Kuharap ucapanku pada wanita itu bisa sedikit menyadarkan tentang sikapnya yang sombong itu.Apa jadinya kalau wanita ini selalu begitu pada yang lain. Membayangkan seandainya Gala diperlakukan demikian ketika papanya belum kembali hadir di kehidupan kami, tentu mental anak-anakku sudah dirusak diusia dini mereka.Demi menghargaiku, Ed menyerahkan keputusan tentang tender itu padaku sepenuhnya. “Maaf, Tuan dan Nyonya Jongki. Saya sebenarnya tidak suka mencampur adukan masalah pribadi dengan pekerjaan. Tapi, sikap Anda sudah sangat menyinggungku. Jadi kalau aku diminta memberi keputusan, saya dengan tegas menolak kerja sama dengan Anda!”“Nyonya, Anda bisa menghukumku atas sikap burukku itu. Saya benar-benar menyesal sudah bersikap buruk. Saya janji akan memperbaiki sikap saya. Sebenarnya akhir-akhir ini kami stres karena perusahaan suami saya dilanda pailit dan tidak mendapat proyek. Hutang kami di mana-mana dan itu sudah membuatku begitu tertekan. Tolong pertimbangkan sekali lagio
“Jangan GR, ya. Siapa bilang aku di hotel untuk memijitmu? Emangnya aku tukang pijit!”Sudah balik ke kamar, aku masih kepikiran tentang ucapan Sam. Nantilah kalau Sam sudah selesai mengantar anak-anak ke vila aku akan menanyakan kembali. Tapi, apa pria ini tidak mengerti kalau Sam asistennya itu sudah mengendus rencana busuk Jessica dan Rafael?Ah, pasti dia tahu dan seperti biasa hanya menganggapnya lalu saja.Makanya, Sam merasa lebih baik menyampaikannya padaku.Lalu, kira-kira rencana apa yang sekiranya Sam saja tidak bisa mengatasinya?“Kau tidak mau mandi denganku?” Ed melepas kemejanya di depanku saat aku sibuk memeriksa ponselku.Kuminta tadi Sam menghubungiku setelah mengantar anak-anak ke vila.Ini sudah 30 menit seharusnya Sam sudah sampai di vila. Itu pun kalau tidak mampir ke mana-mana. Tahu sendiri bagaimana anak-anak kalau tiba-tiba ingin ke suatu tempat.Kalau sudah begitu, Sam pasti harus mengikuti permintaan dua pangeran dan putri itu, lalu mereka mampir-mampir dulu
“Apa kau ada janji dengan Jessica?” tanyaku saat Ed keluar kamar mandi. “Tidak!” jawabnya singkat memakai kemeja yang sudah kusiapkan di atas tempat tidur untuknya.“Maaf, tadi aku tidak sengaja melihat pesanmu, wanita itu ingin menemuimu.”“Oh, yah?” jawabnya masih sambil ribet memasang kancing bajunya. Ed tampak tidak mempermasalahkan aku membuka pesan di ponselnya.Kuhampiri dia untuk membantu mengancing kemejanya. Sejak dulu Ed sedikit lama kalau urusan mengancing kemejanya. Mungkin karena itu dia lebih suka memakai kaos di luar acara formal.“Jessica bilang dia baru keluar dari rumah sakit.” Kusampaikan hal itu juga seperti yang kubaca dari pesan Jessica tadi. Menyeidik Apa Ed tidak bersimpati pada wanita yang sudah membersamainya lima tahun ini?Nyatanya tidak kutemukan itu di ekspresinya yang masih lempeng.Pria ini mengesalkan sekali. Kalau pas kumat tengilnya telingaku sampe merah mendengarnya terus menggombal. Sebaliknya sekarang, Ed seolah enggan mengomentari apapun pad
Jessica pasti mengira kami belum menyelesaikan kesalahpahaman ini.Kulihat rasa tidak terimanya itu sembari kembali mengungkit sikapku.“Apapun itu akulah yang lima tahun ini membersamainya. Membuatnya kembali bangkit dan menemukan alasan untuknya hidup. Bagaimana kau dengan tidak tahu malunya tiba-tiba datang dan menyingkirkanku?”“Aku tidak menyingkirkanmu, Jessica!”“Lalu apa sekarang? Jelas-jelas selama ini kau bermain gila bersama Ed di belakangku. Kau ini rendahan sekali, Kamila. Tidak punya malu!”“Kenapa aku tidak punya malu? Apa Ed itu suamimu? Bahkan dia tidak pernah melamarmu dan kaulah yang terus berilusi seolah Ed adalah calon suamimu, Jessica.”Aku baru menyadari pengendalian diri Jessica sangatlah tipis. Kursi yang kami tempati bahkan belum hangat dan wanita ini sudah naik turun napasnya menghadapiku.“Dia bukan siapa-siapamu dan kalau dia memilih kembali padaku, aku bisa apa? Orang aku juga mencintainya, kok!” tambahku berusaha cuek dengan sikapnya yang kesal itu.Mem
“Utusan Keluarga Ramzi datang. Katanya, mereka mau membatalkan pernikahan ini!”Deg!Rasanya duniaku berputar seketika. Hari ini adalah hari pernikahan kami. Penghulu, tamu, sampai kerabat jauh sudah berkumpul di sini.Bagaimana bisa calon suamiku dan keluarganya itu membatalkan pernikahan ini secara sepihak? Padahal, kami sama sekali tidak ada masalah sebelum ini.Bugh!Tiba-tiba saja, Ibuku oleng. Dia bahkan sampai harus berpegangan pada dinding, saking syoknya.“Bu?!”Segera kupapah tubuh ringkih itu untuk masuk ke dalam kamar. Tapi, Ibu menolak. “Tidak usah, Mila. Ibu baik-baik saja!” Jantungku mencelos mendengarnya. Seminggu sebelum acara pernikahan, ibu padahal sudah pontang-panting menyiapkan semuanya karena merasa tidak bisa menyumbang banyak untuk acara pernikahan putrinya ini.Tunggu….Bicara soal biaya pernikahan, pamanku dan istrinyalah yang membiayai semua keperluan pernikahan ini. Sebab, tanteku itu ingin kolega yang pernah dikasih sumbangan, balas memberi amplop yang
“Apa dia pria baik-baik?”Ibuku cemas kala melihat Ed yang penampilannya 180 derajat berbeda dari Mas Ramzi.Mantan calon suamiku itu memang merupakan pria berpendidikan dan seorang dosen di sebuah universitas ternama di kota ini.Sementara pria yang akan menggantikannya kali ini hanyalah pria yang bahkan aku sendiri tidak tahu persis bagaimana dia.Tapi, dalam situasi begini, apa aku masih bisa memilih pria lain?Sungguh aku sudah sangat beruntung Ed menerima pernikahan ini.Setelahnya, kuharap kami bisa kembali kehidupan masing-masing. “Semoga saja, Bu.” jawabku lelah, menyembunyikan kenyataan yang bertolak belakang tentang Ed.Sesaat kemudian ibu mendekat dan memelukku erat. Mungkin dia sadar bahwa aku saat ini sedang hancur dan down. “Ibu hanya bisa berdoa agar Allah selalu melindungimu, Nak. Sabar ya...?”Elusan di pundakku itu justru membuatku begitu lemah dan hancur. Aku lalu rebah di pundaknya dan menangis hingga tergugu di sana. Teringat betapa selama ini hidupku dipenuhi mas
“Astaga! Bisa-bisanya kau menendang suamimu?!”Kulihat Ed terduduk di lantai karena ulahku.Aku jadi tak enak. Tapi, tadi itu gerakan refleks untuk perlindungan diri.“Tentu saja aku menendangmu, apa yang kau lakukan?” tukasku masih enggan merasa bersalah malah melototi pria yang kini berjalan mendekatiku.“Dengar Nona Mila! Aku tidak mungkin membiarkanmu tidur di mobil sepanjang malam, ’kan? Makanya aku menggendongmu ke kamar. Apa kau lupa kalau aku ini suamimu sekarang?” gerutunya tampak sebal sembari mencekal daguku tepat di kedua matanya.Aku sudah berpikir pria ini akan langsung memaksa mendapatkan haknya saja lantaran sok merasa menjadi suami.“Baik. Maafkan aku. Tapi jangan lakukan hal ini padaku. Kita harus bicara dulu,” ucapku penuh kecemasan.Untungnya Ed terlihat kasihan. Dia melepasku, lalu berjingkat pergi keluar kamar begitu saja.Baru saja aku bernapas lega, tapi pria pengganti calon suamiku itu sudah masuk lagi ke dalam kamar.“Aku lapar. Kau mau makan apa biar aku pes
“Ini tasmu?” ujar Ed menyadarkanku dari lamunan sembari menyodorkan tasku.Pria itu ternyata mau juga mengambilkannya.“Terima kasih, Ed,” tukasku.Mungkin tadi dia masih makan dan harus menyelesaikannya dulu. Akulah yang kurang sabaran!Hanya saja, saat aku hendak mengambil tas itu dari tangan Ed, pria itu malah menahan tanganku.Bugh!Tubuhku menubruk dada bidangnya.Aku mendongakan pandangku memandangnya yang begitu dekat sekali di wajahku.Namun, bibir Ed mendarat begitu saja di bibirku. Dia bahkan melumatnya tanpa membiarkan aku bisa protes.“Ehhmmm…”Kucoba untuk mendorong dadanya sekuat tenaga namun aku tetap tidak bisa bergerak.Mengapa tubuh pria ini begitu keras dan setegar karang?“Ed, lepaskan aku!” panikku.Tanpa sadar, setitik air mata bahkan lolos di pipiku.Anehnya, kulihat tatapan gelap Ed memudar dan dia mengendurkan dekapannya.“Makan dulu, aku sudah pesankan makanan untukmu. Kalau kau menolak aku akan menciummu lagi seperti tadi!” tukasnya mengambil tasku dan memba