Wanita itu mengepalkan tangannya saat Alin mencoba memancing emosinya. Dia merasa jika Alin hanya mempermainkannya. ‘Sial, kata Rendra dia bodoh, ternyata wanita ini tidak sesederhana yang aku pikirkan!’ batinnya mengumpat. “Lin, aku mohon kasihanilah Rendra. Anak kami masih kecil, dan dia butuh sosok seorang ayah. Posisikan dirimu sebagai aku, Lin. Aku seorang ibu, hatiku tercabik saat anak kami selalu memanggil ayahnya. Tolong, Lin, berilah sedikit empati pada kami,” ucapnya memelas. Alin terdiam tanpa mengeluarkan sepatah kata pun saat wanita itu membawa anak dalam pembicaraan mereka. Sedangkan sang mertua langsung menggenggam erat tangan Alin untuk menyalurkan kekuatan. ‘Kena kau, ternyata kau lemah sekali jika berhubungan dengan anak!’ batin wanita itu dalam hati. Wanita itu sudah sangat yakin jika Alin akan menyetujui permintaannya. Namun di luar dugaan, saat Alin belum sempat menjawabnya, Devan turun dari lantai atas dan membalas semua ucapan dari wanita itu. “Lancang seka
“Sudah kubilang Lin, Rendra sering mengamuk sejak perusahaan bangkrut. Aku takut dia akan melukaiku, terlebih dia selalu menyalahkan kehadiranku di antara kalian,” jelas wanita itu. “Lalu jika sudah seperti ini, kau masih tidak malu meminta bantuanku?” tanya Alin."Kalau bukan karena paksaan dari keluarga Rendra, aku juga tidak sudi meminra bantuanmu. Lebih baik aku pergi dan mencari lelaki yang lebih kaya dari Rendra," jawab wanita itu."Ya sayang sekali kau sangat bodoh. Mau saja kau dipecundangi oleh Rendra dan keluarganya untuk kepentingan mereka. Pendidikan dan gelarmu saja yang tinggi, tapi ternyata isinya kosong hahaha," ejek Alin."Jangan menghinaku Lin, buktinya aku yang berhasil menjadi istri Rendra, bukan kau!" elak wanita itu."Ya ya ya dan aku sangat berterima kasih karena kehadiranmu di tengah hubunganku dan Rendra membuatku sadar jika melepaskan benalu seperti Rendra dan keluarganya adalah keputusan yabg sangat tepat. Selamat menikmati penderitaanmu sebagai menantu Tuan
Istri Rendra terkesiap kala beberapa pengawal yang baru datang langsung menangkapnya. Mereka memegang tangan istri Rendra hingga merasakan kesakitan. Dia tidak berani berkutik karena salah satu pengawal menodongkan senjatanya.“Awww sakit! S-siapa kalian? Mau apa kalian menangkapku?” tanyanya sambil terbata-bata.Wanita itu berusaha melepaskan diri namun semakin dia melawan para pengawal itu malah semakin tidak melepaskannya.“Kami diperintah Tuan Devan untuk menangkap Anda. Jadi sebaiknya jangan melawan dan cepat tunjukkan di mana Anda menyekap Nona Alin,!” “A-aku tidak menyekapnya. Dia sendiri sekarang sedang bersenang-senang dengan suamiku di ruangan perawatan saat ini!” ujarnya memainkan drama.“Dasar wanita bodoh! Jika memang istriku bermain gila dengan suamimu, kenapa kau malah menunggunya di sini alih-alih melabraknya?” tanya Devan yang tiba-tiba datang.Istri Rendra memucat kala suara bariton Devan menggelegar memekakan telinganya. Hanya dengan kode mata dari Devan, para
Keluarga Rendra histeris terutama ibunya saat melihat sang suami digelandang oleh polisi dalam keadaan kesakitan. Sayangnya tidak ada yang bisa mereka lakukan saat ini karena mereka tidak bisa mencegah polisi yang sedang menjalankan tugasnya. “Kenapa keluarga kita jadi seperti ini? Dosa apa yang telah ku perbuat hingga keluargaku menjadi seperti ini Tuhan?” Ibu Rendra meracau meratapi nasib yang kini dialami anak dan suaminya. Dia sampai pingsan karena tidak kuat menyaksikan dengan apa yang baru saja menimpa keluarganya. *** Di tempat lain, Alin yang baru saja selesai mandi tersenyum samar setelah membuka notifikasi pesan. “Selamat menikmati kehancuran kalian. Ah sekarang tinggal mengurusi sepupu tidak tahu diri itu,” gumam Alin. Dia segera berganti pakaian dan memoles wajahnya dengan riasan tipis. Dia segera membangunkan Devan dan menyuruhnya untuk segera membersihkan diri. Hari ini, dia tidak ke kantor Devan karena sang suami akan segera berangkat ke luar negeri untuk urusan b
Sore harinya, Alin dan Devan bergegas ke bandara untuk pergi ke luar negeri. Mereka melakukan penerbangan menggunakan jet pribadi milik Devan. Indah yang baru saja tiba dari perusahaan sudah tidak mendapati keduanya di rumah. Suasana hatinya kacau balau karena foto yang dia terima tadi. “Sepertinya mereka sudah berangkat, ah kenapa hidupku berantakan seperti ini? Apa aku harus tetap menuruti perintahnya? Tidak, aku tidak akan menuruti perintahnya lagi. Enak saja aku yang diumpankan di kandang singa tapi lelaki jahanam itu yang menikmati hasilnya.” Gadis itu mengepalkan tangannya, dia bergegas masuk ke kamarnya dengan membanting pintu. Dia tidak bisa berpikir jernih karena sedang dikuasai amarah saat ini. *** Di dalam pesawat, Alin dan Devan tak hentinya saling bersahutan dan berbagi peluh. Devan serasa mendapatkan fantasi baru di dalam pesawat jet miliknya. “Mas, aku lelah!” kata Alin. Akhirnya Devan mengajak Alin beristirahat setelah dia mendapatkan pelepasannya. Akan tetapi, s
Sementara di tempat lain, Indah terjaga semalaman penuh. Dia mengepalkan tangannya saat mengingat foto syur yang terkirim di ponselnya.“Lalu siapa lagi yang harus kupercayai jika orang yang selama ini menjadi panutanku saja ternyata mengecewakanku? Ibu, kenapa Ayah setega itu melukai hati kita?” gumamnya sambil mengusap air mata.Gadis itu menerawang di masa lalu kebersamaan keluarga mereka. Walau selalu dipenuhi ambisi, tapi Indah tidak pernah kekurangan kasih sayang dari ayah dan juga ibunya. Mereka berdua juga selalu menunjukkan kemesraan di depan Indah hingga membuat Indah sulit mempercayai apa fakta yang baru saja dia dapatkan. Saat dia tengah meratapi nasib hidupnya, dering ponsel membuyarkan lamunannya. Dia melirik siapa yang sudah mengusik ketenangannya malam-malam beigni.“Kenapa lagi tua bangka ini meneleponku?” gumamnya.Dengan malas gadis itu langsung mengangkat teleponnya karena sang ayah terus saja meneleponnya tanpa henti.Ayah Indah : “Halo, Ndah. Kamu itu tuli atau g
Pagi ini badanku rasanya lelah sekali. Bagaimana tidak lelah? Semalam waktu kami baru saja sampai di apartemen, Mas Devan sudah minta jatah lagi. Dia menyerangku dengan sangat brutal sampai aku benar-benar tidak bertenaga lagi. Dasar lelaki, mau keadaan lelah pun masih tetap mengutamakan nafsunya. Tapi aku bahagia karena dicintai oleh lelaki yang sempurna dan bersedia menerima kekuranganku seperti Mas Devan. Senyumku tak lekang dari bibir kala memandang wajah tampan suamiku yang tengah memejamkan matanya setelah pertempuran panas kami. Hidungnya yang mancung menambah kadar ketampanan yang sudah dia miliki. "Sayang, jangan menatapku seperti itu. Kau bisa membuatku kembali bergairah dan menerkammu lagi saat ini," ucap Mas Devan tiba-tiba.Aku terkesiap karena Mas Devan yang tadinya kukira masih terlelap tidur ternyata sudah bangun. Suara serak khas bangun tidurnya membuatku semakin candu dengan suamiku setiap harinya. Tanpa pikir panjang, dia langsung menarikku dalam pelukannya dan me
Kakak kandung Devan beserta istrinya terdiam. Keduanya saling memandang sebelum akhirnya menatap Devan dengan tatapan sendu. "Apa Mama dan Papa masih akan menerima kehadiranku setelah sekian lama aku pergi?" tanya kakak Devan. "Kak, percayalah, Mama dan Papa selalu mengharap kehadiran kalian. Pulanglah, Kak, kelola perusahaanmu. Itu aset untuk anak istrimu di masa depan," jawab Devan. "Apa Kakak tahu? Setelah kepergian Kak Rendi, Papa langsung membangun rumah sakit dengan harapan agar Kak Rendi mau kembali lagi. Kak, aku tidak pernah memintamu melakukan macam-macam. Aku hanya ingin Kak Rendi pulang dan kita kembali berkumpul lagi," pinta Devan. "Aku akan memikirkannya dahulu. Aku tidak bisa meninggalkan pekerjaanku begitu saja, Van. Ada banyak orang yang membutuhkan bantuanku. Secepatnya, aku pasti akan kembali," kata kakak Devan. Setelah mengatakan itu, Kakak Devan mempersilahkan dia dan Alin untuk meminum minuman yang sudah disuguhkan juga bernostalgia masa lalu mereka. “Kalian
Tak berselang lama, polisi dan Reno datang meringkus Rendra dan juga sepupunya. Mereka juga mengamankan preman-preman itu ke kantor polisi. Sedangkan Devan dan Alin segera pergi dari tempat itu.Sepanjang perjalanan, Devan tak tahan dengan rasa ingin tahunya. Dia segera bertanya pada sang istri mengenai keadaan sang istri saat ini."Sayang, sejak kapan ingatanmu kembali?" tanya Devan."Sejak saat putra kita menghilang, Mas. Tapi saat itu aku memutuskan untuk diam dulu sambil mengamati keadaan. Aku bergerak dalam diam dan aku sengaja mengecoh orang-orang agar mereka mengira aku masih hilang ingatan," jawab Alin."Untuk apa?" tanya Devan."Untuk mengetahui siapa saja yang hendak memanfaatkan keadaanku untuk mencari keuntungan." "Apapun itu, aku bahagia karena kamu sudah mengingat semuanya Sayang. Aku bisa lebih fokus untuk mencari keberadaan putra kita sekarang," jawab Devan dengan lega.Alin tersenyum tenang, "Mas jangan khawatir. Aku sudah tahu di mana keberadaan putra kita."Devan m
Tanpa pikir panjang, Devan langsung berlari ke dalam mencari keberadaan Alin. Dia masuk ke salah satu bilik tersebut. Akan tetapi, bilik tersebut ternyata dijaga oleh beberapa preman. Devan memancing preman tersebut untuk menjauh dari depan pintu dan berkelahi di luar.Tidak sulit mengalahkan para preman itu karena Devan sangat jago ilmu bela diri. Dalam sekejap, para preman itu langsung tumbang tak sadarkan diri. "Apa hanya segitu saja kemampuan kalian? Cih payah sekali kalian ini. Badan saja besar, tapi kemampuan nol. Ayo bangun dan serang saya. Hitung-hitung pemanasan," ejek Devan.Saat salah satu preman hendak bangun dan kembali menyerang, dalam satu pukulan saja preman tersebut sudah tidak mampu lagi bergerak. Devan segera masuk ke dalam setelah memastikan seluruh preman bayaran itu tumbang. Di depan pintu, dia mengendap-endap masuk dan mendengarkan percakapan dua orang yang sedang berada di ruangan tempat Alin di sekap."Ren, menurutmu, apakah Tuan Devan akan benar-benar datan
Setelah menempuh perjalanan laut selama lima hari, akhirnya akhirnya mereka sampai di kota A di pulau seberang. Mereka sengaja membawa bayi itu jauh dari pulau asalnya agar tidak mudah terlacak. Mereka langsung membawa bayi itu ke panti asuhan setempat. Mereka disambut baik oleh pemilik panti."Mari silakan masuk Bapak, Ibu."Setelah mereka dipersilahkan duduk dan disuguhi minuman, pemilik panti langsung bertanya maksud dan tujuan keduanya datang."Kalau boleh saya tahu, ada tujuan apakah Bapak dan Ibu datang ke sini?" "Kami ingin menitipkan bayi ini di sini, Bu," jawab Wina.Pemilik panti tersebut heran dengan sikap pasangan di depannya ini. Tega-teganya mereka hendak menitipkan bayi mungil tak berdosa itu di panti asuhan."Maaf Bapak, Ibu, tapi kenapa? Bukankah itu darah daging kalian? Apa kalian benar-benar tega meninggalkan mereka di sini?" tanya wanita setengah baya tersebut. "Bayi ini bukan anak kami, Bu. Kami menemukannya secara tidak sengaja di depan rumah kami. Jadi kami me
Rendra hanya menyunggingkan senyumnya saat ibu Alin menuduhnya sebagai pelaku penculikan putra Alin. Dia terlihat santai saja dengan tuduhan yang terlontar dari mulut ibu Alin. Sedangkan Alin hanya diam saja tanpa menanggapi lelaki itu. "Atas dasar apa Anda menuduh saya dalang dibalik penculikan cucu Anda Tante? Lihatlah, Alin saja tidak banyak bicara. Kenapa Anda malah terlihat sensi sekali Tante?" tanya Rendra dengan santai."Karena Lindra adalah cucuku!" jawab ibu Alin dengan penuh emosi."Lin, kenapa dari tadi kamu diam saja? Apa kamu tidak merasa kehilangan bayimu? Atau kamu malah senang jika bayimu tidak ditemukan?" tanya Rendra pada Alin."Sebenarnya Anda ini siapa? Saya perhatikan sejak tadi Anda selalu membicarakan hal yang berbau provokasi," jawab Alin dengan tenang."Lin, aku Rendra, Lin. Orang yang pernah ada di hatimu. Tidak mungkin kamu lupa denganku, kan?" "Apa maksudnya kalau kamu pernah ada di hatiku? Dan sebenarnya, apa tujuanmu datang ke sini? Aku sungguh tidak me
Wina tampak berpikir sejenak dengan gagasan yang disampaikan lelaki itu."Baiklah, kita harus bergerak cepat malam ini juga," kata Wina."Apa? Malam ini? Apa kau sudah gila? Tidak mungkin kita jalan malam ini. Apa kamu nggak kelelahan dengan pertempuran kita tadi? Apa kamu nggak mau mengulanginya lagi?" tanya lelaki itu—menaik turunkan alisnya."Kita tidak punya banyak waktu, Tuan Tama yang terhormat. Kalau kita menunda-nunda, mereka pasti akan menemukan dan menangkap kita," ucap Wina penuh penekanan."Sepertinya kau sangat takut sekali dengan si Devan itu ya?" tanya lelaki itu."Bagaimana aku tidak takut? Aku pernah menjalin hubungan dengannya, sudah pasti aku tahu bagaimana watak Devan. Kau sendiri saudaranya tapi malah tidak memahami bagaimana karakter saudaramu sendiri," ujar Wina meremehkan."Aku memang tidak tahu banyak tentang kehidupan Devan karena aku jarang bertemu dengannya. Aku juga sangat jarang berinteraksi dengannya selama ini karena aku sering berada di luar negeri. Wa
"Sialan, siapa kau? Berani-beraninya mengancam ku!" sentak lelaki itu."Kau tidak perlu tahu siapa aku, cukup kau dengarkan saja perintahku. Jangan pernah mengusik keluarga Alin atau kau akan menyesal."Setelah mengatakan itu, penelepon itu memutuskan panggilan secara sepihak. "Siapa yang menelepon?" tanya wanita itu."Nomor tidak jelas. Berani-beraninya dia mengancam ku agar tidak mengganggu Devan dan Alin.""Kurang ajar, sepertinya mereka mengutus mata-mata untuk mengawasi kita," jawab wanita itu."Aku tidak yakin, tapi sepertinya orang itu bukan suruhan Devan. Lelaki itu tidak mungkin bisa mengendus gerak gerik kita. Kita harus berhati-hati, jangan melakukan hal yang bisa membuat mereka curiga dan kedok kita terbongkar," kata orang itu.***Sedangkan di sisi lain, Rendra dan sepupunya saat ini sedang mencari informasi tentang Alin."Bagaimana? Apa kamu sudah mendapatkan informasi?" tanya sepupu Rendra."Alin sudah melahirkan, tapi sekarang penjagaan semakin diperketat. Sangat suli
Hari demi hari mereka lalui dengan sukacita. Devan juga sudah mulai beraktivitas di luar rumah. Dia yang berpikir semua sudah aman mulai lengah dari penjagaan. Lelaki itu tidak menyadari jika bahaya sedang mengintai keluarga kecil mereka. Hari ini, dia harus berangkat ke Surabaya karena salah satu klien berpengaruh meminta mengadakan pertemuan dengan Devan secara langsung di Surabaya."Tidak apa-apa Mas, berangkatlah. Aku bisa menjaga diri dan anak kita," kata Alin meyakinkan Devan."Kalau ada apa-apa segera hubungi Mas. Mas sudah mengabari Mami agar ke sini menemanimu," kata Devan.Lelaki itu mengecup kening sang istri dengan penuh cinta sebelum meninggalkannya pergi ke Surabaya."Jagoan Daddy baik-baik di rumah sama Mommy ya. Jangan nakal dan jangan rewel, kasihan Mommy. Daddy tinggal sebentar ke Surabaya," ucap Devan pada bayi mungil itu.Dengan berat hati, Devan meninggalkan mereka. Bertepatan dengan itu, hari ini baby sitter yang di rekomendasikan oleh salah satu saudara Devan d
Devan langsung menuju ruang perawatan bayi untuk memastikan keadaan sang anak. Setelahnya, lelaki itu langsung memanggil seluruh suster, dokter dan pihak keamanan yang bertugas menjaga sang anak. Sang kakak pun tidak mengira jika mereka lalai. “Apa saja pekerjaan kalian? Menjaga bayi saja kalian tidak becus. Untung saja anakku tidak hilang,” kata Devan marah. “Ampuni kami, Tuan, kami lalai menjaga bayi Tuan. Tadi ada seseorang yang menyamar sebagai suster hendak masuk ke ruangan Tuan kecil. Kami kira, dia memang benar-benar suster yang hendak memeriksa Tuan kecil. Tapi ternyata dia hendak membawa kabur Tuan kecil. Andai kami tahu dari awal, kami pasti tidak akan membiarkannya membawa Tuan kecil, Tuan. Ampuni kami,” ucap penjaga dengan gemetar. Devan mengangguk, “ya sudah tidak apa-apa. Jangan diulangi lagi, dan aku ingin kalian perketat keamanan di sini. Aku tidak mau hal seperti ini terulang kembali,” kata Devan.Setelah mengatakan hal itu, Devan langsung pergi meninggalkan mereka
Sang sepupu sangat menyayangkan sikap Rendra yang cenderung lembek. Wanita itu sangat dendam dengan Alin dan juga sang suami karena gara-gara mereka kini dia kehilangan pekerjaannya."Ndra, kamu itu laki-laki jangan lembek seperti ini. Apa kamu nggak kasihan sama kedua orang tua kamu? Apa kamu nggak mikirin mereka juga?" Rendra tampak terdiam dan menimbang-nimbang. Sedangkan sang sepupu terus saja meracuni pikiran Rendra agar mau bekerja sama dengannya."Apa kamu tidak sakit hati melihat kebahagiaan Alin di sana, sedangkan kamu di sini menderita? Lihatlah, mereka tertawa di atas kesedihan dan penderitaanmu. Pikirkan itu baik-baik," ujar sang sepupu sebelum berlalu pergi."Tunggu, apa ada yang bisa menjamin keamanan dan keselamatan kita jika kita kembali membuat ulah dan mengusik keluarga mereka? Kau tentu belum lupa kan bagaimana manusia-manusia itu menyingkirkan mu dari perusahaan? Bagi mereka, melenyapkan orang seperti kita bukanlah hal yang sulit dilakukan. Apalagi kita tidak puny