"Bagaimana tentang kerja sama yang kau tawarkan pada Sara's Boutique? Apa Sara setuju untuk bekerja sama dan membuka store di mall kita?" tanya Evan pada sekretarisnya.
Evan tidak bisa melupakan pertemuannya dengan Sara, hampir setiap hari pikirannya dipenuhi oleh seseorang yang masih ia anggap sebagai adik itu. Ia telah menugaskan Rian untuk mencari tahu segala hal tentang Sara beberapa bulan lalu. Namun, informasi yang Rian dapat sangat minim, hanya tentang Sara yang merupakan pemilik Sara's Boutique dan istri direktur utama Raja Group, kehidupan pribadi atau informasi lain tidak ada.
Dengan cara kerja sama ini, ia ingin kembali menjalin hubungan baik dengan Sara dan menghapus kebencian Sara padanya.
"Awalnya Nona Sara menolak kerja sama itu. Tapi, setelah bernegosiasi, Nona Sara menyetujuinya," jawab Rian. "Kemungkinan besar peresmian pembukaan store akan dilaksanakan dua minggu lagi."
"Apa dia akan datang ke peresmian itu?" tanya Evan dengan mata berbinar.
"Pasti datang, tidak mungkin beliau tidak datang ke acara pembukaan store butinya sendiri," jawab Rian.
"Sampai saat itu tiba, jaga rahasia bahwa aku yang berada dibalik kerja sama ini, aku ingin menemuinya secara langsung hari itu." Meski belum sepenuhnya merasa tenang. Tapi, ada sedikit kelegaan dalam benak Evan. "Kau bertemu dengan Sara, bukan? Bisa kau jelaskan bagaimana dia? Sikapnya atau caranya bicara." Evan selalu penasaran tentang Sara. Wajar saja, mereka tumbuh bersama.
"Jujur saja, Nona Sara orang yang sangat menakutkan, aku saja merasa terintimidasi saat bicara dengannya," jawab Rian jujur. "Saya dengar, Nona Sara juga orang yang keras pada karyawan, beliau tidak mentolerir kesalahan sekecil apapun."
"Benarkah?" gumam Evan, dimatanya, Sara adalah gadis kecil cengeng dan anak manja yang menyakiti semut saja tidak bisa. Sara orang yang lembut dan hangat, ia hampir tak bisa mempercayai perkataan Rian. Tapi, mengingat sikap Sara saat bertemu dengannya waktu itu, apa kebencian Sara padanya mengubah sifat Sara ataukah Sara menjalani hidup keras setelah ia pergi. Rasa bersalah memenuhi benak Evan.
"Pak, kami juga sudah menandatangi kontrak dengan model yang akan menjadi brand ambassador Dandelion Hotel, namanya Camilia Maharani. Dia model sekaligus influencer yang sedang tenar sekarang."
Sanjaya Group perusahaan yang bergerak dibidang properti selain apartement, perumahan elit, real estate, villa, bisnis mereka juga merambah ke perhotelan dan mall.
"Bagus kalau begitu, sudah malam, kita pergi sekarang." Jam kerja sudah selesai, Evan merasa sangat lelah, ia memutuskan untuk pulang.
Setelah berkendara sekitar tiga puluh menit, Evan sampai pada pelataran apartemen. Saat baru turun dari mobil, Evan berpapasan dengan Bagas. Parahnya, ada seorang wanita yang menggandeng mesra tangan Bagas dan wanita itu bukanlah Sara.
"Senang bertemu dengan anda, Pak Evan," ucap Bagas santai.
Evan yang geram tidak menjawab, tatap tajamnya tertujua pada wanita itu. "Camilia Maharani?"
"Anda mengenal saya?" tanya Camilia.
Evan memutuskan untuk kembali ke mobil lalu mengemudikan mobilnya dengan kecepatan tinggi menuju Sara's Boutique. Ia akan mengatakan tentang apa yang baru saja dilihatnya pada Sara. Namun, sesampainya di tempat yang ia tuju dan melihat Sara yang baru keluar dari butik. Evan tidak tega untuk mengatakan hal itu dan menyakiti hati Sara.
Pada akhirnya, Evan mengemudikan mobil mengikuti mobil Sara. Saat mobil itu masuk ke halaman sebuah rumah besar. Evan menghentikan mobil di depan gerbang rumah tersebut, ia memandang Sara yang turun dari mobil dan masuk ke rumah. Evan menatap rumah tersebut cukup lama.
Evan menghubungi Rian dan memerintahkan untuk memutus kontrak dengan Camilia dan mencari model lain.
***
Hari pembukaan store Sara's Boutique tiba, Evan memasuki mall, ia akan datang ke acara itu, Evan merasa begitu senang hingga rasanya tubuhnya dipenuhi oleh semangat.
Akan tetapi, saat sudah berada di lantai dua, tempat butik Sara berada, ia justru melihat Bagas bersama dengan wanita itu lagi. Seperti yang ia lihat sebelumnya, mereka bergandeng mesra.
Evan langsung pergi menuju butik Sara. Saat bertemu dengan Sara, Evan langsung menarik lengan Sara, ia benar-benar panik. "Ikutlah denganku."
"Singkirkan tanganmu!" Nada bicara Sara rendah tapi berisi ketegasan, ditambah sorot matanya tajam.
Evan menuruti perkataan Sara, ia ingin membawa Sara pergi agar tidak melihat Bagas dan wanita itu. Namun, Evan bingung harus membuat alasan seperti apa.
"Kebetulan sekali, kita bertemu disini, Kak," ucap Camilia begitu melihat Sara.
Pandangan Evan dan Sara tertuju pada orang yang baru saja bicara.
Bagas langsung menarik tangannya dari genggaman tangan Camilia. Ia cukup terkejut melihat Evan bersama dengan istrinya.
"Apa ini? Kakak membuka toko di mall? Kenapa tidak mengundang kami?" tanya Camilia riang.
"Felicia, kau urus semuanya, saya akan kembali ke butik," ucap Sara pada sekretaris yang sejak tadi berada didekatnya.
"Baik," jawab Falicia.
Sara malas meladeni Camilia, ia memilih pergi dari hadapan mereka.
"Bukankah Nona Sara adalah istri anda, Pak Bagas?!" Evan mengepalkan tangan, geram. Jika saat ini ia tidak berada ditengah keramaian, tentu sudah Evan hajar pria brengsek itu.
Camilia tertawa singkat, "Status istri diatas kertas. Lagipula, pria mana yang tahan dengan sikap Kak Sara? Karakternya benar-benar buruk."
"Jaga bicaramu!" tegas Evan lalu pergi untuk mengejar Sara.
Camilia tersenyum puas, "Sepertinya pria itu menyukai istrimu."
"Bicaramu keterlaluan, Camilia," ucap Bagas, suasana hatinya seketika berubah buruk.
"Ayolah, Sayang. jangan marah." Camilia melingkarkan tangan pada pergelangan tangan Bagas.
Sesampainya di tempat mobilnya terparkir, Sara membuka pintu mobil. Namun, pintu itu langsung ditutup kembali oleh Evan.
"Berhenti mengikutiku!" tegas Sara.
"Kenapa kau tidak marah?" tanya Evan yang masih terengah karena berlari tadi. "Aku saja marah melihat mereka, kenapa kau tidak marah?! Hah?!" Evan meninggikan suaranya.
"Kenapa aku harus marah?!" Sara berbalik tanya.
"Suamimu pergi dengan wanita lain!"
"Lalu?!" Tatapan Sara pada Evan masih sama, dingin. "Kau siapa!? Urusanku tidak ada hubungannya denganmu!"
"Aku tahu kau tidak menganggapku tapi aku sangat peduli padamu." Evan mengatakan apa yang ia rasakan. "Melihat semua ini, rasanya sangat menyakitkan, bagiku kau adalah seseorang yang ingin aku lindungi, aku masih menganggap kita adalah keluarga."
Sara menertawakan perkataan Evan.
"Ini sama sekali tidak lucu, Sara."
"Keluarga?!" Sara tersenyum sarkastik. "Hanya karena kita pernah menjadi saudara bukan berarti kita keluarga, hubungan persaudaraan kita sudah terputus saat Ayah meninggal! Jadi, jangan ganggu aku!"
Evan meraih tangan Sara saat adiknya itu hendak membuka pintu.
Sara sontak menepis tangan Evan.
"Sudah tahu dia selingkuh, seharusnya kau ceraikan saja dia, kau berhak bahagia!" Evan bicara dengan nada tinggi karena ia benar-benar peduli.
"Siapa kau berani memerintahku?!" Nada bicara Sara penuh penekanan. "Aku tahu hubungan mereka sejak lama tapi aku tetap bertahan. Menurutmu kenapa? Alasannya sederhana, karena aku takut ditinggalkan."
Evan terdiam mendengar apa yang Sara katakan.
"Seseorang akan menerimamu jika kau menguntungkan dan membuangmu saat sudah tidak berguna, itu faktanya. Dan, dari semua orang, orang yang paling aku benci adalah dirimu!" Sara berbicara dengan tegas. "Aku tidak tertarik dengan kepedulianmu atau simpati kosongmu! Jadi, jangan melewati batas, Evan!"
Setelah mengatakan hal itu, Sara berbalik dan membuka pintu mobil.
Evan menatap Sara sendu, "Makam ayah sangat tidak terawat, apa kau tidak pernah datang ke sana?"
"Untuk apa aku mengunjungi orang yang sudah mati," ucap Sara datar kemudian masuk ke mobil lalu mengemudikan mobil tersebut menuju jalan raya.
Evan tersentak dengan jawaban Sara padahal dulu Sara adalah orang yang sangat menyayangi ayahnya.
"Jika aku memiliki kesempatan untuk menebus segala kesalahanku, aku akan melakukan segalanya untukmu, Sara." Evan menatap mobil Sara yang melaju pergi.
Aldo menghampiri Bagas dengan penuh kepanikan. "Video anda dan Nona Camilia beredar dimedia sosial," ucapnya seraya menyerahkan tab berisi berita itu pada sang atasan.Wajah Bagas merah padam, antara malu dan marah."Tim humas sudah menangani hal ini, akun itu sudah menghapus videonya. Tapi--" Aldo menggantung ucapannya sesaat. "Wartawan sudah melihatnya dan banyak sekali berita yang bermunculan padahal video itu diposting satu jam yang lalu dan dihapus tiga puluh menit setelahnya."Bagas menggebrak meja, ia sangat marah karena harga dirinya jatuh dan hancur. "Sara!" Hanya satu orang yang muncul dalam pikirannya.Aldo tidak mengerti mengapa atasannya ini menyebut nama nona Sara."Pasti dia yang menyebarkan video itu!" Bagas bergegas pergi untuk menemui Sara.***Sara pulang ke rumah setelah seharian penuh bekerja. Meski Rani, pelayan yang ia pekerjakan sejak dua tahun lalu menyambutnya, Sara tidak menunjukan sedikitpun sikap ramah.Sara tidak ingin banyak berinteraksi dengan orang lai
"ibu, di mana Nara? Di mana putriku?"Sara turun dari mobil dengan air mata berderai melihat kobaran api membara yang membakar villa tempat ia dan putrinya menginap. Ia menghampiri ibu mertuanya yang duduk di dekat gerbang dengan wajah shock, sendirian. Tidak ada Nara bersamanya.Sementara itu, di depan sana para petugas pemadam kebakaran tengah berusaha memadamkan api. Ibu mertuanya tidak menjawab. Wanita itu memalingkan wajahnya.“Cari saja anakmu di tempat lain!” sahut kakak ipar Sara, membuatnya semakin kelimpungan.Dengan kaki gemetar, Sara menghampiri petugas pemadam. Ia mencoba bertanya dan mendesak masuk untuk menyelamatkan putrinya yang mungkin saja terjebak di sana. Meski awalnya Sara dicegah, entah kekuatan dari mana… wanita itu mampu menerobos penjagaan petugas. Langkah wanita itu terhenti, ketika dari dalam ruangan yang dikepung asap hitam, seorang petugas tampak membopong tubuh mungil yang ia yakini sebagai Nara.“Mama datang, Sayang… Nara. Mama di sini.”Kalimat itu t
“Apa?!” Sara sukses membelalak mendengar pengakuan wanita cantik berambut pirang yang dibawa Bagas, suaminya.Luka akibat kehilangan putri semata wayangnya belum sembuh, tetapi Bagas justru menabur garam pada lukanya yang masih mengaga.Melihat Bagas yang diam saja, membuat Sara semakin murka. "Jika mau berselingkuh lakukan dibelakang! Kenapa kau terang-terangan membawanya kemari!?" protes Sara pada Bagas. "Sampai kapan pun aku tidak akan membiarkan wanita itu tinggal disini!" lanjut Sara dengan tegas.Seperti biasa, sikap dan tatapan Bagas pada Sara begitu dingin, penuh kebencian. Rasa cinta yang dulu memenuhi hatinya sirna setelah kesalahan yang Sara lakukan. "Aku tidak perlu izinmu untuk membawa siapapun tinggal di sini! Kalau tidak suka, kau boleh pergi kapan saja!"Mata Sara berkaca-kaca, ia menggigit bibir bagian bawahnya hingga berdarah untuk menahan air mata agar tidak jatuh. Sara tidak mau terlihat lemah. "Jangan lupa bahwa aku masih istrimu!""Kau juga seharusnya tidak lupa
Dua tahun berlalu, begitu luar biasanya hal menyakitkan yang Sara lalui hingga mampu mengubah seseorang yang dulunya baik, ramah, periang menjadi seorang yang dingin, angkuh, perfectionis, serta minim empati. "Berani sekali kau menginjakan kaki di kantorku!" pekik Bagas pada Sara yang datang.Sara tersenyum sarkastik lalu berjalan dengan langkah tegas menuju meja sang suami diikuti oleh Aldo yang memohon padanya untuk pergi."Nona, tolong sebaiknya anda pulang sekarang," pinta Aldo selaku sekretaris Bagas yang berkeringat dingin karena jika pasutri ini bertemu pasti akan ada keributan dan ujungnya ia yang akan jadi pelampiasan amarah atasannya itu.Sara menghentikan langkah begitu sampai di depan meja dengan papan nama bertulis 'Direktur Utama Arya Bagas Rajendra'. "Apa salah jika seorang istri menemui suaminya?" tatap tajam Sara mengarah kepada Aldo.Aldo menelan ludah lalu memandang sang bos, "Saya sudah meminta Nona Sara menemui anda lain waktu, Pak. Tapi, Nona masuk begitu saja,
Aldo menghampiri Bagas dengan penuh kepanikan. "Video anda dan Nona Camilia beredar dimedia sosial," ucapnya seraya menyerahkan tab berisi berita itu pada sang atasan.Wajah Bagas merah padam, antara malu dan marah."Tim humas sudah menangani hal ini, akun itu sudah menghapus videonya. Tapi--" Aldo menggantung ucapannya sesaat. "Wartawan sudah melihatnya dan banyak sekali berita yang bermunculan padahal video itu diposting satu jam yang lalu dan dihapus tiga puluh menit setelahnya."Bagas menggebrak meja, ia sangat marah karena harga dirinya jatuh dan hancur. "Sara!" Hanya satu orang yang muncul dalam pikirannya.Aldo tidak mengerti mengapa atasannya ini menyebut nama nona Sara."Pasti dia yang menyebarkan video itu!" Bagas bergegas pergi untuk menemui Sara.***Sara pulang ke rumah setelah seharian penuh bekerja. Meski Rani, pelayan yang ia pekerjakan sejak dua tahun lalu menyambutnya, Sara tidak menunjukan sedikitpun sikap ramah.Sara tidak ingin banyak berinteraksi dengan orang lai
"Bagaimana tentang kerja sama yang kau tawarkan pada Sara's Boutique? Apa Sara setuju untuk bekerja sama dan membuka store di mall kita?" tanya Evan pada sekretarisnya. Evan tidak bisa melupakan pertemuannya dengan Sara, hampir setiap hari pikirannya dipenuhi oleh seseorang yang masih ia anggap sebagai adik itu. Ia telah menugaskan Rian untuk mencari tahu segala hal tentang Sara beberapa bulan lalu. Namun, informasi yang Rian dapat sangat minim, hanya tentang Sara yang merupakan pemilik Sara's Boutique dan istri direktur utama Raja Group, kehidupan pribadi atau informasi lain tidak ada.Dengan cara kerja sama ini, ia ingin kembali menjalin hubungan baik dengan Sara dan menghapus kebencian Sara padanya."Awalnya Nona Sara menolak kerja sama itu. Tapi, setelah bernegosiasi, Nona Sara menyetujuinya," jawab Rian. "Kemungkinan besar peresmian pembukaan store akan dilaksanakan dua minggu lagi.""Apa dia akan datang ke peresmian itu?" tanya Evan dengan mata berbinar."Pasti datang, tidak mu
Dua tahun berlalu, begitu luar biasanya hal menyakitkan yang Sara lalui hingga mampu mengubah seseorang yang dulunya baik, ramah, periang menjadi seorang yang dingin, angkuh, perfectionis, serta minim empati. "Berani sekali kau menginjakan kaki di kantorku!" pekik Bagas pada Sara yang datang.Sara tersenyum sarkastik lalu berjalan dengan langkah tegas menuju meja sang suami diikuti oleh Aldo yang memohon padanya untuk pergi."Nona, tolong sebaiknya anda pulang sekarang," pinta Aldo selaku sekretaris Bagas yang berkeringat dingin karena jika pasutri ini bertemu pasti akan ada keributan dan ujungnya ia yang akan jadi pelampiasan amarah atasannya itu.Sara menghentikan langkah begitu sampai di depan meja dengan papan nama bertulis 'Direktur Utama Arya Bagas Rajendra'. "Apa salah jika seorang istri menemui suaminya?" tatap tajam Sara mengarah kepada Aldo.Aldo menelan ludah lalu memandang sang bos, "Saya sudah meminta Nona Sara menemui anda lain waktu, Pak. Tapi, Nona masuk begitu saja,
“Apa?!” Sara sukses membelalak mendengar pengakuan wanita cantik berambut pirang yang dibawa Bagas, suaminya.Luka akibat kehilangan putri semata wayangnya belum sembuh, tetapi Bagas justru menabur garam pada lukanya yang masih mengaga.Melihat Bagas yang diam saja, membuat Sara semakin murka. "Jika mau berselingkuh lakukan dibelakang! Kenapa kau terang-terangan membawanya kemari!?" protes Sara pada Bagas. "Sampai kapan pun aku tidak akan membiarkan wanita itu tinggal disini!" lanjut Sara dengan tegas.Seperti biasa, sikap dan tatapan Bagas pada Sara begitu dingin, penuh kebencian. Rasa cinta yang dulu memenuhi hatinya sirna setelah kesalahan yang Sara lakukan. "Aku tidak perlu izinmu untuk membawa siapapun tinggal di sini! Kalau tidak suka, kau boleh pergi kapan saja!"Mata Sara berkaca-kaca, ia menggigit bibir bagian bawahnya hingga berdarah untuk menahan air mata agar tidak jatuh. Sara tidak mau terlihat lemah. "Jangan lupa bahwa aku masih istrimu!""Kau juga seharusnya tidak lupa
"ibu, di mana Nara? Di mana putriku?"Sara turun dari mobil dengan air mata berderai melihat kobaran api membara yang membakar villa tempat ia dan putrinya menginap. Ia menghampiri ibu mertuanya yang duduk di dekat gerbang dengan wajah shock, sendirian. Tidak ada Nara bersamanya.Sementara itu, di depan sana para petugas pemadam kebakaran tengah berusaha memadamkan api. Ibu mertuanya tidak menjawab. Wanita itu memalingkan wajahnya.“Cari saja anakmu di tempat lain!” sahut kakak ipar Sara, membuatnya semakin kelimpungan.Dengan kaki gemetar, Sara menghampiri petugas pemadam. Ia mencoba bertanya dan mendesak masuk untuk menyelamatkan putrinya yang mungkin saja terjebak di sana. Meski awalnya Sara dicegah, entah kekuatan dari mana… wanita itu mampu menerobos penjagaan petugas. Langkah wanita itu terhenti, ketika dari dalam ruangan yang dikepung asap hitam, seorang petugas tampak membopong tubuh mungil yang ia yakini sebagai Nara.“Mama datang, Sayang… Nara. Mama di sini.”Kalimat itu t