Aldo menghampiri Bagas dengan penuh kepanikan. "Video anda dan Nona Camilia beredar dimedia sosial," ucapnya seraya menyerahkan tab berisi berita itu pada sang atasan.
Wajah Bagas merah padam, antara malu dan marah.
"Tim humas sudah menangani hal ini, akun itu sudah menghapus videonya. Tapi--" Aldo menggantung ucapannya sesaat. "Wartawan sudah melihatnya dan banyak sekali berita yang bermunculan padahal video itu diposting satu jam yang lalu dan dihapus tiga puluh menit setelahnya."
Bagas menggebrak meja, ia sangat marah karena harga dirinya jatuh dan hancur. "Sara!" Hanya satu orang yang muncul dalam pikirannya.
Aldo tidak mengerti mengapa atasannya ini menyebut nama nona Sara.
"Pasti dia yang menyebarkan video itu!" Bagas bergegas pergi untuk menemui Sara.
***
Sara pulang ke rumah setelah seharian penuh bekerja. Meski Rani, pelayan yang ia pekerjakan sejak dua tahun lalu menyambutnya, Sara tidak menunjukan sedikitpun sikap ramah.
Sara tidak ingin banyak berinteraksi dengan orang lain, dirinya tidak banyak bicara atau memerintah, selama Rani mengurus rumah dengan baik, itu sudah cukup.
Seperti biasa rutinitas Sara setelah pulang bekerja adalah membersihkan diri lalu menyibukan kembali dirinya dengan mengerjakan beberapa pekerjaan atau menggambar desain.
Sara sedang tidak memiliki selera untuk mendesain, ia meletakan pensil dan menyandarkan punggung. Perkataan Evan tentang cerai siang tadi, membuat Sara membuka laci meja kerjanya dan menatap dokumen permohonan cerai yang sudah satu tahu lebih ia simpan disana.
"Bercerai?" Jujur, Sara membenci perpisahan, ia takut hidup seorang diri.
BRAKK!
Pandangan Sara langsung tertuju kearah pintu yang dibuka dengan kasar. Setelah beberapa tahun, baru kali ini suaminya kembali ke rumah. Namun, Melihat Bagas yang tampak marah besar, Sara merasa ada sesuatu yang buruk telah terjadi.
"Pasti kau yang melakukannya!" tuduh Bagas, ia menghampiri Sara yang duduk diatas kursi kerja.
"Memangnya apa yang aku lakukan?!" Sara tidak mengerti tentang hal apa yang Bagas tuduhkan padanya.
"Tidak usah pura-pura tidak tahu!" tegas Bagas, wajahnya merah padam. "Video itu, kau yang menyebarkannya, kan!?"
Sara berdiri dari tempatnya duduk, "Bukan aku," jawab Sara.
"Bohong!" bentak Bagas, suaranya menggema, ia mencengkeram kerah baju Sara.
Sara mendorong Bagas sekuat tenaga, melepas cengkeraman suaminya. "Luar biasa sekali." Sara tersenyum meski raut wajahnya menunjukkan kesedihan. "Selingkuhanmu yang merekamnya. Lalu, kau menyalahkanku saat masalah seperti ini terjadi. Kenapa tidak kau salahkan saja dia!?" Sara meninggikan suara pada akhir kalimat yang ia ucapkan.
"Karena sudah pasti kau yang melakukannya! Kau mau balas dendam! Kau mau menghancurkanku!" balas Bagas membentak.
Sara tak habis pikir dengan tuduhan yang Bagas layangkan. "Kau pikir aku akan membalasmu dengan cara serendah itu?!"
"Dari dulu kau memang selalu seperti ini, Sara! Mengelak dari kesalahan!" Bagas semakin menggebu. "Jika saja hari itu kau tidak keluyuran dan menemani Nara, dia tidak akan meninggal dalam keadaan mengenaskan!"
"Kau tidak ingat?! Kau yang memaksaku ikut acara liburan konyol keluargamu itu!" ujar Sara, ia tak membela diri melainkan bicara fakta.
"Tapi seharusnya kau bisa menjaga Nara!" bentak Bagas.
"Aku pergi atas perintah ibumu, kau masih tidak percaya pada apa yang aku katakan? Hans dan Vellin, aku benar-benar menjemput mereka. Aku tidak keluyuran seperti yang selalu kamu tuduhkan. Selama ini, tidak pernahkah sekali saja kau berpikir untuk mencari tahu kebenarannya?" Nada bicara Sara melemah.
"Kau--"
"Masih mau menuduhku membela diri rupanya." Sara memotong perkataan Bagas, ia tersenyum getir.
"Seharusnya kau yang menjadi korban dan bukan anakku Nara!" Bagas terlalu marah dan bicara tanpa berpikir, ia langsung menyesali apa yang baru saja ia katakan.
Sara tersentak dan sesaat kemudian dirinya tertawa dengan air mata yang mengalir. Berulang kali ia menyeka air mata itu namun air matanya tak kunjung berhenti.
"Sara." Bagas melangkah mendekat.
Namun, Sara memberi isyarat agar Bagas berhenti.
Tidak butuh waktu lama, Sara kembali dengan ketegarannya, air matanya pun sudah berhasil ia hentikan. "Pikirmu hanya kau yang kehilangan anak?"
Bagas tidak terima dengan perkataan Sara, "Aku--"
"Kali ini biarkan aku bicara!" Sara menyela perkataan Bagas, nada bicara serta raut wajah Sara menunjukan ketegasan. "Kau hanya sibuk menyalahkanku. Tanpa sedikit pun memberiku kesempatan untuk bicara. Pernahkan kau memikirkan bagaimana perasaanku?"
Bagas yang biasa protes, kini diam.
"Kau pikir aku hidup nyaman selama ini?" Sara membuka laci dan mengambil lima botol obat dari dalam sana lalu melemparkannya pada Bagas. "Apa kau tahu aku meminum obat-obatan seperti ini sejak kejadian itu!? Apa kau tahu sampai saat ini aku masih pergi ke psikiater setiap bulan?!"
Sara yang terlihat lemah, membuat Bagas goyah.
"Kau bilang seharusnya aku yang menjadi korban." Sara menatap tajam Bagas. "Aku menyayangkan hal itu ratusan bahkan ribuan kali! Kenapa bukan aku saja! Kenapa harus Nara!? Aku juga menyalahkan diriku setiap saat!" teriak Sara, ia menumpahkan semua yang ia pendam.
Sara berusaha menenangkan diri, "Aku ibunya, diantara kita, menurutmu siapa yang lebih terluka? Tapi, lihat apa kau lakukan? Kau sibuk menghibur diri dengan wanita itu sedangkan aku menjilati lukaku sendiri."
"Sara--"
"Aku sudah sangat lelah. Aku akui, memang semua kesalahanku." Sara kembali membuka laci dan mengambil dokumen perceraian, tak lupa ia juga mengambil seluruh perhiasan, semua kartu atm, dan sertifikat butik lalu meletakan semuanya keatas meja.
"Apa yang kau lakukan?!" bentak Bagas, ia mengerti maksud dari Sara yang mengambil semua barang itu. Hanya saja, ada perasaan dimana ia tidak mau melepas Sara.
"Semuanya aku kembalikan, selama ini aku tidak menyentuh uangmu, kau bisa memeriksanya. Dan, Sara's Boutique sudah menjadi milikmu, terserah kau mau lakukan apa pada tempat itu," ucap Sarah.
Bagas mendekat ke arah Sarah. "Kau pikir bisa lari dari semua masalah yang kau buat!?"
Sara menunjukan sikap seakan ia menantang Bagas. "Buktikan tuduhanmu! Jika memang aku yang salah, aku akan bertanggung jawab!" Nada bicara Sara rendah tapi berisi ketegasan, ia mengambil kunci mobil kemudian meninggalkan Bagas.
Sesampainya di halaman rumah, Sara berpegangan pada bagian depan mobil, kakinya begitu lemas, perdebatan itu terasa begitu menyesakan. Sara berusaha tetap kuat, ia masuk ke mobil lalu mengemudikan mobilnya keluar dari halaman menuju jalan raya.
Evan mengarahkan mobilnya untuk mengikuti mobil Sara, berita tentang perselingkuhan Bagas telah ia dengar dan dia datang untuk melihat keadaan Sara.
Laju mobil Sara sangat cepat hingga Evan sedikit kesulitan untuk mengikuti.
Sara merasakan rasa sakit yang luar biasa, ia menangis sejadi-jadinya.
Sara tidak fokus mengemudi hingga dirinya tidak sadar sudah sampai pada jalanan besar dan secara tiba-tiba, mobil di depan bertabrakan. Segera, Sara menginjak rem, ia berhasil menghentikan mobil satu meter dari kecelakaan itu. Akan tetapi, mobil dibelakang menabrak dengan sangat keras hingga mobilnya menghantam mobil di depan dan terguling, Sara pun menjadi korban dalam kecelakaan beruntun itu.
Evan yang melihat kecelakaan yang melibatkan Sara langsung syok, ia menghentikan mobilnya dan berlari ke arah mobill Sara.
"Sara!" Evan menangis histeris melihat Sara yang tak sadarkan diri di dalam mobil. Evan berusaha sekuat tenaga membuka pintu mobil. Tapi, tetap saja pintu itu tidak terbuka.
Tak berapa lama kemudian, para pengemudi lain turut berhenti dan membantu, Sara pun berhasil dievakuasi.
"Saya keluarganya, to-tolong bawa dia masuk ke mobil saya, mobilnya ada di ujung sana." Evan menunjuk mobilny dengan tangan gemetar. "Apa ada yang bisa menyetir? Saya tidak bisa menyetir saat ini, saya akan bayar berkali lipat."
"ibu, di mana Nara? Di mana putriku?"Sara turun dari mobil dengan air mata berderai melihat kobaran api membara yang membakar villa tempat ia dan putrinya menginap. Ia menghampiri ibu mertuanya yang duduk di dekat gerbang dengan wajah shock, sendirian. Tidak ada Nara bersamanya.Sementara itu, di depan sana para petugas pemadam kebakaran tengah berusaha memadamkan api. Ibu mertuanya tidak menjawab. Wanita itu memalingkan wajahnya.“Cari saja anakmu di tempat lain!” sahut kakak ipar Sara, membuatnya semakin kelimpungan.Dengan kaki gemetar, Sara menghampiri petugas pemadam. Ia mencoba bertanya dan mendesak masuk untuk menyelamatkan putrinya yang mungkin saja terjebak di sana. Meski awalnya Sara dicegah, entah kekuatan dari mana… wanita itu mampu menerobos penjagaan petugas. Langkah wanita itu terhenti, ketika dari dalam ruangan yang dikepung asap hitam, seorang petugas tampak membopong tubuh mungil yang ia yakini sebagai Nara.“Mama datang, Sayang… Nara. Mama di sini.”Kalimat itu t
“Apa?!” Sara sukses membelalak mendengar pengakuan wanita cantik berambut pirang yang dibawa Bagas, suaminya.Luka akibat kehilangan putri semata wayangnya belum sembuh, tetapi Bagas justru menabur garam pada lukanya yang masih mengaga.Melihat Bagas yang diam saja, membuat Sara semakin murka. "Jika mau berselingkuh lakukan dibelakang! Kenapa kau terang-terangan membawanya kemari!?" protes Sara pada Bagas. "Sampai kapan pun aku tidak akan membiarkan wanita itu tinggal disini!" lanjut Sara dengan tegas.Seperti biasa, sikap dan tatapan Bagas pada Sara begitu dingin, penuh kebencian. Rasa cinta yang dulu memenuhi hatinya sirna setelah kesalahan yang Sara lakukan. "Aku tidak perlu izinmu untuk membawa siapapun tinggal di sini! Kalau tidak suka, kau boleh pergi kapan saja!"Mata Sara berkaca-kaca, ia menggigit bibir bagian bawahnya hingga berdarah untuk menahan air mata agar tidak jatuh. Sara tidak mau terlihat lemah. "Jangan lupa bahwa aku masih istrimu!""Kau juga seharusnya tidak lupa
Dua tahun berlalu, begitu luar biasanya hal menyakitkan yang Sara lalui hingga mampu mengubah seseorang yang dulunya baik, ramah, periang menjadi seorang yang dingin, angkuh, perfectionis, serta minim empati. "Berani sekali kau menginjakan kaki di kantorku!" pekik Bagas pada Sara yang datang.Sara tersenyum sarkastik lalu berjalan dengan langkah tegas menuju meja sang suami diikuti oleh Aldo yang memohon padanya untuk pergi."Nona, tolong sebaiknya anda pulang sekarang," pinta Aldo selaku sekretaris Bagas yang berkeringat dingin karena jika pasutri ini bertemu pasti akan ada keributan dan ujungnya ia yang akan jadi pelampiasan amarah atasannya itu.Sara menghentikan langkah begitu sampai di depan meja dengan papan nama bertulis 'Direktur Utama Arya Bagas Rajendra'. "Apa salah jika seorang istri menemui suaminya?" tatap tajam Sara mengarah kepada Aldo.Aldo menelan ludah lalu memandang sang bos, "Saya sudah meminta Nona Sara menemui anda lain waktu, Pak. Tapi, Nona masuk begitu saja,
"Bagaimana tentang kerja sama yang kau tawarkan pada Sara's Boutique? Apa Sara setuju untuk bekerja sama dan membuka store di mall kita?" tanya Evan pada sekretarisnya. Evan tidak bisa melupakan pertemuannya dengan Sara, hampir setiap hari pikirannya dipenuhi oleh seseorang yang masih ia anggap sebagai adik itu. Ia telah menugaskan Rian untuk mencari tahu segala hal tentang Sara beberapa bulan lalu. Namun, informasi yang Rian dapat sangat minim, hanya tentang Sara yang merupakan pemilik Sara's Boutique dan istri direktur utama Raja Group, kehidupan pribadi atau informasi lain tidak ada.Dengan cara kerja sama ini, ia ingin kembali menjalin hubungan baik dengan Sara dan menghapus kebencian Sara padanya."Awalnya Nona Sara menolak kerja sama itu. Tapi, setelah bernegosiasi, Nona Sara menyetujuinya," jawab Rian. "Kemungkinan besar peresmian pembukaan store akan dilaksanakan dua minggu lagi.""Apa dia akan datang ke peresmian itu?" tanya Evan dengan mata berbinar."Pasti datang, tidak mu
Aldo menghampiri Bagas dengan penuh kepanikan. "Video anda dan Nona Camilia beredar dimedia sosial," ucapnya seraya menyerahkan tab berisi berita itu pada sang atasan.Wajah Bagas merah padam, antara malu dan marah."Tim humas sudah menangani hal ini, akun itu sudah menghapus videonya. Tapi--" Aldo menggantung ucapannya sesaat. "Wartawan sudah melihatnya dan banyak sekali berita yang bermunculan padahal video itu diposting satu jam yang lalu dan dihapus tiga puluh menit setelahnya."Bagas menggebrak meja, ia sangat marah karena harga dirinya jatuh dan hancur. "Sara!" Hanya satu orang yang muncul dalam pikirannya.Aldo tidak mengerti mengapa atasannya ini menyebut nama nona Sara."Pasti dia yang menyebarkan video itu!" Bagas bergegas pergi untuk menemui Sara.***Sara pulang ke rumah setelah seharian penuh bekerja. Meski Rani, pelayan yang ia pekerjakan sejak dua tahun lalu menyambutnya, Sara tidak menunjukan sedikitpun sikap ramah.Sara tidak ingin banyak berinteraksi dengan orang lai
"Bagaimana tentang kerja sama yang kau tawarkan pada Sara's Boutique? Apa Sara setuju untuk bekerja sama dan membuka store di mall kita?" tanya Evan pada sekretarisnya. Evan tidak bisa melupakan pertemuannya dengan Sara, hampir setiap hari pikirannya dipenuhi oleh seseorang yang masih ia anggap sebagai adik itu. Ia telah menugaskan Rian untuk mencari tahu segala hal tentang Sara beberapa bulan lalu. Namun, informasi yang Rian dapat sangat minim, hanya tentang Sara yang merupakan pemilik Sara's Boutique dan istri direktur utama Raja Group, kehidupan pribadi atau informasi lain tidak ada.Dengan cara kerja sama ini, ia ingin kembali menjalin hubungan baik dengan Sara dan menghapus kebencian Sara padanya."Awalnya Nona Sara menolak kerja sama itu. Tapi, setelah bernegosiasi, Nona Sara menyetujuinya," jawab Rian. "Kemungkinan besar peresmian pembukaan store akan dilaksanakan dua minggu lagi.""Apa dia akan datang ke peresmian itu?" tanya Evan dengan mata berbinar."Pasti datang, tidak mu
Dua tahun berlalu, begitu luar biasanya hal menyakitkan yang Sara lalui hingga mampu mengubah seseorang yang dulunya baik, ramah, periang menjadi seorang yang dingin, angkuh, perfectionis, serta minim empati. "Berani sekali kau menginjakan kaki di kantorku!" pekik Bagas pada Sara yang datang.Sara tersenyum sarkastik lalu berjalan dengan langkah tegas menuju meja sang suami diikuti oleh Aldo yang memohon padanya untuk pergi."Nona, tolong sebaiknya anda pulang sekarang," pinta Aldo selaku sekretaris Bagas yang berkeringat dingin karena jika pasutri ini bertemu pasti akan ada keributan dan ujungnya ia yang akan jadi pelampiasan amarah atasannya itu.Sara menghentikan langkah begitu sampai di depan meja dengan papan nama bertulis 'Direktur Utama Arya Bagas Rajendra'. "Apa salah jika seorang istri menemui suaminya?" tatap tajam Sara mengarah kepada Aldo.Aldo menelan ludah lalu memandang sang bos, "Saya sudah meminta Nona Sara menemui anda lain waktu, Pak. Tapi, Nona masuk begitu saja,
“Apa?!” Sara sukses membelalak mendengar pengakuan wanita cantik berambut pirang yang dibawa Bagas, suaminya.Luka akibat kehilangan putri semata wayangnya belum sembuh, tetapi Bagas justru menabur garam pada lukanya yang masih mengaga.Melihat Bagas yang diam saja, membuat Sara semakin murka. "Jika mau berselingkuh lakukan dibelakang! Kenapa kau terang-terangan membawanya kemari!?" protes Sara pada Bagas. "Sampai kapan pun aku tidak akan membiarkan wanita itu tinggal disini!" lanjut Sara dengan tegas.Seperti biasa, sikap dan tatapan Bagas pada Sara begitu dingin, penuh kebencian. Rasa cinta yang dulu memenuhi hatinya sirna setelah kesalahan yang Sara lakukan. "Aku tidak perlu izinmu untuk membawa siapapun tinggal di sini! Kalau tidak suka, kau boleh pergi kapan saja!"Mata Sara berkaca-kaca, ia menggigit bibir bagian bawahnya hingga berdarah untuk menahan air mata agar tidak jatuh. Sara tidak mau terlihat lemah. "Jangan lupa bahwa aku masih istrimu!""Kau juga seharusnya tidak lupa
"ibu, di mana Nara? Di mana putriku?"Sara turun dari mobil dengan air mata berderai melihat kobaran api membara yang membakar villa tempat ia dan putrinya menginap. Ia menghampiri ibu mertuanya yang duduk di dekat gerbang dengan wajah shock, sendirian. Tidak ada Nara bersamanya.Sementara itu, di depan sana para petugas pemadam kebakaran tengah berusaha memadamkan api. Ibu mertuanya tidak menjawab. Wanita itu memalingkan wajahnya.“Cari saja anakmu di tempat lain!” sahut kakak ipar Sara, membuatnya semakin kelimpungan.Dengan kaki gemetar, Sara menghampiri petugas pemadam. Ia mencoba bertanya dan mendesak masuk untuk menyelamatkan putrinya yang mungkin saja terjebak di sana. Meski awalnya Sara dicegah, entah kekuatan dari mana… wanita itu mampu menerobos penjagaan petugas. Langkah wanita itu terhenti, ketika dari dalam ruangan yang dikepung asap hitam, seorang petugas tampak membopong tubuh mungil yang ia yakini sebagai Nara.“Mama datang, Sayang… Nara. Mama di sini.”Kalimat itu t