Share

05. Insiden Beruntun

"Tidur ... seranjang ...."

Marla menggigit bibir bawahnya gelisah. Masih menggenggam tas jinjing berisikan beberapa lembar pakaian yang ada, wanita itu melirik sisi lain ruangan yang menampilkan sang suami tengah sibuk melepas setelan kelabunya yang dipakai seharian ini.

Dia memang sudah pernah melewati malam panas bersama Arjuna. Akan tetapi, waktu itu mereka seolah-olah saling tak sadarkan diri. Sekarang, dia telah resmi menjadi istri dari montir bernama Arjuna itu. Seharusnya, tidak masalah bila mereka tidur bersama.

"Tenang saja," Arjuna membuka suara, "kamu bisa tidur di kamar, aku akan tidur di bawah.”

Meski tak enak hati saat melihat Arjuna tertidur di bawah, setidaknya Marla mengetahui bahwa pria yang baru dinikahinya itu enggan berbuat macam-macam padanya.

Diam-diam, Marla tidak bisa tertidur. Dia masih kewalahan untuk memercayai kenyataan baru yang dipikulnya sekarang ini. Padahal, dulu dia sempat berharap akan merajut masa depan yang indah bersama Yudha. Namun, kini keadannya telah berubah.

Marla justru menikah dengan seorang pria yang tak dikenalinya secara mendalam. Berbagai pikiran mengantarkan Marla pada beribu tanda tanya mengenai perubahan hidupnya hingga menjelang tengah malam.

Dengan posisi membelakangi sang suami, tiba-tiba saja Marla merasakan satu pergerakan. Wanita itu mematung, berpura-pura tidur sementara Arjuna beranjak dari tidurnya setelah menerima satu panggilan.

"Iya? Sebentar, waktunya belum tepat. Tapi, saya akan coba datang ke sana untuk melihatnya sendiri."

Sambungan telepon diputus secepat kilat, kemudian pria itu bergegas mengenakan pakaian serba hitam yang tertutup. Begitu sosok Arjuna berlalu, Marla sempat mengamati pintu kamar barunya tersebut.

"Tengah malam begini, apakah dia pergi untuk melakukan pekerjaan?"

•••••

"Ini! Tolong diterima ya?"

Marla yang baru saja datang dari warung untuk membeli sayuran, membuka mulut lebar-lebar. Di hadapannya, Arjuna yang baru saja pulang, menyodorkan sebuah gelang emas yang terlihat cantik dan menawan.

"I-ini? Buat aku?"

Arjuna mengangguk mantap. "Mau aku pakaikan?"

"Bo-boleh ...." Marla mengulurkan tangannya, membiarkan Arjuna memasangkan gelang tersebut pada pergelangan tangan kirinya. "Cantik sekali ...."

"Kamu suka?"

"Su-suka! Tapi, kalau boleh tahu, dari mana Mas Arjuna mendapatkan uang untuk membeli perhiasan secantik ini? Harganya pasti mahal kan?" tanya Marla.

Untuk sesaat, Arjuna terkesiap. Pria itu merasakan setitik kehangatan yang menjalari hati kecilnya ketika mendengar panggilan manis tersebut mengudara dari mulut Marla.

Mengulum senyum, Arjuna mendekat dan menggenggam tangan istrinya itu penuh kelembutan. Marla mengerjap kebingungan, berusaha mengalihkan pandang.

'Gawat! Bisa-bisanya aku salah tingkah?'

"Tenang saja, harganya tidak begitu mahal."

Marla hanya mampu tersenyum simpul. Jujur saja, hati kecilnya menghangat lantaran baru pertama kalinya mendapatkan pemberian dari seorang suami. Dulu saja, Yudha memang memberikan nafkah, tetapi seolah-olah membayarnya untuk menjadi samsak penderitaan yang mencangkup seluruh anggota keluarga Anugerah.

Wanita itu mengamati gelang tersebut dengan setitik keheranan. Apakah gelang itu bukan dari emas sungguhan? Bagaimana kalau Arjuna sengaja membeli emas palsu sebagai ungkapan bahwa dia tidak perlu khawatir selagi menjadi istrinya?

Apalagi, bagi seseorang yang tidak mempunyai uang banyak, cara Arjuna memberikannya seolah-olah gelang tersebut tidak memakan nominal besar.

‘Apakah benar gelang ini bukan dari emas asli, tapi emas palsu? Tapi, bagaimanapun dia sudah membelikannya. Mungkin, suatu hari nanti Mas Arjuna akan mengatakan yang sebenarnya.’

"Kalau begitu, sekarang aku mau pamit dulu ke kamar. Kamu mau masak? Bisa sendiri?"

Marla mengangguk. "Bisa, Mas."

"Oke," tangan kanan Arjuna terangkat untuk mengelus puncak kepala Marla, "kalau ada sesuatu, panggil saja ya?"

Sosok Arjuna pun melenggang pergi selepas menitipkan kehangatan kecil pada diri Marla. Dipandanginya punggung tegap sang suami yang kian menjauh.

Selesai memasak, Marla mulai merapikan rumah kecil suaminya itu. Tidak terdapat banyak barang di dalamnya. Terlihat pula jika Arjuna senang membersihkan rumahnya.

Maka dari itu, Marla memutuskan untuk menyapu halaman kecil rumah tersebut. Tidak sengaja, dia mendengarkan berita yang tersiar dari televisi tetangga tepat sebelah rumahnya.

"Pencurian emas?"

Marla meletakkan sapu yang dipegangnya saat mendengar berita mengenai pencurian emas yang terjadi beberapa hari lalu. Mulanya, Marla tidak terlalu memikirkan berita tersebut. Namun, berita terbaru yang muncul bagai domino itu membuat Marla tak mampu menanamkan ketenangan lagi.

Terjadi begitu banyak pencurian di toko-toko barang mahal. Pencurian selalu dilakukan sekitar tengah malam hingga dini hari. Tadinya Marla tidak terlalu memikirkan hal tersebut. Akan tetapi, saat memikirkan bahwa suaminya yang bergaji pas-pasan selalu pergi di waktu tersebut, Marla mulai berasumsi yang buruk-buruk.

Di tengah lamunan yang aneh itu, tiba-tiba saja Arjuna keluar dari kamarnya dengan penampilan yang lebih rapi dari biasanya.

"Ke mana, Mas? Toko pakaian?"

Arjuna mengulum senyum, "Hm, aku tunggu di depan ya!"

Walaupun kebingungan masih menguasai, Marla menurut dan pergi ke suatu tempat menaiki motor satu-satunya yang dimiliki sang suami.

"Mas?" Marla tak memercayai bahwa dia menjejaki toko pakaian ternama yang pastinya mahal-mahal. "Mas? Kenapa beli bajunya di sini? Bukankah lebih baik beli di toko pinggir jalan saja?"

"Tidak, Marla. Aku serius. Beli di sini saja, kamu bebas memilih yang mana saja."

"Mas," Marla menggigit bibir bawahnya, "apa aku boleh bertanya?"

"Boleh, mau bertanya tentang apa?"

Marla merasakan telapak tangannya berkeringat. Haruskah dia bertanya mengenai kejanggalan-kejanggalan yang menghantui isi kepalanya?

Tetapi, bagaimana bila suaminya itu tersinggung?

"A-apakah Mas—"

"Wah! Coba lihat! Siapa yang ada di toko pakaian mahal ini!"

Marla terkesiap, suara itu—suara yang sekarang sangat dibencinya. Arjuna turut menoleh dengan pandangan malas. Yudha dan Kamilia. Pasangan tersebut memasuki toko dengan tampang merendahkan yang tidak pernah luntur terhadap Marla.

Dalam diam, Arjuna ingin sekali pergi dari tempat itu. Namun, dia sudah berjanji untuk membelikan Marla pakaian yang ada di sana.

"Wah! Ternyata mantan istrimu juga ada di sini, Sayang. Tapi, lihatlah! Ternyata dia tidak sendiri. Dia juga bersama dengan pacar barunya." Kamilia mengeratkan rangkulan tangannya pada lengan kanan Yudha. "Oh iya, kenapa kita tidak mengundang mereka sekalian, Yudha?"

Yudha berdeham dengan dagu terangkat tinggi. Entah mengapa, melihat sosok mantan istrinya dengan Arjuna membuat pria itu kesal sendiri.

Dengan penuh kegembiraan, Kamilia menyodorkan undangan pada Marla, yang diterima dengan tenang. Mau emosi, rasanya akan percuma. Lebih baik Marla diam saja, membiarkan Kamilia mengoceh sesukanya.

Melihat undangan pernikahan Yudha dan Kamilia, anehnya Marla tidak terlalu terkejut. Dia sudah menduganya. Walau hatinya sempat terasa sedikit nyeri, tapi intensitasnya cukup samar.

"Datang ya? Tapi, kalau bisa pakai pakaian yang bagus, sama pacar montirmu ini," lanjut Kamilia.

"Suami."

"Eh? Apa?" Kamilia meragukan pendengarannya.

Marla mendengkus lelah, "Dia suamiku. Kami sudah menikah. Sekarang, kami mau permisi dulu."

Arjuna terperangah, tak menduga jika Marla telah menjadi lebih berani ketimbang sebelum-sebelumnya. Namun, saat Marla hendak menarik tangannya untuk keluar dari toko tersebut, Arjuna menahannya.

"Tidak. Kenapa kita harus pergi? Kamu saja belum membeli pakaian apa pun dari sini," potong Arjuna.

"Tapi, Mas,"

"Kita beli dulu ya? Ayo, kita pilih dulu—"

"Memangnya kalian sanggup membeli pakaian yang ada di sini?" sela Yudha. "Kalian kan, miskin! Kenapa tidak sadar diri?"

Marla mengepalkan tangannya, lalu menghadiahi lirikan tajam pada mantan suaminya itu.

"Itu bukan urusanmu!"

Yudha melotot. Tanpa komando, Kamilia maju untuk mendorong Marla hingga jatuh tersungkur.

"Marla!"

"Dasar! Wanita tidak tahu diun—lho? Apa ini? Kenapa mereka mengeliliku seperti penjahat?"

Di luar dugaan, kemunculan empat pria bersetelan rapi di antara mereka membuat situasi dalam toko tersebut memanas.

"Tuan, apakah Nona Marla baik-baik saja?"

•••••

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status