Suara gelak tawa dan riuh anak-anak yang berlarian di taman menyulap vila luas yang biasanya sepi ini menjadi ramai karena taman kanak-kanak untuk hari ini berpindah sementara ke tempat ini.Dari kamar lantai atas kuperhatikan Meida dan Gala terlihat begitu ceria bermain bersama teman-temannya. Tampak sangat bahagia karena semua datang ke rumah mereka.Lalu, di samping kolam itu, Ibu juga tampak sumringah bertemu dengan kawan-kawan sesama pengantar sekolah lainnya. Walau begitu, tidak ada satu pun anak-anak yang ingin berenang karena tidak membawa baju ganti. Apalagi cuaca di lereng gunung hari ini dingin sekali.Sungguh, kalau bukan karena perasaanku yang galau, aku tidak akan menarik diri dari tengah-tengah mereka tadi dan kini hanya terpekur di balik tirai kamar.Rasanya ada yang sungguh membebaniku. Dan aku kepikiran terus. “Kenapa tidak ikut menemui tamu di bawah?” Ed yang baru keluar kamar mandi melihatku dengan heran.Sejak semalam dia sudah ingin bertanya mengapa sikapku t
Aku tidak tertarik dengan tawaran Ibu Kepala Sekolah yang terhormat itu untuk memasukan kembali Gala dan Meida menjadi siswa di sekolahannya.Gala dan Meida sudah kuberi pengertian tentang program home schooling. Kemarin pengajarnya sudah datang dan menjelaskan dengan bahasa anak-anak tentang cara mereka belajar.Gala merasa senang karena masih bisa bermain di sela kegiatan belajar karena mereka akan bersekolah di rumah saja. Meida tentunya juga tidak kalah senang.Lagi pula aku tahu, tawaran meminta si kembar kembali bersekolah hanyalah politik kepala sekolah itu agar kami bisa membantu mereka menguruskan izin sekolahnya.Walau begitu, aku tidak sampai hati menolak wanita yang memohon-mohon itu.“Saya akan usahakan membantu, Bu. Tapi tolong, jangan bersikap seperti ini kembali pada siapapun nanti. Saya tidak akan kembalikan anak-anak ke sekolah lagi, karena mereka akan bingung kalau harus balik lagi ke sekolah setelah kami mengadakan pesta perpisahan ini,” tukasku pada kepala sek
Aku menunggu di loby depan resepsionis lantai 5 itu, sembari memainkan ponselku.Sudah hampir satu jam berlalu dan rasa jemu mulai menyerangku.Kucoba mengirim pesan pada Ed sekedar bertanya, [Bagaimana? Apa Jessica sudah lebih baik?]Namun, pesanku belum terbaca padahal status ponsel Ed sedang aktif.Sebersit rasa tidak berkena menyusupi hatiku mengingat sikap Ed yang lembut dan memeluk Jessica tadi.Segera kuucapkan istighfar, menyadarkan bahwa aku sendiri yang meminta suamiku itu menenangkan Jessica.Wanita itu sedang sakit parah dan butuh dukungan.Ting! Bunyi pintu lift di dekat tempatku duduk terbuka.Kulihat seorang laki-laki keluar dari lift dan menghentikan langkahnya karena mendapati keberadaanku di sana.“Nyonya di sini?” sapanya sopan.Dia sudah memanggilku dengan sebutan nyonya, artinya sudah tahu bahwa aku sebenarn
“Kau tahu Jessica sakit apa?”Aku mengalihkan perasaanku dengan menanyai Rafael. Kembali berusaha mengingatkan diri sendiri bahwa wanita di dalam sana sedang sakit parah.Rafael hanya mengangguk.“Saya tidak pernah pergi dari rumah sakit sejak Nona Jessica sakit beberapa hari yang lalu. Hanya saja dia tidak menghendaki keberadaan saya. Jadi beginilah cara saya mencari tahu keadaannya. Diam-diam mengunjunginya ketika dia sudah tertidur.”“Kenapa Jessica harus bersikap menolak kehadiranmu, Rafael?” tanyaku masih bingung. Mungkin otakku yang kurang tanggap dengan sekitar sehingga terus bertanya seperti orang bodoh.“Nyonya, Ini karena tuduhan Pak Sam juga anggapan Tuan Edward bahwa kami sebelum ini menjalin hubungan asmara. Jadi nona memintaku pergi agar tidak membuat Tuan Edward kembali mengira kami berpacaran, walau sudah sejak lama kami berteman baik.”
Anak-anak mulai belajar dan kali ini mereka ditunjukan pengajar mereka beberapa gambar binatang dari layar tablet masing-masing.Miss Evo, nama pengajar mereka, menunjukan cara memainkan alat tersebut pada anak-anak.Dengan cepat mereka langsung bisa menggeser-geser layar untuk melihat gambar binatang sekaligus cara pengucapannya dalam dua bahasa.Kuvideokan keseruan mereka lalu mengirimkannya pada sang papa.Biasanya Ed akan senang kalau kukirim foto atau video kegiatan anak-anaknya.Namun seperti tadi, pesanku tidak langsung di balas. Tampak masih centang 1 saja.Mungkin di resort sinyalnya suka hilang. Apalagi cuaca tidak bersahabat.“Suamimu kok belum pulang? Ada repot?”Ibu yang sudah selesai makan malam bersama si kembar menanyakan menantunya itu.Sepanjang bersama kami, Ed selalu datang sebelum makan malam. Kalau tidak salah hanya sekali saja dia melewatkan makan malam, dan itu pun karena ada pekerjaan
Aku tidak tahu Jam berapa Ed pulang, karena sebelum aku terlelap, ranjang disampingku kosong dan saat membuka mata, aku sudah melihatnya tertidur pulas di sampingku.“Jam berapa sudah di rumah?” tanyaku saat Ed terusik ketika aku menarik diri dari pelukannya.Ed tidak menjawab.Masih mengantuk tapi Ed mencoba membuka matanya lalu menarikku kembali ke pelukannya.Aku hanya terdiam sembari mendengarkan detak jantungnya di telingaku yang menempel di dadanya.“Ed sudah siang, lepaskan aku.” Kuusik kembali setelah beberapa saat hanya menjadi pendengar napas halusnya itu.Ed baru membuka lengannya dariku dan membiarkanku beranjak sementara dirinya malah memeluk bantal, membalikan tubuh ke sisi lainnya, dan melanjutkan tidurnya.Mungkin Ed baru datang dan masih mengantuk.Hingga aku selesai sholat subuh sendirian, Ed masih juga tertidur. Tidak ingin suamiku melewatkan kewajibannya kubangunkan dia dengan lembut.
Kubuka kimonoku dan menyisakan baju dalamannya agar tidak ribet saat memandikan anak-anak.Ed sudah kuminta tidak perlu ikut memandikan anak-anak. Agar mereka menurut padaku dan tidak berlama-lama bermain-main saat mandi.Sebenarnya itu hanya alasanku saja, agar pria itu tidak berlanjut meminta macam-macam pagi ini.Bukannya tidak mau melayaninya, aku harus ke kantor dan tidak mau telat saja karena harus menyempatkan waktu untuk memenuhi kewajibanku.Belum lagi anak-anak yang terkadang rewel saat sarapan dan ingin disuapi olehku. Itu sudah menyita waktu lagi.Lagian, salah sendiri. Semalam dia tidak pulang. Jadi tidak ada jatah untuk pagi ini. “Sudah harum anak-anak mama. Minta pakaikan baju sama sus, ya?” tukasku membungkus tubuh si kembar dengan handuk dan menyerahkan pada pengasuh mereka.Tidak perlu segan walau hanya memakai dalaman kimono di depan pengasuh anak-anak. Toh mereka juga
Setelah libur panjang dari kerja karena Ed yang merumahkanku, membuatku tidak sabar kembali berjibaku dengan pekerjaan di kantor.Sepanjang lima tahun terakhir ini aku memang hampir tidak pernah mengambil cuti panjang. Jadi diskorsing dua minggu saja sudah membuatku bosan sekali di rumah.Apalagi anak-anak sekarang sudah sibuk dengan dunia mainnya sendiri-sendiri. Mereka hanya membutuhkanku disebagian kecil waktunya saja.“Kalau kembar memang begitu. Sejak lahir sudah ada temannya jadi mau ditinggal mama papanya mereka masih nyaman saja karena berdua. Apalagi kan di rumah ada neneknya.” Tika yang siang ini ke kantin bareng mengomentari si kembar saat kuceritakan tentang mereka.Dia juga punya keponakan kembar, jadi sedikit banyak tahu tentang anak kembar. Bahkan darinya juga aku sering meminta tips kalau kebetulan si kembar rewel.Aneh memang, Tika bahkan belum menikah dan tidak punya anak. Tapi selalu bisa kasih solusi kalau aku bertanya.“Aku sekarang tinggal sama orang tuaku lagi.”