Share

Dibuang Suami, Diratukan Tuan Billioner.
Dibuang Suami, Diratukan Tuan Billioner.
Penulis: DiyahDysaa

BAB 1. Tragedi

"ibu, di mana Nara? Di mana putriku?"

Sara turun dari mobil dengan air mata berderai melihat kobaran api membara yang membakar villa tempat ia dan putrinya menginap. Ia menghampiri ibu mertuanya yang duduk di dekat gerbang dengan wajah shock, sendirian. Tidak ada Nara bersamanya.

Sementara itu, di depan sana para petugas pemadam kebakaran tengah berusaha memadamkan api. 

Ibu mertuanya tidak menjawab. Wanita itu memalingkan wajahnya.

“Cari saja anakmu di tempat lain!” sahut kakak ipar Sara, membuatnya semakin kelimpungan.

Dengan kaki gemetar, Sara menghampiri petugas pemadam. Ia mencoba bertanya dan mendesak masuk untuk menyelamatkan putrinya yang mungkin saja terjebak di sana. 

Meski awalnya Sara dicegah, entah kekuatan dari mana… wanita itu mampu menerobos penjagaan petugas. Langkah wanita itu terhenti, ketika dari dalam ruangan yang dikepung asap hitam, seorang petugas tampak membopong tubuh mungil yang ia yakini sebagai Nara.

“Mama datang, Sayang… Nara. Mama di sini.”

Kalimat itu terucap sebelum Sara kehilangan kesadarannya sebab mendapati sang putri sudah tidak bernyawa.

Sara sempat dibawa ke rumah sakit. Namun ketika sadar dan menemukan kabar kematian putrinya adalah hal yang nyata, wanita itu bergegas pulang ke rumah.

Untuk terakhir kali… Sara ingin memeluk tubuh mungil putrinya. Ia ingin meminta maaf, sebab tidak berada di samping putri kecilnya.

Begitu sampai di kediamannya dan juga suami, tampak ruang tamu mereka yang biasanya rapi kini porak-poranda. Terlihat juga di sana Bagas, suami Sara, terduduk di sofa dengan wajah lesu. Mata pria itu sembab, dengan rambut acak-acakan. Kemeja putih yang biasanya bersih itu kusut dengan noda-noda tanah di beberapa bagian.

“B-bagas….” Air mata Sara luruh seketika. Ia menduga, Bagas sangat terpukul akan kepergian Nara, anak mereka.

Namun, reaksi Bagas berikutnya justru membuat Sara heran. Pria itu menatap Sara dengan tatapan dingin penuh kebencian.

Pria itu menghampiri Sara dengan ekspresi murka, kemudian menarik kerah baju sang istri dan memojokkannya dengan kasar hingga membentur dinding. “Dasar pembunuh! Kau telah membunuh anakku, Sara!!”

Cengkeraman Bagas di leher Sara benar-benar kuat, hingga membuat wanita itu sulit berkata. ART yang tadi menemani Sara dari rumah sakit mencoba melerai, tetapi tatapan membunuh yang diberikan Bagas kemudian menahannya.

“B-bagas, N-nara di….” Menahan sesak dan sakit di kerongkongan, Sara berusaha bersuara.

Wajah Bagas berubah begitu bengis. Ia menyentak tangannya kasar hingga membuat Sara tersungkur ke lantai.

Pria itu menyejajarkan tubuhnya dengan Sara, lalu menatap wanita itu dengan kebencian yang semakin berkobar. "Setelah apa yang kau lakukan, masih berani kau menyebut nama anakku?!" nada bicara Bagas rendah tapi penuh penekanan. "Kau berkeliaran ke mana saja sampai meninggalkan Nara sendirian!? Apa sesusah itu duduk di samping putrimu sendiri?!"

Gelengan kepala Sara muncul seketika. Ia berusaha menjelaskan kejadian sebenarnya, meski semua hal seolah menyerang dan memosisikannya sebagai tersangka.

"Aku tidak pernah ingin meninggalkan Nara, aku pergi karena ibu memberiku perintah untuk menjemput Hans." Diam-diam, Sara merasa takut pada sorot mata Bagas yang seolah ingin membunuhnya.

"Bohong!" bentak Bagas hingga suaranya menggema.

"Aku tidak bohong." Sara menunduk, air matanya berjatuhan membasahi lutut. 

Sejak dulu, tepatnya sejak Sara menikah, perintah ibu mertuanya adalah hal yang mutlak. Bukan hanya Sara, bahkan Bagas sangat memprioritaskan perkataan ibunya di atas apa pun. 

Bagas terbahak meski tawa itu tidak bisa menyembunyikan kekecewaan pada raut wajahnya. "Pembohong! Berhenti menyalahkan orang lain atas kesalahanmu!"

Sara menatap Bagas dengan tatapan tidak percaya, suami yang begitu hangat dan selalu melindunginya kini menuduhnya sebagai pembohong. "Apa yang aku bicarakan adalah fakta."

Bagas geram, ia mengepalkan tangan lalu mengangkat tangannya keudara, bersiap memberi pukulan pada Sara. 

Namun, ia mengurungkan niat lalu menghantamkan kepalan tangannya ke tembok, tepat di samping wajah Sara. "Hentikan omong kosongmu, Sara! Kakakku dan istrinya bahkan tidak ikut liburan keluarga karena sedang di luar kota!" ucap Bagas penuh penekanan kemudian menegapkan tubuh.

Mata Sara lantas membelalak. Jelas-jelas ia menjemput Hans dan istrinya. Bahkan ketika kebakaran itu terjadi, dua kakak iparnya itu ada di sana, sedang menenangkan sang mertua.

"Bohong! Mereka berbohong! Aku sendiri yang menjemput mereka, mobil mereka mogok dan--"

"Berhenti bertingkah menjijikan, Sara! Aku lebih tahu kakakku lebih dari siapapun!” potong Bagas, masih dengan nada tingginya. Setelah itu, ia berdiri dan menatap nyalang ke arah sang istri. “Nara sudah dimakamkan di makam keluarga. Dan kuperingatkan kau, jangan pernah injakan kaki kotormu di sana!" 

Setelahnya, Bagas berlalu pergi.

Sara tercekat, ia tidak mampu lagi berkata-kata.

Sejak hari itu, kehidupan Sara berubah tragis. Bagas selalu pulang dalam keadaan mabuk. Tidak ada lagi Bagas yang penuh kasih, sebab tiap kali Sara mencoba mendekati sang suami, Bagas akan langsung murka. Tidak jarang, pria itu akan melemparkan barang ketika Sara mendekat.

Hingga lima bulan berlalu, sebuah kejadian yang tidak pernah dibayangkan Sara terjadi.

Kali ini, dalam keadaan sadar, Bagas pulang ke rumah dengan membawa seorang wanita. “Siapa dia, Bagas? Kenapa kau membawanya ke sini?” tanya Sara dengan pandangan meneliti.

Lalu, dengan angkuhnya, wanita yang tengah menggamit mesra lengan Bagas itu menjawab, “Halo, Sara. Aku… kekasih Bagas. Dan mulai sekarang, aku akan tinggal di sini.”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status