"Maaf tadi aku sangat ...!" ucapan Danil terbata. Lelaki bertubuh jangkung itu seperti kesulitan untuk mengungkapkan kalimatnya. Ada kekesalan yang teramat dalam yang baru saja menusuk-nusuk dadanya.Gala membuang nafas berat. Padahal ia sama sekali tidak memikirkan keadaan yang baru saja terjadi pada Danil. Lelaki yang memilih untuk meninggalkan Hanum itu sedikit terkejut dengan kemunculan Wisnu bersama Hanum."Iya Ayah, tidak apa-apa, aku mengerti," balas Gala setelah beberapa saat ia duduk pada bangku yang berada di samping Danil. Tatapannya tertuju pada kaca yang berada di samping mobil dengan wajah berpikir.____Rumah tidak lagi seramai biasanya. Setelah mengetahui jika Alvaro bukanlah darah daging Danil. Lelaki itu segera mengusir Bianca dan menceraikannya. Sama persis seperti apa yang Danil katakan pada Bianca saat di rumah sakit. Sebenarnya Danil juga merasa iba pada Alvaro. Bocah lelaki yang baru keluar dari rumah sakit itu harus mendapatkan kenyataan pahit, perpisahan Bian
"Gala!" cetus Hanum menarik tubuh Gala hingga berputar ke arahnya.Kedua mata Hanum membulat. Seperti kecurigaannya pemuda yang mengenakan Hoodie dan menabrak Tuan Wisnu adalah Gala, sahabatnya di masalalu."Anda siapa?" Kalimat itu terlontar dari bibir Gala dengan nada suara yang sangat pelan sekali. Untuk menutupi kesengajaannya, Gala terpaksa berpura-pura tidak mengenali Hanum."Gala, apakah ini kamu?" Wisnu tertegun. Menyeret langkah kakinya mendekati Gala. Menepuk lembut bahu kekar pemuda berwajah tampan yang sangat mirip sekali dengannya.Seperti tertangkap basah tidak mungkin Gala berpura-pura tidak mengenali Wisnu. Karena sebelumnya mereka sudah saling mengenal."Oh, tadi Tuan Wisnu. Maaf Tuan, tadi aku sama sekali tidak tahu jika aku sudah menabrak Tuan," ucap Gala memasang wajah penuh penyesalan. Diikuti senyuman paska pada bibirnya.Senyuman tersungging dari kedua sudut bibir Wisnu. "Tidak masalah. Aku sudah memaafkan kamu," jawab Wisnu. "Lagipula aku juga tidak apa-apa," i
"Hah!" Gala membuang nafas berat untuk menghilangkan kegugupan. Sedikit ia merubah posisi duduknya. "Tidak Om, aku sudah tidak memiliki siapapun di sana. Semua keluargaku sudah meninggal," ucap Gala. "Ya, aku hanya ingin berlibur saja. Aku rindu dengan suasana di sana," imbuh Gala seraya menyungingkan senyuman hangat. "Tidak ada salahnya kan kita mengenang masalalu?" Gala menaikan kedua alisnya."Oh!" Wisnu mengangguk lembut menatap pada Gala sesaat._____Hanya jaket hitam dan celana jeans, serta sepatu berwarna senada yang melekat pada tabuh Gala. Ia tidak membawa apapun seperti layaknya orang-orang yang hendak berpergian pada umumnya. Tentunya agar Danil tidak mencurigainya jika ia akan pergi ke Sumatra untuk membuktikan kebenaran berita tentang ibunya.Tetapi sayangan, lelaki bertubuh jangkung itu sejak pagi belum juga keluar dari kamar. Padahal Gala harus segera pergi ke bandara sebelum pukul tujuh. Karena pesawat yang akan ia tumpangi, berangkat pukul setengah sembilan pagi."Ah
"Kamu yakin akan sendirian di sini?" Hanum menaikan kedua alisnya saat Gala menolak ajakannya untuk meninggalkan bandara bersamanya."Iya Hanum!" Gala mendengus berat. Beberapa kali ia mengatakan kepada Hanum agar gadis itu meninggalkannya di bandara."Tapi Gala!" Hanum terus mendesak. Menatap kesal pada Gala."Tapi kenapa?" Gala menaikan kedua alisnya. Menatap serius pada Hanum dengan gemas."Rumah kita kan masih satu kabupaten. Kenapa kita tidak pulang bersama saja," debat Hanum melipat kedua tangannya di depan dada. Matanya sedikit mendelik pada Gala."Iya aku tahu, Hanum. Tapi aku masih ada beberapa urusan yang harus aku selesaikan," tutur Gala. "Memangnya kamu mau ikut?" celetuk Gala.Sejenak Hanum menatap kesal pada Gala. "Baiklah, dua hari lagi kita akan kembali ke Jakarta," cetus Hanum memberikan penekanan pada setiap kalimatnya."Iya, nanti aku akan menghubungi kamu kalau urusanku sudah selesai," jawab Gala asal."Oke, aku tunggu! Awas kalau kamu berbohong!" ancam Hanum menga
"Rahasia apa, Bu?" Gala memasang wajah serius. Menarik tubuhnya sedikit mendekat meja. Sorot matanya melihat serius ke arah Nada.Beberapa kali Nada menghela nafas panjang. Ia tampak ragu untuk menceritakan semua rahasia yang ia sendiri saja bersumpah untuk menyimpannya hingga maut menjemput. Akan tetapi pelajaran hidup cukup membuatnya sadar, jika ia tidak ingin mati membawa dosa dan menangis dalam kematian. Jeruji besi yang menghukumnya hampir tujuh tahun cukup memberikannya pelajaran hidup.Mata Nada berkaca-kaca. Menatap dalam pada sorot mata pemuda yang selama ini sudah ia anggap seperti anaknya sendiri. Ia bisa merasakan jika pemuda yang duduk di depannya semakin kuat mengertakkan genggaman tangannya. Entah apa yang ada di dalam pikiran Gala saat ini."Katakanlah, Bu! Rahasia apa yang sudah ibu sembunyikan dariku," lirih Gala menatap serius. Ucapan terdengar mendesak, tidak sabar.Helaan nafas panjang Nada memecah keheningan yang tercipta. Wanita dengan kerudung hitam itu membua
"Jangan ayah, jangan!" gegas Gala mencegah. Ia tampak seperti salah tingkah. Meskipun saat ini Danil tidak sedang melihat gerak-geriknya."Kenapa?" Suara dibalik telepon terdengar penuh tanya.Lagi Gala terdiam cukup lama. Wajahnya tampak bingung dan takut."Ehm ... Aku tidak enak sama teman-teman ayah. Lagipula besok aku juga sudah pulang," balas Gala setelah berpikir cukup lama."Tapi ayah' sudah mau sampai di pusat oleh-oleh," balas Danil terdengar mendesak."Tidak perlu ayah. Ayah tidak usah repot-repot membawa apapun untukku," ucap Gala sedikit kesal. Sejenak suara dari balik telepon terdengar hening. "Baiklah kalau begitu," ucap Danil setelah beberapa saat terdiam. Suara di balik telepon terdengar penuh kecewaGala membuang nafas panjang setelah mengakhiri panggilan secara sepihak. Hampir saja ia ketahuan berbohong oleh Danil._____"Kamu di mana Gala? Aku sudah di bandara?" gerutu Hanum pada ponsel yang menempel di dekat telinganya."Iya sebentar ini masih di jalan!" ucap Gala
Beberapa menu serapan telah tersaji di atas meja makan. Saat lelaki berambut berambut basah yang baru selesai keramas itu memasuki ruang makan. "Selama pagi Tuan!" sapa Bibik yang sedang berkutat di dapur. Suara derap langkah kaki Gala yang beradu dengan lantai cukup membuatnya tersadar."Pagi!" jawab Gala menarik bangku meja makan. Tatapannya menyapu semua hidangan yang telah tersaji di atas meja makan. Kepulan asap putih yang mengudara membuat perutnya semakin berdemo.Wanita paruh baya yang sejak tadi berdiri di depan kitchen set itu berjalan menghampiri Gala. "Tuan mau minum susu atau kopi?" ucap Bibik setelah tiba di samping kursi Gala. Wanita itu menggantung kalimatnya memberikan pilihan pada Gala. "Kopi tidak terlalu baik untuk kesehatan Bik. Apalagi di minum saat perut kosong," tutur Gala tanpa melihat ke arah Bibik. Ia sibuk meracik roti dengan selai sesuai kesukaannya."Maaf Tuan, saya hanya menawarkan saja?" Suara Bibik terdengar melemah. Wanita dengan wajah tertunduk it
Gala yang semula duduk berjongkok di depan lemari besi di ruangan Danil terperanjat. Ia bergegas bangkit berdiri saat mendengar suara derit pintu yang terbuka. Letak brangkas yang berada di sudut ruangan dan terhalang bangku meja kerja membuat Gala tidak bisa melihat siapa orang yang telah membuka pintu ruangan itu."Apa yang sedang kamu lakukan di sini?" suara lelaki yang tidak pernah Gala dengar selama tiga hari itu memecah keheningan di dalam ruangan berpendingin dengan dinding serba hitam. Suaranya yang menggelar membuat jantung Gala seperti ingin mencelos dari tempatnya.Wajah Gala tercekat. Lidahnya mendadak terasa kelu. Tatapan mata lelaki yang berdiri di ambang pintu seperti menghunusnya tepat di jantung Gala.Sejenak Gala tidak bisa berkata-kata apapun. Hanya rasa ketakutan yang memenuhi dadanya saat ini. Keringat dingin terasa membanjiri punggung Gala yang masih mengenakan kemeja berwarna biru muda. "Apakah ada suatu yang kamu cari?" Suara Danil yang menyeret langkah kakiny
Tidak ada yang bisa menyembuhkan kerinduan kecuali pertemuan. Segalanya nelangsa sirna, saat raga mampu mendekap tubuh yang terkasih secara sempurna. Jarak yang membelah, kini hanya menjadi sepenggal cerita manis. Melebur menjadi sebuah kisah bahagia."Ibu!" Gala terisak di dalam pelukan Nada. Tangis dua manusia yang tidak memiliki hubungan darah itu pecah. Menumpahkan segala dahaga yang selama ini tertahan."Maafkan ibu, Gala!" lirih Nada di sela-sela tangisannya. "Jangan tinggalkan ibu!" pinta Nada, memohon.Gala mengusap lembut pipi Nada yang basah oleh air mata. Menjatuhkan tatapan teduh pada wanita yang lebih tinggi darinya itu."Tidak Bu, aku tidak akan meninggalkan ibu!" ucap Gala, suaranya terdengar sumbang. Karena terlalu banyak menangis.Wisnu yang mematung di halaman rumah hanya terdiam seraya menarik sebelah sudut bibirnya tersenyum kecil. Ia tidak menyangka jika darah dagingnya bisa sesayang itu pada Nada. Wanita yang telah ia benci selama ini._____Satu bulan telah berl
Nada memutar tubuhnya sembilan puluh derajat. Melihat ke arah wanita dengan setelan seragam kerja yang sedang menatap ke arahnya."Saya sedang mencari pemilik apartemen ini?" Nada mengarahkan jari telunjuknya pada pintu apartemen yang ada di depannya."Saya pemilik apartemen ini!" jawab Hanum dengan tatapan sedikit bingung. Tetapi entah mengapa ia merasa pernah melihat sosok Nada sebelumnya. Tetapi lupa di mana ia pernah melihatnya.Kepulan asap putih dari gelas yang berada di depan Nada menyeruak ke udara. Aroma terapi Jasmine sedikit menghilangkan perasaan khawatir yang sejak tadi melanda hati Nada."Saya Nada, saya mencari keberadaan Gala?" seloroh Nada setelah meletakkan gelas teh yang baru saja ia sesap.Wajah Hanum berubah sesaat. Tatapan yang sulit sekali untuk Nada artikan."Apakah anda orang itu?" celetuk Hanum menebak. Puzzle kisah cinta segitiga Wisnu, Asma dan wanita yang duduk di sudut bangku ruangannya telah sempurna. Sekarang ia bisa membingkainya dengan baik.Dari pert
Cuaca panas tidak hanya terjadi di kota Medan. Hampir di seluruh kota yang berada di Indonesia. Hal seperti ini akan terjadi selama kurang lebih enam bulan ke depan. Hingga musim kemarau berakhir dan berganti dengan musim penghujan.Pengacara Arif membawa Nada menuju sebuah restauran cepat saji yang berada di pusat kota. Sebuah restoran yang menjual makan khas Padang."Nyonya mau makan apa?" ucap pengacara Arif mengalihkan tatapannya dari buku menu pada Nada. "Terserah Pak Arif saja," balas Nada tanpa menunjukkan ekspresi apapun. Wanita itu melipat kedua tangannya di atas meja. Netranya terus mengawasi Sekertaris Arif yang semakin lama menjadi salah tingkah oleh tatapan Nada.Setelah memesan makanan lelaki itu mulia dengan tujuannya untuk mendatangi Nada ke pulau seberang.Wajah pengacara yang tidak lagi muda itu berubah lesu, penuh dengan penyesalan. Sesekali ekor matanya melirik pada Nada yang sejenak tadi mengawasinya dengan tatapan tidak suka."Saya minta maaf, Nyonya Nada. Karen
Tubuh Gala terhuyun jatuh di lantai. Wisnu tidak sempat menghalangi peluru yang hendak menembus dada Gala. Timah panas itu melesat cepat dan berhenti tepat di jantung Gala."Gala, bangun Gala!" Wisnu menarik tubuhnya Gala di atas pangkuannya. Dar*h dengan cepat menyebar pada bagian dada Gala yang tertembus timah panas. Kemeja putih yang Gala kenakan, berubah warna menjadi merah dar*h"Polisi, tolong!" teriak Wisnu panik.Wajah Danil mendadak berubah cemas. Para polisi yang sejak tadi memang mengintai cepat mengeluarkan diri dari persembunyiannya. "Sialan!" decak Danil meradang. Beberapa lelaki berseragam kepolisian muncul satu persatu masuk ke dalam ruangannya."Gala, bangun Gala!" Wisnu mengucang tubuh' Gala. Nafasnya yang mulia melemah membuat Wisnu semakin takut.Kedipan mata Gala melemah. Sakit yang mendadak menyiksanya, perlahan menjalar ke seluruh tubuhnya."Ibu ....!" lirih Gala sebelum akhirnya ia memejamkan kedua matanya dan tidak sadarkan diri."Gala, bangun!" teriak Wisnu
Memilih tidak menceritakan apapun pada Wisnu adalah pilihan Gala. Sekalipun lelaki itu terus mendesaknya dan hampir seperti memaksa. Tetapi Gala tetap menyimpan permasalahan yang terjadi antara dirinya dan Danil sendirian.Berita kematian Gala semakin menyebar luas. Setelah sebulan berlalu di temukannya mobil yang Gala kendarai meringsek ke dalam jurang. Meskipun jenazah Gala tidak di temukan, tetapi media membuat berita sedemikian rupa. Jurang yang dalam menjadi dugaan tempat jasad Gala berada. Apalagi di bawah jurang itu ada aliran sungai yang cukup deras. Membuat pihak sars menyudahi pencarian setelah semua usaha tidak mendapatkan hasil.Selama pemulihan Gala memilih bersembunyi di rumah Wisnu. Hanya lelaki itulah yang menjadi andalan Gala saat ini. Menghilang dari Danil agar lelaki itu senang karena mengetahui jika Gala telah tiada."Sudah tidak terlalu sakit, Hanum!" suara yang terdengar seperti rengekan itu menghentikan langkah kaki Wisnu yang hendak menuju pintu utama rumah.Ke
Aroma anyir menusuk pangkal hidung Wisnu. Perlahan setelah kesadarannya kembali. Tetapi entah mengapa kepalanya terasa sangat sakit sekali. Tanpa sadar, tangan kanan Wisnu memegangi sudut pelipisnya. Dan ia bisa merasakan ada sesuatu yang keluar dari pelipis lelaki itu dan sangat perih sekali.Wisnu membiarkan tubuhnya terbaring di atas rerumputan beberapa saat. Rekaman kejadian yang terjadi beberapa saat yang lalu berputar kembali di dalam kepalanya. Bergegas ia bangkit saat teringat dengan Gala dan mobil yang terperosok hampir masuk ke dalam jurang."Gala, di mana dia?" Wisnu bangkit dengan wajah panik duduk di atas rerumputan. Tatapannya menyapu ke sekeliling tebing. Tetapi ia tidak melihat keberadaan Gala. Hanya sebuah mobil yang terangkut pada pohon yang ada di bibir jurang.Perasaan khawatir seketika menguasai Wisnu. Seingatnya sebelum mobil yang kini tersangkut pada pohon yang berada di tepi jurang itu meringsek, Wisnu telah mendorong tubuh Gala ke arah pintu. Tetapi dia tidak
Setelah Danil menolak ajakan sarapan paginya, Gala terpaksa menikmati serapan itu sendirian. Sebenarnya ia tahu, pasti Danil saat itu sangat marah karena niatannya untuk menyingkirkan Gala tidak berhasil. Sementara nasib Bibik, Gala belum tahu pasti. Yang jelas wanita itu pasti kena hukuman berat. Begitu dugaan Gala.Ekor mata Gala melirik pada jam dinding yang masih menunjukkan pukul setengah tujuh pagi. Masih ada waktu yang cukup lama untuk ia berangkat ke kantor.Rasa penasaran masih menganggu pikiran Gala. Tegang surat wasiat yang Nada katakan kepadanya. Jika sebenarnya dirinyalah pewaris utama seluruh harta Tuan Seno. Tetapi sampai detik ini, Gala tidak menemukan di mana lelaki bertubuh jangkung itu menyembunyikan surat wasiat itu.Cukup pelan Gala menyeret langkah kakinya menaiki anak tangga menuju kamar Danil. Dugaan Gala kali ini, Danil menyembunyikan surat wasiat itu di dalam kamarnya. Hanya ada dua tempat di rumah itu yang memungkinkan Danil menyimpan sesuatu. Yaitu ruang ke
Bergegas Gala turun dari bangku. Memperhatikan dengan seksama kucing berwarna orange yang mendadak kejang dengan mulut berbusa. Melihat dari tanda-tandanya kucing itu sepertinya mengalami keracunan."Tidak salah lagi!" guman Gala yakin dengan apa yang ada di dalam pikirannya. Jika ada seseorang yang menginginkannya mati.Gala bangkit berdiri. Tatapannya tajam melihat ke arah makanan yang tersaji di atas meja makan. Beruntungnya belum ada satupun makanan yang masuk ke dalam mulut Gala. "Aku harus lebih berhati-hati lagi!" monolog Gala dengan tatapan serius.____Danil menatap terkejut saat baru kembali ke rumah. Pemuda tampan itulah yang membukakan pintu rumah untuknya. Keringat dingin seketika membahasi sekujur tubuh Danil.Sepersekian detik Danil mematung di depan pintu rumah. Menatap pada Gala yang tengah melemparkan senyuman kepadanya dengan wajah yang sedikit malas khas seorang yang baru bangun dari tidur."Ayah, kenapa pulang larut malam sekali?" seloroh Gala terdengar malas. Ke
"Gala kamu kenapa?" seloroh Wisnu.Gala terseret kembali dari lamunannya. Sekarang ia sudah menemukan siapa wanita yang sudah melahirkannya ke dunia. Jawaban yang sudah sangat jelas sekali.Tidak terasa sudut mata Gala pun telah basah. Cepat ia mengusap genangan itu agar tidak berjejak. Ia tidak ingin Wisnu melihat hal itu.Bagaimana tidak sakit, menemukan wanita yang telah melahirkannya tetapi dalam perpisahan yang menyakitkan. Hanya sebait kenangan yang bisa Gala ingat. Jika Asma juga tidak kalah sayangnya kepadanya. Hingga hampir gila saat Nada mengambil Gala dari kehidupannya."Aku banyak sekali bersalah pada Asma." Helaan nafas Wisnu terdengar jelas. Suaranya yang menggelar terdengar penuh kesedihan.Kerongkongan Gala terasa kering. Hanya sedikit ia menelan salivanya. Selebihnya, tatapan matanya tidak beralih sedikitpun dari Wisnu."Memangnya kesalahan apa yang sudah Om Wisnu lakukan?" ucap Gala."Banyak Gala. Kesalahanku sudah tidak termaafkan oleh Asma." Tatapan mata Wisnu meli