Namun, Lillia sangat berwaspada terhadap orang seperti Cedron. Mungkin karena Cedron adalah teman Claude, jadi dia selalu merasa kedua pria ini bersekongkol.Lillia menoleh menatap Cedron lekat-lekat, lalu bertanya, "Kamu tahu aku dan Claude akan bercerai, 'kan?"Cedron tertegun sejenak sebelum merentangkan tangannya dengan santai dan membalas, "Ya, aku baru tahu beberapa hari lalu.""Tapi, kamu tenang saja. Aku sangat profesional dalam bekerja, nggak akan melibatkan urusan pribadi. Mengundang Lorraine bukan keputusanku sendiri, melainkan seluruh tim desainer. Tapi, suaminya Lorraine baru meninggal. Aku takut timku mengganggunya, makanya mencari tahu darimu," lanjut Cedron.Kemudian, Lillia bertanya, "Biar kutanya dulu, apa produser akan mempersiapkan asisten lain untuk desainer atau ....""Tentu saja desainer membawa asisten sendiri. Dengan begini, kinerja dan hasilnya baru bisa maksimal," sahut Cedron dengan tatapan misterius.Apabila produser mempersiapkan asisten, metode ini akan m
Selama 3 tahun pernikahan, Lillia sudah menggunakan semua cara. Dia pernah memeriksakan diri di rumah sakit dan dokter mengatakan hanya masalah pada folikel. Lillia telah mendapatkan suntikan untuk merangsang ovulasi, lantas mengapa masih belum hamil?Itu sebabnya, Lillia langsung memasang ekspresi paham. Melihat ini, Claude yang berekspresi muram pun bersuara, "Memangnya kamu nggak tahu jawabannya?"Lillia mengangkat alisnya dan menimpali, "Kalau aku tahu, nggak mungkin masih belum hamil sampai sekarang.""Apa hanya ada masalah ini di pikiranmu?" tanya Claude sembari menggertakkan giginya. Bisa dilihat, betapa kesalnya dia terhadap Lillia.Yang dipikirkan wanita ini hanya mengandung dan melahirkan anak. Sekarang, keduanya mau bercerai juga karena tidak bisa mengandung? Sepertinya di mata Lillia, suami hanya peralatan supaya dia bisa mengandung.Begitu mendengar ucapan ini, Lillia sontak termangu. Setelah bereaksi kembali, dia mendapati dirinya telah digendong oleh Claude. Lillia melaw
Lillia menelepon Moonela untuk memberitahunya akan pulang dulu, lalu bertanya apakah Moonela juga ingin pulang?Entah apa yang dilakukan Moonela, suaranya terdengar kurang jelas. "Ya, kamu pulang saja dulu. Aku lagi sibuk ... ih! Sebal deh!"Lillia seketika tidak bisa berkata-kata. Dia tahu Moonela pasti sedang bersama pria tampan. Wanita ini baik dalam segala aspek, tetapi obsesinya pada pria tampan benar-benar tak tertolong.Lillia berkata tanpa daya, "Ya sudah, aku pulang dulu. Sopir akan menunggumu di luar.""Oke," sahut Moonela yang sudah tidak sabar untuk mengakhiri panggilan. Kemudian, Lillia langsung pulang.Keesokan paginya, Lillia merias diri dulu sebelum berangkat ke Grup Hutomo. Mungkin karena Claude telah berpesan pada bawahannya, jadi Lillia langsung dibawa naik ke lantai atas setelah menyebutkan namanya."Pak Claude menunggumu di ruang kantor, silakan masuk." Sesudah membantu Lillia mengetuk pintu, staf itu langsung pergi.Lillia mendorong pintu untuk masuk, lalu melihat
Selama ini, Ohara tinggal di desa untuk merawat suaminya. Dia tidak pernah datang ke kota, lantas bagaimana mungkin dia tahu lokasi rumah Lillia?Mendengar bentakan itu, Lillia merasa sangat tidak tega pada neneknya. Dia khawatir sesuatu terjadi pada Ohara jika berada di stasiun sendirian. Jadi, Lillia segera berkata, "Nenek, berikan ponselmu pada sopir itu. Aku akan bicara dengannya.""Oh, ya, ya!" sahut Ohara yang buru-buru menyerahkan ponselnya kepada sopir itu.Si sopir pun menegur dengan jengkel, "Kenapa kamu membiarkan orang tua keluar sendirian? Dia saja nggak tahu mau ke mana. Kalian hanya membuang-buang waktuku."Lillia meminta maaf dengan rendah hati, "Maafkan aku, Pak. Tolong antar nenekku ke gerbang utara Kompleks Aera. Aku akan menunggu di sana dan membayarmu 3 kali lipat. Tolong, ya?"Kompleks Aera adalah perumahan orang kaya. Melihat sikap Lillia yang sopan, bahkan ingin membayar 3 kali lipat, sopir itu tentu menyetujuinya, "Oke. Kalau kamu nggak ada di sana, aku langsun
Begitu Lillia turun dari mobil, Ohara pun tiba. Ketika melihat neneknya tiba dengan selamat, Lillia akhirnya merasa lega."Nenek, telepon aku dong kalau kamu mau datang. Aku bisa menjemputmu. Aku khawatir kalau kamu bepergian jauh sendirian," ujar Lillia sambil membayar.Kemudian, Lillia merangkul Ohara dan mengangkat kantong yang dibawanya. "Yang pelan sedikit. Kita pulang dulu."Ohara tiba-tiba berdiri diam di tempatnya. Dia menggeleng sambil berkata, "Nggak perlu ke rumahmu lagi. Aku kotor sekali, aku hanya ingin kasih Claude bunga pagoda ini."Setelah mengatakan itu, Ohara membuka kantong yang dibawanya dengan tangan bergetar. Dia ingin menunjukkan barang di dalamnya kepada Lillia. Terlihat beberapa bungkus bunga pagoda yang sudah dikeringkan dan dibungkus rapi dengan plastik."Waktu itu, kamu pernah bawa Claude pulang. Aku menyeduh teh bunga pagoda untuknya, dia bilang suka. Kebetulan sekali, bunga pagoda mekar baru-baru ini. Aku menyuruh Vardan memetiknya supaya bisa dikeringkan
Tiba saat pulang kerja, Ohara telah mempersiapkan semua hidangan dan menyeduh teh. Namun, sebelum mereka mulai makan, Ohara melihat ke arah pintu sesekali dan bertanya, "Kenapa Claude belum pulang juga?"Lillia melihat Ohara sekilas, lalu teringat kembali dengan perkataan Vardan. Tenggorokannya serasa tercekat dan tidak bisa berkata-kata. Dia tidak bisa membayangkan bagaimana seorang wanita tua yang matanya telah hampir rabun dan tidak pernah bepergian selama ini, bisa datang ke kota yang asing ini sendirian. Ohara juga bahkan membawa begitu banyak benda.Apakah ini karena Ohara merasa dirinya sudah tidak bisa hidup lama lagi, sehingga dia datang untuk melihat Lillia? Ohara selalu merasa khawatir Lillia berada di kota ini sendirian dan tidak ada yang bisa membantunya. Dia sangat takut setelah kematiannya, Lillia masih belum kunjung hamil juga dan tidak punya siapa pun lagi.Mengingat hal ini, Lillia merasa tidak tega. Dia menahan air matanya, lalu berdiri sambil tersenyum. "Dia sedang
Saat dilihat, ternyata panggilan itu dari neneknya. Lillia melirik ke arah Claude dengan hati-hati sekilas. Pandangan mereka saling bertemu. Ekspresinya yang merasa kesulitan itu terlihat jelas oleh Claude. Lillia ingin mendesak pria itu, tetapi akhirnya mengurungkan niatnya. Dia hanya pergi tanpa mengatakan apa pun."Nenek ...." Lillia menjawab telepon itu sambil menutup pintu kantor."Ah .... Kamu sudah menjemput Claude?" tanya Ohara. Saat ini langit sudah hampir gelap. Begitu lampu di ruangan itu dibuka, mata Ohara akan jadi semakin buram. Dia tidak ingin Lillia mengetahui kondisi matanya dan membuat gadis itu khawatir.Sekarang, harapan Ohara satu-satunya adalah melihat hubungan Claude dan Lillia baik-baik saja. Hanya saja, Ohara meragukan apakah dia masih punya kesempatan untuk melihat cicitnya. Ohara melamun cukup lama, dia baru tersadar lagi saat Lillia memanggilnya beberapa kali."Hah? Apa kamu bilang?""Aku bilang, Claude sedang rapat, jadi harus menunggu cukup lama lagi. Kala
"Kalian semua sibuk, jadi aku nggak mau merepotkan kalian. Aku bisa mengenali jalan kok," balas Ohara dengan gembira sembari menepuk punggung tangan Claude."Nggak repot. Kalau Nenek bilang begini, bukankah kesannya jadi Nenek menganggapku adalah orang luar?" Claude berkata dengan nada bicara yang serius, seolah-olah dia benar-benar tersinggung.Ohara buru-buru melambaikan tangannya, "Bukan begitu! Mana mungkin! Aku hanya takut kalian sibuk. Aku ...."Claude langsung menyela ucapannya, "Sesibuk apa pun, nggak ada yang lebih penting dari Nenek. Nenek juga nggak merepotkan."Ohara mengangguk sambil tersenyum semringah. Saat makan malam, Claude memperlakukan Ohara dengan penuh perhatian, bahkan Lillia saja tidak punya kesempatan untuk membantu sama sekali. Pandangan Lillia terhadap Claude jadi penuh dengan rasa syukur dan kekaguman.Claude benar-benar pandai berakting. Jika bukan karena mereka sudah mengaturnya sebelumnya, bahkan Lillia juga akan tertipu oleh akting Claude ini. Setelah ma