"Apa kamu hamil anakku?" ucap Danil terkejut. "Tidak, itu tidak mungkin terjadi!" tegas Danil menggelengkan kepalanya.Wajah Bianca tercekat, saat senyuman sinis justru tersungging dari bibir Danil. Sesaat Danil membuang tatapannya dari Bianca yang mematung di hadapannya dengan wajah menegang."Ini anak kamu Danil! Kenapa kamu ...!" Bianca terbata menjelaskan pada Danil. Butiran bening berjatuhan membasahi pipinya menanbah sebuah keyakinannya."Apa kamu bilang, anakku?" Danil menyambar alat penguji tes kehamilan yang berada di tangan Bianca."Danil!" sentak Bianca terkejut dengan tindakan Danil. Kedua mata wanita itu membulat penuh."Anakku? Bagaimana bisa kamu mengatakan jika janin itu adalah anakku?" Danil mendekatkan wajahnya pada Bianca. Tatapannya tajam, seperti ingin menguliti wanita bertubuh sintal yang berdiri di depannya saat itu juga."Bisa saja janin yang ada di dalam rahim kamu bukanlah anakku. Bagaimana jika janin itu adalah anak dari lelaki lain yang tidur bersama kamu!"
"Gila kamu Natasya!" sentak Desta. Menghempaskan tubuh wanita berambut panjang yang berada dalam cengkraman."Ya Allah Natasya, kenapa kamu setega itu dengan anakku sendiri!" Tatapan Desta menatap ke sekeliling. Hanya kendaraan yang lewat berlalu-lalang pada jalanan yang berada di depannya. Wajah lelaki berkacamata itu semakin menegang, mengingat langit jingga mulai berganti dengan malam."Cepat katakan padaku, Nat! Di mana kamu membuang bayi kamu!" sentak Desta mengalihkan tatapannya pada Natasya yang menangis sesegukan di hadapannya. Jemari wanita itu saling meremasi kuat. Wajahnya tampak kalut dan ketakutan."Aku tidak menginginkan bayi itu, Desta. Jadi biarkan dia pergi!" balas Natasya sesenggukan.Desta mengusap wajahnya kasar. "Kamu sudah gila, Natasya! Dia adalah darah daging kamu sendiri. Dia juga tidak meminta padamu untuk melahirkannya," cerca Desta. "Lebih baik cepat katakan padaku, di mana kamu membuangnya!" ucap Desta setengah berteriak. Matanya melotot kesal ke arah Nat
"Silahkan tunggu sebentar! Tuan Wisnu masih berada di ruang meeting."Sejak ucapan itu lelaki bertubuh jangkung yang Natasya tunggu tidak kunjung muncul. Hampir tiga puluh menit berlalu, tetapi Danil tidak kunjung datang ke ruangannya.Natasya menghela nafas panjang. Wajahnya terlihat putus asa. Sepertinya Danil tidak akan menemuinya. Wanita yang menggendong Hyura di dalam pelukannya itu bangkit dari bangku sofa yang berada di ruangan Danil. Berjalan menuju ke arah pintu. Saat Natasya hendak memutar handle pintu, tiba-tiba seseorang mendorong pintu ruangan itu dari luar ke dalam."Danil!" ucap Natasya dengan mata membulat. Menatap pada Danil yang sudah berdiri di depannya. Sepersekian detik Natasya dan Danil saling bersitatap."Maaf, tadi aku sibuk sekali!" balas Danil membalas tatapan Natasya. Sejenak mereka berada dalam tatapan satu garis lurus."Masuklah!" ucap Wisnu membuyarkan lamunan Natasya.Natasya mengangguk-anggukkan kepalanya. Menarik tubuhnya menjauh dari pintu dan berjala
Suara adzan isya telah berkumandang saat Desta turun dari angkutan umum yang berhenti di ujung gang menuju rumahnya. Dengan menenteng dua kantong plastik berukuran sedang Desta mempercepat langkah kakinya untuk sampai di rumah yang berada di sudut jalan. Rumah yang terletak cukup jauh dari pemukiman warga yang lainnya."Pasti Natasya sudah kelaparan!" guman Desta menambah kecepatan langkah kakinya. Sekilas ia melirik kantong plastik yang berada di tangan. Beberapa makanan telah ia beli untuk Natasya. Sementara kantong plastik yang satunya, berisi susu formula untuk Hyura. Mengingat jika asi Natasya kurang mencukupi. Mungkin karena akhirSatu tangan Desta memegang handel pintu rumah. Sejenak lelaki berkacamata tebal itu merasa sangksi, karena Natasya tidak mengunci pintu rumah. "Ceroboh sekali!" gerutu Desta segera masuk ke dalam rumah."Natasya! Natasya!" teriak Desta. Suaranya menggema di seluruh ruangan. "Aku sudah pulang!" imbuh lelaki itu setelah meletakkan tas ransel besar yang
Tatapan Wisnu beralih pada lelaki berseragam putih yang berjalan menghampirinya. Dari gurat wajahnya, Wisnu melihat ada sesuatu yang berbeda.Iris mata Wisnu mengikuti gerakan tubuh lelaki berseragam putih yang menjatuhkan tubuhnya duduk pada bangku yang berada di depannya. Sebelum memulai ucapannya, lelaki itu menghela nafas panjang beberapa kali."Bagaimana Dokter? Apakah ada sesuatu yang terjadi?" celetuk Wisnu menjatuhkan tatapan curiga. Ia sudah tidak mampu menahan rasa penasaran."Mohon maaf Tuan Wisnu. Jika saya harus menyampaikan hal ini pada Tuan." Suara lelaki berseragam putih itu terdengar parau. Tatapannya penuh iba melihat ke arah Wisnu.Sepersekian detik Wisnu terdiam. Tidak ada satu patah katapun yang keluar dari bibirnya. Ia ingin mencoba menelaah apa yang sebenarnya telah terjadi pada Asma. Sekalipun harap-harap cemas itu berkali-kali mencoba menganggu konsentrasinya."Bisa dikatakan jika keadaan Nyonya Asma saat ini telah menurun. Beberapa kinerja organ di dalam tubu
Helaan nafas panjang terdengar dari Natasya. Setelah sepersekian detik hanya suara mesin pendingin yang menderu memenuhi ruangan."Bagaimana apakah kamu mau menerimaku untuk menjadi suami kamu?" ucap Desta mengalihkan tatapannya kepada Natasya.Bibir Natasya bergetar. Membalas tatapan dalam Desta yang menghunus tepat di jantungnya. Lembaran demi lembaran bayangan' hari esok yang akan ia jalani bersama Desta dengan mudah terlukis di dalam benaknya. Bagaimana tidak, lelaki yang berasal dari keluarga sederhana itu tidak akan mungkin bisa memberikan apa yang Natasya inginkan, hidup yang layak karena Desta hanya bekerja sebagai pelayan kafe di sela-sela jadwal kuliahnya. Apalagi harus di tambah beban Hyura. Natasya tidak bisa membayangkan hal itu.Desta membuang nafas berat setelah cukup lama menunggu jawaban yang tidak kunjung terbalas."Aku tahu, pasti kamu akan memikirkan kehidupan kita kedepannya nanti." Suara Desta terdengar bergetar. Ekspresi wajah Natasya menunjukkan jika terkaan le
Mengalah adalah keputusan yang terbaik. Mundur dari persaingan sudah menjadi pilihan Wisnu. Agar tidak menimbulkan lebih banyak korban lagi dari dendam di masalalu.Wisnu telah melepaskan perusahaan Wisnu Hutama. Membiarkan kemenangan ada di tangan Danil dan membiarkan king golden memang tanpa perlawanan lagi.Semenjak pertemuannya dengan Danil di apartemen, sekalipun Wisnu tidak pernah bertemu lagi dengan lelaki itu. Kenyataan-kenyataan pahit tentang lelaki itu kerap kali keluar masuk dalam indera pendengarannya. Tetapi sedikitpun Danil tidak ingin membalas kejatahan Danil. Bagaimana mungkin seorang kakak akan tega menyakiti adiknya. Sekalipun banyak hal yang ia ketahui, termasuk kematian Tuan Sangir yang disengaja.Meskipun Wisnu tidak lagi menjadi direktur utama sebuah perusahaan. Pekerjaan barunya tidak kalah hebatnya. Menjadi konsultan cukup membuatnya melupakan masa lalu pahit yang pernah terjadi dalam tiap lembaran kehidupannya.____Waktu berjalan begitu cepat. Namun Wisnu tid
Pucuk-pucuk dedaunan mulai bermekaran. Sejauh mata memandang hanya warna hijau yang mendominasi. Musim semi telah datang tepat saat Gala harus kembali ke Jakarta. Setelah masa pengasingan yang cukup lama di negeri Belanda."Apa yang ingin kamu tunjukkan padaku, Frans!" protes Gala saat lelaki berkembangsaan Belanda itu terus menarik pergelangan tangannya menuju ruangan yang berada ada di sudut lantai atas. Selama ini Gala memang tinggal di asrama."Ada sesuatu yang ingin aku tunjukkan kepadamu," sahut Frans sekilas menoleh ke arah Gala dan terus menarik tangan pemuda tampan itu."Ck!" Gala berdecak kesal. Pasrah mengikuti langkah Frans menuju kamarnya. Setelah lelaki itu masuk ke dalam kamar, Frans melepaskan tangan Gala. Langkahnya tertuju pada laptop yang berada di atas meja belajarnya."Ada apa, Frans! Sepertinya sangat penting sekali." Gala mengeryitkan dahi, menjatuhkan tatapan penasaran pada lelaki yang duduk di depan layar laptop yang mulai loading."Yups, aku rasa informasi in