu harus jadi pribadi yang baik. Jodoh itu ibarat cerminan diri," tutur Fery dengan jelas tapi lembut. Eleanor mengangguk singkat. "Semoga aja, Pi. Tapi Ele masih muda. Ele belum mikirin jodoh. Hehe.""Papi juga nggak akan izinin kamu nikah muda, sayang. Kalau karier dan mentalmu sudah mapan, baru boleh menikah," ujar Fery
Setelah berbelanja banyak keperluan untuk menetap di kediaman sang papi, Eleanor pun kini telah sampai di rumah besar milik papi dan Bunda tirinya. Ternyata Pristilla bukanlah sosok ibu tiri yang jahat. Pristilla sangat baik dan memanjakan Eleanor. Mungkin karena dia benar-benar menyayangi Eleanor dengan tulus seperti dia menyayangi ayahnya. Selain itu, Pristilla juga memang sudah lama menginginkan anak perempuan. Sebenarnya bisa saja dia mengadopsi anak, tapi Fery sering melarangnya. Mungkin inilah hikmah di balik semua itu. Pada akhirnya Pristilla benar-benar punya anak perempuan dan itu adalah anak kandung suaminya. "Bagaimana perasaan kamu, sayang? Ini rumah kami, dan mulai sekarang menjadi rumahmu juga," ucap Fery dengan lembut. "Jangan sungkan-sungkan ya, Ele. Di sini kamu bisa melakukan apa saja. Banyak Mbak-mbak yang bisa bantu kamu melakukan apapun," timpal Pristilla. Eleanor tersenyum hangat lantas mengangguk singkat. "Ele senang banget, Papi. Makasih ya, Pi, Bun, karena
Hurraim membawa Sandrina ke danau miliknya. Tentu saja dia harus bicara dengan kekasihnya itu. Mungkin saja Sandrina salah paham dan bisa jadi marah padanya. Selain itu, Hurraim juga harus menenangkan dan memperbaiki perasaan Sandrina. Sudah terlanjut dipermalukan di depan umum, Sandrina pasti sangat merasa kesal dan tidak terima. "Sayang, aku minta maaf atas kejadian ini," ucap Hurraim dengan nada lembut. Sandrina membuang napas kasar. Wajahnya berekspresi marah. Cemberut dan menatap tajam. "Kenapa kamu yang minta maaf? Apakah sepenting itu dia di hidupmu? Kamu mewakilinya?" Sandrina bicara dengan nada ketus. Tatapannya berubah dingin, sepertinya dia memang kesal dan kecewa.Hurraim menggeleng cepat. Kemudian dia meraih tangan kekasihnya dan menggenggam secara lembut. "Bukan begitu, sayang. Aku minta maaf karena saat kejadian aku tidak ada di sampingmu. Dan aku nggak menghandle perempuan itu lebih awal. Atas kejadian ini, aku yakin kamu pasti marah. Aku benar-benar minta maaf, say
"Bos, ada keributan di kantor," lapor Bastian pada Bosnya—Hurraim. Hurraim mengerutkan dahi. Dia sama sekali tidak tahu kalau Naima datang ke perusahaan untuk melabrak Sandrina. Sekarang, Hurraim pasti akan terkejut mendengar kabar ini. "Apa yang terjadi?" tanya Hurraim. "Nona Naima datang ke kantor dan melabrak Bu San. Dia membuat semua orang berkumpul dan mencoba mempermalukan Bu San," jawab Bastian yang sukses membuat Hurraim terperanjat kaget dan benar-benar marah. Ponsel yang digenggam itu tiba-tiba saja Hurraim remas dengan kuat dan kasar. Inilah yang Hurraim takutkan. Dia takut Naima akan menemui Sandrina dan berkata yang macam-macam. Salahnya juga tidak bicara jujur dari awal pada Sandrina bahwa dia sempat bertunangan dengan Naima. "Segera antar aku ke sana! Jangan sampai lolos wanita playing victim itu!" perintah Hurraim. Sekarang jantungnya berdetak kencang. Kemarahan sudah berada di atas kepalanya. Bastian mengangguk sigap. Kemudian dia pun segera menancap gas dengan
Semua orang menatap sambari saling berbisik satu sama lain. Sandrina benar-benar merasa kacau sekarang. Selain malu, dia juga merasa tidak nyaman dengan tatapan orang- yang di sana. Pasti mereka semua menganggap Sandrina bukan wanita baik-baik. Padahal jelas-jelas Sandrina tidak tahu menahu tentang hubungan Hurraim dengan Naima. "Jangan asal ngomong! Aku bukan janda gatal!" sentak Sandrina dengan sorot mata berkilat marah. Naima tersenyum sinis. "Jangan mengelak. Sudah jelas, kamu rebut Hurraim dari aku. Sekarang dunia harus tahu kalau akulah wanita yang akan dinikahi Hurraim. Akulah tunangan Hurraim. Bukan loe!!" Ia bicara dengan nada tinggi. Sengaja agar semua orang yang ada di sana bisa mendengar. Sandrina terdiam. Wajahnya memerah, tangannya gemetar dan jantungnya berdegup dengan kencang. Bukan hanya karena emosi pada Naima, dia juga merasa kecewa pada Hurraim yang tidak membahas apapun tentang tunangannya. Seandainya Sandrina tahu jika Hurraim sudah punya tunangan, pasti Sandr
Di perusahaan...Sandrina menutup laptopnya. Cukup banyak pekerjaan hari ini. Tubuhnya terasa pegal dan matanya pun lelah menghadapi layar laptop seharian. Sementara itu, Hurraim sedang ada acara di luar. Kebetulan Sandrina tidak ikut. Sudah waktunya jam pulang kerja. Sandrina memasukan barang-barang ke dalam tas miliknya. Setelah itu, perempuan cantik itu berjalan keluar meninggalkan perusahaan. Beberapa menit lalu, Hurraim mengirim pesan WhatsApp dan menawari untuk pulang bersama. Namun Sandrina menolak dengan alasan ingin mampir ke San Kitchen. "Heh, perebut cowok orang!" Terdengar suara seorang perempuan. Suara itu sangat jelas. Sandrina langsung menoleh karena yakin sekali kalau perempuan itu bicara padanya. Namun, dia tidak mengerti mengapa wanita itu bisa bicara seperti itu. Selain itu, Sandrina juga tidak mengenal wanita itu. "Jadi loe yang rebut Hurraim dari gue," ucap wanita itu lagi. Siapa dia? Tentu saja mantan tunangan Hurraim. Ya, dia adalah Naima. Sontak saja Sandr