"Kenapa kau dirawat dan tidak memberitahuku," ucap perempuan itu menghampiri Dirga lebih dekat lagi. Bukan itu saja, ketika itu pula Dirga langsung melayangkan tatapan sinis kepada perempuan itu seraya menjawab, "Untuk apa aku memberitahumu?" Dirga malah balik bertanya."Tentu saja kau harus memberitahuku karena aku ini Ibumu," ketusnya menatapnya tajam. Dirga tersenyum tipis, "Bukankah sejak menikah dengan pria itu, kau sudah bukan ibuku lagi," jawabnya ketus."Walau bagaimana pun, kau adalah darah dagingku," jawabnya seraya meneguk salivanya kasar. Tidak ingin sampai bertengkar dan membuat hubungannya semakin renggang, maka perempuan itu langsung memutar tubuhnya setelah mengetahui puteranya baik-baik saja. "Aku rasa pergi dari sini adalah langkah terbaik," ucapnya sebelum meninggalkan Dirga."Bukankah langkah seperti ini yang selalu kau pilih," jawab Dirga sengaja mengingat bahwa perempuan itu selalu saja egois dan tak pernah memikirkannya.Brukkk! Perempuan itu me
Pria itu menatap lurus pada paras ayu seorang gadis yang terlelap di sampingnya, lebih tepatnya di sofa yang tersedia di ruang inapnya. Dia bangkit berdiri mencoba pelan menggerakkan kursi rodanya sambil membawa infusnya, dia menghampiri gadis yang tengah terlelap di sofa. Ia memandang setiap lekuk wajah gadis itu dengan saksama, mengabadikan bentuk mata, hidung, dan bibir gadis tersebut layaknya sebuah prasasti. Melihat wajah tenang Agatha ketika sedang tertidur, Dirga lantas menyingkirkan anak rambut yang berada di sekitar wajah gadis itu. Setiap singgungan yang terjadi antara kulitnya dengan kulit Agatha mengalirkan getaran aneh yang belum pernah Dirga rasakan sebelumnya. Dirga tidak tahu pasti apa yang dia rasakan saat ini. Yang dia tahu, dia merasa logikanya berhenti bekerja setiap kali dia berada di dekat Agatha.“Apakah mungkin aku mulai mencintaimu, Agatha?” gumam Dirga lirih. Pria itu memutar otaknya, ingin mencari cara untuk mengetahui bagaimana isi hatinya yang sesu
“Dasar dokter menyebalkan! Aku sudah bilang kalau aku ingin segera pulang, tetapi kenapa aku masih harus menunggu sampai jam dua belas?” gerutu Dirga tanpa henti. Agatha yang mendorong kursi roda Dirga menuju ke tempat parkir hanya bisa menghela napas lelah sebab dari tadi Dirga terus saja mengomel. Citra sebagai bos berhati dingin dan kejam langsung luntur dari Dirga hari itu. Agatha tidak tahu kenapa Dirga sepertinya sangat membenci rumah sakit. Pria itu bahkan memaksa untuk pulang lebih awal padahal seharusnya dia masih dirawat di rumah sakit.‘Apakah jangan-jangan Pak Dirga takut jarum suntik jadi dia tidak mau berlama-lama di rumah sakit?’ cibir Agatha dalam hati. Bagaimana Agatha tidak mencibirnya? Sejak hari di mana dia masuk rumah sakit, Dirga terus saja uring-uringan tidak jelas. Sebagai asisten pribadi Agatha bahkan selalu disuruh melakukan ini itu yang membuat Agatha kelelahan. Sesampainya di tempat parkir, sopir pribadi Dirga membantu Agatha untuk membawa Dirga mas
"Apakah aku sudah tak waras?" gumamnya langsung menggelengkan kepalanya karena bingung. Dirga yang sejak tadi berdiri di belekang Agatha mengerutkan dahinya, memandangi wajah gadis itu membuat tenang pikirannya bahkan dia rela berdiri lama hanya untuk memandangi wajah gadis itu, sebuah senyuman terukir tipis di sudut bibirnya mendapati Agatha terpelongo kaget ketika pria bule itu memanggilnya."Apa yang sedang kau pikirkan??" tanya Dirga berhasil memcahkan konsentrasi Agatha."Oh, aku ha--" Agatha mengatupkan bibirnya secara spontan karena melihat Dirga yang kini begi dekat dengannya, jaraka mereka hanya beberapa senti meter saja, "Apakah kau tengah memikrkanku?" tanya Dirga spontan sekadar memancing gdis itu.Deg! Jantung gadis itu berdegup begitu kencang ddan tidak pernah terpikirkan olehnya bila seorang CEO yang sangat dingin itu bisa begitu tampan dilihat ddari jarak dekat seperti itu. Dirga tak kuasa lagi menaahaan hasratnya yang telah membelenggu, berusaha keras Dirg
Namun, beruntungnya tangan kekar Dirga berhasil menyelamatkan gadis itu. "Apakah kau baik-baik saja?" tanya Dirga dengan tatapan begitu tajam. Kini jarak mereka tak terbatas, pria bule itu tak bisa mengedipkan matanya memandangi wajah Agatha lebih dekat dan lebih lama lagi. "Cantik!" sebut Dirga langsung mengedipkan matanya, dia baru menyadari bahwa dirinya telah memuji Agatha."Bapak tadi bilang apa?" tanya Agatha sedikit samar mendengar ucapan yang keluar dari mulut Dirga."Aku tidak bilang apa-apa kok, mungkin kau saja salah dengar," jawabnya spontan membantu Agatha berdiri."Oh." Agatha membenarkan posisinya, entah kenapa di saat begini ia harus terpeleset dan hampir jatuh. Kalau jatuh tadi dan tidak ada yang menolong bagaimana, umpatnya kesal pada dirinya sendiri. "Siapa sih yang nelpon." Agatha langsung mengambil benda pipih itu dan menatap layar ponselnya begitu tajam."Hallo, ada apa Pak Boy?" tanya Agatha dengan sura ddatar.["Apakah aku bisa bicara dengan pak Dirga sekar
Dirga sangat berharap sekali Agatha mau menerima dirinya daripada menerima calon istri pilihan ibunya mending dia menerima Agatha yang sudah tahu kepribadiannya. Di sisi lain Dirga juga menaruh hati pada gadis itu, matanya terus menatap ke arah Agatha, barang kali saja gadis itu mau memikirkan apa yang dikatakan Dirga tadi. Namun, tidak ada jawaban dari Agatha maka pria bule itu langsung saja mengatakan bahwa dirinya akan terus menunggu jawaban darinya. "Aku menunggu jawaban darimu." Melihat Dirga hendak pergi menuju ke kamarnya, Agatha menghentikan langkah pria itu, "Tak perlu menunggu karena aku tidak akan menikah." Sontak saja Dirga langsung menoleh ke belakang mendengar jawaban Agatha, "Apakah kau yakin dengan perkataanmu itu?" tanya Dirga dengan tatapan sinis. Melihat Dirga menatapnya sinis, gadis itu menelan salivanya. 'Kenaoa dia menatapku marah!' ucap Agatha dalam hati mempertanyakan sikap pria di depannya."Iya, aku yakin!""Kenapa kau menyiksa dirimu send
Hal itu sungguh membuat Agatha begitu terkejut, dia tidak menduga bila Dirga akan mau dijodohkan. "Ucapan pria itu benar-benar tidak bisa dipercaya! Semalam bilang tak mau sekarang berubah pikiran, dasar pria aneh." Agatha memutar tubuhnya sambil melangkah masuk ke dalam kamarnta untuk berganti pakaian. Tugas seorang asisten adalah menemani sang atasan ke mana dia pergi, jadi Agatha harus mau ikut ke mana pun pria itu akan pergi. Menunggu di depan mobil seraya memasukkan tangan ke dalam saku celananya, Dirga dibuat terkejut karena melihat Agatha yang kali ini tampil dengan rambut terurai."Kau kenapa berpenampilan seperti ini?" ucap Dirga menatapnya begitu lekat."Aku kenapa, Pak?" tanya Agatha mengerutkan dahinya. Pria itu menyentuh rambut Agatha pelan, dia tidak bisa berhenti memandangi kecantikan gadis di depannya itu. "Sungguh kau nampak cantik," puji Dirga pelan. Agatha yang memerhatikan sikap bossnya langsung melambaikan tangannya ke wajah Dirga, "Apakah kita pergi s
Didalam hati gadis yang bernama Denada itu banyak sekali pikiran negatif yang bersarang di dalam isi otaknya, bagaimana tidak ia mendambakan sebuah kencan yang menyenangkan namun kehadian sang asisten Dirga membuatnya harus mengubur rasa itu dan meneriam sebuah persyaratan namun Denada yang emmiliki otak cerdik lantas saja menyetujui apa keinginan Dirga karen dia juga mempunyai maksud tertentu."Kau tunggu sahja, Ga. Kau akan menjadi milikku seutuhnya," gumam gadis itu terus mengunyah makanannnya. Tiba-tiba saja pria bule itu beranjak dari duduknya dan berpamitan untuk ke toilet, di situlah si gadis seksi itu berjalan mendekati Agatha. "Apakah kau benar-benar hanya seorang asisten saja?" tanyamya dnegan angkuh dan sedikit sinis."Iya, aku hanya asistennya saja." Agatha hanya menjawab singkat karena dia tidak ingin terlalu merespon perempuan itu. Dia lebih dekat lagi kepada Agatha dan membisikkan sesuatu kepada gadis itu. "Aku rasa tepat mewah seperti ini tidak pantas untu
Peluru itu hampir saja mengenai Agatha, beruntungnya Dirga menarik tangan istriinya dan mereka jatuh hingga tidak ada yang tertembak, "Anda berani sekali mengambil pistol pihak kepolisian, Anda akan dihukum berat," gumam pria berseragam seraya menggertak. Jujur apa yang didengar oleh Agatha tadi benar-benar berita yang sangat mengejutkan, dia tidak pernah menyangka jika Saras dan Selena membuat rencana yang membuat Agatha mempertaruhkan janinnya hingga membuat Dirga marah besar dan memenjarakan ibu dan adik tirinya. "Maafkan aku, Tha! Kau harus mengalami hal seperti ini karena aku," desah Dirga merasa bersalah. Sebagai putera dar Saras, Dirga merasa malu memiliki seorang ibu yang tega mencelakai menantunya sendiri, bahkan Saras tega membunuh calon cucunya sendiri karena tidak menyukai Agatha."Aku hanya tidak pernah berpikir bila Ibumu akan sejahat ini, Ga." Agatha meneteskan air matanya. Ia tidak berhenti menangis karena benar-benar sedih dengan apa yang terjadi pada dirinya
Boy tak bisa lagi berbohong apalagi menutupinya hingga akhirnya dia mulai mengungkapkan kebenaran yang sebenarnya terjadi pada Dirga dan tak pernah dia menduga bila selama tinggal di rumahnya, Selena selalu saja bersikap seolah tuan rumah dan mengintimidasi Agatha lagi. Untuk memastikan hal itu benar atau tidak. Dirga menemui bik Siti dan memastikannya. Betapa hancurnya hati Dirga ketika mendengar kabar tersebut. Pria itu tak bisa lagi menahan emosinya hingga membuat Dirga marah."Maafkan saya, Pak. Saya terpaksa menutupi kebenaran ini karena Mbka Agatha terus saja melarang saya," ucap bik Siti menunduk seraya duduk bersimpuh. Tak pernah terpikirkan oleh Dirga bila hal seperti ini terjadi, "Sejak kapan Agatha diperlakukan seperti itu, Bik?" tanya Dirga ingin tahu."Setelah Pak Dirga mengetahui kebenaran tentang kecelakaan itu, Nyonya dan Nona Selena berubah sikap kepada saya dan mbak Agatha.""Pantas saja bila Agatha terlihat kelelahan saat malam tiba, ternyata dua perempu
Dirga segera naik ke atas dan melihat Agatha yang begitu serius melihat ponselnya, "Tidak, Ga.Ini tidak benar? Bik Siti bukan buronan dan dia bukanlah orang yang telah mendorongku." Agatha mendekati Dirga seraya mencengkeram tangannya dan meminta pria itu untuk mencabut tuntutan itu, "Ayo, Ga. Cabut saja tuntutanmu itu, Bik Siti tidak bersalah," pintanya dnegan mata yang berlinang."Apa kau yakin?" tanya dirga ingin tahu kejadian yang sebenarnya, sejujurnya Dirga ingin menanyakan hal itu padda Agatha namun mengingat dia masih berkabung maka sang suami sengaja untuk menunda pertanyaan itu, apa yang menyebabkan Agatha bisa keguguran karena selama ini Agatha selalu berhati-hati."Aku jatuh sendiri dan tidak ada oranga yang mendorongku hanya sa-ja saat itu aku seperti menginjak sesuatu yang licin." Agatha mengingat itu dengan jelas dan dia mulai menceritakan kejadian yang sebenarnya pada Dirga. Dirga langsung berkomentar, "Mungkin saat itu Bik Siti habis mengepel dan kau meng
"Jika kau sudah tahu jawabannya, kenapa kau masih bertanya?" ucap Dirga meliriknya tajam. Dirga meminta dua perempuan itu untuk meninggalkan ruangan di mana Agatha dirawat. Pria itu bahkan menutup pintu dengan kasar. Dirga langsung memutar tubuhnya dan menghampiri Agatha. "Kenapa kau terlihat takut Agatha? Apakah kau telah meragukan cintaku padamu?" tanya pria itu dengan tatapannya dingin."Bukan begitu, Ga. Aku hanya takut karena kondisiku yang seperti ini kau ingin meninggalkanku jadi ak--" Belum sempat melanjutkan kalimatnya Dirga langsung memotong ucapan Agatha. "Apa kau pikir aku hanya bermain-main saja dengan hubungan kita ini? Tidak, Ga. Aku serius padamu meskipun kau tidak bisa hamil sekalipun aku akan tetap bersamamu. Bukankah itu janji yang aku ucapkan sewaktu kita menikah dulu." Di situ Agatha mengungkapkan bahwa dia merasa benar-benar sedih dan kecewa pada dirinya sendiri karena telah gagal menjaga janinnya dengan baik sehingga dia harus mengalami hal yang begitu
"Apa yang sedang kau pikirkan, Tha? Jangan terllau banyak berpikir, lebih baik kau istirahat saja," titah Dirga memberi perintah. Pria itu menyelimuti tubuh Agatha dan menyuruhnya untuk tidur karena hari masih gelap, ditambah lagi suasana yang begitu dingin membuat Dirga pun ikut tidur di samping Agatha. Alankah terkejutnya Agatha ketika mnggerjapkan matanya dan cahaya sinaran matahari hari sungguh sangat menyilaukan matanya. "Kau harus bangun, Agatha," ucap seorang perempuan yang sangat dikenalnya."Ibu," ucap Agatha membukanya dengan lebar."Iya, aku rasa kau sudah cukup istirahatnya dan bangunlah karena aku punya kabar untukmu," jawab perempuan paruh baya itu."Kabar apa, Bu?" tanya Agatha sangat penasaran. Saras tersenyum tipis dan menunjukkan sebuah amplopberwarrna putih kepada Agatha, "sebaiknya kau baca saja isi di dalam amplop ini." Perempuan itu memberi perintah. Agatha yang sangat penasaran pun langsung duduk dan membuka amplop tersebut. Membaca isi surat ter
Dirga diperkenankan masuk oleh dokter, tak lupa juga pria itu meminta dokter untuk memeriksa Agatha lagi. Mengikuti langkah dokter, Dirga menghentikan laju langkahnya ketika mendapati wajah sang istri nampak pucat sekali pasca keguguran itu. Dirga menyentuh jemari sang istri begitu kuat seraya memandangi wajah Agatha. Entah bagaimana perasaan Agatha bila dia thau bahwa bayinya kini sudah tidak ada lagi. "Kuharap kedepannya kau mau menerima kenyataan ini, Tha," ucap Dirga berurai air mata. Sehari semalam Agatha dirawat namun perempuan tiu belum juga sadar, dokter juga merasa heran deengan knidisi Agatha. Namun, melihat hasil dari pemeriksaan dokter semuanya nampak baik-baik saja."Mungkin ada sesuatu hal yang membuat pasien enggan untuk bangun!" seru dokter itu menatap Dirga."Apa itu, Dok? Tolong, bantu istri saya," ucapnya sambil menyentuh lengan pria berjas putih itu. Pria itu mengeaskan, jalann satu-satunya adalah Dirga sendiri. Kemampuann Dirga bisa membangunkan is
"Tidak, Nyonya. Aku bersumpah bukan aku pelakunya." Mendengar suara sirine ambulan, bik Siti langsung memanggil anggota medis dan ikut ke dalam mobil ambulan. Sedangkan Saras dan Selena berpura-pura menangis karena dia ingin membersihkan sesuatu sebelum menuju ke rumah sakit dan juga ingin menelepon Dirga. Ketika sampai di sebuah rumah sakit, bik Siti nampak sangat panik sekali disebabkan Agatha terkulai lemas dengan tetesan darah segar di tubuhnya. Pikiran bik Siti mulai kalut, dia yakin sekali bahwa perempuan itu pasti mengalami pendarahan karena telah jatuh dari tangga namun dia tetap berdoa semoga bayi dalam kandungan Agatha baik-baik saja. Mendengar derap langkah sepatu pantopel yang sangat khas, bik Siti menoleh ke arah sumber suara, matanya berlinang saat itu. "Mbak Agatha jatuh dari tangga, Pak," ucapnya menguraikan air mata."Ini ulah perempuan tua ini, Ga," sambung seorang pria dengan menunjuk ke arah bik Siti. Bukan itu saja Selena yang ikut hadir di rumah s
Saras tak bisa lagi menahan amarahnya hingga perempuan tua itu melemparkan seua alat kosmetik yang ada di atas laci. "Kenapa Dirga selalu saja percaya orang lain dari apda ibu kandungnya sendiri!" Saras benar-benar tidak bisa terima hal itu. Bukankah selam ini Saras yang mengurus Dirga, sejak dalam kandungan hingga dia sedewasa ini. "Tuhan, kenapa Dirga bisa bersikap seperti ini padaku?" gumamnya serya terus memadangi langit dari jendela kamarnya. Buliran bening jatuh membasahi pipinya, jauh di dalam lubuk hatinya Saras sangat menyayangi Dirga namun mengingat pria itu sangat membela istrinya membuatnya mulai membenci Dirga. Dia menggertakkan giginya karena geram dengan tingkah putera kandungnya itu. Hingga kedatangan Selena pun tak disadari oleh Saras, melihat ibunya menangis peremouann itu mendekatinya dan bertanya, "Apakah kau sesayang itu pada Dirga? Kenapa kau tidak mendekatinya? Ingatlah Bu, ikatan antara anak dan Ibu itu kuat jadi aku yakin, perlahan Dirga akan mema
Sejak hari itu, Saras dan Selena terus berusaha mengintimidasi Agatha. Mereka bahkan menyuruh Agatha yang melayani kebutuhan mereka, layaknya seorang pemabntu. Seoerti itulah Saras dan Selena memperlakukan Agatha sewaktu Dirga tidak ada. Melihat bik Siti yang selalu saja membantu Agatha membuat Selena mulai menemukan sebuah ide bahwa dia bisa mengusir bik Siti dengan sebuah cara yang sangat manjur, cara yang ada di dalam otaknya pun langsung dia katakan kepada Saras membuat perempuan paruh baya itu tersenyum dan mengatakan bahwa rencana Selena sungguh merupakan ide brilian. Dia rasa cara itu adakah sebuah cara yang tepat agar bisa menyelamatkan keturunannya dari si perempuan miskin itu. "Tidak ada salahnya kita mencoba dan pastikan bahwa pelakunya adalah pembantu tua itu.""Ibu tenang saja, aku pasti akan menyusun rencana ini dengan baik," jawab Selena tersenyum menyeringai. Tidak ingin sampai seseorang mengetahui rencananya maka Saras mencari cara yang paling efektif agar