Didalam hati gadis yang bernama Denada itu banyak sekali pikiran negatif yang bersarang di dalam isi otaknya, bagaimana tidak ia mendambakan sebuah kencan yang menyenangkan namun kehadian sang asisten Dirga membuatnya harus mengubur rasa itu dan meneriam sebuah persyaratan namun Denada yang emmiliki otak cerdik lantas saja menyetujui apa keinginan Dirga karen dia juga mempunyai maksud tertentu."Kau tunggu sahja, Ga. Kau akan menjadi milikku seutuhnya," gumam gadis itu terus mengunyah makanannnya. Tiba-tiba saja pria bule itu beranjak dari duduknya dan berpamitan untuk ke toilet, di situlah si gadis seksi itu berjalan mendekati Agatha. "Apakah kau benar-benar hanya seorang asisten saja?" tanyamya dnegan angkuh dan sedikit sinis."Iya, aku hanya asistennya saja." Agatha hanya menjawab singkat karena dia tidak ingin terlalu merespon perempuan itu. Dia lebih dekat lagi kepada Agatha dan membisikkan sesuatu kepada gadis itu. "Aku rasa tepat mewah seperti ini tidak pantas untu
Melihat Dirga menatapnya begitu tajam, bak harimau yang akan menerkam mangsanya Aigatha meneguk salivanya karena ia tidak pernah menyangka bila sang atasannya itu akan mendekatkan wajahnya begitu dekat, kini di anatara kedua orang itu sudah tidak ada batasan hingga Agatha tak mampu bergerak maupun mengelak. "Apa yang akan Bapak lakukan?" tanya Agatha tak mampu menatapnya. Entah kenapa gadis itu tak bisa berkutik, ditambah lagi Dirga yang kini menyentuh dagu gadis itu dengan sangat lembut, "Kenapa kau tak berani menatapku? Apakah kau takut bila aku akan menciummu lagi?""Aku rasa Bapak melebihi batas," ucap Agatha berusah tetap tenang."Melebihi batas?! Bukankah aku sudah meminta izin padamu untuk men--" Dirga sengaja menjeda ucapannya karena tangan kekar Dirga yang awalnya menyentuh pipi gadis itu , semakin lama semakin menyentuh pundak Agatha, lalu turun ke pinggang gadis itu. Dia semakin mengekang tubuh Agatha untuk lebih dekat lagi dengannya, "Aku mencintaimu, Tha. Mauk
Sebab tak ingin dianggap sebagai pengganggu hubungan Dirga dan Denada, gadis itu memilih untuk menolak untuk pergi menemani Dirga bertemu dengan keluarga Denada. Dia akan mencari alasan supaya Dirga tidak lagi mengajaknya untuk pergi ke acara perjodohannya.“Ini acara Anda, Pak. Apakah Anda pikir tidak aneh kalau aku ikut? Apa kata orang nanti jika calon pengantin prianya justru datang dengan wanita lain?” tanya Agatha seraya mengalihkan pandangannya ke arah lain asalkan tidak ke arah Dirga.“Apa yang kau maksud, Agatha? Bukankah kita sudah membuat perjanjian kalau kau akan selalu ikut denganku ke acara-acara yang berhubungan dengan Denada?” Dirga balik bertanya, menyudutkannya Agatha supaya tidak bisa menolaknya lagi. Agatha memutar otaknya, mencari cara supaya terbebas dari perintah Dirga untuk ikut dengan pria itu. Gadis itu pun memegangi kepalanya sambil berkata, “Aku sedang tidak enak badan, Pak. Dari tadi malam badanku panas.” Dirga mengerutkan keningnya. Dia kemudian me
Orang tua Denada begitu terkejut saat mendapati Dirga datang membawa seorang gadis yang tidak mereka kenali. Apalagi jika melihat penampilan mereka yang senada, orang-orang yang tidak tahu kalau Dirga akan menjadi suami Denada pastinya akan mengira kalau Dirga dan Agatha adalah sepasang kekasih yang sangat serasi.“Denada, siapa perempuan yang bersama dengan Dirga?” tanya ibu Denada, berbisik kepada Denada.“Dia adalah asisten pribadi Dirga, Bu,” jawab Denada sedikit terbata-bata.“Lalu, kenapa dia memakai pakaian yang serasi dengan Dirga?” tanya ibu Denada yang dihadiahi Denada dengan gelengan kepala. Bukan hanya ibu Denada yang penasaran, Denada juga heran kenapa Dirga masih saja mengajak Agatha datang bersamanya dan kali ini mereka memakai pakaian yang senada. Gadis itu merasa kesal karena Agatha seolah tidak takut dengan ancaman yang dia berikan kepada Agatha.‘Gadis itu kenapa tidak ada kapoknya? Berani sekali dia datang ke sini dengan memakai gaun mahal seperti itu. Pasti Di
Pria itu tidak habis pikir jika Denada dan orang tuanya akan menyudutkan Agatha sedemikian rupa. Rasanya sangat tidak masuk akal hal sehina itu dilakukan oleh orang-orang yang selama ini citranya di depan publik adalah keluarga yang ramah, baik hati, dan bijak. Citra keluarga Denada rupanya sangat bertolak belakang dengan sifat mereka yang asli.“Aku tidak menyangka kalau kalian bisa dengan tega menuduh asisten pribadiku macam-macam. Apakah ini sifat asli dari keluarga kalian?” Dirga berdecih. “Rupanya sifat baik kalian hanyalah pencitraan saja,” cibir pria itu.“D-Dirga, aku bisa menjelaskannya ...,” ucap Denada kemudian berdiri dan berjalan menghampiri Dirga yang saat ini berdiri di belakang kursi yang diduduki oleh Agatha.“Aku tidak perlu mendengar penjelasan apa-apa dari kalian. Sepertinya aku harus—” Belum sempat Dirga mengutarakan niatnya untuk membatalkan pertunangannya, Agatha buru-buru berdiri dan memotong ucapan Dirga.“Pak, jangan katakan sesuatu yang akan Anda sesali
Setelah malam itu, Dirga terus memerhatikan Agatha yang masih saja diam dan tidak mau berbicara dengannya kalau tidak sedang membicarakan masalah pekerjaan. Hari-hari sudah berlalu semenjak hari di mana mereka melangsungkan makan malam dengan keluarga Denada. Tapi, entah kenapa sejak malam itu Dirga justru merasa kalau Agatha semakin menjaga jarak darinya. Apakah gadis itu melakukannya semata-mata hanya untuk melindungi perasaan Denada? Atau mungkin dia memiliki alasan yang lain? Dirga juga tidak tahu pasti. Yang jelas sikap Agatha yang begini membuat pria itu merasa sangat tidak nyaman.“Selamat siang, Pak,” sapa Agatha sembari berjalan masuk ke ruang kerja Dirga.“Ada apa, Agatha?” tanya Dirga seraya mengerutkan dahinya. Pria itu berusaha untuk bersikap biasa-biasa saja di depan Agatha meskipun dalam hatinya dia menjerit ingin menanyakan alasan Agatha bersikap seperti ini kepadanya.“Aku hanya ingin mengingatkan kalau hari ini Anda memiliki rapat dengan klien di luar, Pak. Untuk lok
Dirga berdecap kesal kemudian berkata, “Baiklah aku akan menelepon Denada.” Setelah mengatakan hal tersebut, Dirga mematikan panggilannya secara sepihak lalu menghubungi Denada sambil menggerutu dalam hati. Ia paling benci dengan gadis yang suka mengadu apalagi jika gadis itu adalah orang yang paling tidak dia sukai.“Ah, Dirga! Akhirnya kau meneleponku juga!” seru Denada begitu panggilan mereka terhubung. Dirga bahkan harus menjauhkan ponselnya dari telinga sebab suara Denada sangat nyaring di kupingnya.“Apakah kau harus mengadu kepada ibuku kalau aku telat mengangkat panggilan darimu?” omel Dirga. “Aku tadi sedang ada rapat, Denada. Apakah kau tidak bisa sabar sedikit pun?” Denada terkekeh geli mendengar omelan Dirga. “Maaf, Dirga. Aku tidak tahu kalau kau sedang rapat. Seharusnya sebagai tunanganku kau lebih sering menghubungiku supaya tidak terjadi kesalahpahaman di antara kita berdua,” balas Denada tanpa rasa bersalah. Dirga menyipitkan mata. Apa yang Denada katakan tadi
Namun, tiba-tiba sebuah mobil menghentikan mobil mereka. Membuat Dirga kesal karena mobil tersebut telah berani menghentikan jalannya, tetapi melihat seorang gadis keluar dari sana dan meminta Dirga untuk memutar balik kembali ke taman karena ada sesuatu yang ketinggalan."Memangnya dia tidak bisa mengambil barangnya sendiri," ketus Dirga dalam hati."Sebaiknya kau ikut," ajak Dirga melirik Agatha."Baik, Pak." Ternyata Denada melupakan tas kesayangannya dan tidak ingin melewatkan moment mereka di sana, Denada meminta Dirga untuk selfi bersama dan melanjutkan perjalanan mereka yang singkat tadi. Agatha terus saja menepis perasaannya ketika gadis cantik itu mengikuti Dirga dan Denada yang terlihat begitu mesra. Terlihat begitu jelas bahwa Denada selalu saja mencari kesempatan dalam kesempitan untuk memegang Dirga hingga dia dengan sengaja terpeleset agar Dirga mau menolongnya."Dasar wanita licik," gumam Agatha hanya menggelengkan kepalanya. Melihat kemesraan itu ada ses
Peluru itu hampir saja mengenai Agatha, beruntungnya Dirga menarik tangan istriinya dan mereka jatuh hingga tidak ada yang tertembak, "Anda berani sekali mengambil pistol pihak kepolisian, Anda akan dihukum berat," gumam pria berseragam seraya menggertak. Jujur apa yang didengar oleh Agatha tadi benar-benar berita yang sangat mengejutkan, dia tidak pernah menyangka jika Saras dan Selena membuat rencana yang membuat Agatha mempertaruhkan janinnya hingga membuat Dirga marah besar dan memenjarakan ibu dan adik tirinya. "Maafkan aku, Tha! Kau harus mengalami hal seperti ini karena aku," desah Dirga merasa bersalah. Sebagai putera dar Saras, Dirga merasa malu memiliki seorang ibu yang tega mencelakai menantunya sendiri, bahkan Saras tega membunuh calon cucunya sendiri karena tidak menyukai Agatha."Aku hanya tidak pernah berpikir bila Ibumu akan sejahat ini, Ga." Agatha meneteskan air matanya. Ia tidak berhenti menangis karena benar-benar sedih dengan apa yang terjadi pada dirinya
Boy tak bisa lagi berbohong apalagi menutupinya hingga akhirnya dia mulai mengungkapkan kebenaran yang sebenarnya terjadi pada Dirga dan tak pernah dia menduga bila selama tinggal di rumahnya, Selena selalu saja bersikap seolah tuan rumah dan mengintimidasi Agatha lagi. Untuk memastikan hal itu benar atau tidak. Dirga menemui bik Siti dan memastikannya. Betapa hancurnya hati Dirga ketika mendengar kabar tersebut. Pria itu tak bisa lagi menahan emosinya hingga membuat Dirga marah."Maafkan saya, Pak. Saya terpaksa menutupi kebenaran ini karena Mbka Agatha terus saja melarang saya," ucap bik Siti menunduk seraya duduk bersimpuh. Tak pernah terpikirkan oleh Dirga bila hal seperti ini terjadi, "Sejak kapan Agatha diperlakukan seperti itu, Bik?" tanya Dirga ingin tahu."Setelah Pak Dirga mengetahui kebenaran tentang kecelakaan itu, Nyonya dan Nona Selena berubah sikap kepada saya dan mbak Agatha.""Pantas saja bila Agatha terlihat kelelahan saat malam tiba, ternyata dua perempu
Dirga segera naik ke atas dan melihat Agatha yang begitu serius melihat ponselnya, "Tidak, Ga.Ini tidak benar? Bik Siti bukan buronan dan dia bukanlah orang yang telah mendorongku." Agatha mendekati Dirga seraya mencengkeram tangannya dan meminta pria itu untuk mencabut tuntutan itu, "Ayo, Ga. Cabut saja tuntutanmu itu, Bik Siti tidak bersalah," pintanya dnegan mata yang berlinang."Apa kau yakin?" tanya dirga ingin tahu kejadian yang sebenarnya, sejujurnya Dirga ingin menanyakan hal itu padda Agatha namun mengingat dia masih berkabung maka sang suami sengaja untuk menunda pertanyaan itu, apa yang menyebabkan Agatha bisa keguguran karena selama ini Agatha selalu berhati-hati."Aku jatuh sendiri dan tidak ada oranga yang mendorongku hanya sa-ja saat itu aku seperti menginjak sesuatu yang licin." Agatha mengingat itu dengan jelas dan dia mulai menceritakan kejadian yang sebenarnya pada Dirga. Dirga langsung berkomentar, "Mungkin saat itu Bik Siti habis mengepel dan kau meng
"Jika kau sudah tahu jawabannya, kenapa kau masih bertanya?" ucap Dirga meliriknya tajam. Dirga meminta dua perempuan itu untuk meninggalkan ruangan di mana Agatha dirawat. Pria itu bahkan menutup pintu dengan kasar. Dirga langsung memutar tubuhnya dan menghampiri Agatha. "Kenapa kau terlihat takut Agatha? Apakah kau telah meragukan cintaku padamu?" tanya pria itu dengan tatapannya dingin."Bukan begitu, Ga. Aku hanya takut karena kondisiku yang seperti ini kau ingin meninggalkanku jadi ak--" Belum sempat melanjutkan kalimatnya Dirga langsung memotong ucapan Agatha. "Apa kau pikir aku hanya bermain-main saja dengan hubungan kita ini? Tidak, Ga. Aku serius padamu meskipun kau tidak bisa hamil sekalipun aku akan tetap bersamamu. Bukankah itu janji yang aku ucapkan sewaktu kita menikah dulu." Di situ Agatha mengungkapkan bahwa dia merasa benar-benar sedih dan kecewa pada dirinya sendiri karena telah gagal menjaga janinnya dengan baik sehingga dia harus mengalami hal yang begitu
"Apa yang sedang kau pikirkan, Tha? Jangan terllau banyak berpikir, lebih baik kau istirahat saja," titah Dirga memberi perintah. Pria itu menyelimuti tubuh Agatha dan menyuruhnya untuk tidur karena hari masih gelap, ditambah lagi suasana yang begitu dingin membuat Dirga pun ikut tidur di samping Agatha. Alankah terkejutnya Agatha ketika mnggerjapkan matanya dan cahaya sinaran matahari hari sungguh sangat menyilaukan matanya. "Kau harus bangun, Agatha," ucap seorang perempuan yang sangat dikenalnya."Ibu," ucap Agatha membukanya dengan lebar."Iya, aku rasa kau sudah cukup istirahatnya dan bangunlah karena aku punya kabar untukmu," jawab perempuan paruh baya itu."Kabar apa, Bu?" tanya Agatha sangat penasaran. Saras tersenyum tipis dan menunjukkan sebuah amplopberwarrna putih kepada Agatha, "sebaiknya kau baca saja isi di dalam amplop ini." Perempuan itu memberi perintah. Agatha yang sangat penasaran pun langsung duduk dan membuka amplop tersebut. Membaca isi surat ter
Dirga diperkenankan masuk oleh dokter, tak lupa juga pria itu meminta dokter untuk memeriksa Agatha lagi. Mengikuti langkah dokter, Dirga menghentikan laju langkahnya ketika mendapati wajah sang istri nampak pucat sekali pasca keguguran itu. Dirga menyentuh jemari sang istri begitu kuat seraya memandangi wajah Agatha. Entah bagaimana perasaan Agatha bila dia thau bahwa bayinya kini sudah tidak ada lagi. "Kuharap kedepannya kau mau menerima kenyataan ini, Tha," ucap Dirga berurai air mata. Sehari semalam Agatha dirawat namun perempuan tiu belum juga sadar, dokter juga merasa heran deengan knidisi Agatha. Namun, melihat hasil dari pemeriksaan dokter semuanya nampak baik-baik saja."Mungkin ada sesuatu hal yang membuat pasien enggan untuk bangun!" seru dokter itu menatap Dirga."Apa itu, Dok? Tolong, bantu istri saya," ucapnya sambil menyentuh lengan pria berjas putih itu. Pria itu mengeaskan, jalann satu-satunya adalah Dirga sendiri. Kemampuann Dirga bisa membangunkan is
"Tidak, Nyonya. Aku bersumpah bukan aku pelakunya." Mendengar suara sirine ambulan, bik Siti langsung memanggil anggota medis dan ikut ke dalam mobil ambulan. Sedangkan Saras dan Selena berpura-pura menangis karena dia ingin membersihkan sesuatu sebelum menuju ke rumah sakit dan juga ingin menelepon Dirga. Ketika sampai di sebuah rumah sakit, bik Siti nampak sangat panik sekali disebabkan Agatha terkulai lemas dengan tetesan darah segar di tubuhnya. Pikiran bik Siti mulai kalut, dia yakin sekali bahwa perempuan itu pasti mengalami pendarahan karena telah jatuh dari tangga namun dia tetap berdoa semoga bayi dalam kandungan Agatha baik-baik saja. Mendengar derap langkah sepatu pantopel yang sangat khas, bik Siti menoleh ke arah sumber suara, matanya berlinang saat itu. "Mbak Agatha jatuh dari tangga, Pak," ucapnya menguraikan air mata."Ini ulah perempuan tua ini, Ga," sambung seorang pria dengan menunjuk ke arah bik Siti. Bukan itu saja Selena yang ikut hadir di rumah s
Saras tak bisa lagi menahan amarahnya hingga perempuan tua itu melemparkan seua alat kosmetik yang ada di atas laci. "Kenapa Dirga selalu saja percaya orang lain dari apda ibu kandungnya sendiri!" Saras benar-benar tidak bisa terima hal itu. Bukankah selam ini Saras yang mengurus Dirga, sejak dalam kandungan hingga dia sedewasa ini. "Tuhan, kenapa Dirga bisa bersikap seperti ini padaku?" gumamnya serya terus memadangi langit dari jendela kamarnya. Buliran bening jatuh membasahi pipinya, jauh di dalam lubuk hatinya Saras sangat menyayangi Dirga namun mengingat pria itu sangat membela istrinya membuatnya mulai membenci Dirga. Dia menggertakkan giginya karena geram dengan tingkah putera kandungnya itu. Hingga kedatangan Selena pun tak disadari oleh Saras, melihat ibunya menangis peremouann itu mendekatinya dan bertanya, "Apakah kau sesayang itu pada Dirga? Kenapa kau tidak mendekatinya? Ingatlah Bu, ikatan antara anak dan Ibu itu kuat jadi aku yakin, perlahan Dirga akan mema
Sejak hari itu, Saras dan Selena terus berusaha mengintimidasi Agatha. Mereka bahkan menyuruh Agatha yang melayani kebutuhan mereka, layaknya seorang pemabntu. Seoerti itulah Saras dan Selena memperlakukan Agatha sewaktu Dirga tidak ada. Melihat bik Siti yang selalu saja membantu Agatha membuat Selena mulai menemukan sebuah ide bahwa dia bisa mengusir bik Siti dengan sebuah cara yang sangat manjur, cara yang ada di dalam otaknya pun langsung dia katakan kepada Saras membuat perempuan paruh baya itu tersenyum dan mengatakan bahwa rencana Selena sungguh merupakan ide brilian. Dia rasa cara itu adakah sebuah cara yang tepat agar bisa menyelamatkan keturunannya dari si perempuan miskin itu. "Tidak ada salahnya kita mencoba dan pastikan bahwa pelakunya adalah pembantu tua itu.""Ibu tenang saja, aku pasti akan menyusun rencana ini dengan baik," jawab Selena tersenyum menyeringai. Tidak ingin sampai seseorang mengetahui rencananya maka Saras mencari cara yang paling efektif agar