Inginnya aku menolak. Atas setiap sentuhan-sentuhan pria yang sudah membangkitkan kenangan tentang keintiman kami dulu. Tapi aku tidak berdaya dan kubiarkan Ed mencurahkan kerinduannya.Namun ketika teringat hubungan kami yang sudah berakhir dan Ed sudah memiliki wanita lain yang akan menjadi istrinya, aku memaksakan diri untuk menolaknya.“Berhenti, Ed. Hentikan...” pintaku padanya.Ciuman Ed terhenti di leherku dan dia perlahan menarik diri untuk menatapku dengan menelisik.“Kau tidak merindukanku?” tukasnya masih tidak rela. Dibelainya pipi dan bibirku dengan lembut.Ed masih berusaha untuk menawar barangkali aku berubah pikiran dan mengizinkannya melanjutkan kemesraan kami yang baru tercipta itu.Aku terdiam. Tidak mau berbohong kalau aku juga merindukannya, namun tidak mungkin juga dengan jujur aku mengatakannya.“Ya sudah, mungkin kau lelah. Maafkan aku!” tukas Ed mengacak rambutku yang tampak keberatan itu. Dia pun bangkit dari sisiku.Kulihat pria ini masih berusaha menguasa
“Mama kenapa baru dipakai bajunya?”Ternyata Meida sudah menangkapku yang tergesa memakai pakaian saat dia membuka pintu kamar.Anak perempuanku ini pasti terbangun karena mencariku.“I-iya, Sayang. Mama tadi sedikit gerah jadi bajunya dibuka bentar.”Aku yang sudah mengenakan bajuku kembali, kini bergegas menghampiri Meida yang berdiri di depan pintu kamar itu.“Kenapa mama tidak tidur sama Meida?” tanya bocah itu dengan merengek.“Iya, ayo Mama temani tidur lagi?” kugendong Meida ke kamar dan gadis kecilku itu menyempatkan menegur papanya yang duduk di lantai di samping sofa, masih tampak salah tingkah karena sudah hampir tertangkap basah oleh anak perempuannya itu.“Papa juga gerah? Kok bajunya juga dilepas?”“Hah? I-iya!” jawab Ed gelagapan. Tidak menyangka akan mendapat pertanyaan itu pula.Ed baru menyeret kemejanya dan menggenakannya lagi.Aku jadi menahan senyum sendiri karena kami sudah macam maling yang ketahuan saja.Tidak bisa kubayangkan kalau tadi Meida langsung membuka
Deg!Itu Erna tukang gosip di gang ini. Dia pasti sepagi ini mengumpulkan beberapa warga untuk ikut mendukungnya mempermalukanku.Wanita itu sudah berkacak pinggang saja menunjuk-nunjuk rumahku, sementara Kang Parto tampak menahannya.Aku yang mengintip mereka dari dalam rumah jadi panik sendiri.Mereka mana tahu kalau Ed adalah suamiku?Bagaimana kalau wanita itu membuat ulah lalu warga akan berbuat nekat dengan menggrebek kami?Kuharap Kang Parto bisa menengahi keadaan. Dia ketua RT di lingkungan perumahan kami. Untungya Kang Parto sudah menganggapku adik sendiri. Jadi tidak senang saja ada yang akan sembarangan padaku.“Nanti aku tanya pada Mila baik-baik. Kasihan dia baru dapat musibah. Sedikitlah bersimpati pada tetangga kita itu. Bu Narti baru menjalani operasi transplantasi ginjal. Mbak Erna jangan cepat mengambil kesimpulan sendiri,” tukas Kang Parto mencoba memberi pengertian pada Erna.Sebagai ketua RT di gang ini Kang Parto pasti sudah paham betul bagaimana watak tetanggaku
Pangeran tampan dan putri cantikku sudah siap bersekolah. Kuajak mereka keluar kamar untuk bersiap. Aku tidak memasak jadi nanti kuajak mereka makan di luar saja. Namun, di meja ternyata sudah ada kotak-kotak makanan. Ed pasti yang memesankannya.Sekarang di mana dia?Aku mencarinya ke depan untuk mengajaknya sarapan bareng anak-anak. Kulihat Ed sudah duduk bersama dengan Kang Parto di teras. Mereka sudah terlihat cepat sekali akrab. Terdengar dari suara tawa keduanya yang entah sedang membicarakan apa?Apa Ed sudah menjelaskan tentang hubungan kami pada Kang Parto?Pasti sudah. Kalau tidak bagaimana Kang Parto sudah tampak tidak mempermasalahkan apapun saat melihat ada seorang pria di rumahku?Entahlah, bagaimana Ed menjelaskannya tadi pada Kang Parto hingga tidak perlu ada ketegangan dan keruwetan. Padahal, tidak mudah lho menjelaskan tentang hubungan kami sebelum ini hingga akhirnya kami terpaksa berpisah.“Bagaimana tadi?” kutanya pada Ed dengan sangat penasaran saat dia masuk ke
Selepas Ed berangkat, sebuah mobil mewah parkir di depan rumah. Aku segera tahu itu Sam yang kata Ed akan menjemputku.Segera kuambil tasku dan kotak makanan yang akan aku bawa ke rumah sakit untuk sarapannya Mbak Lilis. Lalu tidak berlama-lama langsung bergegas masuk ke dalam mobil.“Bisakah kita mampir ke rumah sakit dulu?” ucapku pada Sam yang sedang menyupir di depan itu.“Baik, Nyonya,” tukas pria itu.Sejak tadi Sam tampak diam saja sepanjang jalan dan aku yang duduk di belakang pun tidak mengusiknya.Jadi ingat kata-kata Ed. Dia akan segera melepas asistennya ini setelah memberinya kesempatan untuk meminta maaf padaku secara langsung.Walau aku juga kecewa dengan sikap pria ini, tapi mengetahui dia akan diberhentikan aku jadi kasihan juga.Bisa jadi Sam sudah bekerja lama menjadi asisten Ed. Dilepas oleh tuannya, pria ini pasti begitu sedih.Sesampai di basement parkiran mobil yang disediakan khusus untuk pegawai kantor Lavidia, Sam langsung bangkit membukakan pintu untukku. Se
“Saya hanya menjalankan perintah dari Nyonya Besar Melisa. Beliau sangat menyayangi Tuan Edward. Mendengar kabar kisah cinta cucunya yang nestapa, Nyonya Melisa sungguh merana. Beliau memintaku secara khusus agar bisa membuat Tuan Edward menyadari bahwa Anda sama sekali tidak pernah mencintai beliau. Lalu menggiring beliau secara sadar untuk melupakan Anda.”Sam mencoba menceritakan alasan mengapa dia harus bersikap tegas untuk membuat tuannya itu meninggalkanku. “Perusahaan sedang diserang banyak masalah oleh keluarga Ramzi, membuat Nyonya Melisa merasa kehadiran Anda di hidup Tuan Edward hanyalah sebuah manipulasi Ramzi untuk semakin menghancurkan keluarganya. Beliau sudah pernah dikhianati keluarga Bharata, jadi sedikit hal saja yang masih meyangkut nama Bharata sudah membuatnya sangat sensitif.”“Anda tidak lupa ‘kan bahwa Ramzi adalah putra Bharata asisten kepercayaan Tuan Permana yang sudah culas ingin mengusai perusahaan keluarga? Nyonya Melisa sangat tidak terima kalau Tuan
Ketika hendak menghubungi Ed untuk menanyakan anak-anak, ternyata dia sudah mengirim pesan foto dan video si kembar saat menungguinya di sekolah.Senyumku terkembang melihat tingkah dua bocah itu. Aku senang mereka cepat sekali dekat dengan papanya. Bahkan Gala yang awalnya tampak menolak, kini bocah itu sudah tidak jutek lagi. Aku tahu, Gala juga sama inginnya punya papa seperti Meida sejak dulu. Sejenak aku jadi heran, foto dan video ini diambil ketika anak-anak belajar di kelasnya. Setahuku saat pernah mengantar anak-anak, orang tua tidak boleh ikut masuk kelas waktu kegiatan belajar mengajar.Ini bagaimana Ed bisa ikut masuk?[Emang boleh masuk saat kegiatan belajar?] tanyaku dalam pesan.[Aku dibolehin sama gurunya anak-anak] balas Ed sambil menyertakan emoticon menyeringai.[Hmm, pasti kamu centil sama gurunya?] tulisku lagi. Sudah kubayangkan Ed merayu guru PAUD itu agar dibolehkan mengambil foto dan gambar anak-anaknya.[Enggak, Mama sayang. Papa sudah lama lupa caranya cen
Perasaanku lega mengetahui kondisi ibuku sudah berangsur membaik.Kalau tahu begini, aku jadi tidak terlalu kepikiran lagi.Ed mengajakku ke sebuah tempat untuk menemui anak-anak. Aku heran saja. Ini bukan hotel tempatnya menginap. Melainkan sebuah vila. Dan aku tahu, lokasi tempat ini tidak jauh dari tempat proyek resort perusahaan di bangun.“Anak-anak di sini?” tanyaku membuntutinya masuk.“Iya,” ujarnya menggandeng tanganku untuk segera masuk.Melihat dua bocah kembar itu sedang berenang-renang dengan berteriak-teriak kesenangan, aku hanya menggeleng. Ed juga sudah meminta beberapa orang untuk mengawasi anak-anak. Dua diantaranya perempuan.“Sudah sore ini, ayo selesai!” panggilku pada mereka.“Mama?!” Meida terlihat senang melihatku datang.“Ayo, Ma. Ikut renang!” Gala malah memintaku ikut nyemplung.“Papa juga ayo renang!” Meida menyahut.Dua bocah itu sepertinya kompak ingin kami ikut nyemplung di kolam.“Tidak, Sayang. Ini sudah sore. Sebentar lagi mal--” aku tidak sempat m
“Sayang kau dari mana?” tanyaku melihatnya datang bersama beberapa perawat.Padahal sudah ada tombol darurat yang bisa dipencet untuk memanggil mereka. Bagaimana pria ini malah keluar untuk memanggil mereka secara manual? Pasti saking paniknya tadi.Dan lagi sekarang dia malah terlihat memarahi perawat itu.“Harusnya kalian memberinya obat anti nyeri. Apa tidak tahu istri saya sampai kesakitan begitu?”“Pemberian injection anti nyeri juga harus sesuai perintah dokter, Tuan. Kami tidak berani memberikannya lagi pada Nyonya karena tadi sudah kami berikan. Nanti ada waktunya lagi,” jelas salah seorang perawat pada Ed. “Tapi istri saya kesakitan, lho!” Ed masih terlihat kukuh.Kutarik lengannya agar dia bersikap lebih santai.Ada apa dengannya? Biasanya dia cuek dan santai-santai saja. Melihatku sedikit meringis saja sudah panik begitu. “Ah maaf, Sus. Tadi hanya sensasi rasa perih di area jahitan. Tapi sekarang sudah tidak, kok. Maaf, ya? Suami saya sedikit berlebihan tadi.”***Dua har
“Sayang?” suara Ed kudengar dan aku membuka mataku menatapnya yang terlihat cemas.“Ed? Kapan selesai operasinya? Aku sudah tidak sabar ingin tahu anak-anakku,” tukasku menggenggam balik tangan yang menggenggamku itu. Ed tersenyum meski pias wajahnya tampak lelah sekali. Dia membelai rambutku dan mencium keningku.“Operasinya sudah selesai sejak tadi, Sayang. Dokter bilang kau hanya tidak tahan dengan efek obat bius yang disuntikkan padamu.”“Ya Allah, Ed. Kasihan anak-anakku tidak bisa inisiasi menyusu dini.” Aku mencoba bangkit tapi Ed menahanku.“Tenanglah, Mila. Kau baru saja dipindah dari ruang pemulihan. Jangan banyak bergerak dulu.”“Tapi bayi-bayiku?”“Kata dokter tidak apa-apa, kok. Yang penting pulihkan dulu keadaanmu.”“Iya, tapi bayi-bayiku mana, Sayang?”Aku tentu ingin melihat mereka.Bagaimana bisa aku terlelap dengan damainya, bahkan tidak bisa mendengar suara jeritan pertama buah hatiku?Padahal, bisa mendengar suara mereka pertama saat terlahir ke dunia ini adala
Aku terbangun dengan sedikit terkejut melihat sudah tidak berada di mobil lagi.Ed sudah menggendongku ke apartemennya.Ini adalah kamar pertama kali dia mengajakku ke tempatnya pasca kami menikah dulu. Saat itu aku terkejut dan sampai menendangnya hingga terjungkal ke lantai.“Kenapa senyum-senyum?” tanyanya sembari memelukku.Aku tidak tahu kalau Ed ternyata sejak tadi berbaring di sampingku dan memperhatikanku. “Aku hanya ingat saat pertama kau membawaku ke sini, Sayang.” Kumiringkan tubuhku untuk bisa menghadapnya.“Oh, benar. Apa yang membuatmu menarik senyum?”“Banyak. Tentang aku yang terkejut karena kau ternyata tinggal di tempat mewah ini sementara yang kutahu kau hanya seorang sopir truk. Juga tentang kau yang selalu curi-curi cium padaku.”Ed tertawa mendengar secuil ingatanku tentang saat-saat pertama kebersamaan kami sebagai suami istri. Tangannya sudah membelai pipiku dan menatapku dengan penuh binar cinta. Dia juga pasti berendezvous dengan masa-masa itu.“Saat itu pe
“Tante?!” ujarku antara ragu dan terkejut.Wanita itu melototiku tanpa berkedip. Membuat Ed langsung merangkulku cemas kalau-kalau wanita itu malah akan menyakitiku.Seperti biasa, saat merasa ada sesuatu yang membahayakan kami seperti ini, dua orang datang untuk mengambil tindakan. “Mila... Kamila?!” wanita itu langsung bersimpuh dan menangis di kakiku.Ketika dua pria misterius itu hendak menyingkirkannya, aku menahannya.Ed memberi isyarat agar pria itu membiarkan dulu sembari mengawasinya.“Mila, maafkan aku, Mila. Maafkan tantemu yang jahat ini!” isak wanita itu yang kini aku seratus persen yakin kalau itu adalah Tante Desi.Kulepaskan rangkulan Ed agar aku bisa membantu tanteku itu bangkit dari posisi bersimpuhnya di kakiku. Sungguh aku tidak nyaman sekali dengan hal itu. Ed melepasku namun tetap waspada. Cemas saja kalau wanita itu tiba-tiba akan menyakitiku.Ed tahu bagaimana sepak terjang Tante Desi. Dia jugalah yang bertanggung jawab membuat kami terpisah dalam kesalahp
“Ed, beri aku alasan termanismu kenapa kau jatuh cinta padaku? Jangan bilang karena ukuran bra itu. Aku nanti malah merasa kau jatuh cinta padaku hanya karena otakmu sudah mesum, lho!” rengekku padanya.Ed langsung membelai wajahku dan menatapku serius, “Ya enggaklah, Sayangku. Becanda itu!”“Lalu?”“Saat pertama melihatmu, aku tidak mengerti kenapa begitu tertarik denganmu. Kau cantik, tapi ada banyak wanita cantik juga kan? Jadi aku pikir chemistrimu kuat sekali menarik pehatianku.”“Apalagi ketika tahu kau buru-buru menyesali dan dengan sopan meminta maaf padaku setelah menamparku, aku jadi semakin terkesan padamu.”Senyumku sudah terkembang saja mendengar cerita suamiku. Dan memintanya lanjut menceritakan lagi bagaimana kemudian jadi sering ada di kampusku?“Kau menjatuhkan kartu mahasiswamu dan dari sana aku tahu kau kuliah di universitas kota ini.”“Oh, yah? Aku ingat itu. Aku sampai pusing mencari KTM ku karena membutuhkannya untuk ujian semester.”“Benarkah? Apa karena itu t
“Kebetulan suami saya ada urusan di kota ini, Bu. Jadi saya ikut sekalian,” tukasku membalas sapaannya saat wanita itu kebetulan keluar ketika aku menyiram bunga di halaman.“Makanya kemarin ada orang bersih-bersih, saya kira rumahnya jadi di jual. Ternyata Mbaknya yang datang.”“Oh, memangnya rumahnya sempat mau dijual?” tanyaku mengomentari perkataan wanita itu.“Banyak yang mau beli rumahnya, Mbak. Tapi kenapa tidak dijual? Dikontrak juga enggak boleh.”“Ahaha, mungkin suami saya mikirnya masih akan datang ke sini, jadi biar ada rumah buat sekedar mampir.”Kedatangan sebuah mobil membuat percakapan kami berakhir. Seorang pria berkulit gelap keluar dan mengulas senyumnya. Aku langsung ingat nama pria itu karena, dari sekian teman Ed nama pria itu yang paling menggemaskan. Apalagi pernah kami sampai bertengkar dan salah paham hanya karena ada panggilan dari pria itu.“Mas Manis, ya?” sapaku padanya.“Benar, suamimu bilang ingin menyewa mobilku, jadi aku antarkan ini pagi-pagi agar
Aku terkejut melihat Niko yang ada di tempat yang sama dengan kami. Dia tidak sendiri tapi bersama seorang wanita dan itu bukan Ceryl. Mereka duduk tidak jauh dari tempat duduk kami.Mau apa dia di sini? “Sopir truk? Kau yakin dia seorang sopir truk?” tanya wanita itu.Siapa juga yang percaya kalau suamiku yang tampan dan rapi dipanggil sopir truk oleh pria yang tidak tahu malu ini.Tidak tahu malu karena barusan sudah merencanakan hal buruk dengan mengirim perempuan ke suit pribadi kami dan berniat mengacaukan Ed.Untung aku yang lebih dulu sampai jadi mereka tidak punya kesempatan memanipulatif keadaan.Jangan-jangan dia di sini juga karena ingin memastikan rencananya berhasil.Sudah tahu atau belum kalau rencananya tidak berjalan dengan baik?Entahlah, dibawa ke mana dan diapakan dua wanita tadi oleh asisten suamiku.“Hallah, jaman sekarang apa yang tidak mungkin. Pemulung memakai baju mahal sudah banyak. Justru orang kaya yang sebenarnya malah berpenampilan apa adanya.” Niko me
“Sam yang akan mengurusnya,” tukasnya setelah menelpon Sam beberapa saat yang lalu.“Aku tidak mengerti?” aku masih belum puas dengan jawaban Ed. Dia tidak menjelaskan banyak hal padaku.“Temanmu itu pasti kesal karena investornya banyak yang berpindah ke perusahaan kita. Jadi, mungkin dia marah dan ingin berbuat ulah denganku. Apalagi saat ini bisnisnya mulai tersudut dengan banyaknya korban investasi yang melapor penipuan investasi bodong itu,” jelas Ed.Dan aku memang baru mendengar hal itu setelah beberapa bulan ini sama sekali tidak memikirkan tentang kejadian itu. Pasti Ed sengaja meminta Sam membuat kacau bisnis Niko karena sudah mencoba melecehkanku. Tentang investor yang banyak berpindah ke perusahaan Lavidia aku pikir hanya trik saja dan bukannya sedang membutuhkannya.Kasihan sekali kalau benar itu terjadi. Dia baru saja bisa unjuk gigi dengan julukan crazy richnya. Istrinya yang matre itu pasti sekarang sangat kecewa padanya. Sayangnya aku sudah tidak lagi ada di group
“Siapa kalian?” tanyaku pada dua wanita itu sembari berkacak pinggang. Napasku sudah naik turun dan untuk sesaat aku hampir ingin berteriak-teriak menyerang mereka. “Saya hanya disewa untuk melayani pemilik hotel ini, Anda siapa?” ujar wanita itu yang dengan berani malah bertanya balik padaku.Pria yang katanya asisten baru itu tidak berani menyela dan memilih keluar.Biarlah. Biar dia memanggil bosnya agar cepat datang ke tempat ini dan melihat bahwa aku ada di tempat di mana dia sedang menyewa dua wanita ini untuk menghiburnya.Keterlaluan dia!Apa sangat tidak tahannya hingga menyewa dua wanita ini untuk memenuhi napsunya?!“Pekerjaan kami hanya melayani pria yang sudah membayar kami. Kalaupun Anda adalah kekasih atau istrinya, tolong hargailah pekerjaan kami,” ujar wanita satunya yang malah membuat isi kepalaku bertambah semrawut.Eh. Apa dia kata?Sadar atau tidak dia ngomong seperti itu?“Mana ada seorang istri yang harus menghargai pekerjaan orang yang ingin melayani suamin