Rina menepuk dahinya. Bagaimana bisa dia lupa kalau Arya ada di rumahnya. Sementara lelaki itu, dengan tanpa dosa berjalan menuju ke meja makan. Dia pun mencium rambut Rina sambil duduk di sampingnya. “Memangnya kenapa kalau aku ada di rumah istriku?” Arya berkata dengan nada santai, tanpa merasa bersalah. Rian menatapnya dengan tajam. “Kalian sudah bercerai, Arya. Tidak pantas kalau kamu tidur di sini. Apalagi, aku tahu maksudmu mendekati Rina lagi. Aku tidak akan membiarkanmu melukai dia untuk kedua kalinya.” Rina menghela napas panjang, merasa tegang dengan situasi ini. Dia melangkah di antara kedua pria tersebut, mencoba meredakan ketegangan. “Rian, tenang dulu. Biar aku jelaskan,” katanya lembut, berharap bisa meredam ketegangan yang semakin memanas. Rian menatap Rina, matanya penuh tanda tanya. “Jelaskan apa, Rina? Bukankah kamu yang bilang kalau kamu tidak ingin rujuk dengan Arya? Lalu kenapa sekarang dia ada di sini?” tanya Rian dengan nada yang menyiratkan kekecewaan
Arya yang baru saja melihat istrinya pulang langsung memarahinya, dia tidak suka Hana terlalu iku campur urusannya. "Apa maksud kamu datang ke kantor Rina seperti itu, Hana? Apa kamu tidak sadar kalau apa yang kamu lakukan itu bisa merusak rencanaku?" bentak Arya, wajahnya memerah oleh amarah yang tak bisa ia tahan. Hana mendengus, lalu membalas dengan nada tinggi, "Memangnya kenapa kalau kesana? Aku hanya ingin memperingatkan wanita itu agar tidak lagi menggoda suamiku! Ternyata, aku salah, suamikulah yang menggodanya. Dia bahkan bilang kalau dia sudah tidak mau lagi denganmu. Kenapa kamu tetap ngotot untuk mengejarnya?" Arya mengepalkan kedua tangannya, mencoba meredam amarahnya yang semakin menggelegak. "Kamu tidak mengerti, Hana. Ini masalahku dengan Rina. Ini bukan urusanmu." Hana tertawa sinis, "Bukan urusanku? Aku ini istrimu, Arya. Apa yang kamu lakukan dengan Rina, tentu saja urusanku. Kamu selalu berdalih soal masa lalu kalian, tapi kamu lupa kalau sekarang kamu punya is
Dering telepon membuyarkan lamunan Rina yang tengah memikirkan masalah di perusahaannya. Wanita itu pun segera mengangkatnya tanpa melihat nama peneleponnya."Rina," suara Arya terdengar lembut namun tegas, "bisakah kau menemaniku datang ke acara anniversary pernikahan salah satu kolega bisnisku? Aku butuh pendamping, dan kehadiranmu sangat penting untuk membangun kerja sama ini." Rina terdiam, merasa ragu. "Kenapa harus aku? Kenapa bukan Hana? Bulankah saat ini, dialah yang menjadi istrimu? Aku rasa ini bukan ide yang bagus, Arya. Jika publik tahu kamu telah menikah lagi sebelum kamu menceraikanku secara resmi, tentu, itu tidak baik untuk perkembangan perusahaan kita." Arya terdiam sejenak, lalu melanjutkan, "Selama diantara kita tidak ada yang membuka suara, publik tidak akan pernah tahu. Disana, aku akan menemui beberapa kolega yang akan bekerja sama dengan perusahaanku. Maka dari itu, aku mengajakmu. Jika aku mengajak Hana, tentunya skandal ini akan terendus oleh media. Please
Robert pun membisikkan sesuatu di telinga Rina. "Saya tahu, Nona sudah bercerai dengan Arya karena Arya telah berselingkuh dari Nona. "Rina tertegun mendengar bisikan Robert. Kata-kata itu bagaikan petir yang menyambar hati kecilnya. Lelaki itu kembali berbisik,"Namun, sekarang Arya mengejar-ngejar Nona bukan? Padahal, baru beberapa minggu yang lalu dia menceraikan Nona. Anda ingin tahu, kenapa alasannya""Apa?" tanya Rina mulai tertarik dengan pembicaraan ini."Arya kembali mendekatinya demi keuntungan pribadi. Bukan karena perusahaannya sedang bermasalah, tapi lebih pada perkembangan bisnisnya. Menyandang suami dari seorang pebisnis sukses seperti Nona tentu memudahkan dia untuk mendapatkan proyek besar. Tak hanya itu, banyak investor yang mulai ingin menanamkan modal pada perusahaannya. Maka dari itu, dia mengajak Nona kemari, bukan istri keduanya."Rina menatap wajah Robert, berusaha mencari kebohongan disana. Namun yang terlihat hanyalah ketulusan dan kejujuran. "Tuan Robert,
"Aku tahu… tapi biarkan aku, hanya malam ini, Rina." Sebelum Rina sempat menjawab, Arya perlahan mendekat. Rina berusaha mundur, tapi Arya keburu menariknya dalam pelukan. Lelaki itu pun menyatukan bibir mereka sebelum Rina menghindar. Untuk pertama kalinya, Arya mencium Rina penuh kelembutan. Arya juga menekan kepala Rina agar wanita itu tidak bisa bergerak. Untuk sesaat, Rina pun terbuai. Keduanya hanyut dalam ciuman penuh kasih yang baru pertama kali mereka lakukan. Barulah saat Rina kehabisan napas, Arya melepaskan ciumannya "Arya." Rina berbisik pelan, namun tegas. "Kita sudah bercerai. Aku tidak bisa terus mengulangi kesalahan yang sama." Arya terdiam, sedikit kecewa dengan penolakan Rina. Dengan berat hati, Arya pun mengurai pelukan mereka. "Maaf, Rina. Aku... aku terlalu terbawa suasana." Rina mengangguk dan membuka pintu mobil, berusaha mengatur perasaannya. Sebelum benar-benar turun, dia menoleh kembali pada Arya, memberikan senyum kecil yang penuh arti. "Aku harap k
Keesokan harinya, Hana bertemu dengan seseorang di sebuah kafe. Orang tersebut adalah pria bayaran yang akan dia suruh untuk menjalankan rencananya yang ternyata, dia juga sudah mengenal RIna. Hana sudah menunggunya di meja paling ujung. Begitu melihat Hana, pria itu langsung duduk di hadapannya. “Aku pikir, kamu tidak akan datang,” ujar Hana dengan wajah serius. Pria itu duduk dan menatap Hana dengan tatapan serius. “Kamu beneran ingin membalas dendam pada Rina? Aku bisa membantumu. Namun, tentu saja, semua itu tidak gratis,” katanya tanpa basa-basi. Hana mengangguk. Dia memang sudah lelah menghadapi Rina yang masih saja menempel pada suaminya. Padahal, dia sudah memperingatkan Rina, tetapi, wanita itu, tak mengindahkan peringatannya. “Aku tak akan biarkan Rina terus mendekati suamiku. Dia harus tahu posisinya saat ini.” Pria itu menyeringai. “Baiklah. Aku punya rencana. Kita akan membuat hidup mereka sedikit kacau.” --- Di tempat lain, Arya tengah bekerja di kantor saat ponsel
Drrrt drrrt Suara getaran ponsel Arya mengagetkan Hana yang sedang membaringkan tubuhnya di ranjang. Karena tak kunjung berhenti, Hana pun bangkit dan mengambil handphone itu. Matanya memicing saat melihat nama Rina di layar. "Ngapain dia nelepon suami gue? Pasti ngajak ketemuan! Dasar kegatelan. Sudah pisah juga masih aja ngejar-ngejar laki orang." gerutu Hana. Senyum licik pun terbit di bibirnya. Dia lalu mengangkatnya sejenak, kemudian mematikannya. Setelah itu, Hana langsung meng-off kan handphone Arya. "Rasakan itu! Emang enak." Belum sempat Hana mengembalikan ponsel itu, Arya sudah keluar dari kamar mandi. Ekspresi lelaki itu langsung berubah saat melihat Hana tengah memegang ponselnya. "Ngapain kamu pegang-pegang handphone gue?" teriak Arya sambil merebut handphone itu dengan kasar. Hana tampak canggung dan tertawa kecil. "Aku hanya ingin memastikan kamu tidak berhubungan lagi dengan Rina. Lagipula, kalian sudah berpisah kan, untuk apa lagi kalian masih berhubungan?" Ary
Di dalam ruang rawat inap yang sunyi, Rina perlahan membuka matanya, matanya masih berat dan pandangan sedikit buram. Ia mengerjap beberapa kali, mencoba mengumpulkan kesadarannya. Ketika akhirnya matanya fokus, Rina merasa bingung. Di samping ranjangnya berdiri Rian, bukan Arya. Padahal, seingat dia, Arya lah yang menolongnya. “Rian?” suara Rina serak dan pelan, hampir seperti bisikan. “Kamu? Bukannya… bukannya Arya yang menolongku tadi malam?” Rian tersenyum lembut, namun ada gurat ketegangan di wajahnya. “Iya, Arya memang yang membawa kamu ke rumah sakit, Rina. Tapi setelah itu dia pergi, dan aku yang menunggu sampai kamu sadar.” Rina tampak ragu, matanya menatap Rian seakan mencari kebenaran dalam ucapannya. “Tapi… aku ingat betul, dia yang membantuku… Dia yang memelukku saat aku kedinginan…” Rina menunduk, mencoba mengingat dengan jelas apa yang terjadi. “Sudahlah, Rina,” Rian berusaha menenangkannya, menepuk lembut tangannya. “Yang penting sekarang kamu sudah aman. Kamu butu
Arfan terbangun, tangannya mencari sang istri yang biasanya tidur di sampingnya. Semalam, dia sedikit mabuk hingga tak peduli apapun saat pulang. "Kemana Nadin? Apa dia sudah bangun?" Arfan pun keluar kamar dan mendapati rumahnya begitu hening. "Kemana semua orang? Apa Nadin sudah pergi?" "Bibi!" panggilnya. Namun, yang datang bukan Bibi melainkan sang asisten yang datang dengan wajah panik. "Ada apa?" “Pak Arfan, maaf mengganggu, tapi… ini penting,” suara lelaki terdengar tegang. “Katakan saja!” kata Arfan santai. Lelaki itu tidak memiliki firasat apapun. Padahal, hal buruk telah terjadi. “Saya baru saja mendapat kabar dari pihak kepolisian. Istri Anda, Bu Nadin… dia mengalami kecelakaan bersama Bu Karina tadi malam. Dan… mereka tidak selamat.” Dunia Arfan seakan berhenti berputar. “Apa?” Suaranya bergetar. “Kau pasti bercanda, kan?” “Maaf, Pak… ini kenyataan.” Sendok makan yang dia pegang tiba-tiba terjatuh. Tangan dan kakinya melemas, dan dadanya terasa sesak. Dia tidak
"Mama," panggil Nadin saat melihat ibunya baru saja duduk di hadapannya. “Apa yang ingin kau bicarakan sampai memintaku bertemu di sini?” Karina bertanya sambil menyesap kopi yang telah dipesankan putrinya. Tatapannya tajam meneliti ekspresi Nadin. Nadin menarik napas panjang, menekan rasa frustasi yang sudah menumpuk sejak dirinya dan Arfan dipindahkan dari rumah utama keluarga Mahendra. “Aku butuh bantuan Mama,” katanya akhirnya. Karina menyeringai, meletakkan cangkirnya dengan perlahan. “Akhirnya, kau sadar juga kalau kamu butuh Mama.” Nadin mengepalkan tangannya di bawah meja. “Keisha menghancurkan semua rencana kita. Aku sudah hampir membuat Arfan menjadi CEO, tapi dia malah menunjuk suaminya sendiri untuk menggantikannya. Lalu, dia menyingkirkanku dan Arfan dari rumah utama. Ini jelas penghinaan.” Karina tertawa kecil, nada suaranya penuh ejekan. “Kau terlalu lambat, Nadin. Seharusnya kau sudah mengantisipasi langkahnya sejak awal. Keisha itu licik. Tapi kau masih punya kes
"Ma, Pa, menurut kalian gimana kalau Arfan dan Nadin tinggal di rumah sendiri," kata Keisha dengan suara tenang, tetapi tegas.Arfan mengernyit, jelas terkejut. "Apa maksudmu, Kak?"Keisha menyilangkan tangan di dadanya. "Aku sudah menyiapkan rumah untuk kalian. Rumah yang lebih besar, lebih nyaman, disana, kalian bisa bebas karena hanya tinggal berdua."Nadin langsung menegang di samping suaminya. Matanya menyipit, mencoba membaca maksud di balik keputusan Keisha. "Kenapa tiba-tiba ingin kami pindah?" tanyanya dengan senyum manis yang dipaksakan.Keisha menatapnya dingin. "Kau hamil, Nadine. Aku ingin kau lebih fokus merawat kandunganmu tanpa terlalu banyak gangguan. Rumah ini terlalu besar untukmu. Dan lagi, kamar kamu kan ada di lantai 2. Bahaya buat ibu hamil tua naik turun tangga."Arfan menghela napas. "Keisha, kalau ini karena masalah jabatan di perusahaan, aku—""Ini tidak ada hubungannya dengan perusahaan," potong Keisha cepat. "Aku hanya ingin memastikan kamu dan istri kamu
"Siapkan ruang meeting, beritahu semua petinggi perusahaan, kita akan mengadakan meeting dadakan satu jam kemudian," perintah Keisha pada aang sekretaris.Satu jam kemudian, semua sudah berkumpul di ruang meeting. Keisha baru saja masuk diikuti oleh Arfan, Rendy dan juga Nadin. Setelah memastikan semua duduk dengan tenang, Keisha pun mulai angkat bicara.“Maaf, jika saya mengadakan rapat secara mendadak. Hal ini berkaitan dengan peralihan sementara kursi kepemimpinan selama saya mengajukan cuti hamil."Arfan tersenyum tipis, sudah yakin bahwa Keisha akan mengumumkan namanya. Bahkan Nadin sudah bersiap untuk menampilkan ekspresi bangga, karena rencana mereka hampir berhasil.Namun, senyum mereka seketika memudar saat Keisha melanjutkan, “Mulai hari ini, suami saya, Rendy, yang akan menggantikan posisi saya sebagai CEO hingga saya kembali.”Ruangan langsung riuh dengan bisikan kaget. Arfan membeku di tempatnya, sementara Nadin mengepalkan tangannya di bawah meja.“Apa?” bisik Nadin deng
Di ruang makan keluarga, suasana penuh kebahagiaan. Rina dan Arya duduk di kursi mereka, menanti kabar penting dari Keisha dan Rendy yang baru saja tiba. Arfan duduk di sebelahnya, sementara Nadin berada di samping suaminya, memasang wajah penasaran. Keisha mengambil napas dalam, lalu menatap semua orang dengan senyum bahagia. “Ma, Pa, aku hamil,” ucapnya pelan, tapi cukup jelas untuk semua mendengar. Rina langsung menutup mulutnya, matanya membesar karena terkejut. “Benarkah, sayang?” Ia segera berdiri dan memeluk putrinya erat. Arya ikut tersenyum lebar. “Ini kabar yang luar biasa, Keisha!” katanya dengan bangga. Arfan, yang duduk di samping Nadin, langsung mengalihkan pandangan ke saudara perempuannya. “Selamat, Keisha. Aku ikut bahagia untukmu dan Rendy.” Di sebelahnya, Nadin juga tersenyum. Sementara semua orang sibuk mengucapkan selamat, Nadin mencengkeram gelasnya erat. Ini dia saatnya. Aku hanya perlu sedikit memainkan peran agar semua berjalan seperti yang kuinginkan.
"Sayang, Mama dan Papa senang kalian mau tinggal disini," kata Rina sambil memeluk putrinya."Aku juga senang, Kak. Dan jika Kakak langsung hamil, aku nggak bisa bayangin, gimana repotnya aku dan Kak Rendy memenuhi ngidamnya dua ibu hamil," Arfan bicara sambil mengedipkan sebelah matanya pada sang kakak.Namun, ada satu orang yang tidak peduli dengan keberadaan Keisha disini, yaitu NadineWanita itu menatap sinis kedatangan kakak iparnya beserta suaminya. Tawa mereka semakin membuat hati Nadin sakit hati. Nadin mengepalkan tangannya. Keisha sekarang berada di rumah ini, lebih dekat dengan Arfan dan keluarganya. Itu berarti rencananya bisa saja berantakan. Jika Keisha menemukan sesuatu tentangnya, maka semuanya bisa hancur.Dia tidak boleh membiarkan hal itu terjadi.---Malam itu, seluruh anggota keluarga berkumpul di ruang makan. Keisha duduk di sebelah Rendy, sementara Arfan duduk berhadapan dengan mereka. Nadin duduk di samping Arfan, tapi perasaannya tidak tenang sama sekali.Ary
Malam itu, di rumah Rendy"Jadi, bagaimana?" ulang Rendy sekali lagi. Namun, bukannya menjawab, Keisha justru memeluk erat Rendy seolah tak ingin berpisah. Rendy bisa merasakan detak jantung Keisha yang berdetak kencang. Senyum pun terbit di bibir Rendy. Lelaki itu pun membalas pelukan wanita yang sangat dia cintai itu.Setelah cukup lama berpelukan, Rendy melepaskan pelukannya. Lelaki itu menatap Keisha dalam, memberi ruang agar wanita itu bisa berpikir. “Aku tidak akan memaksa, Keisha. Aku hanya ingin kau jujur pada dirimu sendiri,” ucapnya lembut.Keisha mengangkat wajahnya, menatap mata Rendy dengan sorot ragu. “Aku takut.”Rendy tersenyum tipis. “Takut apa?”Keisha menggigit bibirnya, suaranya bergetar saat berbicara, “Takut kehilanganmu.”Rendy menghela napas, lalu meraih tangan Keisha dan menggenggamnya erat. “Kau tidak akan kehilangan aku, Keisha.”Keisha menggeleng, air mata mulai menggenang di matanya. “Dulu, aku pernah jatuh cinta. Entah apa alasannya, dia tiba-tiba pergi
"Kurang ajar! Rupanya, dia ingin main-main denganku. Jangan sebut aku Rendy jika tak bisa membuatku jatuh dalam pelukanku!" batin Rendy. Saat Dante meninggalkan mereka berdua, Rendy merasa, ini adalah kesempatan bagus untuknya. Dia bisa menghukum Keisha. Rendy pun menggendong tubuh Keisha layaknya karung beras. Lelaki itu kemudian mendudukkannya di mobil kemudian menguncinya. “Rendy! Apa-apaan ini? Buka pintunya!” Keisha berteriak. Memukul-mukul kaca mobil Rendy san berusaha membuka pintunya. Namun sayang, pintu itu telah terkunci. Rendy pun masuk dan duduk di sisi kemudi. Melihat Keisha yang terus memberontak membuat Rendy pun kesal. "Diam Keisha, kamu harus ikut denganku! Atau kalau tidak, jangan salahkan aku kalau mobil ini bergoyang!" "Rendy kamu nggak bis kayak gini sama aku! Buka pintunya Rendy! Buat apa kamu mengunci aku disini? Bukankah kamu sudah memiliki yang lain?" Rendy menggelengkan kepalanya. "Diana bukan kekasihku. Saat ini, aku memang sedang bekerja dengannya me
Keisha menatap nanar foto-foto kebersamaan Rendy dengan wanita yang enrah siapa namanya. Dia pun tak ingin peduli. Yang dia pedulikan hanyalah, sebegitu cepatkah Rendy melupakannya?Jari-jarinya mengetuk-ngetuk meja memikirkan langkah apa yang akan dia ambil. "Apa dia hanya ingin membuatku cemburu? Kalau tidak, untuk apa dia mengirimi aku foto beginian? Berani sekali dia memperlakukanku seperti ini," gumamnya geram. Tak ingin kalah, Keisha segera merencanakan langkah balasan. Jika Rendy bisa bersama wanita lain tanpa peduli padanya, maka dia juga akan melakukan hal yang sama. Wanita itu pun memikirkan cara agar bisa dalam sekejap mencari lelaki tampan, kaya, yang mau dia ajak kerja sama. "Aha! Aku tahu!"Keisha pun mengambil ponselnya kemudian menekan nomor yang dia tuju."Halo, apa tawaranmu masih berlaku?" tanya Keisha pada lelaki di seberang sana.Setelah menutup teleponnya, senyum licik pun terbit di bibir Keisha. "Lihat saja Rendy! Kamu jual, aku beli!" --- Keesokan harinya, d