Al ya ampun,🤦🏻♀️ masa kamu mau garap Ar di kantor sih? Eling woi 🥶🥶🥶
"Kamu jangan mesum mulu, Mas! Ini masih di kantor, ya Tuhan ...," keluh Aryesta yang sudah sangat kesal pada tingkat kemesuman suaminya ini.Aleandra pura-pura bodoh, dengan mengangkat satu alisnya, "Tidak akan ada orang yang berani cari masalah dengan CEO perusahaan, Ar." Menatap wajah memerah istrinya yang terlihat sangat menggemaskan itu. "Jadi tidak usah cari alasan hanya untuk menghindari melayaniku di sini."Suara Aleandra semakin membuat bulu kuduk Aryesta meremang seketika. Namun, sebelum perempuan itu melakukan perlawanan, tangannya sudah ditarik Aleandra, untuk mengikuti langkahnya."Mas lepasin! Kamu jangan coba-coba sama aku, yah!" ancam Aryesta yang berusaha melepaskan cekalan suaminya.Melihat istrinya yang terus memberontak, Aleandra tak memiliki pilihan lain, selain mengangkat tubuh Aryesta layaknya karung beras. Yang tentu saja langsung mendapat tabokan di punggungnya."Mas, lepasin aku!" teriak Aryesta yang tak menghentikan tabokannya, "Aku bisa teriak ya, Mas! Jadi,
"Jadi maksudmu, Mas enggak akan pernah talak Tisya?" tanya Aryesta lagi untuk lebih memastikan. "Kalau kamu enggak mau talak dia, kenapa kamu masih nahan aku di sini, Mas?" Sungguh Aryesta kesal pada Aleandra yang terlihat tak peduli.Dengan mantap Aleandra menganggukan kepalanya, "Iyalah. Lagipula ngapain aku talak dia? Selama dia patuh dan enggak pernah bikin kesalahan. Tentu saja aku enggak punya hak menalaknya, Ar."Menatap mata sendu Aryesta saat mengatakannya, kemudian Aleandra kembali melanjutkan, "Aku bukan laki-laki berengsek yang akan mempermainkan sebuah pernikahan." Berhenti sejenak untuk mengambil napas, "Aku laki-laki yang bertanggung jawab, dan pernikahan kedua aku pun atas izin kamu, kan? Jadi harusnya kamu yang mikir sebelum akhirnya mengizinkan aku menikahinya dulu.""Aku hanya takut kalau Tisya hamil, Mas. Kamu juga takut akan hal itu, kan? Tapi setelah akad, aku baru tahu kalau kalian enggak pernah saling nyentuh," tukas Aryesta yang merasa telah ditipu mentah-menta
Lagi dan lagi, permintaan Aryesta pada waktu itu tak digubris oleh suaminya. Membuat perempuan yang sedang melamunkan nasibnya itu mulai lelah dengan sikap egois Aleandra padanya."Padahal ini sudah tiga bulan lewat. Tapi aku belum nemuin apa pun tentang rahasia Mama Ranti," gumam Aryesta dengan punggung bersandar di ruangan kerja miliknya. "Aku sudah cari di setiap sudut perusahaan yang memungkinkan dia menyembunyikan dokumen penting atau apalah. Tapi, tetap saja belum ketemu sampai sekarang."Jika seperti ini terus, mungkin Aryesta akan menyerah pada misi yang Kakak sepupunya amanatkan padanya. Karena selama tiga bulan terakhir mencari bukti, belum juga dia dapatkan jejak apa pun.Lama-lama Aryesta bisa mati kebosanan kalau begini terus. Ditambah lagi madunya yang tak pernah absen mengganggu ketenangan di kala dia bekerja. Membuat kepala Aryesta seolah hendak meledak saja.Seperti halnya saat ini, Tisya sudah tiba di perusahaan dengan menenteng tempat makanan dua susun untuk dia beri
Setelah menempuh perjalanan beberapa menit, akhirnya tiba juga di rumah sakit. Aleandra langsung ditangani oleh dokter, tetapi kondisinya semakin memburuk, untuk itulah Tisya mendorong punggung Aryesta ke depan, yang membuatnya mendelik."Enggak usah marah, Ar. Kamu kan sudah tahu, Mas Al bakal baikan kalu sudah diinfus dan kamu temani. Jadi sana masuk. Abis itu kita periksa ke dokter kandungan," suruh Tisya yang tangannya terus mendorong punggung Aryesta."Kenapa bukan kamu saja sih, yang masuk temani Mas Al di dalam? Aku kan, mau cuti siang ini," gerutu Aryesta yang merasa sangat keberatan. "Lagian ya, kenapa dia manja banget, sih? Bukannya tiap hari manja-manja juga sama kamu? Banyak drama kalian tuh!" Heran sekali Aryesta pada suami dan madunya ini, yang terlalu lebay."Bukannya banyak drama. Tapi nanti aku kasih tahu suatu rahasia, deh. Cuman sebaiknya kamu masuk saja dulu. Ajak ngobrol dan tanyain mau dia apa," saran Tisya yang sedikit membuat dirinya goyah. Melihat raut khawatir
"Dasar laki-laki aneh," gumam Aryesta setelah berhasil keluar dari kungkungan suaminya. Kini dia sudah berada di luar ruang perawatan Aleandra, dan menutup pintu itu.Terlihat ada Tisya yang sudah menunggu dirinya. Aryesta pun akhirnya berjalan mendekati dan ikut madunya menuju ruangan dokter kandungan. Yang entah kenapa tangannya terasa berkeringat dingin, saat membayangkan pemeriksaan di dalam sana.Tisya menoleh lalu berkata, "Kamu tidak usah gugup gitu, Ar."Aryesta hanya mendelik sinis, lalu bertemu dokter perempuan paruh baya yang menyambut kehadiran keduanya dengan hangat.Pemeriksaan pun berjalan hingga tiga puluh menit lamanya, mengingat yang diperiksa adalah dua orang, dengan USG dan serangkaian pertanyaan lain. Hingga hasilnya benar-benar keluar."Dari hasil pemeriksaan kalian berdua, jika yang sedang mengandung adalah Nyonya Aryesta dengan usia kandungan empat belas minggu, atau 4 bulan, terhitung dari hari pertama haid terakhir. "Bagaikan tersambar petir di siang bolong,
"Lama banget sih! Ke mana lagi tuh, orang," gerutu Dinda yang jengkel duduk di salah satu kursi restaurant, yang tak jauh dari tempat keluarga Aleandra.Waktu sudah menunjukkan pukul 7 malam, di sebuah restaurant yang cukup ramai pengunjung ini, Dinda sedang menunggu seseorang. Namun, sudah beberapa kali dia menoleh pada pintu masuk, berharap saudara tirinya tiba, tak kunjung memunculkan batang hidungnya juga.Saking kesalnya menunggu, Dinda pun meraih ponsel dan menelepon Aryesta, yang deringnya langsung terdengar dari arah belakang.Tanpa menunggu respon dan mendengar jawaban, Dinda langsung bangkit hendak memaki, tetapi justru yang datang adalah seseorang yang tak dia kenali, sedang memegang ponsel Aryesta."Siapa kamu? Dan di mana Kakak tiriku?" tanya Dinda yang matanya menatap tajam ke arah laki-laki muda tampan di depannya.Laki-laki itu tersenyum kecil lalu mengangguk sebagai sapaan. Kemudian dia putuskan untuk duduk, meski tak dipersilakan oleh Dinda. Ah masa bodo. Dirinya suda
Di sepanjang perjalanan pulang, Dinda tak banyak bicara, membuat Adam sesekali menoleh ke arahnya, tetapi hanya sejenak, karena laki-laki itu kembali fokus pada jalanan.Hah!Terdengar hela napas berat Dinda yang mengalihkan atensi Adam kembali, hingga dirinya yang sudah tak tahan pun bertanya, "Apakah Anda masih tidak percaya pada ucapan istrinya?"Dinda tak langsung menjawab, dan kembali mengingat ucapan dari perempuan yang mengaku sebagai istri sah Dion. Ditambah seorang anak perempuan yang mereka miliki, yang sudah berusia 5 tahun."Aku tidak menyangka saja ... kalau selama ini dia berbohong mengenai statusnya, bahkan dia sampai memanipulasi kami semua." Lagi, Dinda mengembuskan napas panjangnya. "Tapi aku benar-benar tak menyangka, dia tega melakukan ini semua hanya karena sebuah dendam."Ya, dendam. Dendam di masa lalu yang mengakibatkan dirinya dipecat dari pekerjaannya yang saat itu menjadi clining servise di sebuah perusahaan, akibat mencopet tas kerja milik Randy, yang merupa
"I–itu ...."Aryesta tak bisa melanjutkan alasannya, karena jantungnya berdebar-debar tak menentu, saat mendengar seseorang memanggil, dan menanyakan perihal ucapan pelannya tadi."Aku menyesal, kenapa aku harus mengeluarkan suaraku tadi, sih. Harusnya aku ngomong dalam hati saja. Kalau begini kan, repot urusannya. Apalagi sampai ketahuan gini." Aryesta menggerutu di dalam hatinya, atas semua kebodohan dan kecerobohannya beberapa detik lalu, ketika dirinya menutup pintu kamar.Masih memunggungi seseorang, Aryesta pun meremat jari-jarinya dengan perasaan gugup. Kemudian dia memberanikan diri membalikan tubuhnya secara perlahan. Bahkan dia sudah siap jika mendapat banyak pertanyaan atau tuduhan lain dari orang itu.Bukan amarah orang itu yang Aryesta pikirkan saat ini. Namun, bagaimana dengan misinya, dan tak ada misi yang berhasil dia laksanakan. Ya Tuhan. Dirinya akan sangat malu di hadapan Derren Rynegan. Pasti Kakak sepupunya itu akan meledeknya terus-menerus.Hah! Mungkin inilah akh
Aleandra berdiri di balkon kamarnya, memandang langit malam dengan tatapan kosong.Ya, setelah kelahiran bayi Adam dan Dinda 3 jam yang lalu, Aleandra putuskan kembali ke rumah, melanjutkan sisa-sisa masalah yang sebelumnya sudah diurusi oleh Beni."Apakah bayinya setampan Dean, Mas?" ucal Aryesta seraya merengkuh tubuh suaminya dari belakang.Hal yang membuat Aleandra terlonjak saking kagetnya. Beruntung laki-laki itu mengenali aroma parfum yang menempel di kulit istrinya, sehingg tak berakhir dia banting, karena Aleandra sangat tak menyukai sentuhan lawan jenis, selain istrinya saja.Aleandra tersenyum dan menggelengkan kepalanya tak setuju, "Dean yang paling tampan, Ar. Kau tenang saja, di kemudian hari pasti Dean yang akan menang jika mereka terjebak cinta jajar genjang."Aryesta terkekeh mendengarnya sambil berjalan ke samping, dan menyandarkan kepalanya di lengan sang suami."Jadi namanya Bian Reganza, Mas?"Aleandra menganggukan kepalanya, lalu tanpa menunggu waktu yang lama unt
Maria melangkah pelan menuju punggung Dinda, sampai ....Bruk!"Argh!" teriak Dinda dengan tubuhnya yang sudah terjungkal ke depan, perut buncitnya pun menempel ke atas lantai dengan hantaman keras."Dinda!" Adam refleks membentak, melihat istrinya terjatuh dan mengerang di atas lantai.Sampai akhirnya dia sadar jika ada seseorang di belakang, yang sedang mematung tak percaya, dengan apa yang baru saja dia lakukan pada adik ipar dari Nyonya rumah ini."Kau ... dasar perempuan kurang ajar!" suara Adam menggelegar berat, lalu melangkah ke arah Maria hingga ....Bugh!Bruk!"Argh!" Maria meringis sata bahunya ditonjok dan disungkurkan dengan kekuatan penuh, membuat tubuhnya terpelanting di atas lantai, dan mengenai guji di dekatnya, membuat semua orang yang baru saja masuk rumah, langsung berhamburan mencari sumber suara.Semua orang menatap terkejut, saat Dinda terjatuh dan menangis, sambil menatap paha putihnya yang sudah dilumuri darah segar.Kemudian tatapan semua orang menoleh ke ara
Dada Maria berdebar keras, mendengar suara berat itu, suara yang sangat jarang dia dengar, kini laki-laki itu datang juga ke mansion tuannya.Maria masih mematung, dan belum membalikkan badannya, takut jika laki-laki itu mengadukannya pada sang Tuan, ataupun memprovokasi tuannya untuk memecatnya dari pekerjaan ini.Laki-laki yang ternyata adalah Adam, wakil direktur di perusahaan Alra Grup, sekaligus sahabat Aleandra itu pun berjalan 4 langkah, kemudian berhenti, tepat di depan Maria, membuatnya membelakangi Maria saat ini."Saya mengetahui niat busukmu itu, bahkan saya yakin, kalau sahabat saya juga sudah mengetahuinya. Dia diam hanya karena menganggap kamu bukan lawan sepadannya saja. Jadi jangan terlalu percaya diri, Maria."Perkataan Adam langsung membuat lutut Maria lemas, hingga tubuh Maria ambruk ke atas lantai, tetapi baru saja Adam hendak menoleh ke belakang untuk melihat kondisi Maria, dari arah dalam rumah muncullah seseorang."Sayang! Kamu berani gatel sama pengasuh kegatel
"J–jadi Tuan tahu kalau Maria itu ...."Ucapan Beni menggantung, dan menatap tuannya sedang tersenyum miring, diiringi anggukan kepala untuk membenarkan apa yang ada di dalam kepala Beni."Maria berhalusinasi terlalu tinggi, hingga bermimpi ingin menjadi Nyonya rumahku. Oh, sungguh menggelikan. Bahkan Maria belum ada seujung kukunya istriku, Ben," kekeh Aleandra, yang mentertawakan kelakuan absurd baby sister putranya.Namun,satu alis Beni terangkat, dan bingung dengan apa yang ada di dalam kepala tuannya pun kembali bertanya."Kalau Tuan tahu kelakuan perempuan kampret itu, kenapa Tuan belum juga mengusirnya?"Aleandra tersenyum singkat, lalu mengangkat kedua bahunya, "Seperti yang kubilang tadi. Aku cukup terhibur dengan kecemburuan istriku, dan sangat menyenangkan melihat kesulitan Maria, saat menghadapi ketantrumannya Dean."Beni cukup mengerti, dan memang cukup menghibur melihat Maria dalam kesulitan menghadapi Dean selama ini.Hingga akhirnya percakapan keduanya selesai, karena d
"I–ini tidak mungkin," lirih Aleandra yang masih tak percaya dengan diagnosa dokter tadi.Masih sangat terkejut, kini Aleandra duduk di bangku yang tersedia di luar ruang perawatan. Kemudian matanya menatap pintu kamar VVIP tempat istrinya beristirahat.Sibuk dengan lamunan, tiba-tiba saja seseorang menepuk bahu Aleandra, membuatnya sedikit terlonjak kaget, saat melihat Beni datang tanpa Dean.Berhubung ini rumah sakit, dengan usia Dean yang baru 3 tahun, membuat balita itu mau tak mau harus duduk manis di mansion mewahnya, ditemani Denia, juga Dinda untuk menjaganya, selama Aryesta belum diperbolehkan pulang."Saya minta maaf mengenai kejadian dua hari lalu, Tuan. Tapi yang jelas kami tidak memiliki hubungan apa pun selain Nyonya dan bodyguard-nya saja," jelas Beni membuka pembicaraan, karena laki-laki itu belum mengetahui hasil pemeriksaan medis sang Nyonya.Ada helaan napas dari Aleandra saat mendengar penjelasan tersebut. Karena sebetulnya dia pun tahu kebenarannya, setelah mengece
Meninggalkan Maria yang masih menyeringai di belakang, Aleandra sudah berjalan menjauh, menururni anak tangga, dan mata tajamnya menyapu ruang tamu yang lampunya sudah menyala.Dan entah kenapa perasaannya mendadak tak tenang, setelah mendapat aduan dari baby sister putranya tadi, mengenai keberadaan istrinya yang sedang berduaan dengan salah satu orang kepercayaannya, yaitu Beni."Aku tidak akan memaafkanmu kali ini, Ar. Kita lihat saja setelah ini apa yang akan aku lakukan padamu," cicit Aleandra dengan tangan mengepal kencang. Terus berjalan hingga kakinya berhenti di ambang pintu dan melihat sesuatu yang membuat dadanya terbakar api cemburu. Di depan sana ... Beni sedang memeluk pinggang istrinya, membuat Aleandra berteriak kencang."Apa yang kalian lakukan di sini, brengsek!"Bugh!Bugh!Bugh!Dengan brutal Aleandra menarik kerah kemeja Beni, lalu memberikan 3 pukulan pada laki-laki yang sudah sangat lancang menyentuh miliknya. Sialan!Gigi Aleandra bergemelutuk, saat bayangan
"Untung saja lampunya mati. Jadi aku bisa jalanin misiku malam ini," ucap Maria yang sesekali menatap ke belakang, takut diikuti oleh seseorang.Jantungnya berdebar-debar kencang, setelah apa yang baru saja dia lakukan tadi."Rencana kali ini harus berhasil pokoknya," ujar Maria yang sedikit berdesis, "Mana aku sampai pegang anunya si Ben lagi. Ditambah harus pura-pura ngedesah. Iyuuuh, menjijikan banget. Kalau kayak gituannya sama Tuan Aleandra sih, aku seneng banget."Maria bergidik ngeri membayangkan dirinya saat mengeluarkan benda pusaka itu dari celana bahan Beni, ditambah dia siram pakai sedikit air mineral, untuk efek basahnya. Dan terakhir menunggu Aryesta turun untuk mengambil minum, lalu dia mendesahkan suaranya, agar Aryesta mencari sumber suara. Setelah itu, barulah dia menyelinap dari gelapnya malam, karena memang di mansion itu sangat jarang menyalakan lampu utama ketika malam hari. Membuat rencananya hampir berjalan mulus.Ya, semua itu adalah rencana Maria untuk menjeba
Dua tahun telah berlalu setelah kekesalan Aryesta pada saat itu.Pada saat putranya berlari ke arahnya tanpa baju, lalu terjatuh, Aryesta pun benar-benar pergi ke mall, quality time dengan putra tersayangnya.Bahkan setelah itu Aryesta tak lagi banyak bicara, ataupun menegur. Aryesta bagai orang asing di kediamannya sendiri.Saking asingnya, Aleandra dibuat uring-uringan, karena Aryesta tak pernah sebinal dulu lagi.Bahkan Aryesta terkesan dingin, dan hanya melayaninya bak seorang pelacur, yang setelah berhubungan badan, Aryesta akan pergi ke kamar berbeda, tanpa pelukan hangat setiap malamnya.Sama halnya kali ini, tubuh Aryesta terasa remuk redam, ketika terbangun di tengah malam, kemudian dia meringis, karena hujaman suaminya sangat brutal.Bahkan jalan pun terasa perih, merasa jika inti tubuhnya seperti lecet, membuat Aryesta hati-hati dalam melangkah, menuruni ranjang, lalu memakai piyama lengan pendek, yang kakinya panjang.Setelah mencapai pintu kamar, Aryesta berbalik badan, la
Aleandra pun memutuskan untuk masuk ke dalam kamarnya, mengingat jika istrinya sedang mandi, inilah kesempatan untuknya agar bisa meminta jatah.Akan tetapi, angan itu langsung pupus, ketika istrinya sudah berganti pakaian, dan hendak keluar, lengkap dengan tas kecilnya.Dahi Aleandra sedikit berkerut, kemudian bertanya, "Mau pergi ke mana kamu hari ini, Ar?"Mendapatkan pertanyaan mendadak dari seseorang yang sebelumnya tak Arsyeta prediksi, tentu saja perempuan itu mengusap dadanya naik turun, lalu menatap malas netra penuh curiga dari suaminya."Aku mau pergi ke mall. Lagian untuk apa aku di sini, jika kehadiranku tak pernah dibutuhkan oleh suami dan anakku, hmh?" sinis Aryesta yang hatinya mulai dongkol, ketika harus menghadapi Aleandra juga Dean yang tantruman, dan selalu menguji kesabarannya.Sama halnya seperti sekarang, saat langkah kaki Aryesta hendak melaju, tiba-tiba terdengar teriakan balita, membuatnya menoleh dan melihat jika putranya sedang berlari mendekat ke arahnya."