Hal yang sama pun dirasakan oleh Dirga, selama beberapa detik pandangannya terus tertuju kepada gadis cantik di depannya itu, Bagaimana tidak karena Dirga paling tidak menyukai seorag gadis yang terbawa perasaan, mengingat bagaimana Agatha yang terlalu berlarut dengan cinta hingga dia ingin mengakhiri hidupnya demi sang mantan kekasih.
Berulang kali Agatha juga terus mengumpat kesal karena sedari tadi Dirga terus saja menatapnya dengan tatapan yang begitu tajam, terlihat jelas sekali bahwa Dirga sangat tidak menyukainya, setelah supervisor itu menjelaskan semua barang-barang produksi maka kini tugasnya Agatha untuk melanjutkannya sebagai penilaian bagi supervisor tersebut. Agatha harus menarik napas panjang karena terpaksa terjebak dengan pria yang telah menggagalkan misi bunuh dirinya itu, beruntungnya setelah tugas selesai maka pria tampan dengan manik mata biru itu langsung berpamitan karena sejak tadi Agaha menjelaskan dan mengatakan perihal barang, telepon gengam pria itu terus berdering. Memandangi punggung tegap pria yang dipanggil direktur itu membuat Agatha terus menatapnya sendu, jauh di dalam lubuk hatinya Agatha sedikit merasa bersalah karena jika aksi bunuh diri sampai itu terjadi, berarti ia adalah seorang gadis yang sangat bodoh telah berhasil mengikuti hawa nafsunya. Keesokkan harinya, Agatha yang mengenakan pakaian seragam hitam langsung berangkat menuju ke kosan untuk pergi bersama Gabby ke tempat bekerja sahabatnya itu. "Apakah kau sudah siap, Tha?" tanya Gabby seraya mengunci pintu kamar kosnya."Aku sedikit grogi!" serunya tersenyum kecil. Menaiki sepeda motor bersama Gabby menuju ke sebuah gudang produksi barang, mereka langsung menuju ke ruangan di mana mereka bekerja. Sesuai posisinya, staf gudang memiliki tanggung jawab penuh dalam hal bongkar muat barang. Secara umum, tugasnya mengurus proses bongkar muat, pencatatan barang masuk dan keluar, serta mengawasi sirkulasi barang yang terjadi di gudang. Gabby yang sedang menyiapkan pesanan konsumen agar pengiriman barang dapat sesuai dengan schedule pun terbelelak kaget ketika mendapati ada seorang pria tampan yang kini ada di ruangan mereka. Menyambut hangat kedatangan pria tersebut."Tumben Pak Dirga datang ke sini terus?! Bukankah kemarin dia sudah datang," gumam Gabby nampak heran. Memperhatikan cara Agatha yang sedang mencatat barang masuk dan barang yang akan keluar begitu detail membuat Supervisor begitu bangga dengan cara kerjanya. Begitu juga dengan Dirga dan Manager gudang yang ada di sana pun terus memperhatikan sikap Agatha. Sejujurnya tak pernah terpikirkan oleh Agatha jika ia akan bertemu untuk keempat kalinya dengan pria yang pernah menggagalkan aksi bunuh diri dan sekaligus menyelamatkanya ada di depannya, tatapan tajam diarahkan Agatha pada pria tersebut."Bagaimana bisa aku bertemu pria ini lagi," decaknya seraya membungkukkan badan ketika menyambut kedatangan pria itu melewatinya."Apa dia tidak bosan ke pabrik terus," umpat Agatha dengan sebal."Wah, tampan sekali CEO perusahaan ini," puji Gabby begitu kagum melihat wajah tampan Dirga yang setengah bule itu. Hal itu didengar oleh Agatha dan membuatnya tertegun setelah, "Apakah dia setampan itu sih?". Ia tidak berani menatap wajah Dirga yang terus saja memperhatikan sikapnya, menatap semua daftar barang keluar masuk yang dicatat begitu rinci membuat Dirga sedikit kagum dengan cara kerja Agatha. Dia tidak menyangka, bila gadis yang pernah berniat untuk bunuh diri itu memiliki otak yang begitu cerdas. Hingga tatapan yang awalnya sedikit benci kini berubah sedikit kagum dengan cara kerja Agatha. Sepanjang jalan menuju ke luar gudang pabrik, Dirga tak pernah berhenti menatap Agatha. Senyuman tipis terukir di sudut bibir pria itu, ia tidak pernah menyangka bila Tuhan akan menyuruhnya untuk datang ke pabrik selama pekan ini dan harus terus bertemu dengan gadis itu. Tidak terasa waktu berlalu begitu cepat, perlahan hatinya yang terkoyak lambat laun sedikit sembuh. Agatha yang sedang sibuk memeriksa bahan-bahan dasar tas buatan terbaru, terbelalak kaget ketika melihat seorang pria menyapanya begitu ketus. Entah sejak kapan pria itu ada di depannya."Oh, rupanya gadis miskin ini bekerja di sini," ejek Zio berjalan lebih dekat ke arahnya. Agatha menoleh ke sumber suara karena ia sangat hapal sekali dengan suara itu, ia hanya bisa menelan salivanya dan terdiam. Semua orang menatap ke arahnya karena ejekan dari mantan kekasihnya itu."Beruntung aku tidak menikah dengannya! Hanya bekerja sebagai staff gudang saja," timpal pria itu lagi menatapnya sinis. Tidak tahan dengan sindiran halus sang mantan, Agatha berniat ingin membalas perkataan pria di depannya itu. Namun, seorang pria berjalan mendekati mereka berdua."Apa yang kau lakukan di sini?" tanya Dirga yang memang sejak tadi memperhatikan dua orang itu."Bukankah aku ditugaskan mertuaku untuk mengambil contoh produk terbaru dari gudang produksi ini," balasnya menatap Dirga."Setelah kau ambil barang tersebut, sebaiknya lekas pergi dan jangan pernah membuat kegaduhan di perusahaanku," ketusnya menatap nanar ke arah Zio. Hal itu membuat Zio merasa gusar dengan sikap kakak iparnya. Menikahi gadis kaya dari negara Perancis yang memiliki sebuah perusahaan di bidang perdagangan karena sebagian Mall di Perancis adalah milik Saras ibu mertuanya. Selena adalah adik tiri Dirga, ibunya menikahi seorang pria asal Perancis yang memiliki sebuah restoran terkenal di Perancis. Sejak memiliki ayah tiri, Dirga sengaja hidup terpisah dari sang ibu dan mulai menetap di Jakarta. Tidak ingin berlama-lama dan berurusan dengan Dirga yang terkenal sangat garang, membuat Zio langsung bergegas pergi dari hadapan pria beriris mata biru itu. Dirga meminta manajer gudang untuk memanggil Agatha dan menemuinya di sebuah restoran yang ada di sebrang. Dengan langkah sedikit gemetar menuju ke sebrang jalan, Agatha memasuki restoran tersebut, sedangkan Dirga yang sejak tadi memperhatikan sikap gadis itu langsung melambaikan tangan ke arahnya."Silakan duduk," tawar Dirga seraya menarik kursi untuk Agatha. Gadis berambut panjang lurus itu mengangguk, ya kini penampilan Agatha sedikit terurus dari biasanya dan penampilannya telah berubah tidak seperti dia bersama dengan Zio dahulu. Gadis itu langsung meletakkan pantatnya di atas kursi seraya terus tertunduk. Melihat gadis di depannya hanya diam saja, Dirga pun mengawali sebuah pertanyaan."Aku sengaja meminta kau datang ke sini untuk menawarkan sebuah pekerjaan?""Maksud Bapak pekerjaan apa?" tanya Agatha tak mengerti. Dirga langsung menjelaskan bahwa dia menginginkan Agatha mau menjadi asisten pribadinya untuk menggantikan asisten pribadi lamanya yang telah ditugaskan untuk menjalankan bisnis Dirga di luar negeri."Saya menjadi asisten pribadi Bapak? Apa Bapak tidak salah menawarkan pekerjaan ini?" tanya Agatha menatap pria itu sedikit terkejut."Iya, aku ingin kau memiliki pekerjaan yang lebih baik dari seorang staff gudang," jawab Dirga balik menatap Agatha. Awalnya Agatha ingin menolak, namun, ia teringat akan hutang apartemennya yang selama tiga bulan ini belum dibayarnya apalagi uang yang ia kumpulkan belum cukup akhirnya dia pun menerima pekerjaan itu."Baiklah, aku setuju namun aku ingin tahu dulu berpaaa gaji yang harus aku terima untuk menjadi seorang asisten seorang CEO seperti Anda?" telak Agatha mengingat hutangnya yang menumpuk. Mendengar hal itu Dirga tersenyum tipis sekali, dia tidak menyangka bila ternyata gadis di depannya ini begitu materialistis, "Ternyata semua gadis itu materialistis," gumamnya hendak beranjak dari duduknya."Hey, tunggu!" Agatha menghentikan pergerakan Dirga, entah apa yanng membuat Agatha begitu berani menyentuh tangan pria itu dan menahannya.Dirga menghentikan pergerakannya dan kini pria itu menoleh ke arah Agatha seraya mendengarkan sebuah syarat yang diinginkan gadis di depannya itu."Aku memang materialistis sekarang! Semua karena pria itu dan aku tidak ingin percaya lagi dengan pria manapun, walaupun itu Anda," ungkapnya dengan tatapan matanya yang berapi-api. Pria tampan itu tertegun dan bisa memastikan bahwa ada sebuah dendam yang tercipta di binar mata gadis itu, "Kau tenang saja, sebentar lagi sekretarisku akan datang dan menjelaskan perihal gajimu," jawab Dirga dengan tatapan penuh arti. Pucuk dicinta ulam pun tiba, akhirnya sang sekretaris datang dan menjelaskan semua perihal pekerjaan dan gaji yang akan diterima oleh Agatha karena harus menemani Dirga meeting, maka besok Agatha disuruh untuk menemui Dirga di kantor tepat pukul delapan pagi, "Saya minta Anda tepat waktu datang ke kantor karena pak Dirga adalah tipikal pria yang disiplin," bisik sang sekretaris pelan di telinga Agatha. Perempuan
"Sepertinya matamu bermasalah ya?!" sindir Dirga menoleh ke arah Agatha. Gadis itu sontak tertegun dan kini dia mengepalkan jemarinya dengan kuat, lalu menyela ucapan atasannya. "Bukan mataku yang bermasalah, tetapi jam tanganku yang rusak." Mendengar hal itu, Dirga menggelengkan kepalanya seraya menghela napas beratnya. "Pantas saja kau bisa terlambat datang ke kantor! Aku adalah seorang pria yang paling tidak suka mendengar kata terlambat namun hari ini kau baru saja bekerja maka aku memaafkanmu," ujar Dirga seraya memasang jas kesayangannya."Maafkan aku, Pak!" ucap Agatha seraya menunduk. Sejujurnya di dalam hati Agatha dia ingin meronta karena Agatha terlalu ketus berbicara padanya. Namun, bayang-bayang hutang yang terus menari-menari di dalam kepalanya membuat perempuan itu sontak menahan emosinya. "'Jika bukan karena hutang, mana mau aku bertahan," umpatnya dalam hati. Menjadi seorang asisten pribadi seorang CEO bukanlah hal yang mudah, Agatha harus membuang waktu
"Rasanya tidak perlu, Pak. Lebih baik aku pulang," jawab Agatha seraya memutar tubuhnya."Kenapa??" tanya Dirga ingin tahu alasan gadis itu."Tidak ada gunanya, Pak. Kacamata usang ini lebih baik, Pak." Agatha memaksa pergi namun Dirga langsung menariknya, tetapi pria bule itu tidak memaksanya hanya saja meminta Agatha untuk ikut dengannya kembali pulang ke rumahnya. Sepanjang jalan menuju ke rumahnya, Dirga terus memandangi wajah polos Agatha, di situ terlihat jelas sekali bahwa memang ada sesuatu hal yang disembunyikan Agatha. Bak sebuah luka yang tidak bisa diungkapkan namun sangat dirasakan. Tidak ingin sampai mencari masalah, maka Dirga meminta sopirnya untuk mengantar Agatha pulang ke rumahnya, ya mobil mereka harus putar balik. Agatha tidak pernah tahu bila Zio dan Dirga itu memiliki sebuah hubungan dekat. Hal itulah yang membuat Dirga sedikit khawatir. Baru satu minggu menjadi asisten Dirga, ia baru menyadari bahwa Dirga dan mantan kekasihnya memiliki sebuah hubungan de
"Wah, kau memang the best, Bela," puji Dirga dengan senyuman yang mengembang dari sudut bibirnya."Siapa dulu kalau bukan Bela gitu," jawab perempuan seksi itu balas tersenyum. Dirga tak pernah berhenti menatap kecantikan Agatha, rambut panjang yang disanggul hingga menampilkan jenjang leher putihnya dengan gaun malam berwarna silver yang membalut tubuh putihnya, meski sedikit terlihat lekukan di dadanya. Dia menyentuh kedua bahu Agatha dan berkata,"Harus aku akui, kau terlihat cantik sekali malam ini!" puji Dirga berbisik padanya. Agatha tertegun pada kecantikan dirinya sendiri apalagi di saat Dirga yang terus saja menatapnya begitu tajam membuatnya sedikit salah tingkah. "Ayo, kita pergi ke pesta sekarang," ajak Dirga tersenyum padanya. Usai menunggu Dirga mengganti pakaiannya, pria itu langsung membukakan pintu mobil dan mempersilakan Agatha masuk ke dalam."Kenapa Bapak bersikap seperti ini?" tanya Agatha merasa tak enak melihat Dirga seperti itu."Tidak apa-apa, malam
Pria itu lekas mencengkram tangan Agatha begitu kuat dengan tatapan yang bego tajam laykanya seekor harimau yang akan menerkam mangsanya, "Aku berjanji padamu, apa pun yang terjadi kau adalah tanggung jawabku," ucap Dirga seraya mengangkat tangannya seraya menyentuh rambut Agatha. Awalnya, Agatha merasakan keseriusan dari Dirga namun bayang-bayang sang mantan kekasih membuat gadis itu tak kuasa lagi menahan air matanya. Dirga menangkupkan wajah Agatha, mengetahui gadis di depannya berlinang air mata maka pria itu langsung memeluknya. Pria itu lekas mencengkeram tangan Agatha begitu kuat dengan tatapan yang begitu tajam layaknya seekor harimau yang akan menerkam mangsanya, "Aku berjanji padamu, apa pun yang terjadi kau adalah tanggung jawabku," ucap Dirga seraya mengangkat tangannya untuk menyentuh rambut Agatha. Awalnya, Agatha merasakan keseriusan dari Dirga namun bayang-bayang sang mantan kekasih membuat gadis itu tak kuasa lagi menahan air matanya. Dirga menan
Agatha menatap pantulan dirinya di cermin. Dia mengoleskan lipstik berwarna merah terang sebagai simbol keberaniannya. Hari ini dia ingin tampil berbeda, dia tidak ingin menunjukkan kelemahannya di depan Dirga. Pria itu harus tahu kalau Agatha bukanlah gadis lemah yang akan langsung bertekuk lutut di hadapan Dirga hanya karena Dirga merenggut kesuciannya.“Argh! Kalo aku memakai lipstik merah bisa-bisa Pak Dirga berpikir kalau aku ingin menggodanya,” gumam Agatha. Gadis itu bergidik ngeri. Membayangkannya saja sudah membuat Agatha mual, apalagi jika benar-benar terjadi. “Lebih baik aku mengganti warna lipstikku.” Gadis tersebut mengambil tisu basah, lalu menghapus lipstik merah meronanya dan menggantinya dengan warna lipstik yang jauh lebih gelap. Pilihannya ada di warna merah anggur. Dengan lipstik ini, Agatha akan terlihat kuat tapi juga tidak sedang menggoda pria mana pun. Agatha memeriksa penampilannya sekali lagi sembari tersenyum di depan cermin. Jika Dirga pikir pria it
Sungguh begitu terkejutnya Dirga mendengar hal itu, dia tidak menyangka bila Agatha mampu berkata seperti itu padanya, "Tidak ada yang mustahil di dunia ini," sambung Dirga menatap wajah gadis itu."Please, hentikan pembahasan masalah ini!Jika ti--" Agatha langsung mengatupkan bibirnya ketika melihat pria bule itu langsung saja memeluknya."Jika tidak apa coba?" tanya Dirga seraya membelai rambut gadis itu. Merasa risih karena pelukan pria bule itu maka Agatha berusaha kuat untuk memberontak dan melepaskan pelukannya. Namun, tetap saja kekuatan Dirga lebih kuat darinya. Agatha adalah gadis yang pantang menyerah dan ia tidak ingin sampai terbawa suasana cinta yang pernah melukai hatinya hingga mengalami keterpurukan setelah putus dari Zio."Jangan sentuh aku!" teriak Agatha histeris hingga membuat seisi kantor mulai gempar."Aku berniat baik padamu, Tha," sambung Dirga menarik tangannya."Pembahasan masalah ini diluar masalah kantor, jika Anda ingin aku tetap menjadi asiste
Dirga menatap Agatha dari sudut matanya namun pria itu masih tak kunjung menjawab pertanyaan Agatha. Dia melangkahkan kakinya diikuti oleh Agatha di belakangnya namun tidak terlalu jauh darinya. Diam-diam dia tersenyum miring. Wajah Agatha saat penasaran rupanya cukup menggemaskan di mata Dirga. Ingin sekali Dirga mencubit pipi Agatha namun dia gengsi untuk melakukannya. Bisa-bisa Agatha semakin mengamuk kepadanya.“Apakah aku ada jadwal meeting di luar lagi selain dengan perusahaan tidak jelas itu?” Bukannya menjawab pertanyaan Agatha, Dirga justru balik bertanya. Agatha membuka buku agenda yang dia bawa kemudian menjawab, “Tidak, Pak. Anda tidak memiliki jadwal meeting apa-apa lagi setelah ini. Apakah kita akan langsung kembali ke kantor atau Anda memiliki janji di luar pekerjaan, Pak?”“Tidak. Kita pulang saja setelah ini,” ucap Dirga singkat.“Pulang? Memangnya hari ini kita tidak akan bekerja?” seru Agatha sambil mengerutkan keningnya. Dirga melirik ke arah Agatha, h