Paginya aku terbangun kesiangan dan kudapati jam di dinding menunjukan pukul 07.30.
Bukankah setengah jam lagi sekolah anak-anak akan dimulai dan aku harus mengantar mereka? Lalu dengan sedikit tergopoh, setelah membersihkan tubuh aku keluar mencari si kembar. Walau sampai di sekolahan sedikit terlambat, masih bisa lah diusahakan berangkat sekolahnya. “Anak-anak sudah berangkat tadi diantar papanya.” Ibu yang kini sudah tampak sehat melihatku baru keluar dari kamar. “Kamu tambah malas saja, Mila. Harusnya bangun lebih pagi untuk ngurus anak dan suamimu itu. Ini malah molor!” Tambah ibu memarahiku. "Ya habisnya Ed juga sih, Bu, enggak bangunin Mila." "Dulu juga enggak ada yang bangunin 'kan? Manja amat! " Ledek ibu padaku. “Kepala Mila pusing t“Kita ajak anak-anak sekalian menemui Pak Prabowo!”Ed menatap dua anaknya setelah kami selesai makan siang bersama di tempat favorit Meida dan Gala.“Pak Prabowo itu siapa sih, Ed?” tanyaku padanya.Suamiku itu baru sadar belum mengenalkan sosok pria yang akan kami temui itu.Ditariknya jemariku yang duduk di hadapannya yang hanya terpisah meja makan sambil menatapku lekat.“Aku belum menceritakan padamu tentang alasanku membangun resort dan hotel di kota ini, ya?” tanyanya.Aku mencebik karena satu-satunya alasan yang masih kuingat adalah, Ed mau menginvestasikan modalnya karena permintaan Jessica yang ingin membantu temannya itu.“Tidak perlu diceritakan. Bahkan Pak Bupati tahu kalau kau datang ke kota ini karena dibujuk oleh Jessica agar mau andil membantu pembangunan di kota ini,” jawabku. “Astaga, wanita pencemburuku!” Ed terkekeh semakin meremas jemariku.Pemikiranku tentang tujuan Ed—yang membangun hotel dan resort di kota ini karena rasa cintanya pada Jessica—sebenarnya su
Untuk apa juga Ed sampai harus membuat hotel dan resort hanya untuk mengungkapkan perasaannya padaku. Walau Ed bilang hotel dan resort akan menggunakan namaku, bagaimana kalau aku sama sekali tidak menyadari tujuan dari pembuatan tempat itu? Wanita dengan nama Kamila ‘kan banyak?“Aku akan menjadi wanita yang begitu merana seumur hidup kalau sampai suaminya sendiri tidak mau menemuiku lagi!” Keluhku setengah menyesali sikap Ed.“Jangankan dirimu, bahkan aku sampai saat ini pun masih menyesali kelemahanku itu, Mila. Aku sangat tidak menerima sebuah penghianatan. Akan beda jika kau meninggalkanku sebelum kita terikat suami istri. Tapi bagiku, kau adalah istriku. Hidup matimu adalah milikku. Egoku tidak bisa ditolerir dalam hal ini.” Ed menandaskan.Namun, merasa ucapannya membuatku sedih, dia pun mengukir senyum dan menempelkan telapak tangannya ke pipiku untuk bisa membelainya dengan lembut.“Sekarang aku sudah ditunjukan bahwa sikapku benar-benar salah. Apalagi karena kesalahpahaman
Memasuki pelataran rumah joglo dengan atap tinggi menjulang yang masih begitu terawat keasriannya, anak-anak yang sudah kubangunkan agar ikut turun tampak terkagum-kagum.Mereka pasti baru pertama melihat model rumah yang begini unik. Maklum, begitu lahir mereka sudah di perumahan yang bangunanya lebih modern. “Ini rumah Pak Prabowo, Mila!” Ed mengingatkan karena aku lupa bahwa dia mengajakku ke rumah pria itu.“Oh!” jawabku yang sudah pikun saja.“Pak Prabowo memang ingin totalitas tinggal menyatu dengan warga sekitar. Jadi dia memilih membeli rumah joglo di pedesaan ini.” Ed menambahi penjelasannya sebelum kami semua turun.Seorang pria payuh baya yang menggunakan blangkon di kepalanya di dampingi wanita yang masih tampak cantik di usianya tidak muda lagi menghampiri kami untuk menyambut.Wanita itu tertarik melihat dua bocah berwajah mirip menyalimi tangannya.“Putra-putrinya, Nyonya?” tukasnya mengelus kepala si kembar.“Benar, ini adik saya Meida Permana dan saya Gala Perma
“Mana bisa begitu, Ed?”Tatapku protes karena tidak sepakat dengan pengaturannya.“Kenapa menolak? Kau ini lucu sekali. Itu untuk anak-anak kita. Dan kau adalah mama mereka.” Ed tersenyum kecil karena merasa lucu aku seperti menolak pemberian orang yang bukan siapa-siapaku.“Tapi...” Aku masih tidak mengerti.Pak Prabowo menyela dengan dehemannya.“Begini, Nyonya. Anda adalah istri Tuan Edward, jadi bahasa simpelnya itu sudah menjadi hak Anda. Walau bagaimanapun buruk hubungan kalian nanti, Tuan Edward sudah memasrahkan aset-asetnya untuk Nyonya dan anak-anaknya.”“Ya Allah, Pak. Amit-amit jangan sampai dikata hubungan kami memburuk begitu!” Aku tidak suka sekali dengan ucapan yang buruk. Karena bagiku ucapan itu adalah sebuah doa. Tidak rela saja kemesraan dan keharmonis
“Ayo tidur, Sayang. Tidak capek apa seharian main dan jalan-jalan?” tukasku pada bocah yang masih duduk di samping nenek mereka.“Nenek juga harus tidur cepat, tidak boleh begadang!” tuturku agar ibu juga masuk kamar. Jadi anak-anak akhirnya mau masuk kamar mereka sendiri.“Iya, mama kalian benar. Nenek juga sudah ngantuk!” Ibu pura-pura menguap lalu anak-anakpun menurutinya agar berjingkat masuk ke kamarnya.Saat masuk ke kamar, sepertinya mereka merasa ada yang aneh. Lalu menoleh ke padaku.“Mama? Kenapa kamarnya berubah?” tanya Gala dan Meida hampir bersamaan.“Uhm, benarkah? Oh, iya! Pasti ada peri yang baik hati menyihir kamar anak-anak mama yang manis menjadi berubah begini,” tukasku seketika membuat Meida begitu tertarik.Sementara Gala malah mengernyitkan kedua a
“Maaf, saya sudah datang sesuai jam undangan!” tukasku menyampaikan pada dua orang yang sok berkuasa itu.Mereka memang berkuasa, sih. Karenanya sikap mereka begitu angkuh padaku yang di matanya bukan apa-apa ini. “Ya sudah, duduk kek biar kita selesaikan masalah ini!” Istri Pak Jongki melototiku.Ya ampun, diperlakukan begini sungguh sangat tidak nyaman. Rasanya jadi pengen membalasnya saja secara kontan.“Maaf Bu Mila, ini sebenarnya...”“Tidak perlu, Bu Kepala Sekolah. Saya sadar hanya orang miskin di sini. Jadi biar saya yang mengundurkan anak-anak dari sekolah ini. Izinkan hari ini anak-anak menyelesaikan waktu sekolahnya sampai jam pulang sekalian berpamitan dengan teman-temannya. Saya tahu, Tuan dan Nyonya Jongki banyak urusan. Jadi biar tidak berlama-lama dalam urusan ini.”Kepala sekolah itu mendengar pernyataanku dan merasa lega karena dengan suka rela tanpa protes mau menarik anak-anakku dari sekolah ini. Dia pasti merasa tertekan sudah harus menuruti keinginan dua orang t
“Sayang, kenapa hanya berdiri di sana?” panggilan Ed menggugahku yang masih membeku di depan pintu. Awalnya aku terlihat gugup dan terkejut, Ed memanggilku sayang di depan Pak Betha dan dua orang tua teman anakku yang baru saja tadi membuatku kesal. Tapi, biarlah. Tidak masalah juga menunjukan yang sebenarnya pada orang-orang yang selalu menghargai sesuatu hanya dari kedudukan dan kekuasaan. Padahal dua hal itu bisa saja tiba-tiba hilang. “Kemarilah!” Ed memintaku datang kepadanya. Bagaimana ekspresi tiga orang yang melihatku menghampiri Ed? Mereka sudah barang tentu terlihat sangat terkejut. Namun sekilas masih kulihat tatapan yang merendahkan terhadapku. Mereka segan saja menampakkan di depan big bos perusahaan besar dengan proyek raksasa yang menggiurkan cuannya itu. Bisa kuduga, hal ini membuat mereka benar-benar memandangku sebagai wanita murahan yang menghalalkan banyak cara sampai harus merebut calon suami orang hanya untuk menjadi wanita pria berkuasa ini. ‘Tidak ta
Kuharap ucapanku pada wanita itu bisa sedikit menyadarkan tentang sikapnya yang sombong itu.Apa jadinya kalau wanita ini selalu begitu pada yang lain. Membayangkan seandainya Gala diperlakukan demikian ketika papanya belum kembali hadir di kehidupan kami, tentu mental anak-anakku sudah dirusak diusia dini mereka.Demi menghargaiku, Ed menyerahkan keputusan tentang tender itu padaku sepenuhnya. “Maaf, Tuan dan Nyonya Jongki. Saya sebenarnya tidak suka mencampur adukan masalah pribadi dengan pekerjaan. Tapi, sikap Anda sudah sangat menyinggungku. Jadi kalau aku diminta memberi keputusan, saya dengan tegas menolak kerja sama dengan Anda!”“Nyonya, Anda bisa menghukumku atas sikap burukku itu. Saya benar-benar menyesal sudah bersikap buruk. Saya janji akan memperbaiki sikap saya. Sebenarnya akhir-akhir ini kami stres karena perusahaan suami saya dilanda pailit dan tidak mendapat proyek. Hutang kami di mana-mana dan itu sudah membuatku begitu tertekan. Tolong pertimbangkan sekali lagio