Claude mengantarkan Nikita ke depan pintu. Nikita tiba-tiba melihat selembar kertas yang timbul dari bawah lemari. Langkah kakinya jadi terhenti saat melihat kertas itu, ternyata itu adalah sebuah sketsa desain. Nikita langsung teringat dengan rumor yang didengarnya barusan.Semua orang mengatakan bahwa ada investor yang akan ikut menginap di tempat ini. Jika ingin waktu tayang yang lebih banyak, mereka harus mencari cara untuk mendekati investor ini. Justru karena takut akan ada wanita yang mendekati Claude, Nikita langsung bergegas datang ke sini setelah menelepon Hans dan memastikan Claude telah sampai. Apakah masih ada orang lain yang mendahuluinya?Melihat sketsa itu, tatapan Nikita yang tadinya berbinar, kini menjadi kelam. Dia menghentikan langkahnya, lalu berbalik dan tersenyum pada Claude. "Dekorasi kamarmu ini sepertinya berbeda dengan punya kami."Claude memiringkan kepalanya menatap Nikita, tetapi Nikita mengabaikannya. Dia melihat sekilas isi kamar itu. Kamar itu hanya ter
Di saat Claude masih sedang mempertimbangkan ketulusan dari ucapan Lillia, Lillia yang berdiri di samping pintu berkata, "Pak Claude, apa kamu mau melihat situasi di luar dulu? Cepat atau lambat aku harus keluar juga." Sambil berbicara, Lillia bergeser dari pintu.Melihat tekadnya yang sudah bulat, Claude langsung berdiri dan membuka pintu kamar untuk melihat di sekitarnya. Pada saat itu, dia melihat beberapa orang yang berdiri di dekat sana. Beberapa orang itu dipanggil oleh Nikita untuk berjaga. Mereka tidak berani menyinggung Claude sama sekali, sehingga mereka langsung kembali ke kamar saat melihat Claude keluar.Nikita juga keluar pada saat itu, lalu berkata sambil tertawa, "Kamu belum tidur, ya? Aku ke tempat mereka untuk meminjam kamar mandi."Claude tidak bereaksi sama sekali, sehingga Nikita terpaksa kembali ke kamarnya. Setelah memastikan tidak ada orang di sekitar sana lagi, Claude baru menyuruh Lillia untuk keluar. Saat berpapasan dengannya, Lillia berkata dengan lirih, "Pa
Tentu saja Lillia tidak bisa menyangkalnya. Mungkin memang karena pria ini adalah pembawa sial baginya. Moonela meliriknya sekilas, lalu menghiburnya, "Setelah pesanan kali ini selesai, kita jauhkan diri dari dia saja supaya nggak sial terus."Lillia menunduk dengan tatapan yang tenang. "Nggak perlu sengaja menjauhkan diri. Setelah bercerai, kita memang sudah berada di jalan masing-masing." Mengungkit soal perceraian, Lillia hanya bisa menghela napas berat."Menurutmu, apa maksud dia sebenarnya saat mengatakan mau buat gosip denganmu?" Moonela mendengus dingin. "Lucu sekali, kalian ini suami istri yang sah. Memangnya suami istri perlu buat gosip? Berengsek!"Tidak tahan rasanya Moonela tidak memaki Claude, tetapi perasaannya juga tidak kunjung membaik setelah memakinya.Kedua orang itu tiba di restoran. Pada saat ini, Nikita sedang berbincang dengan orang di sampingnya. Saat melihat Moonela datang, matanya langsung berbinar dan tersenyum ramah. "Bu Moonela, kenapa kamu baru datang seka
Poin utama dalam babak pertama ini adalah menyorot gaya desain seorang perancang busana. Tanpa batasan ukuran, mereka merancang draf awal berdasarkan pemahaman pribadi terhadap gaya model.Karena ini adalah program siaran langsung, mereka juga tidak banyak berbasa-basi. Waktu dan fokus kamera sepenuhnya diberikan kepada para peserta. Para desainer diharapkan mengirimkan draf awal sebelum pukul empat sore, setelah itu baru masuk ke diskusi kelompok untuk mencapai kesepakatan.Ini berarti para desainer membutuhkan waktu yang cukup lama untuk merenung dan menemukan inspirasi. Sementara itu, Lillia yang bertugas sebagai asisten ini akan membicarakan detail dan ukuran dengan model agar memudahkan saat diskusi nanti. Lillia dan Moonela tidak akan berada di lokasi yang sama selama syuting, sehingga Lillia tidak punya waktu untuk menggambar ulang sketsanya.Setelah pembawa acara meninggalkan lokasi, suasana di tempat itu langsung menjadi riuh. Para desainer sibuk membahas tema desain kali ini.
Kini keahlian ini malah jadi sindiran yang digunakan Nikita untuk mengejeknya. Lillia tersenyum dengan ironis. Tanpa berkata apa pun, dia menyajikan kopi yang telah selesai diseduh ke hadapan Nikita. Saat itulah, Nikita baru berhenti mengeluh. Akhirnya setelah tertunda lama, Lillia baru sempat menyelesaikan setengah dari tugasnya.Nikita yang bermalas-malasan hendak pergi ke kamar mandi untuk mandi. Melihat hal ini, Lillia mengambil kesempatan pergi ke sudut ruangan untuk mengirimkan pesan pada Moonela.[ Bagaimana progresmu di sana? ]Moonela membalas dengan singkat.[ Coba kamu tebak? ]Jika menyuruh Moonela membual, minum bir dengan klien, ataupun memuji-muji desain Lillia di hadapan klien, Moonela tentu tidak akan masalah. Namun untuk masalah melukis, Moonela sudah lama tidak menyentuh lukisan.Bukan hanya ilmunya yang sudah hilang, kalaupun Moonela berhasil menggambar sketsa, standarnya juga pasti hanya biasa-biasa saja. Bukankah itu justru akan merusak reputasi Lorraine?Lillia b
Setidaknya, sketsa itu sangat penting bagi Lillia. Lillia bahkan tidak menyangka Claude akan mengantarkannya langsung. Ini memang membantunya menyelesaikan kesulitannya hari ini. Lillia memeriksa noda yang membekas di kertas itu dan menyadari bahwa noda itu tidak bisa dihapus. Dia langsung mengambil kertas lain untuk menyalin gambarnya, sambil menjawab, "Lain kali aku akan hati-hati. Kesalahan seperti ini nggak akan terulang lagi."Hati Moonela langsung lega mendengarnya. "Ini salahku juga. Kalau beberapa tahun ini aku nggak melupakan semua kemampuanku begitu saja, mungkin kamu nggak akan begitu kesusahan sekarang."Begitu ucapan itu dilontarkan, pintu kamar tiba-tiba diketuk. Menebak bahwa orang di luar pintu adalah tim produksi yang datang untuk menanyakan progres Moonela, Lillia langsung berdiri dan mengisyaratkan Moonela untuk bersiap-siap.Moonela yang terduduk di sofa pun langsung berdiri tegak. Dia memutar penanya dengan perlahan, lalu mengambil salah satu sketsa secara acak dar
Saat ini adalah waktu eksklusif bagi Moonela dan tim lainnya. Jadi, Lillia juga tidak enak hati tinggal lebih lama lagi. Dia hanya melihat sekilas gambar yang berada tangan Moonela. Dengan adanya juru kamera di sini, Nikita terkesan lebih sungkan.Setelah Lillia mengukur lebar pundak Nikita, Nikita melirik ke arah juru kamera sekilas, lalu duduk di sofa. "Hari ini sampai di sini dulu, aku kurang enak badan."Juru kamera itu pun meletakkan peralatannya dan mematikan kamera, lalu keluar dari kamar. Sikap Nikita saat ini berbeda dari biasanya, dia tidak mempersulit Lillia dan hanya fokus memainkan ponselnya. Lillia yang duduk di sudut ruangan, diam-diam menggambar di kertas sketsanya saat Nikita tidak memperhatikan.Saat jam makan siang tiba, semua orang berkumpul di ruang makan. Lillia berjalan mengikuti Nikita masuk ke ruangan itu. Namun saat sedang mencari sosok Moonela, dia malah melihat sosok lain yang tak asing. Orang itu adalah Claude.Cedron sedang duduk di seberangnya. Kedua oran
Di sisi lain juga sangat ramai. Di saat tidak ada orang yang memperhatikan, Lillia menyodorkan kertas sketsanya kepada Moonela. Moonela menerimanya dengan ekspresi datar, lalu menyimpannya ke dalam baju.Saat kedua orang itu sedang berbincang, tiba-tiba terdengar suara lantang Nikita berkata, "Kak Moonela, saat aku pergi melihatmu kemarin, ternyata semua sketsamu sudah selesai. Kamu hebat sekali ya. Kudengar desainer lain bahkan terkadang butuh waktu seminggu untuk berusaha menyesuaikan tema."Ucapannya ini menyiratkan maksud lain, semua orang di sana juga tentu bisa paham maksudnya. Namun saat melihat ekspresi Nikita, tidak tebersit sedikit pun niat jahat di wajahnya, melainkan hanya ekspresi kagum.Tidak ada orang yang berkomentar saat ini, para desainer hanya menatap Moonela yang tersenyum dengan santai. Secara tak sadar, mereka kembali teringat dengan percakapan antara Nikita dan Moonela kemarin. Jangan-jangan Moonela memang mencari tahu tema lomba dari Claude malam itu dan menyele