Share

04. Kamu!?

"Apa-apaan!?"

Pria di hadapannya itu tak kunjung menjawab pertanyaan Yudha. Justru, dia menghampiri Marla dan membantunya untuk berdiri.

"Kamu tidak apa-apa?" tanyanya.

Marla mengangguk tanpa suara, terpaku atas kedatangan pria tersebut. Namun, wanita itu bertanya-tanya dalam hati, siapa pria yang telah datang membantunya itu? Mengapa postur tubuhnya terlihat tidak asing?

Memastikan Marla tidak kenapa-kenapa, pria itu berbalik menghadap Yudha beserta dua wanita di belakangnya. Dengan tatapannya yang dingin dan tajam, membuat orang di sekitar segan untuk mendekatinya. 

“Jangan main tangan pada wanita, terlebih wanita saya. Anda bukan siapa-siapanya sekarang, dan jika Anda melukainya, saya tak akan tinggal diam.”

Suara bariton dan tegas itu seolah berhasil menyihir semua orang. Bahkan, Marla yang baru saja mendengar ucapan tak berdasar sang pria tak mampu mengatakan apapun. Namun, beberapa detik berikutnya, satu kata berputar di pikiran Marla. "Wanitaku?" Memangnya siapa pria itu?

Untuk sesaat, Marla merasakan kedua tangan sang pria yang membantunya itu tengah menyalurkan gelombang keberanian pula. Marla mengepalkan tangan, lantas bertatapan dengan setitik kesadaran baru.

Pria itu tersenyum simpul, kemudian mengelus puncak kepala Marla. "Ayo, saya antar kamu pulang.”

Belum genap berbalik, Yudha berseru dengan segumpal kekesalan. "Mau ke mana kalian? Oh! Jadi, selama ini kalian memang sudah diam-diam bermain di belakangku? Ternyata, kamu memang serendah itu ya, Marla?"

Marla mengepalkan tangan disertai geraman rendah yang masih tertahan. Tadinya dia berniat mengekori sang pria yang masih kewalahan dia kenali itu untuk keluar dari area Pengadilan Agama. Namun, mantan suaminya itu baru saja menyentil sesuatu yang tidak seharusnya.

"Kamu bicara apa, Mas? Kamu menuduh aku berselingkuh? Bukankah kamu tahu sendiri bagaimana kesetianku padamu selama ini? Lalu, sekarang kamu menuduhku begitu?" timpal Marla.

"Kalau tidak berselingkuh," Kamilia menambahkan, "kenapa sekarang laki-laki asing yang tidak tahu diri ini malah datang menjemputmu? Berarti, memang benar kalau kejadian malam itu memang terjadi atas keinginan kalian berdua. Lihatlah! Dia malah mengancam kami juga dengan menyerukan kalau kamu adalah wanitanya, Marla."

"Kamilia? Kamu juga menuduh aku berselingkuh? Cih! Lucu sekali! Kamu sendiri yang sudah kuanggap sebagai sahabatku, tapi malah menusukku dari belakang. Apa yang kamu lakukan itu tidak lebih buruk lagi?"

Marla mendecih, secara perlahan merasakan gelegak amarah yang selama ini bersemayam di balik peti hatinya.

"Kalau aku yang begini saja disebut selingkuh, lalu kamu apa?"

Kamilia melotot, mulutnya bergetar, siap melontarkan semburan panas yang ditujukan pada Marla. "Ka-kamu—"

"Sudah tahu pria yang kamu dekati itu mempunyai istri, malah dengan percaya dirinya berdiri di tengah-tengah. Bahkan, kamu mau-mau saja ditiduri sama suami orang. Kamu menuduhku berselingkuh, tapi kamu sendiri tidak lebih dari sekadar pelakor rendahan yang berlindung di balik izin Tuan dan Nyonya Besar, Kamilia."

"Marla!" sela Yudha, tidak terima atas perkataan Marla barusan—meski yang terdengar merupakan kebenaran belaka.

Mengabaikan seruan Yudha serta kemarahan Kamilia yang belum tersalurkan, pria yang menjemput Marla pun menariknya untuk cepat pergi dari sana.

Mereka melangkah secepat mungkin, tak mengindahkan raungan kekesalan yang menggema dari sosok Kamilia. Begitu tiba di tempat parkir, Marla terdiam dengan wajah pucatnya.

Wanita itu mendongak, menatap wajah sang pria yang terlihat sabar menantinya. "A-aku ... aku tidak tahu kalau aku bisa jadi seberani ini ...."

Pria itu mengulum senyum. Memandang Marla dengan tatapan yang tak dapat diartikan.

Marla mendengkus, selama ini dia senantiasa menjadi seorang istri yang lemah dan terlalu berpasrah diri. Namun, baru saja dia berani menampar mantan suami dan selingkuhannya.

"Ah, iya," wanita itu tersadar bahwa dia tidak sedang sendiri, "kalau boleh tahu, Anda siapa ya? Kenapa Anda mau datang ke sini untung menyelamatkan sa—"

Pria itu mengulurkan tangan, tersenyum simpul seolah-olah telah mendambakan momen tersebut.

Namun, begitu manik Marla mengarah ke jam tangan dengan strap berwarna coklat yang ia kenali dari foto memalukan dirinya, Marla sadar, jika pria ini bukanlah pria asing.

"Arjuna."

Tidak salah lagi, Arjuna adalah pria itu! Otot lengan, jam tangan, serta figur tubuh Arjuna persis sama dengan pria yang bersenggama dengannya malam itu.

"Kamu!?" 

Sebelum tangannya kembali bergerak, tahu-tahu saja Arjuna menggenggam tangannya, lantas menyisipkan sesuatu dalam genggaman tersebut.

Terheran-heran, Marla membuka genggamannya, terkejut saat mendapati sebuah benda berkilauan yang tersemat pada salah satu jemarinya tidak lebih dari lima detik. Menganga, Marla nyaris tak memercayai penglihatannya sendiri.

"Karena semuanya sudah beres—mau menikah dengan saya, Nona Marla? Izinkanlah saya untuk bertanggungjawab atas apa yang terjadi pada malam itu."

Marla tidak memiliki gangguan pendengaran apa pun, tetapi pertanyaan yang Arjuna tawarkan padanya bagai fatamorgana di tengah padang pasir. Membingungkan serta menyilaukan.

Meski begitu, dia merasakan ketegasan yang terpancar dari sepasang mata kelam Arjuna, membuatnya yakin, apa yang pria itu ucapkan bukanlah lelucon belaka. 

“Nona Marla?”

Wanita itu mendongak, gelagapan.

“Apakah kamu baru ingat dengan saya?”

Sial! Seharusnya Marla merasa emosi, atau bahkan menampar pria yang ada di hadapannya ini karena telah membuat hidupnya hancur. Namun, perlakuan dan juga ucapannya justru membuat Marla jadi salah tingkah. Pipinya memerah sempurna tak terkendali. 

"Kalau begitu, saya akan bertanya sekali lagi. Apakah kamu mau menikah dengan saya, Nona?"

Bagaimana ini?

Dia baru saja berpisah dengan Yudha, ditemani luka yang belum mengering sepenuhnya. Lalu, secara tidak terduga pria montir yang kerap datang untuk membenahi mobil mantan suaminya itu malah datang melamarnya seperti ini?

Di tempat parkir gedung Pengadilan Agama?

Akan tetapi, Marla tahu, ini juga bisa jadi salah satu kesempatan baginya untuk menunjukkan pada Yudha dan juga Kamilia, bahwa dirinya bukanlah wanita yang pantas untuk dihina, dan disia-siakan.

“Baik, saya mau menikah denganmu, Tuan Arjuna.”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status