Keduanya terus berdebat sepanjang perjalanan. Ketika kembali, matahari sudah terik. Namun, ada banyak pohon di desa sehingga tidak terasa begitu panas.Lillia berjalan ke dapur. Sementara itu, Claude bertanya kepada Hans yang menunggunya pulang dari tadi, "Kamarku sudah siap?""Sudah," jawab Hans sambil mengangguk."Kalau begitu, kamu kembali dulu ke kota, jangan beri tahu siapa pun lokasiku. Kalau ada masalah, langsung hubungi aku lewat WhatsApp," pesan Claude."Baik." Hans mengiakan sambil mengangguk lagi.Ketika melihat Lillia sibuk di dapur, Claude masuk dan bertanya, "Kamu lagi buat sarapan?""Hm." Lillia membatin, 'Bukannya pria ini datang untuk mengurus masalah pekerjaan? Kenapa santai sekali?'Claude menyingsingkan lengan bajunya sembari menghampiri Lillia, lalu bertanya, "Mau masak apa?""Masak mie, ngapain kamu?" Lillia segera memiringkan badan saat melihat Claude hendak merebut pisau di tangannya."Masak untukmu dong, tanganmu nggak stabil waktu pegang pisau," sahut Claude y
Claude menatapnya dengan tatapan suram. "Kamu begitu nggak percaya padaku?""Itu nenekku, mana mungkin aku berani main-main dengan nyawanya," timpal Lillia. Dia tidak akan menerima saran Claude sekalipun kemungkinan ketahuannya hanya sedikit."Ya sudah, kujamin nggak akan ada yang tahu tentang ini," ujar Claude.Lillia sudah hampir menghabiskan mienya. Dia menengadah melirik Claude yang masih berdiri di samping, lalu bertanya, "Apa masih ada urusan lain? Keluar saja kalau nggak hal lain lagi. Aku masih harus mengurus pekerjaanku setelah makan."Claude menatap mangkuk mie dan berucap, "Kuahnya juga enak, aku akan mengambil mangkukmu keluar nanti. Kamu fokus saja pada pekerjaanmu."Untuk sesaat, Lillia tidak tahu harus mengatakan apa. Sementara itu, Claude mendesaknya lagi, "Ayo, cepat habiskan. Aku juga masih punya pekerjaan."Lillia bereaksi kembali dan segera menghabiskan kuahnya. Setelah menyerahkannya kepada pria itu, dia tidak lupa untuk berkata, "Terima kasih."Claude pun menyungg
Ketika melihat Lillia yang tampak begitu senang, Claude ikut tersenyum tanpa berbicara. Karena Lillia sudah memberitahunya untuk tidak mengungkit masa lalu, Claude tidak akan mengungkitnya, hanya menikmati momen bersama ini.Lillia benar-benar puas dengan makanan malam ini. Ketika Claude merapikan meja, pria itu bertanya, "Selama ini, kamu sangat menyukai makanan begini, ya?"Ketika tinggal bersama Claude, pelayan sangat menjaga makanan mereka. Lillia tidak berkesempatan untuk menikmati makanan yang dianggap Claude sangat berminyak ini, pasti rasanya tidak nyaman."Desa Nova dekat dengan laut dan ada kolam, aku tumbuh besar di sini. Menurutmu, aku suka atau nggak? Nenekku sangat pintar masak masakan begini," timpal Lillia yang bersandar di kursi sembari mengelap tangannya."Bagus kalau suka. Lanjutkan saja pekerjaanmu, aku juga harus mengurus sesuatu setelah semuanya beres." Selesai berbicara, Claude berjalan ke dapur."Apa butuh bantuanku?" tanya Lillia yang bangkit dan merasa tidak e
"Apa yang kamu lihat?" tanya Lillia dengan ekspresi heran. Pada saat yang sama, dia juga merasa agak canggung, entah Claude mendengar obrolannya dengan Ohara atau tidak ...."Nenekmu menolak diopname lagi?" tanya Claude balik. Dia tentu mendengar sedikit obrolan tadi.Lillia mengiakan tanpa berniat mengobrol dengan Claude. Ketika dia hendak berjalan masuk, Claude tiba-tiba menghampiri dan bertanya lagi, "Kamu mau jalan-jalan dulu nggak?""Nggak perlu, kerjaanku belum selesai." Lillia ingin segera menyelesaikan pekerjaannya dan pulang. Dengan begini, neneknya tidak perlu terus diopname."Kamu tetap harus istirahat. Kalau sampai jatuh sakit karena terlalu lelah, pekerjaanmu yang akan tertunda nanti," ujar Claude yang langsung meraih pergelangan tangan Lillia. Lillia mencoba untuk melepaskannya, tetapi Claude menariknya sambil meneruskan, "Bantu aku lihat pemandangan di sini, beri aku sedikit saran tentang desain.""Kamu seharusnya cari desainer interior, bukan perancang busana!" seru Lil
Ketika perjalanan kembali, ponsel Claude tiba-tiba berdering. Begitu melihat nama si penelepon, kegembiraan pada ekspresi Lillia sontak menghilang."Aku akan menjawab panggilan dulu, kamu tunggu di sini." Selesai berbicara, Claude segera menuju ke seberang.Lillia pun terkekeh-kekeh sinis dan tidak berniat untuk menunggu. Dia langsung berbalik dan pergi begitu saja.Claude menerima panggilan dari Nixon. Dia bertanya dengan dingin, "Kenapa?""Kamu memasang alat sadap di ponselku?" tanya Nixon segera dengan kesal.Claude tidak menduga Nixon akan mengetahuinya secepat itu. Meskipun merasa terkejut, dia hanya membalas dengan tidak acuh, "Memangnya kamu punya bukti kalau aku yang melakukannya?"Claude tahu betapa telitinya Hans dalam menangani sesuatu, tidak mungkin Nixon bisa menangkap basah mereka."Claude, hanya kamu yang tahu aku keluar dari penjara. Aku juga nggak menghubungi siapa-siapa, hanya kamu dan Nikita. Nggak mungkin Nikita yang melakukannya, 'kan?" sahut Nixon yang menahan ama
Lillia mengiakan, mendadak merasakan firasat buruk. Louis pun berucap dengan perlahan, "Kami dapat informasi kalau Nikita punya seorang kakak, namanya Nixon. Nixon ini pernah dipenjara."Lillia mendengarkan dengan saksama. Louis meneruskan, "Begitu keluar dari penjara, Nixon langsung menghubungi Claude dan menyerahkan Nikita kepadanya. Aku nggak tahu Claude pernah memberi tahu tentang ini atau nggak."Lillia teringat pada ucapan Claude yang mengatakan Nikita pernah menolongnya .... Jangan-jangan, yang dia maksud adalah kakak Nikita, Nixon? Selain itu, Nixon dipenjara karena Claude?"Oke, lanjutkan," ucap Lillia setelah berpikir sesaat. Dia tahu betul bahwa semua ini bukanlah pokok penting dari hasil penyelidikan Louis."Nixon selalu mengawasi Nikita secara diam-diam. Hal pertama yang dilakukannya padamu yaitu menghubungi orang yang punya sedikit wawasan dengan pengobatan tradisional. Setelah mencelakaimu, orang itu pergi ke luar negeri dan nggak pernah berkontak dengan Nixon lagi," jel
Sesudah makan siang, Lillia pun berangkat ke Kota Pinang. Begitu tiba di LMOON, Moonela dan asisten langsung keluar untuk menyambut."Louis sering datang ke studio belakangan ini. Kudengar, dia menyewa apartemen di sini," ucap Moonela saat membantu Lillia mengangkat kopernya.Meskipun Louis dan Liman telah membantu Lillia, Moonela tidak lupa bahwa Keluarga Jaspal dan Widodo bukanlah keluarga biasa. Itu sebabnya, dia selalu mengawasi pergerakan kedua pria itu."Kita bicarakan nanti, aku agak lelah," sahut Lillia yang tidak ingin membahas tentang Keluarga Jaspal dan Widodo di depan asisten mereka.Bagaimanapun, kedua keluarga ini jelas memiliki kekuasaan yang tidak biasa karena bisa menyelidiki banyak hal. Jika asisten ini tahu terlalu banyak, Lillia dan Moonela yang akan dalam bahaya."Oke." Moonela mengiakan sambil mengangguk. Begitu keduanya masuk ke ruang kantor, Moonela menutup pintu dan bertanya, "Apa Louis ini benar-benar bisa diajak kerja sama?""Karena kita sudah menghubunginya,
Lillia menggenggam ponselnya dengan erat, ekspresinya dipenuhi kebencian. "Claude, kalau nenekku kenapa-napa, aku akan membunuh Nixon dan Nikita!"Selesai berbicara, Lillia mengakhiri panggilan. Jelas-jelas dia punya bukti yang bisa membuat Nikita hancur. Tanpa diduga, Nixon malah menculik Ohara. Adapun Claude, Lillia lebih percaya gajah bisa terbang daripada pria ini.Lillia menarik napas dalam-dalam, berusaha untuk menenangkan diri. Sesudah tenang, dia baru menghubungi Moonela.Begitu telepon tersambung, Moonela langsung berkata dengan ramah, "Kenapa meneleponku? Apa Nenek merindukanku? Beri tahu Nenek, aku akan mengunjunginya kalau ada waktu ...."Lillia seketika merasa ingin menangis mendengarnya. Dia menahan tangisannya dan berucap, "Cabut gugatannya segera. Kamu harus membocorkan informasi ini supaya Nikita tahu.""Kenapa?" Moonela bertanya dengan gusar, "Mereka telah melakukan begitu banyak kejahatan, kenapa dibiarkan begitu saja? Apa semua ini karena Claude?"Begitu membahas te