Suara adzan isya telah berkumandang saat Desta turun dari angkutan umum yang berhenti di ujung gang menuju rumahnya. Dengan menenteng dua kantong plastik berukuran sedang Desta mempercepat langkah kakinya untuk sampai di rumah yang berada di sudut jalan. Rumah yang terletak cukup jauh dari pemukiman warga yang lainnya."Pasti Natasya sudah kelaparan!" guman Desta menambah kecepatan langkah kakinya. Sekilas ia melirik kantong plastik yang berada di tangan. Beberapa makanan telah ia beli untuk Natasya. Sementara kantong plastik yang satunya, berisi susu formula untuk Hyura. Mengingat jika asi Natasya kurang mencukupi. Mungkin karena akhirSatu tangan Desta memegang handel pintu rumah. Sejenak lelaki berkacamata tebal itu merasa sangksi, karena Natasya tidak mengunci pintu rumah. "Ceroboh sekali!" gerutu Desta segera masuk ke dalam rumah."Natasya! Natasya!" teriak Desta. Suaranya menggema di seluruh ruangan. "Aku sudah pulang!" imbuh lelaki itu setelah meletakkan tas ransel besar yang
Tatapan Wisnu beralih pada lelaki berseragam putih yang berjalan menghampirinya. Dari gurat wajahnya, Wisnu melihat ada sesuatu yang berbeda.Iris mata Wisnu mengikuti gerakan tubuh lelaki berseragam putih yang menjatuhkan tubuhnya duduk pada bangku yang berada di depannya. Sebelum memulai ucapannya, lelaki itu menghela nafas panjang beberapa kali."Bagaimana Dokter? Apakah ada sesuatu yang terjadi?" celetuk Wisnu menjatuhkan tatapan curiga. Ia sudah tidak mampu menahan rasa penasaran."Mohon maaf Tuan Wisnu. Jika saya harus menyampaikan hal ini pada Tuan." Suara lelaki berseragam putih itu terdengar parau. Tatapannya penuh iba melihat ke arah Wisnu.Sepersekian detik Wisnu terdiam. Tidak ada satu patah katapun yang keluar dari bibirnya. Ia ingin mencoba menelaah apa yang sebenarnya telah terjadi pada Asma. Sekalipun harap-harap cemas itu berkali-kali mencoba menganggu konsentrasinya."Bisa dikatakan jika keadaan Nyonya Asma saat ini telah menurun. Beberapa kinerja organ di dalam tubu
Helaan nafas panjang terdengar dari Natasya. Setelah sepersekian detik hanya suara mesin pendingin yang menderu memenuhi ruangan."Bagaimana apakah kamu mau menerimaku untuk menjadi suami kamu?" ucap Desta mengalihkan tatapannya kepada Natasya.Bibir Natasya bergetar. Membalas tatapan dalam Desta yang menghunus tepat di jantungnya. Lembaran demi lembaran bayangan' hari esok yang akan ia jalani bersama Desta dengan mudah terlukis di dalam benaknya. Bagaimana tidak, lelaki yang berasal dari keluarga sederhana itu tidak akan mungkin bisa memberikan apa yang Natasya inginkan, hidup yang layak karena Desta hanya bekerja sebagai pelayan kafe di sela-sela jadwal kuliahnya. Apalagi harus di tambah beban Hyura. Natasya tidak bisa membayangkan hal itu.Desta membuang nafas berat setelah cukup lama menunggu jawaban yang tidak kunjung terbalas."Aku tahu, pasti kamu akan memikirkan kehidupan kita kedepannya nanti." Suara Desta terdengar bergetar. Ekspresi wajah Natasya menunjukkan jika terkaan le
Mengalah adalah keputusan yang terbaik. Mundur dari persaingan sudah menjadi pilihan Wisnu. Agar tidak menimbulkan lebih banyak korban lagi dari dendam di masalalu.Wisnu telah melepaskan perusahaan Wisnu Hutama. Membiarkan kemenangan ada di tangan Danil dan membiarkan king golden memang tanpa perlawanan lagi.Semenjak pertemuannya dengan Danil di apartemen, sekalipun Wisnu tidak pernah bertemu lagi dengan lelaki itu. Kenyataan-kenyataan pahit tentang lelaki itu kerap kali keluar masuk dalam indera pendengarannya. Tetapi sedikitpun Danil tidak ingin membalas kejatahan Danil. Bagaimana mungkin seorang kakak akan tega menyakiti adiknya. Sekalipun banyak hal yang ia ketahui, termasuk kematian Tuan Sangir yang disengaja.Meskipun Wisnu tidak lagi menjadi direktur utama sebuah perusahaan. Pekerjaan barunya tidak kalah hebatnya. Menjadi konsultan cukup membuatnya melupakan masa lalu pahit yang pernah terjadi dalam tiap lembaran kehidupannya.____Waktu berjalan begitu cepat. Namun Wisnu tid
Pucuk-pucuk dedaunan mulai bermekaran. Sejauh mata memandang hanya warna hijau yang mendominasi. Musim semi telah datang tepat saat Gala harus kembali ke Jakarta. Setelah masa pengasingan yang cukup lama di negeri Belanda."Apa yang ingin kamu tunjukkan padaku, Frans!" protes Gala saat lelaki berkembangsaan Belanda itu terus menarik pergelangan tangannya menuju ruangan yang berada ada di sudut lantai atas. Selama ini Gala memang tinggal di asrama."Ada sesuatu yang ingin aku tunjukkan kepadamu," sahut Frans sekilas menoleh ke arah Gala dan terus menarik tangan pemuda tampan itu."Ck!" Gala berdecak kesal. Pasrah mengikuti langkah Frans menuju kamarnya. Setelah lelaki itu masuk ke dalam kamar, Frans melepaskan tangan Gala. Langkahnya tertuju pada laptop yang berada di atas meja belajarnya."Ada apa, Frans! Sepertinya sangat penting sekali." Gala mengeryitkan dahi, menjatuhkan tatapan penasaran pada lelaki yang duduk di depan layar laptop yang mulai loading."Yups, aku rasa informasi in
Satu tangan Gala membungkam mulutnya yang menganga. Tanpa ia sadari, sudut matanya telah besar. Cepat Gala mengusap cairan itu. Entah mengapa mendengar kematian Asma, hatinya teramat pedih dan sakit."Gala, kamu baik-baik saja, kan?" celetuk Danil menyeret Gala dari lamunannya."Oh, iya, aku baik-baik saja, Ayah!" balas Gala cepat. Senyuman getir terukir pada bibirnya untuk menunjukkan jika ia baik-baik saja."Aku hanya terkejut saja. Aku tidak menyangka jika Bik Asma akan pergi secepat itu," imbuh Gala. Suaranya terdengar sangat berat.Danil mengusap wajahnya yang sedikit kacau. Lelaki itu sengaja berpura-pura agar Gala percaya dengan ceritanya."Semuanya adalah salah Wisnu, Gal!" lirih Danil."Maksud Ayah?" Lagi-lagi Gala dibuat penasaran dengan cerita Danil. Ia sedikit beringsut mendekati Danil yang duduk pada bangku di sebelahnya."Saat Asma hamil besar, Danil justru menikah lagi dan Asma tahu akan hal itu. Terjadilah pertengkaran yang hebat antara Asma dan Wisnu di kantor Wisnu H
Mobil yang harusnya melaju menuju kantor harus berputra balik menuju rumah sakit. Sesekali Danil memburui supir yang mengendari mobilnya. Danil melangkahkan kakinya cepat. Wajahnya terlihat sangat panik setelah mendengar kabar jika motor yang Bianca kendarai mengalami kecelakaan. Terlebih ia sangat mengkhawatirkan keadaan putra semata wayangnya."Bagaimana dengan keadaan pasien, Tuan?" tanya Danil pada suster yang kebetulan keluar dari ruang UGD. Setelah tiba di rumah sakit' Danil segera mencari ruangan Alvaro. Ternyata bocah lelaki itu berada di ruang ICU."Kondisi pasien masih sangat kritis sekali, Tuan!" jawab wanita berseragam putih yang berjalan cepat meninggalkan ruang UGD. Ia teramat buru-buru sekali.Bocah yang masih duduk di bangku sekolah dasar itulah mengalami luka yang cukup parah. Sementara Bianca hanya mengalami sedikit luka-luka kecil dan kini masih berada di ruang penangan."Ya Tuhan, bagaimana ini!" keluh Danil menghempaskan tubuhnya duduk pada bangku yang berada di
"Maaf tadi aku sangat ...!" ucapan Danil terbata. Lelaki bertubuh jangkung itu seperti kesulitan untuk mengungkapkan kalimatnya. Ada kekesalan yang teramat dalam yang baru saja menusuk-nusuk dadanya.Gala membuang nafas berat. Padahal ia sama sekali tidak memikirkan keadaan yang baru saja terjadi pada Danil. Lelaki yang memilih untuk meninggalkan Hanum itu sedikit terkejut dengan kemunculan Wisnu bersama Hanum."Iya Ayah, tidak apa-apa, aku mengerti," balas Gala setelah beberapa saat ia duduk pada bangku yang berada di samping Danil. Tatapannya tertuju pada kaca yang berada di samping mobil dengan wajah berpikir.____Rumah tidak lagi seramai biasanya. Setelah mengetahui jika Alvaro bukanlah darah daging Danil. Lelaki itu segera mengusir Bianca dan menceraikannya. Sama persis seperti apa yang Danil katakan pada Bianca saat di rumah sakit. Sebenarnya Danil juga merasa iba pada Alvaro. Bocah lelaki yang baru keluar dari rumah sakit itu harus mendapatkan kenyataan pahit, perpisahan Bian