Lillia tentu senang dengan jawaban ini. Dia mengambil bawang putih lagi, lalu perlahan-lahan mengupasnya sambil menyahut, "Oke, kamu urus saja pekerjaanmu, aku akan menggantikanmu menjenguk Kakek dan Nenek sekaligus berbakti kepada mereka.""Sepertinya kamu nggak keberatan lagi kalau kita bertengkar, ya? Nada bicaramu kasar sekali," ujar Claude seraya mengernyit."Masa? Bukannya aku berbaik hati membantumu menutupi masalah ini?" tanya Lillia dengan raut wajah lugu.Ketika mulai memasak, Ohara bilang ikan yang dimasak Claude sangat lezat sehingga menyuruhnya bantu memasak. Selain itu, Ohara juga menyuruh Lillia untuk membantu Claude.Lillia pun berjongkok di samping tong sampah sembari mengupas bawang putih. Keduanya terlihat seperti orang asing.Ohara dan Jilly menguping di depan pintu, tetapi tidak mendengar suara apa pun. Jadi, mereka pun bertatapan dan akhirnya duduk di sofa."Mereka pasti berpisah terlalu lama, jadi bertengkar," bisik Jilly. Namun, Ohara tidak sependapat. Dia yakin
Di salah satu restoran terbuka yang paling terkenal di pusat kota, tampak Lillia dan Jaivyn yang membahas masalah pekerjaan. Sesaat kemudian, Jaivyn sibuk membahas naskah dengan orang lain.Lillia pun merasa dirinya tidak diperlukan lagi di sini. Saat ini, Elgan datang dan duduk di samping Lillia. Dia menyerahkan gelas di tangan sambil memperkenalkan, "Nama minuman ini Passion Coast. Ayo dicicipi.""Sepertinya Pak Jaivyn sudah selesai membahas masalah pekerjaan denganku, jadi sebaiknya aku pulang. Lain kali, kamu hubungi aku di siang hari saja. Nenekku sudah tua, dia pasti cemas kalau aku belum pulang," ujar Lillia yang mengambil gelas tersebut sambil tersenyum.Elgan mengangkat tangannya yang memakai arloji bertatahkan berlian, lalu menyahut, "Ini baru jam 8.30 malam, gimana kalau aku mengantarmu pulang jam 9.30 malam?"Lillia tampak agak kesulitan. Dia berucap, "Aku ....""Pak Elgan!" sela seseorang dengan penuh semangat.Lillia dan Elgan sama-sama menatap pria paruh baya yang memega
Tampak Bugatti berhenti di depan Lillia. Kemudian, Lillia menghampiri dengan ekspresi tenang. Setelah pintu dibuka, dia menatap Claude dan bertanya, "Kamu nggak pulang?""Masuk," sahut Claude dengan nada bicara tidak sabar.Lillia pun masuk. Begitu pintu mobil ditutup, Claude sontak meraih pergelangan tangannya. Lillia yang hendak melepaskan diri pun bertanya, "Apa yang kamu lakukan?"Tatapan Claude tampak luar biasa dingin. Dia menatap Lillia lekat-lekat tanpa berbicara, membiarkan Lillia berangsur tenang.Ruang di dalam mobil sangat sempit. Cahaya dari lampu pinggir jalan menyinari masuk. Raut wajah Claude yang suram tampak bertolak belakang dengan lingkungan luar yang terang benderang. Hal ini pun membuat auranya tampak makin mengerikan.Jantung Lillia sontak berdetak kencang. Dia menatap Claude sembari menggigit bibirnya. Sementara itu, Claude menyadari wanita ini agak takut padanya. Dia meregangkan genggamannya dan bertanya, "Kalian bahas pekerjaan apa tadi?""Memangnya aku harus
Bibir Claude mencium leher putih Lillia, sementara tangannya juga mulai beraksi. Namun, Lillia tidak menolaknya. Gairahnya telah terpancing oleh ciuman tersebut.Lillia menatap pria yang ada di depannya, lalu bertanya dengan suara gemetar, "Kenapa kamu mengenakan setelan putih hari ini?" Akan tetapi, Claude hanya mencium bibirnya tanpa menjawab apa pun.Keesokan paginya, Claude telah pergi saat Lillia bangun. Setelah mandi, Lillia pun keluar dari kamar. Ohara yang kebetulan sedang membersihkan daun bawang di ruang tamu menoleh ke arahnya, lalu bertanya, "Claude sudah pergi sejak tadi. Dia bahkan nggak sarapan. Apa kamu membuatnya marah semalam?""Nggak. Hari ini, aku akan menemui kakek dan nenek Claude. Nenek nggak perlu menyiapkan makan siangku," jawab Lillia sembari berjalan ke dapur.Ohara pun mengiakan. Ketika Lillia membawa sarapan dari dapur, Ohara berpesan, "Aku membuat beberapa bakpao dan pangsit untuk kalian. Simpan saja di freezer. Nanti, kalau kalian lagi malas masak, panas
Lillia pun bergegas ke studio setelah dari rumah kakek Claude. Setelah menyerahkan akta tanahnya kepada Moonela, Lillia langsung sibuk mengerjakan hal lainnya. Jaivyn harus mencari data karena sedang syuting film yang menceritakan tentang kekacauan zaman dahulu. Lantaran tidak punya data yang relevan saat ini, Lillia terpaksa menanyakannya kepada profesor sejarah di universitas terdekat.Setelah bertanya pada profesor itu sekian lama, Lillia juga telah mendapatkan banyak informasi. Hanya saja, semua ini masih belum cukup. Profesor itu menyuruhnya mencari buku di perpustakaan untuk menelitinya perlahan-lahan.Setelah keluar dari universitas, Lillia menerima sebuah panggilan dari Claude. Saat menekan tombol menerima panggilan, terdengar suara Claude yang marah, "Kamu pulang dan membuat Nenek kesal demi menjadikan rumah yang kubelikan untukmu itu sebagai agunan? Kamu sekarang benar-benar nggak peduli dengan hal lain lagi selain pekerjaan!"Lillia langsung bertanya, "Bagaimana kondisi Nene
Claude mengatupkan bibirnya dengan erat sambil menatap Lillia. Lillia memandangnya dengan tak sabaran. "Kalau kamu sudah menyelidikinya, bawa dokter berengsek itu ke hadapan Nenek, semuanya sudah selesai!""Nenek sedang di rumah sakit, kamu bahkan nggak mau melihatnya. Untuk apa aku sia-sia meneleponmu tadi?" tanya Claude."Apa kamu merasa dia ingin melihatku? Gara-gara dokter yang dicarinya, aku hampir saja mati. Kamu nggak mau bicarakan dengannya, dia malah mengatakan aku mengadu padamu dan bertengkar denganku. Claude, memangnya aku nggak sedih?" tanya Lillia dengan nada dingin sambil berdiri.Tanpa memberi kesempatan bicara bagi Claude, dia berkata, "Kamu sama sekali nggak mau menghadapi semua masalah di rumah dan menyelesaikannya. Setelah terjadi sesuatu, sekarang kamu menyalahkanku? Apakah harus sampai aku mati dulu saat itu, dia baru mau mengakui dokter itu bermasalah?""Jangan bicara seburuk itu," kata Claude yang mulai meredam amarahnya."Gara-gara siapa masalah ini bisa terjad
Claude menatap neneknya cukup lama sebelum berkata dengan lembut, "Nenek, apa kamu nggak sayang padaku lagi?"Begitu ucapan ini dilontarkan, Priya langsung memegang tangan Claude dan berkata dengan wajah sedih, "Nenek yang merawatmu sampai dewasa, mana mungkin Nenek nggak sayang padamu? Memangnya Nenek mencelakaimu karena menyuruhnya melahirkan anak? Nenek hanya ingin membantu menjaga anakmu selagi masih sehat sekarang. Kalau Nenek nanti sudah nggak bisa membantu lagi, siapa yang kamu harapkan untuk merawat anakmu?""Masalah anak, apakah kita bisa kita bicarakan lagi nanti?" tanya Claude sambil menatap neneknya dengan tenang. Lillia melihat Claude sekilas, sebenarnya dalam hatinya tidak terlalu mengerti mengapa Claude saat itu menolak untuk melahirkan anak.Namun, Lillia juga tidak banyak berpikir lagi. Kalaupun Claude menginginkan anak sekarang, Lillia juga tidak menginginkannya lagi."Sudah tiga tahun! Masih saja mau pelan-pelan?" kata Priya sambil memelototinya."Pokoknya, masalah a
Lillia tidak menunggu Claude lagi. Saat Claude sudah berhasil menenangkan neneknya dan keluar, hanya tersisa Cedron dan Nikita di koridor.Melihat Claude keluar, Nikita maju dan bertanya dengan ekspresi penuh perhatian, "Bagaimana dengan keadaan Nenek?"Ekspresi Claude tidak terlihat ramah dan nada bicaranya tetap tenang seperti biasanya. "Nggak ada masalah besar. Tapi, kelak kamu nggak boleh berhubungan dengan nenekku lagi."Mendengar perkataan itu, Nikita langsung terlihat sedih. "Claude, Nenek sudah tua dan mungkin butuh seseorang untuk diajak bicara, aku hanya menemaninya mengobrol."Nikita baru saja mengatakan perkataan itu, Claude langsung menatapnya. Tatapan Claude yang serius, membuat hati Nikita merasa gelisah. Dia menggigit bibirnya dan mengalihkan pandangannya sebentar, lalu bertanya dengan nada yang lembut, "Kenapa?"Cedron yang berdiri di dekat sana, menyaksikan semua kejadian itu dengan tenang."Aku nggak suka orang yang melewati batasannya," kata Claude dengan nada tenan