Wah, Dion ada rencana apa nih?😬 Untuk Al, mang enak otewe ditinggalin Ar😂 panik gak, panik gak, ya paniklah masa enggak🤣🤣
"Dia tidak mungkin meninggalkan aku, kan?""Tidak mungkin! Apalagi jika suatu saat nanti dia hamil anakku, dia pasti tidak akan membiarkan anaknya tumbuh tanpa seorang Papa.""Yah, tadi pasti hanya gertak sambal doang.""Tenang Al. Dia itu sangat mencintaimu. Jadi, jangan takut, istri cantikmu itu pasti akan setia di sisimu sampai nanti."Aleandra terus bergumam pada dirinya sendiri, setelah Aryesta keluar dari ruang rapat. Sementara dirinya masih menenangkan diri di dalam sana. Ya, Aleandra tak ingin mencampur adukkan masalah pribadi dengan pekerjaan. Karena itulah dirinya masih betah di ruang rapat.Ingatan Aleandra kembali pada zaman istrinya masih kuliah dulu, dan hal itu membuat senyum manis tercetak di bibir sensualnya."Kamu bahkan sangat bucin padaku dari awal kita bertemu di sana Ar. Aku sangat yakin, kalau kamu tidak akan pernah bisa meninggalkan aku, kan? Apalagi jika benihku tumbuh di rahimmu, dan aku pastikan kamu akan mengandung anakku sebelum misimu bersama kakak sepupu
Aryesta langsung berbalik badan menuju kantin perusahaan untuk mengisi perutnya, tetapi Tisya yang memiliki misi untuk mengganggu wanita itu pun semakin antusias mengikutinya."Apalagi yang kamu inginkan, Tisya!" ketus Aryesta yang terus berjalan dan tak ingin menghentikan langkahnya.Karena sungguh, memiliki pekerjaan menumpuk seperti tadi langsung menguras energi dan tenaganya. Kali ini Aryesta membutuhkan amunisi untuk mengisi ulang tenaganya.Akan tetapi, Tisya belum juga berhenti mengganggu, dan terus mengekori ke mana pun langkah istri pertama dari suaminya ini. Entah apa yang sedang Aleandra inginkan saat ini, tetapi memangnya apalagi yang bisa Tisya lakukan, selain menuruti semua permintaannya.Tisya juga melihat banyak karyawan yang menyapa Aryesta dengan ramah, selayaknya karyawan pada atasan. Dan entah kenapa hatinya merasa murka melihat semua itu. Ada perasaan iri dengki yang bercokol di dalam hatinya pada perempuan itu.Baru saja keduanya tiba di kantin, tiba-tiba saja ada
"Apa kamu tidak bisa bekerja, hah?" sentak Tisya dengan mata memicingnya ke arah Aryesta yang baru saja memecahkan alat makan beserta isinya.Aryesta memandang datar ke arah Tisya yang mengangkat wajah angkuh, menunjukkan jika perempuan itu pantas dihormati. Namun, bukan Aryesta, jika dia tak bisa membuat lawannya jengkel.Aryesta bahkan tak peduli suara pecahan itu mungkin saja akan membuat kenyamanan orang-orang terganggu. Namun, baginya itu bukan masalah. Karena siapa suruh matanya ternodai oleh pemandangan menyebalkan di depan sana, ketika dirinya membuka pintu ruangan CEO, yang saat ini sedang dihuni oleh Aleandra juga istri keduanya, Tisya. Si model majalah dewasa.Melipat tangan di dada, lalu Aryesta mengangkat satu alisnya penuh ejekan, "Apakah kalian begitu miskin? Hingga menggunakan kantor untuk bermesraan seperti ini?"Tatapan penuh remeh dari Arsyeta seolah membuat harga diri Tisya terluka, hingga akhirnya perempuan yang saat ini sedang duduk di pangkuan Aleandra itu bangki
Langkah Aryesta terhenti ketika baru saja dia berbalik, tetapi suaminya sudah berkata demikian. Tentunya Aryesta dibuat geram dengan mengepalkan tangannya kencang, lalu berbalik untuk menatap suami menyebalkannya itu."Apalagi yang kamu inginkan, Mas? Bukannya kalian mau main kuda-kudaan di sini? Ya sudah, aku mau keluar dari ruangan ini." Aryesta berucap dengan helaan napas jengkelnya. "Lagian ya, Mas. Aku mau manggil OB buat bersihin makanan yang berserakan itu!" Tunjuk Aryesta pada makanan juga piring, gelas tercerai berai di atas lantai.Aleandra pun ikut menatap lantai kotor itu, tetapi hanya sejenak, "Aku bisa manggil OB pakai telepon kantor. Kamu enggak perlu lakuin hal itu."Aryesta pun menganggukan kepalanya lalu kembali berbalik badan, yang lagi-lagi Aleandra cekal pergelangan tangannya.Aryesta berdecak, "Apalagi sih, Mas? Kan sudah beres semuanya? Apa ada perlu sesuatu lagi?" Sungguh kesal sekali Aryesta pada suaminya ini, yang terus-menerus menahannya untuk pergi. "Kalau e
"Terserah kamu, Mas. Aku tidak peduli, dan aku tidak akan masuk ke ruanganmu sekarang ini," jawab Aryesta yang langsung menutup telepon kantor.Perempuan cantik itu menatap kesal gagang telepon seolah benda tersebut adalah wajah menyebalkan suaminya. Ada banyak rasa kesal di dalam hati Aryesta yang tak bisa dia ungkapkan semuanya, tentunya membuat Aryesta dongkol bukan main."Bisa-bisanya laki-laki nyebelin itu nyuruh aku datang ke ruangan. Setelah berbagi peluh dengan istri keduanya selesai," ketus Aryesta yang entah kenapa hatinya merasa tak nyaman.Apalagi mengingat kedekatan suaminya dan juga Tisya tadi, sangat mengganggu pemandangan dan mengotori matanya. Tak pernah sekalipun Aryesta berpikir akan melihat adegan kemesraan mereka berdua."Apakah mereka tidak punya urat malu sampai-sampai melakukan itu di kantor? Sungguh tidak beretika sekali," gerutu Aryesta yang kembali meraih dokumen di hadapannya. "Tapi sepertinya pernikahan mereka berdua agak aneh. Karena aku sering melihat dan
"Kamu jangan mesum mulu, Mas! Ini masih di kantor, ya Tuhan ...," keluh Aryesta yang sudah sangat kesal pada tingkat kemesuman suaminya ini.Aleandra pura-pura bodoh, dengan mengangkat satu alisnya, "Tidak akan ada orang yang berani cari masalah dengan CEO perusahaan, Ar." Menatap wajah memerah istrinya yang terlihat sangat menggemaskan itu. "Jadi tidak usah cari alasan hanya untuk menghindari melayaniku di sini."Suara Aleandra semakin membuat bulu kuduk Aryesta meremang seketika. Namun, sebelum perempuan itu melakukan perlawanan, tangannya sudah ditarik Aleandra, untuk mengikuti langkahnya."Mas lepasin! Kamu jangan coba-coba sama aku, yah!" ancam Aryesta yang berusaha melepaskan cekalan suaminya.Melihat istrinya yang terus memberontak, Aleandra tak memiliki pilihan lain, selain mengangkat tubuh Aryesta layaknya karung beras. Yang tentu saja langsung mendapat tabokan di punggungnya."Mas, lepasin aku!" teriak Aryesta yang tak menghentikan tabokannya, "Aku bisa teriak ya, Mas! Jadi,
"Jadi maksudmu, Mas enggak akan pernah talak Tisya?" tanya Aryesta lagi untuk lebih memastikan. "Kalau kamu enggak mau talak dia, kenapa kamu masih nahan aku di sini, Mas?" Sungguh Aryesta kesal pada Aleandra yang terlihat tak peduli.Dengan mantap Aleandra menganggukan kepalanya, "Iyalah. Lagipula ngapain aku talak dia? Selama dia patuh dan enggak pernah bikin kesalahan. Tentu saja aku enggak punya hak menalaknya, Ar."Menatap mata sendu Aryesta saat mengatakannya, kemudian Aleandra kembali melanjutkan, "Aku bukan laki-laki berengsek yang akan mempermainkan sebuah pernikahan." Berhenti sejenak untuk mengambil napas, "Aku laki-laki yang bertanggung jawab, dan pernikahan kedua aku pun atas izin kamu, kan? Jadi harusnya kamu yang mikir sebelum akhirnya mengizinkan aku menikahinya dulu.""Aku hanya takut kalau Tisya hamil, Mas. Kamu juga takut akan hal itu, kan? Tapi setelah akad, aku baru tahu kalau kalian enggak pernah saling nyentuh," tukas Aryesta yang merasa telah ditipu mentah-menta
Lagi dan lagi, permintaan Aryesta pada waktu itu tak digubris oleh suaminya. Membuat perempuan yang sedang melamunkan nasibnya itu mulai lelah dengan sikap egois Aleandra padanya."Padahal ini sudah tiga bulan lewat. Tapi aku belum nemuin apa pun tentang rahasia Mama Ranti," gumam Aryesta dengan punggung bersandar di ruangan kerja miliknya. "Aku sudah cari di setiap sudut perusahaan yang memungkinkan dia menyembunyikan dokumen penting atau apalah. Tapi, tetap saja belum ketemu sampai sekarang."Jika seperti ini terus, mungkin Aryesta akan menyerah pada misi yang Kakak sepupunya amanatkan padanya. Karena selama tiga bulan terakhir mencari bukti, belum juga dia dapatkan jejak apa pun.Lama-lama Aryesta bisa mati kebosanan kalau begini terus. Ditambah lagi madunya yang tak pernah absen mengganggu ketenangan di kala dia bekerja. Membuat kepala Aryesta seolah hendak meledak saja.Seperti halnya saat ini, Tisya sudah tiba di perusahaan dengan menenteng tempat makanan dua susun untuk dia beri
"Dasar laki-laki aneh," gumam Aryesta setelah berhasil keluar dari kungkungan suaminya. Kini dia sudah berada di luar ruang perawatan Aleandra, dan menutup pintu itu.Terlihat ada Tisya yang sudah menunggu dirinya. Aryesta pun akhirnya berjalan mendekati dan ikut madunya menuju ruangan dokter kandungan. Yang entah kenapa tangannya terasa berkeringat dingin, saat membayangkan pemeriksaan di dalam sana.Tisya menoleh lalu berkata, "Kamu tidak usah gugup gitu, Ar."Aryesta hanya mendelik sinis, lalu bertemu dokter perempuan paruh baya yang menyambut kehadiran keduanya dengan hangat.Pemeriksaan pun berjalan hingga tiga puluh menit lamanya, mengingat yang diperiksa adalah dua orang, dengan USG dan serangkaian pertanyaan lain. Hingga hasilnya benar-benar keluar."Dari hasil pemeriksaan kalian berdua, jika yang sedang mengandung adalah Nyonya Aryesta dengan usia kandungan empat belas minggu, atau 4 bulan, terhitung dari hari pertama haid terakhir. "Bagaikan tersambar petir di siang bolong,
Setelah menempuh perjalanan beberapa menit, akhirnya tiba juga di rumah sakit. Aleandra langsung ditangani oleh dokter, tetapi kondisinya semakin memburuk, untuk itulah Tisya mendorong punggung Aryesta ke depan, yang membuatnya mendelik."Enggak usah marah, Ar. Kamu kan sudah tahu, Mas Al bakal baikan kalu sudah diinfus dan kamu temani. Jadi sana masuk. Abis itu kita periksa ke dokter kandungan," suruh Tisya yang tangannya terus mendorong punggung Aryesta."Kenapa bukan kamu saja sih, yang masuk temani Mas Al di dalam? Aku kan, mau cuti siang ini," gerutu Aryesta yang merasa sangat keberatan. "Lagian ya, kenapa dia manja banget, sih? Bukannya tiap hari manja-manja juga sama kamu? Banyak drama kalian tuh!" Heran sekali Aryesta pada suami dan madunya ini, yang terlalu lebay."Bukannya banyak drama. Tapi nanti aku kasih tahu suatu rahasia, deh. Cuman sebaiknya kamu masuk saja dulu. Ajak ngobrol dan tanyain mau dia apa," saran Tisya yang sedikit membuat dirinya goyah. Melihat raut khawatir
Lagi dan lagi, permintaan Aryesta pada waktu itu tak digubris oleh suaminya. Membuat perempuan yang sedang melamunkan nasibnya itu mulai lelah dengan sikap egois Aleandra padanya."Padahal ini sudah tiga bulan lewat. Tapi aku belum nemuin apa pun tentang rahasia Mama Ranti," gumam Aryesta dengan punggung bersandar di ruangan kerja miliknya. "Aku sudah cari di setiap sudut perusahaan yang memungkinkan dia menyembunyikan dokumen penting atau apalah. Tapi, tetap saja belum ketemu sampai sekarang."Jika seperti ini terus, mungkin Aryesta akan menyerah pada misi yang Kakak sepupunya amanatkan padanya. Karena selama tiga bulan terakhir mencari bukti, belum juga dia dapatkan jejak apa pun.Lama-lama Aryesta bisa mati kebosanan kalau begini terus. Ditambah lagi madunya yang tak pernah absen mengganggu ketenangan di kala dia bekerja. Membuat kepala Aryesta seolah hendak meledak saja.Seperti halnya saat ini, Tisya sudah tiba di perusahaan dengan menenteng tempat makanan dua susun untuk dia beri
"Jadi maksudmu, Mas enggak akan pernah talak Tisya?" tanya Aryesta lagi untuk lebih memastikan. "Kalau kamu enggak mau talak dia, kenapa kamu masih nahan aku di sini, Mas?" Sungguh Aryesta kesal pada Aleandra yang terlihat tak peduli.Dengan mantap Aleandra menganggukan kepalanya, "Iyalah. Lagipula ngapain aku talak dia? Selama dia patuh dan enggak pernah bikin kesalahan. Tentu saja aku enggak punya hak menalaknya, Ar."Menatap mata sendu Aryesta saat mengatakannya, kemudian Aleandra kembali melanjutkan, "Aku bukan laki-laki berengsek yang akan mempermainkan sebuah pernikahan." Berhenti sejenak untuk mengambil napas, "Aku laki-laki yang bertanggung jawab, dan pernikahan kedua aku pun atas izin kamu, kan? Jadi harusnya kamu yang mikir sebelum akhirnya mengizinkan aku menikahinya dulu.""Aku hanya takut kalau Tisya hamil, Mas. Kamu juga takut akan hal itu, kan? Tapi setelah akad, aku baru tahu kalau kalian enggak pernah saling nyentuh," tukas Aryesta yang merasa telah ditipu mentah-menta
"Kamu jangan mesum mulu, Mas! Ini masih di kantor, ya Tuhan ...," keluh Aryesta yang sudah sangat kesal pada tingkat kemesuman suaminya ini.Aleandra pura-pura bodoh, dengan mengangkat satu alisnya, "Tidak akan ada orang yang berani cari masalah dengan CEO perusahaan, Ar." Menatap wajah memerah istrinya yang terlihat sangat menggemaskan itu. "Jadi tidak usah cari alasan hanya untuk menghindari melayaniku di sini."Suara Aleandra semakin membuat bulu kuduk Aryesta meremang seketika. Namun, sebelum perempuan itu melakukan perlawanan, tangannya sudah ditarik Aleandra, untuk mengikuti langkahnya."Mas lepasin! Kamu jangan coba-coba sama aku, yah!" ancam Aryesta yang berusaha melepaskan cekalan suaminya.Melihat istrinya yang terus memberontak, Aleandra tak memiliki pilihan lain, selain mengangkat tubuh Aryesta layaknya karung beras. Yang tentu saja langsung mendapat tabokan di punggungnya."Mas, lepasin aku!" teriak Aryesta yang tak menghentikan tabokannya, "Aku bisa teriak ya, Mas! Jadi,
"Terserah kamu, Mas. Aku tidak peduli, dan aku tidak akan masuk ke ruanganmu sekarang ini," jawab Aryesta yang langsung menutup telepon kantor.Perempuan cantik itu menatap kesal gagang telepon seolah benda tersebut adalah wajah menyebalkan suaminya. Ada banyak rasa kesal di dalam hati Aryesta yang tak bisa dia ungkapkan semuanya, tentunya membuat Aryesta dongkol bukan main."Bisa-bisanya laki-laki nyebelin itu nyuruh aku datang ke ruangan. Setelah berbagi peluh dengan istri keduanya selesai," ketus Aryesta yang entah kenapa hatinya merasa tak nyaman.Apalagi mengingat kedekatan suaminya dan juga Tisya tadi, sangat mengganggu pemandangan dan mengotori matanya. Tak pernah sekalipun Aryesta berpikir akan melihat adegan kemesraan mereka berdua."Apakah mereka tidak punya urat malu sampai-sampai melakukan itu di kantor? Sungguh tidak beretika sekali," gerutu Aryesta yang kembali meraih dokumen di hadapannya. "Tapi sepertinya pernikahan mereka berdua agak aneh. Karena aku sering melihat dan
Langkah Aryesta terhenti ketika baru saja dia berbalik, tetapi suaminya sudah berkata demikian. Tentunya Aryesta dibuat geram dengan mengepalkan tangannya kencang, lalu berbalik untuk menatap suami menyebalkannya itu."Apalagi yang kamu inginkan, Mas? Bukannya kalian mau main kuda-kudaan di sini? Ya sudah, aku mau keluar dari ruangan ini." Aryesta berucap dengan helaan napas jengkelnya. "Lagian ya, Mas. Aku mau manggil OB buat bersihin makanan yang berserakan itu!" Tunjuk Aryesta pada makanan juga piring, gelas tercerai berai di atas lantai.Aleandra pun ikut menatap lantai kotor itu, tetapi hanya sejenak, "Aku bisa manggil OB pakai telepon kantor. Kamu enggak perlu lakuin hal itu."Aryesta pun menganggukan kepalanya lalu kembali berbalik badan, yang lagi-lagi Aleandra cekal pergelangan tangannya.Aryesta berdecak, "Apalagi sih, Mas? Kan sudah beres semuanya? Apa ada perlu sesuatu lagi?" Sungguh kesal sekali Aryesta pada suaminya ini, yang terus-menerus menahannya untuk pergi. "Kalau e
"Apa kamu tidak bisa bekerja, hah?" sentak Tisya dengan mata memicingnya ke arah Aryesta yang baru saja memecahkan alat makan beserta isinya.Aryesta memandang datar ke arah Tisya yang mengangkat wajah angkuh, menunjukkan jika perempuan itu pantas dihormati. Namun, bukan Aryesta, jika dia tak bisa membuat lawannya jengkel.Aryesta bahkan tak peduli suara pecahan itu mungkin saja akan membuat kenyamanan orang-orang terganggu. Namun, baginya itu bukan masalah. Karena siapa suruh matanya ternodai oleh pemandangan menyebalkan di depan sana, ketika dirinya membuka pintu ruangan CEO, yang saat ini sedang dihuni oleh Aleandra juga istri keduanya, Tisya. Si model majalah dewasa.Melipat tangan di dada, lalu Aryesta mengangkat satu alisnya penuh ejekan, "Apakah kalian begitu miskin? Hingga menggunakan kantor untuk bermesraan seperti ini?"Tatapan penuh remeh dari Arsyeta seolah membuat harga diri Tisya terluka, hingga akhirnya perempuan yang saat ini sedang duduk di pangkuan Aleandra itu bangki
Aryesta langsung berbalik badan menuju kantin perusahaan untuk mengisi perutnya, tetapi Tisya yang memiliki misi untuk mengganggu wanita itu pun semakin antusias mengikutinya."Apalagi yang kamu inginkan, Tisya!" ketus Aryesta yang terus berjalan dan tak ingin menghentikan langkahnya.Karena sungguh, memiliki pekerjaan menumpuk seperti tadi langsung menguras energi dan tenaganya. Kali ini Aryesta membutuhkan amunisi untuk mengisi ulang tenaganya.Akan tetapi, Tisya belum juga berhenti mengganggu, dan terus mengekori ke mana pun langkah istri pertama dari suaminya ini. Entah apa yang sedang Aleandra inginkan saat ini, tetapi memangnya apalagi yang bisa Tisya lakukan, selain menuruti semua permintaannya.Tisya juga melihat banyak karyawan yang menyapa Aryesta dengan ramah, selayaknya karyawan pada atasan. Dan entah kenapa hatinya merasa murka melihat semua itu. Ada perasaan iri dengki yang bercokol di dalam hatinya pada perempuan itu.Baru saja keduanya tiba di kantin, tiba-tiba saja ada