Sungguh begitu terkejutnya Dirga mendengar hal itu, dia tidak menyangka bila Agatha mampu berkata seperti itu padanya, "Tidak ada yang mustahil di dunia ini," sambung Dirga menatap wajah gadis itu."Please, hentikan pembahasan masalah ini!Jika ti--" Agatha langsung mengatupkan bibirnya ketika melihat pria bule itu langsung saja memeluknya."Jika tidak apa coba?" tanya Dirga seraya membelai rambut gadis itu. Merasa risih karena pelukan pria bule itu maka Agatha berusaha kuat untuk memberontak dan melepaskan pelukannya. Namun, tetap saja kekuatan Dirga lebih kuat darinya. Agatha adalah gadis yang pantang menyerah dan ia tidak ingin sampai terbawa suasana cinta yang pernah melukai hatinya hingga mengalami keterpurukan setelah putus dari Zio."Jangan sentuh aku!" teriak Agatha histeris hingga membuat seisi kantor mulai gempar."Aku berniat baik padamu, Tha," sambung Dirga menarik tangannya."Pembahasan masalah ini diluar masalah kantor, jika Anda ingin aku tetap menjadi asiste
Dirga menatap Agatha dari sudut matanya namun pria itu masih tak kunjung menjawab pertanyaan Agatha. Dia melangkahkan kakinya diikuti oleh Agatha di belakangnya namun tidak terlalu jauh darinya. Diam-diam dia tersenyum miring. Wajah Agatha saat penasaran rupanya cukup menggemaskan di mata Dirga. Ingin sekali Dirga mencubit pipi Agatha namun dia gengsi untuk melakukannya. Bisa-bisa Agatha semakin mengamuk kepadanya.“Apakah aku ada jadwal meeting di luar lagi selain dengan perusahaan tidak jelas itu?” Bukannya menjawab pertanyaan Agatha, Dirga justru balik bertanya. Agatha membuka buku agenda yang dia bawa kemudian menjawab, “Tidak, Pak. Anda tidak memiliki jadwal meeting apa-apa lagi setelah ini. Apakah kita akan langsung kembali ke kantor atau Anda memiliki janji di luar pekerjaan, Pak?”“Tidak. Kita pulang saja setelah ini,” ucap Dirga singkat.“Pulang? Memangnya hari ini kita tidak akan bekerja?” seru Agatha sambil mengerutkan keningnya. Dirga melirik ke arah Agatha, h
Sungguh sikap Dirga membuat Agatha kesal karena sejak perempuan itu datang, Dirga sama sekali tidak memerhatikan Agatha. "Dasar pria, kalau udah ada perempuan cantik lupa sama yang lama," umpat Agatha sangat kesal. Dirga menghentikan langkahnya ketika melihat ada sesuatu yang kurang, menoleh ke belakang dan nampak Agatha berdiri di belakangnya dengan jarak yang lumayan jauh membuat pria itu langsung berjalan mendekati Agatha dan menarik tangannya."Sorry!" Berkali-kali Dirga mengucapkan itu. Perempuan cantik yang bersama Dirga tadi nampak menggaruk kepalanya yang tidak gatal, melihat Dirga memegang tangan Agatha dengan lembut dansedikit mesra."Ada hubungan apa Dirga dengan perempuan ini?! Apakah pantas seorang pemimpin bersikap seperti itu pada asistennya?" Banyak sekali pertanyaan yang muncul dalam pikiran perempuan itu. Dirga meminta Agatha untuk duduk bersama dengannya di saat makan namun Agatha menolak dengan alasan tidak ingin menganggu keakraban dua orang itu. S
Beberapa hari telah berlalu. Semenjak hari di mana Dirga dan Agatha tak sengaja bertemu Cika di luar restoran keadaan keduanya semakin canggung. Bukan, bukan. Alasannya bukan karena Agatha cemburu pada Cika lalu marah pada Dirga, tapi kali ini Dirga yang tampak menjaga jarak dari Agatha. Pria keturunan Italia itu tidak tahu bagaimana dia harus bersikap di depan asisten pribadinya. Setiap harinya, Dirga memilih untuk menghindar dari Agatha karena jantungnya terus saja berpacu dengan sangat cepat setiap kali dia berada di dekat Agatha. Sebagai pria yang tidak pernah mengenal apa itu cinta sebelumnya, Dirga bingung dengan perasaannya. Hatinya selalu berdesir setiap kali ia melihat Agatha tersenyum atau menyapanya, seolah ada kupu-kupu yang beterbangan di perutnya. Seperti hari ini contohnya. Agatha datang ke kantor dalam keadaan rambutnya berantakan dan sedikit basah. Bukannya menunjukkan kekhawatirannya, dia malah mengomel pada Agatha.“Agatha, kenapa rambutmu basah sepe
Mendengar hal itu, Dirga langsung tertegun. Pria itu bingung untuk menjawab akrena tidak mungkin dia akan mengatakan bahwa dia sengaja mengabaikan Agatha agar bisa menaga hati dan jantungnya dengan baik karena mustahil baginya kalau dia akan jatuh cinta. Mengingat masa lalunya, membuat Dirga taak ingin enaruh hati pada siapapun apalagi dengan seorang perempuan. Bayang-bayang masa lalu akan terus menari di dalam pikirannya. "Aku tidak bisa!""Itu hanya perasaanmu saja," jawab Dirga langsung menoleh ke arah lain dan hendak pergi. Pria menatap jam di tangan kirinya,"Lebih baik kau pulang saja karena ini sudah malam, tidak baik seornag gadis pulang malam," ujarnya menutup pintu ruangan Agatha dengan kasar. Agatha yang berdiri di situ terpelongoh kaget dengan sikap Dirga yang aneh, bukannya dia menyuruhnya lembur beberapa jam yang lalu dan sekrang dia menyuruhnya pulang, "Apakah dia sudah tak waras?! Aku rasa perempuan yang bernama Cika itu yang telah mencuci otaknya," umpat Ag
Cup! Dirga menyentuh lembut bibir ranum Agatha, jantung Dirga saat itu berpacu dengan begitu cepat hingga membuat pria itu langsung melepaskan sentuhannya, "Apa yang telah aku lakukan? Apakah aku sudah tak waras," geram Dirga seraya menggertakkan giginya. Secepat kilat pria itu langsung menancap gas pedalnya, dia yang tidak pernah mengetahui di mana Agatha tinggal langsung saja kebingungan untuk mengantar ke mana gadis itu namun tidak ingin sampai gadis itu terlalu lama menunggu maka pria itu langsung saja membawa Agatha ke rumahnya, pria tampan itu menggendong Agatha dan membawanya ke kamar tamu, "Kau istirahat di sini saja," gumam Dirga langsung menyelimuti tubuh gadis itu. Tidak lupa dia meminta sang asisten rumah tangga untuk menjaga Agatha dan mengganti pakaiannya, dia juga memanggil dokter untuk memeriksa Agatha, tetapi dia hanya sedikit trauma dan kelelahan saja. Dirga segera pergi setelah mengetahui bahwa Agatha baik-baik saja, dia masuk ke dalam kamarnya kini
“Kenapa Anda tidak pergi membangunkan Pak Dirga dan aku akan membuatkan sarapan untuk kalian berdua?” usul Maria melirik Agatha. Gadis itu menatap Maria bingung. Agatha hendak membuka bibirnya namun mengatupkannya kembali. Dia sebenarnya keberatan untuk pergi membangunkan Dirga, namun dia tidak mungkin menunjukkan kepada Maria kalau dia dan Dirga tidak akur. Bisa-bisa Maria berpikir kalau Agatha hanyalah perempuan malam yang disewa oleh Dirga. Mau tak mau akhirnya Agatha menganggukkan kepalanya. Perempuan tersebut turun dari kursi tinggi dapur kemudian berjalan menaiki tangga menuju ke lantai dua di mana kamar Dirga berada. Agatha tidak tahu yang mana kamar Dirga jadi dia membuka pintu paling ujung sesuai dengan instingnya saja.“Pak Dirga?” serunya, namun tidak ada jawaban apa pun dari Dirga. Agatha lantas memutar kenop pintu kamar Dirga dan membukanya. Rupanya Dirga masih tertidur pulas di atas ranjang. Agatha ingin sekali kembali ke dapur dan berpamitan pada Maria, tapi
Sungguh hari itu adalah hari yang tak terduga bagi Agatha, dia tidak pernah menyangka bila seorang Dirga akan menyelamatkannya dari insiden tersebut. Entah mengapa melihat sang boss terbaring lemah tak berdaya di atas tempat pembaringan membuat air mata gadis itu keluar dengan sendirinya, dia begitu sedih karena Dirga rela terluka demi menyelamatkannya. Melihat kaki Dirga diperban membuat gadis itu menghela napas beratnya, menyeka sisa air matanya memandangi pria bule itu yang masih memejamkan matanya membuat Agatha terduduk lemah di samping Dirga, gadis itu menyentuh jemari Dirga dengan begitu lembut dan memohon maaf karena dirinya menyebbakan pria itu terluka."Maafkan aku, Pak!" seru Agatha sesenggukkan. Gadis itu langsung tertunduk dan dia tidak menyadari bila pria di depannya itu sudah sadar sejak tadi dan mendengar keluhan Agatha, "Apakah kau sebegitu mengkhawatirkanku? tanya Dirga hendak bangun. Kalimatnya yang keluar dari mulut Dirga membuat gadis itu sontak te
Peluru itu hampir saja mengenai Agatha, beruntungnya Dirga menarik tangan istriinya dan mereka jatuh hingga tidak ada yang tertembak, "Anda berani sekali mengambil pistol pihak kepolisian, Anda akan dihukum berat," gumam pria berseragam seraya menggertak. Jujur apa yang didengar oleh Agatha tadi benar-benar berita yang sangat mengejutkan, dia tidak pernah menyangka jika Saras dan Selena membuat rencana yang membuat Agatha mempertaruhkan janinnya hingga membuat Dirga marah besar dan memenjarakan ibu dan adik tirinya. "Maafkan aku, Tha! Kau harus mengalami hal seperti ini karena aku," desah Dirga merasa bersalah. Sebagai putera dar Saras, Dirga merasa malu memiliki seorang ibu yang tega mencelakai menantunya sendiri, bahkan Saras tega membunuh calon cucunya sendiri karena tidak menyukai Agatha."Aku hanya tidak pernah berpikir bila Ibumu akan sejahat ini, Ga." Agatha meneteskan air matanya. Ia tidak berhenti menangis karena benar-benar sedih dengan apa yang terjadi pada dirinya
Boy tak bisa lagi berbohong apalagi menutupinya hingga akhirnya dia mulai mengungkapkan kebenaran yang sebenarnya terjadi pada Dirga dan tak pernah dia menduga bila selama tinggal di rumahnya, Selena selalu saja bersikap seolah tuan rumah dan mengintimidasi Agatha lagi. Untuk memastikan hal itu benar atau tidak. Dirga menemui bik Siti dan memastikannya. Betapa hancurnya hati Dirga ketika mendengar kabar tersebut. Pria itu tak bisa lagi menahan emosinya hingga membuat Dirga marah."Maafkan saya, Pak. Saya terpaksa menutupi kebenaran ini karena Mbka Agatha terus saja melarang saya," ucap bik Siti menunduk seraya duduk bersimpuh. Tak pernah terpikirkan oleh Dirga bila hal seperti ini terjadi, "Sejak kapan Agatha diperlakukan seperti itu, Bik?" tanya Dirga ingin tahu."Setelah Pak Dirga mengetahui kebenaran tentang kecelakaan itu, Nyonya dan Nona Selena berubah sikap kepada saya dan mbak Agatha.""Pantas saja bila Agatha terlihat kelelahan saat malam tiba, ternyata dua perempu
Dirga segera naik ke atas dan melihat Agatha yang begitu serius melihat ponselnya, "Tidak, Ga.Ini tidak benar? Bik Siti bukan buronan dan dia bukanlah orang yang telah mendorongku." Agatha mendekati Dirga seraya mencengkeram tangannya dan meminta pria itu untuk mencabut tuntutan itu, "Ayo, Ga. Cabut saja tuntutanmu itu, Bik Siti tidak bersalah," pintanya dnegan mata yang berlinang."Apa kau yakin?" tanya dirga ingin tahu kejadian yang sebenarnya, sejujurnya Dirga ingin menanyakan hal itu padda Agatha namun mengingat dia masih berkabung maka sang suami sengaja untuk menunda pertanyaan itu, apa yang menyebabkan Agatha bisa keguguran karena selama ini Agatha selalu berhati-hati."Aku jatuh sendiri dan tidak ada oranga yang mendorongku hanya sa-ja saat itu aku seperti menginjak sesuatu yang licin." Agatha mengingat itu dengan jelas dan dia mulai menceritakan kejadian yang sebenarnya pada Dirga. Dirga langsung berkomentar, "Mungkin saat itu Bik Siti habis mengepel dan kau meng
"Jika kau sudah tahu jawabannya, kenapa kau masih bertanya?" ucap Dirga meliriknya tajam. Dirga meminta dua perempuan itu untuk meninggalkan ruangan di mana Agatha dirawat. Pria itu bahkan menutup pintu dengan kasar. Dirga langsung memutar tubuhnya dan menghampiri Agatha. "Kenapa kau terlihat takut Agatha? Apakah kau telah meragukan cintaku padamu?" tanya pria itu dengan tatapannya dingin."Bukan begitu, Ga. Aku hanya takut karena kondisiku yang seperti ini kau ingin meninggalkanku jadi ak--" Belum sempat melanjutkan kalimatnya Dirga langsung memotong ucapan Agatha. "Apa kau pikir aku hanya bermain-main saja dengan hubungan kita ini? Tidak, Ga. Aku serius padamu meskipun kau tidak bisa hamil sekalipun aku akan tetap bersamamu. Bukankah itu janji yang aku ucapkan sewaktu kita menikah dulu." Di situ Agatha mengungkapkan bahwa dia merasa benar-benar sedih dan kecewa pada dirinya sendiri karena telah gagal menjaga janinnya dengan baik sehingga dia harus mengalami hal yang begitu
"Apa yang sedang kau pikirkan, Tha? Jangan terllau banyak berpikir, lebih baik kau istirahat saja," titah Dirga memberi perintah. Pria itu menyelimuti tubuh Agatha dan menyuruhnya untuk tidur karena hari masih gelap, ditambah lagi suasana yang begitu dingin membuat Dirga pun ikut tidur di samping Agatha. Alankah terkejutnya Agatha ketika mnggerjapkan matanya dan cahaya sinaran matahari hari sungguh sangat menyilaukan matanya. "Kau harus bangun, Agatha," ucap seorang perempuan yang sangat dikenalnya."Ibu," ucap Agatha membukanya dengan lebar."Iya, aku rasa kau sudah cukup istirahatnya dan bangunlah karena aku punya kabar untukmu," jawab perempuan paruh baya itu."Kabar apa, Bu?" tanya Agatha sangat penasaran. Saras tersenyum tipis dan menunjukkan sebuah amplopberwarrna putih kepada Agatha, "sebaiknya kau baca saja isi di dalam amplop ini." Perempuan itu memberi perintah. Agatha yang sangat penasaran pun langsung duduk dan membuka amplop tersebut. Membaca isi surat ter
Dirga diperkenankan masuk oleh dokter, tak lupa juga pria itu meminta dokter untuk memeriksa Agatha lagi. Mengikuti langkah dokter, Dirga menghentikan laju langkahnya ketika mendapati wajah sang istri nampak pucat sekali pasca keguguran itu. Dirga menyentuh jemari sang istri begitu kuat seraya memandangi wajah Agatha. Entah bagaimana perasaan Agatha bila dia thau bahwa bayinya kini sudah tidak ada lagi. "Kuharap kedepannya kau mau menerima kenyataan ini, Tha," ucap Dirga berurai air mata. Sehari semalam Agatha dirawat namun perempuan tiu belum juga sadar, dokter juga merasa heran deengan knidisi Agatha. Namun, melihat hasil dari pemeriksaan dokter semuanya nampak baik-baik saja."Mungkin ada sesuatu hal yang membuat pasien enggan untuk bangun!" seru dokter itu menatap Dirga."Apa itu, Dok? Tolong, bantu istri saya," ucapnya sambil menyentuh lengan pria berjas putih itu. Pria itu mengeaskan, jalann satu-satunya adalah Dirga sendiri. Kemampuann Dirga bisa membangunkan is
"Tidak, Nyonya. Aku bersumpah bukan aku pelakunya." Mendengar suara sirine ambulan, bik Siti langsung memanggil anggota medis dan ikut ke dalam mobil ambulan. Sedangkan Saras dan Selena berpura-pura menangis karena dia ingin membersihkan sesuatu sebelum menuju ke rumah sakit dan juga ingin menelepon Dirga. Ketika sampai di sebuah rumah sakit, bik Siti nampak sangat panik sekali disebabkan Agatha terkulai lemas dengan tetesan darah segar di tubuhnya. Pikiran bik Siti mulai kalut, dia yakin sekali bahwa perempuan itu pasti mengalami pendarahan karena telah jatuh dari tangga namun dia tetap berdoa semoga bayi dalam kandungan Agatha baik-baik saja. Mendengar derap langkah sepatu pantopel yang sangat khas, bik Siti menoleh ke arah sumber suara, matanya berlinang saat itu. "Mbak Agatha jatuh dari tangga, Pak," ucapnya menguraikan air mata."Ini ulah perempuan tua ini, Ga," sambung seorang pria dengan menunjuk ke arah bik Siti. Bukan itu saja Selena yang ikut hadir di rumah s
Saras tak bisa lagi menahan amarahnya hingga perempuan tua itu melemparkan seua alat kosmetik yang ada di atas laci. "Kenapa Dirga selalu saja percaya orang lain dari apda ibu kandungnya sendiri!" Saras benar-benar tidak bisa terima hal itu. Bukankah selam ini Saras yang mengurus Dirga, sejak dalam kandungan hingga dia sedewasa ini. "Tuhan, kenapa Dirga bisa bersikap seperti ini padaku?" gumamnya serya terus memadangi langit dari jendela kamarnya. Buliran bening jatuh membasahi pipinya, jauh di dalam lubuk hatinya Saras sangat menyayangi Dirga namun mengingat pria itu sangat membela istrinya membuatnya mulai membenci Dirga. Dia menggertakkan giginya karena geram dengan tingkah putera kandungnya itu. Hingga kedatangan Selena pun tak disadari oleh Saras, melihat ibunya menangis peremouann itu mendekatinya dan bertanya, "Apakah kau sesayang itu pada Dirga? Kenapa kau tidak mendekatinya? Ingatlah Bu, ikatan antara anak dan Ibu itu kuat jadi aku yakin, perlahan Dirga akan mema
Sejak hari itu, Saras dan Selena terus berusaha mengintimidasi Agatha. Mereka bahkan menyuruh Agatha yang melayani kebutuhan mereka, layaknya seorang pemabntu. Seoerti itulah Saras dan Selena memperlakukan Agatha sewaktu Dirga tidak ada. Melihat bik Siti yang selalu saja membantu Agatha membuat Selena mulai menemukan sebuah ide bahwa dia bisa mengusir bik Siti dengan sebuah cara yang sangat manjur, cara yang ada di dalam otaknya pun langsung dia katakan kepada Saras membuat perempuan paruh baya itu tersenyum dan mengatakan bahwa rencana Selena sungguh merupakan ide brilian. Dia rasa cara itu adakah sebuah cara yang tepat agar bisa menyelamatkan keturunannya dari si perempuan miskin itu. "Tidak ada salahnya kita mencoba dan pastikan bahwa pelakunya adalah pembantu tua itu.""Ibu tenang saja, aku pasti akan menyusun rencana ini dengan baik," jawab Selena tersenyum menyeringai. Tidak ingin sampai seseorang mengetahui rencananya maka Saras mencari cara yang paling efektif agar