Share

06. Sanggup Membeli?

"Eh? Apa-apaan ini?! Siapa kalian?!"

Bukan hanya Yudha dan Kamilia saja yang bingung. Bahkan, Marla menggapai tangan suaminya dengan penuh tanda tanya. Mengapa orang-orang bersetelan itu memanggil Arjuna dengan sebutan 'Tuan'?

Marla memicingkan mata, menyadari jika orang-orang itu merupakan para saksi yang datang ke akad nikahnya kemarin. Dia ingin bertanya kepada Arjuna mengenai apa yang sedang terjadi. Meski sekelebatan, akad nikah yang berlangsung di KUA itu masih teringat jelas di kepala Marla.

Akan tetapi, saat menoleh dia sempat memergoki Arjuna menggeleng ke arah empat pria bersetelan itu. Empat pria tersebut melempar pandang untuk beberapa saat, tetapi pada akhirnya mundur selangkah.

"Nah! Saya mau tanya, apa maksud kalian tadi, hah?! Kenapa kalian malah mengelilingi saya dan suami saya seperti kami ini seorang kriminal?!"

Kamilia masih meneruskan ocehannya, sedangkan diam-diam Yudha mengamati tautan tangan Arjuna dan Marla yang begitu erat. Terdapat setitik kekesalan yang bersarang dalam hatinya.

Secara perlahan, salah satu pria bersetelan itu maju selangkah dan menunduk meminta maaf.

"Maafkan kami, Tuan dan Nyonya. Kami hanya ingin memastikan bahwa tidak ada keributan di toko ini. Jika ingin berbelanja, silakan berbelanja dengan tenang."

"Cih!" Kamilia memandang rendah pria tersebut. "Dasar! Toko macam apa ini? Pelayanannya tidak ramah sekali. Bagaimana kalau kita pergi saja, Yudha? Aku malas memilih pakaian di sini, soalnya kedapatan harus melihat wajah mereka berdua."

Yudha tak mengucapkan apa pun, tetapi pria itu sangat ingin pergi dari sana karena alasan lain.

"Oh iya," Kamilia berbalik sekali lagi sebelum keluar dari toko tersebut. "Jangan lupa datang ke resepsi pernikahan kami ya, Marla? Ah, tapi kamu harus memantaskan diri. Asal kamu tahu, tamu-tamu yang akan datang ke resepsi pernikahan kami itu dari kalangan atas semua."

Kamilia melipat tangan di depan dada, memindai penampilan Arjuna dan Marla lalu tertawa kecil.

"Penampilan kalian menyedihkan sekali. Sebenarnya kalian tidak pantas untuk menjadi tamu di resepsi pernikahan kami. Tapi, karena kamu pernah mengabdi untuk keluarga Anugerah, kami berbaik hati mengundangmu untuk datang."

"Sudahlah, Kamilia," Yudha menarik tangan Kamilia, "ayo! Nanti kita harus mengantarkan undangan ke kediaman besar Wirajaya. Pastinya, seluruh keluarga besar mereka akan bersedia untuk datang dan memeriahkan pernikahan kita."

Mendengar nama tersebut, Arjuna mengernyit. "Wirajaya?"

"Baik, Sayang. Aku tidak sabar untuk berkunjung ke rumah mereka setelah ini. Jadi, sampai jumpa para pecundang~"

Selepas keduanya benar-benar berlalu, Marla mendapati empat pria bersetelan itu menunduk sekilas sebelum pamit. Tanpa memberikan penjelasan tentang kedatangan mereka yang secara mendadak, seolah-olah memang tak dipersilakan membuka mulut.

'Tadi aku tidak salah mendengar kan? Bagaimana bisa mereka mengetahui namaku?'

Marla merasakan genggaman Arjuna yang masih dieratkan pada tangan kanannya. Wanita itu terpaku, sehingga melupakan pertanyaan yang melintas dalam kepalanya tadi.

"Mas?"

Tersadar karena panggilan dari sang istri, Arjuna menoleh. Pria itu mengulum senyum. "Maaf, sepertinya aku salah pilih toko."

"Ha? Tidak kok ...."

Marla menggigit bibir bawahnya. Tertangkap secuil rasa bersalah dalam sepasang bola mata Arjuna yang membuat hati Marla menghangat.

'Apakah Mas Arjuna merasa bersalah karena membawaku ke toko ini dan berakhir dikata-katai oleh Mas Yudha dan Kamilia lagi?'

"Kalau begitu, bagaimana kalau kamu memilih beberapa pakaian? Ah, satu lagi, karena kita diundang ke resepsi pernikahan mereka, lebih baik sekalian saja kamu membeli pakaian baru."

Marla terperangah. Mereka berada di toko pakaian yang cukup mahal. Memilih kaus biasa saja sudah membuat Marla ketar-ketir.

Akan tetapi, suaminya yang seorang montir itu malah menyuruhnya untuk sekalian membeli pakaian untuk dipakai saat menghadiri resepsi pernikahan Yudha dan Kamilia?

'Mas Arjuna sedang kerasukan sesuatu? Memangnya dia punya uang untuk membelinya?'

Seakan-akan mampu mendengar isi hati Marla, Arjuna mengusap puncak kepala sang istri dengan penuh kelembutan.

"Beli saja yang kamu mau, Marla. Tidak perlu bingung perkara bagaimana pembayarannya, suamimu ini akan membayarnya, hm?"

Bagai dihipnotis, Marla mengangguk kikuk lantas ditemani oleh salah satu pramuniaga yang berada di sana. Melihat harga yang tertera pada tiap pakaian, membuat Marla menahan napas.

"Bagaimana ini? Mas Arjuna pasti menyuruhku untuk membeli pakaian di sini karena tidak mau kalah dari Mas Yudha tadi. Astaga, kenapa kami harus bertemu di saat seperti ini sih?"

Pada akhirnya, Marla memilih salah satu gaun terusan selutut yang terlihat cantik tapi tetap sopan. Bagaimanapun, dia sudah telanjur diundang untuk datang, dan Arjuna menyanggupi.

Ketika dia mencari keberadaan Arjuna untuk memberitahukan pakaian yang dibeli, rupanya suaminya itu sedang bertelepon dengan seseorang.

"Sudah datang? Mereka berdua?"

Marla berhenti lima langkah di belakang pria itu. "Apanya yang datang? Apakah setelah ini Mas Arjuna masih harus bekerja?"

"Ya, jangan lupa kabari saya!"

Sambungan panggilan terputus, lantas Marla baru memberanikan diri mendekat.

"Mas? Aku sudah pilih satu."

Alis kanan pria itu meninggi. "Satu saja? Kenapa tidak pilih lagi?"

Marla cepat-cepat menggeleng. Yang ada, dia malah terlihat seperti istri tidak tahu diri yang berusaha membuat suaminya merasa dirampok. Arjuna mengajaknya membeli pakaian hanya untuk membuktikan bahwa pria itu sanggup memberikan kenyamanan sebagai seorang suami.

"Tidak, Mas. Ini saja dulu. Besok-besok, aku mau coba beli di toko lain." Kilahnya.

Arjuna mengangguk, kemudian melangkah bebarengan untuk membayar pakaian yang Marla pilih ke kasir. Saat itu, Marla mendapatkan panggilan masuk dari Bu Maryam.

"Mas, aku mau jawab telepon dari Bu Maryam dulu," pamitnya seraya melangkah keluar.

Akan tetapi, sebelum keluar dari toko tersebut, Marla menyadari jika suaminya tak kunjung membayar pakaiannya. Malahan, pria itu menatap para pramuniaga yang ada di sana dengan tatapan yang tak dapat diartikan.

'Ada apa ini? Jangan bilang kalau Mas Arjuna memang menginginkanku untuk keluar supaya dia bisa membayarnya dengan metode dicicil—astaga! Apa benar? Apa Mas Arjuna sanggup membayar cicilannya?'

•••••

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status