“Ayo tidur, Sayang. Tidak capek apa seharian main dan jalan-jalan?” tukasku pada bocah yang masih duduk di samping nenek mereka.
“Nenek juga harus tidur cepat, tidak boleh begadang!” tuturku agar ibu juga masuk kamar. Jadi anak-anak akhirnya mau masuk kamar mereka sendiri.
“Iya, mama kalian benar. Nenek juga sudah ngantuk!” Ibu pura-pura menguap lalu anak-anakpun menurutinya agar berjingkat masuk ke kamarnya.
Saat masuk ke kamar, sepertinya mereka merasa ada yang aneh. Lalu menoleh ke padaku.
“Mama? Kenapa kamarnya berubah?” tanya Gala dan Meida hampir bersamaan.
“Uhm, benarkah? Oh, iya! Pasti ada peri yang baik hati menyihir kamar anak-anak mama yang manis menjadi berubah begini,” tukasku seketika membuat Meida begitu tertarik.
Sementara Gala malah mengernyitkan kedua a
“Maaf, saya sudah datang sesuai jam undangan!” tukasku menyampaikan pada dua orang yang sok berkuasa itu.Mereka memang berkuasa, sih. Karenanya sikap mereka begitu angkuh padaku yang di matanya bukan apa-apa ini. “Ya sudah, duduk kek biar kita selesaikan masalah ini!” Istri Pak Jongki melototiku.Ya ampun, diperlakukan begini sungguh sangat tidak nyaman. Rasanya jadi pengen membalasnya saja secara kontan.“Maaf Bu Mila, ini sebenarnya...”“Tidak perlu, Bu Kepala Sekolah. Saya sadar hanya orang miskin di sini. Jadi biar saya yang mengundurkan anak-anak dari sekolah ini. Izinkan hari ini anak-anak menyelesaikan waktu sekolahnya sampai jam pulang sekalian berpamitan dengan teman-temannya. Saya tahu, Tuan dan Nyonya Jongki banyak urusan. Jadi biar tidak berlama-lama dalam urusan ini.”Kepala sekolah itu mendengar pernyataanku dan merasa lega karena dengan suka rela tanpa protes mau menarik anak-anakku dari sekolah ini. Dia pasti merasa tertekan sudah harus menuruti keinginan dua orang t
“Sayang, kenapa hanya berdiri di sana?” panggilan Ed menggugahku yang masih membeku di depan pintu. Awalnya aku terlihat gugup dan terkejut, Ed memanggilku sayang di depan Pak Betha dan dua orang tua teman anakku yang baru saja tadi membuatku kesal. Tapi, biarlah. Tidak masalah juga menunjukan yang sebenarnya pada orang-orang yang selalu menghargai sesuatu hanya dari kedudukan dan kekuasaan. Padahal dua hal itu bisa saja tiba-tiba hilang. “Kemarilah!” Ed memintaku datang kepadanya. Bagaimana ekspresi tiga orang yang melihatku menghampiri Ed? Mereka sudah barang tentu terlihat sangat terkejut. Namun sekilas masih kulihat tatapan yang merendahkan terhadapku. Mereka segan saja menampakkan di depan big bos perusahaan besar dengan proyek raksasa yang menggiurkan cuannya itu. Bisa kuduga, hal ini membuat mereka benar-benar memandangku sebagai wanita murahan yang menghalalkan banyak cara sampai harus merebut calon suami orang hanya untuk menjadi wanita pria berkuasa ini. ‘Tidak ta
Kuharap ucapanku pada wanita itu bisa sedikit menyadarkan tentang sikapnya yang sombong itu.Apa jadinya kalau wanita ini selalu begitu pada yang lain. Membayangkan seandainya Gala diperlakukan demikian ketika papanya belum kembali hadir di kehidupan kami, tentu mental anak-anakku sudah dirusak diusia dini mereka.Demi menghargaiku, Ed menyerahkan keputusan tentang tender itu padaku sepenuhnya. “Maaf, Tuan dan Nyonya Jongki. Saya sebenarnya tidak suka mencampur adukan masalah pribadi dengan pekerjaan. Tapi, sikap Anda sudah sangat menyinggungku. Jadi kalau aku diminta memberi keputusan, saya dengan tegas menolak kerja sama dengan Anda!”“Nyonya, Anda bisa menghukumku atas sikap burukku itu. Saya benar-benar menyesal sudah bersikap buruk. Saya janji akan memperbaiki sikap saya. Sebenarnya akhir-akhir ini kami stres karena perusahaan suami saya dilanda pailit dan tidak mendapat proyek. Hutang kami di mana-mana dan itu sudah membuatku begitu tertekan. Tolong pertimbangkan sekali lagio
“Jangan GR, ya. Siapa bilang aku di hotel untuk memijitmu? Emangnya aku tukang pijit!”Sudah balik ke kamar, aku masih kepikiran tentang ucapan Sam. Nantilah kalau Sam sudah selesai mengantar anak-anak ke vila aku akan menanyakan kembali. Tapi, apa pria ini tidak mengerti kalau Sam asistennya itu sudah mengendus rencana busuk Jessica dan Rafael?Ah, pasti dia tahu dan seperti biasa hanya menganggapnya lalu saja.Makanya, Sam merasa lebih baik menyampaikannya padaku.Lalu, kira-kira rencana apa yang sekiranya Sam saja tidak bisa mengatasinya?“Kau tidak mau mandi denganku?” Ed melepas kemejanya di depanku saat aku sibuk memeriksa ponselku.Kuminta tadi Sam menghubungiku setelah mengantar anak-anak ke vila.Ini sudah 30 menit seharusnya Sam sudah sampai di vila. Itu pun kalau tidak mampir ke mana-mana. Tahu sendiri bagaimana anak-anak kalau tiba-tiba ingin ke suatu tempat.Kalau sudah begitu, Sam pasti harus mengikuti permintaan dua pangeran dan putri itu, lalu mereka mampir-mampir dulu
“Apa kau ada janji dengan Jessica?” tanyaku saat Ed keluar kamar mandi. “Tidak!” jawabnya singkat memakai kemeja yang sudah kusiapkan di atas tempat tidur untuknya.“Maaf, tadi aku tidak sengaja melihat pesanmu, wanita itu ingin menemuimu.”“Oh, yah?” jawabnya masih sambil ribet memasang kancing bajunya. Ed tampak tidak mempermasalahkan aku membuka pesan di ponselnya.Kuhampiri dia untuk membantu mengancing kemejanya. Sejak dulu Ed sedikit lama kalau urusan mengancing kemejanya. Mungkin karena itu dia lebih suka memakai kaos di luar acara formal.“Jessica bilang dia baru keluar dari rumah sakit.” Kusampaikan hal itu juga seperti yang kubaca dari pesan Jessica tadi. Menyeidik Apa Ed tidak bersimpati pada wanita yang sudah membersamainya lima tahun ini?Nyatanya tidak kutemukan itu di ekspresinya yang masih lempeng.Pria ini mengesalkan sekali. Kalau pas kumat tengilnya telingaku sampe merah mendengarnya terus menggombal. Sebaliknya sekarang, Ed seolah enggan mengomentari apapun pad
Jessica pasti mengira kami belum menyelesaikan kesalahpahaman ini.Kulihat rasa tidak terimanya itu sembari kembali mengungkit sikapku.“Apapun itu akulah yang lima tahun ini membersamainya. Membuatnya kembali bangkit dan menemukan alasan untuknya hidup. Bagaimana kau dengan tidak tahu malunya tiba-tiba datang dan menyingkirkanku?”“Aku tidak menyingkirkanmu, Jessica!”“Lalu apa sekarang? Jelas-jelas selama ini kau bermain gila bersama Ed di belakangku. Kau ini rendahan sekali, Kamila. Tidak punya malu!”“Kenapa aku tidak punya malu? Apa Ed itu suamimu? Bahkan dia tidak pernah melamarmu dan kaulah yang terus berilusi seolah Ed adalah calon suamimu, Jessica.”Aku baru menyadari pengendalian diri Jessica sangatlah tipis. Kursi yang kami tempati bahkan belum hangat dan wanita ini sudah naik turun napasnya menghadapiku.“Dia bukan siapa-siapamu dan kalau dia memilih kembali padaku, aku bisa apa? Orang aku juga mencintainya, kok!” tambahku berusaha cuek dengan sikapnya yang kesal itu.Mem
Suara gelak tawa dan riuh anak-anak yang berlarian di taman menyulap vila luas yang biasanya sepi ini menjadi ramai karena taman kanak-kanak untuk hari ini berpindah sementara ke tempat ini.Dari kamar lantai atas kuperhatikan Meida dan Gala terlihat begitu ceria bermain bersama teman-temannya. Tampak sangat bahagia karena semua datang ke rumah mereka.Lalu, di samping kolam itu, Ibu juga tampak sumringah bertemu dengan kawan-kawan sesama pengantar sekolah lainnya. Walau begitu, tidak ada satu pun anak-anak yang ingin berenang karena tidak membawa baju ganti. Apalagi cuaca di lereng gunung hari ini dingin sekali.Sungguh, kalau bukan karena perasaanku yang galau, aku tidak akan menarik diri dari tengah-tengah mereka tadi dan kini hanya terpekur di balik tirai kamar.Rasanya ada yang sungguh membebaniku. Dan aku kepikiran terus. “Kenapa tidak ikut menemui tamu di bawah?” Ed yang baru keluar kamar mandi melihatku dengan heran.Sejak semalam dia sudah ingin bertanya mengapa sikapku t
Aku tidak tertarik dengan tawaran Ibu Kepala Sekolah yang terhormat itu untuk memasukan kembali Gala dan Meida menjadi siswa di sekolahannya.Gala dan Meida sudah kuberi pengertian tentang program home schooling. Kemarin pengajarnya sudah datang dan menjelaskan dengan bahasa anak-anak tentang cara mereka belajar.Gala merasa senang karena masih bisa bermain di sela kegiatan belajar karena mereka akan bersekolah di rumah saja. Meida tentunya juga tidak kalah senang.Lagi pula aku tahu, tawaran meminta si kembar kembali bersekolah hanyalah politik kepala sekolah itu agar kami bisa membantu mereka menguruskan izin sekolahnya.Walau begitu, aku tidak sampai hati menolak wanita yang memohon-mohon itu.“Saya akan usahakan membantu, Bu. Tapi tolong, jangan bersikap seperti ini kembali pada siapapun nanti. Saya tidak akan kembalikan anak-anak ke sekolah lagi, karena mereka akan bingung kalau harus balik lagi ke sekolah setelah kami mengadakan pesta perpisahan ini,” tukasku pada kepala sek