"Gila kamu Natasya!" sentak Desta. Menghempaskan tubuh wanita berambut panjang yang berada dalam cengkraman."Ya Allah Natasya, kenapa kamu setega itu dengan anakku sendiri!" Tatapan Desta menatap ke sekeliling. Hanya kendaraan yang lewat berlalu-lalang pada jalanan yang berada di depannya. Wajah lelaki berkacamata itu semakin menegang, mengingat langit jingga mulai berganti dengan malam."Cepat katakan padaku, Nat! Di mana kamu membuang bayi kamu!" sentak Desta mengalihkan tatapannya pada Natasya yang menangis sesegukan di hadapannya. Jemari wanita itu saling meremasi kuat. Wajahnya tampak kalut dan ketakutan."Aku tidak menginginkan bayi itu, Desta. Jadi biarkan dia pergi!" balas Natasya sesenggukan.Desta mengusap wajahnya kasar. "Kamu sudah gila, Natasya! Dia adalah darah daging kamu sendiri. Dia juga tidak meminta padamu untuk melahirkannya," cerca Desta. "Lebih baik cepat katakan padaku, di mana kamu membuangnya!" ucap Desta setengah berteriak. Matanya melotot kesal ke arah Nat
"Silahkan tunggu sebentar! Tuan Wisnu masih berada di ruang meeting."Sejak ucapan itu lelaki bertubuh jangkung yang Natasya tunggu tidak kunjung muncul. Hampir tiga puluh menit berlalu, tetapi Danil tidak kunjung datang ke ruangannya.Natasya menghela nafas panjang. Wajahnya terlihat putus asa. Sepertinya Danil tidak akan menemuinya. Wanita yang menggendong Hyura di dalam pelukannya itu bangkit dari bangku sofa yang berada di ruangan Danil. Berjalan menuju ke arah pintu. Saat Natasya hendak memutar handle pintu, tiba-tiba seseorang mendorong pintu ruangan itu dari luar ke dalam."Danil!" ucap Natasya dengan mata membulat. Menatap pada Danil yang sudah berdiri di depannya. Sepersekian detik Natasya dan Danil saling bersitatap."Maaf, tadi aku sibuk sekali!" balas Danil membalas tatapan Natasya. Sejenak mereka berada dalam tatapan satu garis lurus."Masuklah!" ucap Wisnu membuyarkan lamunan Natasya.Natasya mengangguk-anggukkan kepalanya. Menarik tubuhnya menjauh dari pintu dan berjala
Suara adzan isya telah berkumandang saat Desta turun dari angkutan umum yang berhenti di ujung gang menuju rumahnya. Dengan menenteng dua kantong plastik berukuran sedang Desta mempercepat langkah kakinya untuk sampai di rumah yang berada di sudut jalan. Rumah yang terletak cukup jauh dari pemukiman warga yang lainnya."Pasti Natasya sudah kelaparan!" guman Desta menambah kecepatan langkah kakinya. Sekilas ia melirik kantong plastik yang berada di tangan. Beberapa makanan telah ia beli untuk Natasya. Sementara kantong plastik yang satunya, berisi susu formula untuk Hyura. Mengingat jika asi Natasya kurang mencukupi. Mungkin karena akhirSatu tangan Desta memegang handel pintu rumah. Sejenak lelaki berkacamata tebal itu merasa sangksi, karena Natasya tidak mengunci pintu rumah. "Ceroboh sekali!" gerutu Desta segera masuk ke dalam rumah."Natasya! Natasya!" teriak Desta. Suaranya menggema di seluruh ruangan. "Aku sudah pulang!" imbuh lelaki itu setelah meletakkan tas ransel besar yang
Tatapan Wisnu beralih pada lelaki berseragam putih yang berjalan menghampirinya. Dari gurat wajahnya, Wisnu melihat ada sesuatu yang berbeda.Iris mata Wisnu mengikuti gerakan tubuh lelaki berseragam putih yang menjatuhkan tubuhnya duduk pada bangku yang berada di depannya. Sebelum memulai ucapannya, lelaki itu menghela nafas panjang beberapa kali."Bagaimana Dokter? Apakah ada sesuatu yang terjadi?" celetuk Wisnu menjatuhkan tatapan curiga. Ia sudah tidak mampu menahan rasa penasaran."Mohon maaf Tuan Wisnu. Jika saya harus menyampaikan hal ini pada Tuan." Suara lelaki berseragam putih itu terdengar parau. Tatapannya penuh iba melihat ke arah Wisnu.Sepersekian detik Wisnu terdiam. Tidak ada satu patah katapun yang keluar dari bibirnya. Ia ingin mencoba menelaah apa yang sebenarnya telah terjadi pada Asma. Sekalipun harap-harap cemas itu berkali-kali mencoba menganggu konsentrasinya."Bisa dikatakan jika keadaan Nyonya Asma saat ini telah menurun. Beberapa kinerja organ di dalam tubu
Helaan nafas panjang terdengar dari Natasya. Setelah sepersekian detik hanya suara mesin pendingin yang menderu memenuhi ruangan."Bagaimana apakah kamu mau menerimaku untuk menjadi suami kamu?" ucap Desta mengalihkan tatapannya kepada Natasya.Bibir Natasya bergetar. Membalas tatapan dalam Desta yang menghunus tepat di jantungnya. Lembaran demi lembaran bayangan' hari esok yang akan ia jalani bersama Desta dengan mudah terlukis di dalam benaknya. Bagaimana tidak, lelaki yang berasal dari keluarga sederhana itu tidak akan mungkin bisa memberikan apa yang Natasya inginkan, hidup yang layak karena Desta hanya bekerja sebagai pelayan kafe di sela-sela jadwal kuliahnya. Apalagi harus di tambah beban Hyura. Natasya tidak bisa membayangkan hal itu.Desta membuang nafas berat setelah cukup lama menunggu jawaban yang tidak kunjung terbalas."Aku tahu, pasti kamu akan memikirkan kehidupan kita kedepannya nanti." Suara Desta terdengar bergetar. Ekspresi wajah Natasya menunjukkan jika terkaan le
Mengalah adalah keputusan yang terbaik. Mundur dari persaingan sudah menjadi pilihan Wisnu. Agar tidak menimbulkan lebih banyak korban lagi dari dendam di masalalu.Wisnu telah melepaskan perusahaan Wisnu Hutama. Membiarkan kemenangan ada di tangan Danil dan membiarkan king golden memang tanpa perlawanan lagi.Semenjak pertemuannya dengan Danil di apartemen, sekalipun Wisnu tidak pernah bertemu lagi dengan lelaki itu. Kenyataan-kenyataan pahit tentang lelaki itu kerap kali keluar masuk dalam indera pendengarannya. Tetapi sedikitpun Danil tidak ingin membalas kejatahan Danil. Bagaimana mungkin seorang kakak akan tega menyakiti adiknya. Sekalipun banyak hal yang ia ketahui, termasuk kematian Tuan Sangir yang disengaja.Meskipun Wisnu tidak lagi menjadi direktur utama sebuah perusahaan. Pekerjaan barunya tidak kalah hebatnya. Menjadi konsultan cukup membuatnya melupakan masa lalu pahit yang pernah terjadi dalam tiap lembaran kehidupannya.____Waktu berjalan begitu cepat. Namun Wisnu tid
Pucuk-pucuk dedaunan mulai bermekaran. Sejauh mata memandang hanya warna hijau yang mendominasi. Musim semi telah datang tepat saat Gala harus kembali ke Jakarta. Setelah masa pengasingan yang cukup lama di negeri Belanda."Apa yang ingin kamu tunjukkan padaku, Frans!" protes Gala saat lelaki berkembangsaan Belanda itu terus menarik pergelangan tangannya menuju ruangan yang berada ada di sudut lantai atas. Selama ini Gala memang tinggal di asrama."Ada sesuatu yang ingin aku tunjukkan kepadamu," sahut Frans sekilas menoleh ke arah Gala dan terus menarik tangan pemuda tampan itu."Ck!" Gala berdecak kesal. Pasrah mengikuti langkah Frans menuju kamarnya. Setelah lelaki itu masuk ke dalam kamar, Frans melepaskan tangan Gala. Langkahnya tertuju pada laptop yang berada di atas meja belajarnya."Ada apa, Frans! Sepertinya sangat penting sekali." Gala mengeryitkan dahi, menjatuhkan tatapan penasaran pada lelaki yang duduk di depan layar laptop yang mulai loading."Yups, aku rasa informasi in
Satu tangan Gala membungkam mulutnya yang menganga. Tanpa ia sadari, sudut matanya telah besar. Cepat Gala mengusap cairan itu. Entah mengapa mendengar kematian Asma, hatinya teramat pedih dan sakit."Gala, kamu baik-baik saja, kan?" celetuk Danil menyeret Gala dari lamunannya."Oh, iya, aku baik-baik saja, Ayah!" balas Gala cepat. Senyuman getir terukir pada bibirnya untuk menunjukkan jika ia baik-baik saja."Aku hanya terkejut saja. Aku tidak menyangka jika Bik Asma akan pergi secepat itu," imbuh Gala. Suaranya terdengar sangat berat.Danil mengusap wajahnya yang sedikit kacau. Lelaki itu sengaja berpura-pura agar Gala percaya dengan ceritanya."Semuanya adalah salah Wisnu, Gal!" lirih Danil."Maksud Ayah?" Lagi-lagi Gala dibuat penasaran dengan cerita Danil. Ia sedikit beringsut mendekati Danil yang duduk pada bangku di sebelahnya."Saat Asma hamil besar, Danil justru menikah lagi dan Asma tahu akan hal itu. Terjadilah pertengkaran yang hebat antara Asma dan Wisnu di kantor Wisnu H
Tidak ada yang bisa menyembuhkan kerinduan kecuali pertemuan. Segalanya nelangsa sirna, saat raga mampu mendekap tubuh yang terkasih secara sempurna. Jarak yang membelah, kini hanya menjadi sepenggal cerita manis. Melebur menjadi sebuah kisah bahagia."Ibu!" Gala terisak di dalam pelukan Nada. Tangis dua manusia yang tidak memiliki hubungan darah itu pecah. Menumpahkan segala dahaga yang selama ini tertahan."Maafkan ibu, Gala!" lirih Nada di sela-sela tangisannya. "Jangan tinggalkan ibu!" pinta Nada, memohon.Gala mengusap lembut pipi Nada yang basah oleh air mata. Menjatuhkan tatapan teduh pada wanita yang lebih tinggi darinya itu."Tidak Bu, aku tidak akan meninggalkan ibu!" ucap Gala, suaranya terdengar sumbang. Karena terlalu banyak menangis.Wisnu yang mematung di halaman rumah hanya terdiam seraya menarik sebelah sudut bibirnya tersenyum kecil. Ia tidak menyangka jika darah dagingnya bisa sesayang itu pada Nada. Wanita yang telah ia benci selama ini._____Satu bulan telah berl
Nada memutar tubuhnya sembilan puluh derajat. Melihat ke arah wanita dengan setelan seragam kerja yang sedang menatap ke arahnya."Saya sedang mencari pemilik apartemen ini?" Nada mengarahkan jari telunjuknya pada pintu apartemen yang ada di depannya."Saya pemilik apartemen ini!" jawab Hanum dengan tatapan sedikit bingung. Tetapi entah mengapa ia merasa pernah melihat sosok Nada sebelumnya. Tetapi lupa di mana ia pernah melihatnya.Kepulan asap putih dari gelas yang berada di depan Nada menyeruak ke udara. Aroma terapi Jasmine sedikit menghilangkan perasaan khawatir yang sejak tadi melanda hati Nada."Saya Nada, saya mencari keberadaan Gala?" seloroh Nada setelah meletakkan gelas teh yang baru saja ia sesap.Wajah Hanum berubah sesaat. Tatapan yang sulit sekali untuk Nada artikan."Apakah anda orang itu?" celetuk Hanum menebak. Puzzle kisah cinta segitiga Wisnu, Asma dan wanita yang duduk di sudut bangku ruangannya telah sempurna. Sekarang ia bisa membingkainya dengan baik.Dari pert
Cuaca panas tidak hanya terjadi di kota Medan. Hampir di seluruh kota yang berada di Indonesia. Hal seperti ini akan terjadi selama kurang lebih enam bulan ke depan. Hingga musim kemarau berakhir dan berganti dengan musim penghujan.Pengacara Arif membawa Nada menuju sebuah restauran cepat saji yang berada di pusat kota. Sebuah restoran yang menjual makan khas Padang."Nyonya mau makan apa?" ucap pengacara Arif mengalihkan tatapannya dari buku menu pada Nada. "Terserah Pak Arif saja," balas Nada tanpa menunjukkan ekspresi apapun. Wanita itu melipat kedua tangannya di atas meja. Netranya terus mengawasi Sekertaris Arif yang semakin lama menjadi salah tingkah oleh tatapan Nada.Setelah memesan makanan lelaki itu mulia dengan tujuannya untuk mendatangi Nada ke pulau seberang.Wajah pengacara yang tidak lagi muda itu berubah lesu, penuh dengan penyesalan. Sesekali ekor matanya melirik pada Nada yang sejenak tadi mengawasinya dengan tatapan tidak suka."Saya minta maaf, Nyonya Nada. Karen
Tubuh Gala terhuyun jatuh di lantai. Wisnu tidak sempat menghalangi peluru yang hendak menembus dada Gala. Timah panas itu melesat cepat dan berhenti tepat di jantung Gala."Gala, bangun Gala!" Wisnu menarik tubuhnya Gala di atas pangkuannya. Dar*h dengan cepat menyebar pada bagian dada Gala yang tertembus timah panas. Kemeja putih yang Gala kenakan, berubah warna menjadi merah dar*h"Polisi, tolong!" teriak Wisnu panik.Wajah Danil mendadak berubah cemas. Para polisi yang sejak tadi memang mengintai cepat mengeluarkan diri dari persembunyiannya. "Sialan!" decak Danil meradang. Beberapa lelaki berseragam kepolisian muncul satu persatu masuk ke dalam ruangannya."Gala, bangun Gala!" Wisnu mengucang tubuh' Gala. Nafasnya yang mulia melemah membuat Wisnu semakin takut.Kedipan mata Gala melemah. Sakit yang mendadak menyiksanya, perlahan menjalar ke seluruh tubuhnya."Ibu ....!" lirih Gala sebelum akhirnya ia memejamkan kedua matanya dan tidak sadarkan diri."Gala, bangun!" teriak Wisnu
Memilih tidak menceritakan apapun pada Wisnu adalah pilihan Gala. Sekalipun lelaki itu terus mendesaknya dan hampir seperti memaksa. Tetapi Gala tetap menyimpan permasalahan yang terjadi antara dirinya dan Danil sendirian.Berita kematian Gala semakin menyebar luas. Setelah sebulan berlalu di temukannya mobil yang Gala kendarai meringsek ke dalam jurang. Meskipun jenazah Gala tidak di temukan, tetapi media membuat berita sedemikian rupa. Jurang yang dalam menjadi dugaan tempat jasad Gala berada. Apalagi di bawah jurang itu ada aliran sungai yang cukup deras. Membuat pihak sars menyudahi pencarian setelah semua usaha tidak mendapatkan hasil.Selama pemulihan Gala memilih bersembunyi di rumah Wisnu. Hanya lelaki itulah yang menjadi andalan Gala saat ini. Menghilang dari Danil agar lelaki itu senang karena mengetahui jika Gala telah tiada."Sudah tidak terlalu sakit, Hanum!" suara yang terdengar seperti rengekan itu menghentikan langkah kaki Wisnu yang hendak menuju pintu utama rumah.Ke
Aroma anyir menusuk pangkal hidung Wisnu. Perlahan setelah kesadarannya kembali. Tetapi entah mengapa kepalanya terasa sangat sakit sekali. Tanpa sadar, tangan kanan Wisnu memegangi sudut pelipisnya. Dan ia bisa merasakan ada sesuatu yang keluar dari pelipis lelaki itu dan sangat perih sekali.Wisnu membiarkan tubuhnya terbaring di atas rerumputan beberapa saat. Rekaman kejadian yang terjadi beberapa saat yang lalu berputar kembali di dalam kepalanya. Bergegas ia bangkit saat teringat dengan Gala dan mobil yang terperosok hampir masuk ke dalam jurang."Gala, di mana dia?" Wisnu bangkit dengan wajah panik duduk di atas rerumputan. Tatapannya menyapu ke sekeliling tebing. Tetapi ia tidak melihat keberadaan Gala. Hanya sebuah mobil yang terangkut pada pohon yang ada di bibir jurang.Perasaan khawatir seketika menguasai Wisnu. Seingatnya sebelum mobil yang kini tersangkut pada pohon yang berada di tepi jurang itu meringsek, Wisnu telah mendorong tubuh Gala ke arah pintu. Tetapi dia tidak
Setelah Danil menolak ajakan sarapan paginya, Gala terpaksa menikmati serapan itu sendirian. Sebenarnya ia tahu, pasti Danil saat itu sangat marah karena niatannya untuk menyingkirkan Gala tidak berhasil. Sementara nasib Bibik, Gala belum tahu pasti. Yang jelas wanita itu pasti kena hukuman berat. Begitu dugaan Gala.Ekor mata Gala melirik pada jam dinding yang masih menunjukkan pukul setengah tujuh pagi. Masih ada waktu yang cukup lama untuk ia berangkat ke kantor.Rasa penasaran masih menganggu pikiran Gala. Tegang surat wasiat yang Nada katakan kepadanya. Jika sebenarnya dirinyalah pewaris utama seluruh harta Tuan Seno. Tetapi sampai detik ini, Gala tidak menemukan di mana lelaki bertubuh jangkung itu menyembunyikan surat wasiat itu.Cukup pelan Gala menyeret langkah kakinya menaiki anak tangga menuju kamar Danil. Dugaan Gala kali ini, Danil menyembunyikan surat wasiat itu di dalam kamarnya. Hanya ada dua tempat di rumah itu yang memungkinkan Danil menyimpan sesuatu. Yaitu ruang ke
Bergegas Gala turun dari bangku. Memperhatikan dengan seksama kucing berwarna orange yang mendadak kejang dengan mulut berbusa. Melihat dari tanda-tandanya kucing itu sepertinya mengalami keracunan."Tidak salah lagi!" guman Gala yakin dengan apa yang ada di dalam pikirannya. Jika ada seseorang yang menginginkannya mati.Gala bangkit berdiri. Tatapannya tajam melihat ke arah makanan yang tersaji di atas meja makan. Beruntungnya belum ada satupun makanan yang masuk ke dalam mulut Gala. "Aku harus lebih berhati-hati lagi!" monolog Gala dengan tatapan serius.____Danil menatap terkejut saat baru kembali ke rumah. Pemuda tampan itulah yang membukakan pintu rumah untuknya. Keringat dingin seketika membahasi sekujur tubuh Danil.Sepersekian detik Danil mematung di depan pintu rumah. Menatap pada Gala yang tengah melemparkan senyuman kepadanya dengan wajah yang sedikit malas khas seorang yang baru bangun dari tidur."Ayah, kenapa pulang larut malam sekali?" seloroh Gala terdengar malas. Ke
"Gala kamu kenapa?" seloroh Wisnu.Gala terseret kembali dari lamunannya. Sekarang ia sudah menemukan siapa wanita yang sudah melahirkannya ke dunia. Jawaban yang sudah sangat jelas sekali.Tidak terasa sudut mata Gala pun telah basah. Cepat ia mengusap genangan itu agar tidak berjejak. Ia tidak ingin Wisnu melihat hal itu.Bagaimana tidak sakit, menemukan wanita yang telah melahirkannya tetapi dalam perpisahan yang menyakitkan. Hanya sebait kenangan yang bisa Gala ingat. Jika Asma juga tidak kalah sayangnya kepadanya. Hingga hampir gila saat Nada mengambil Gala dari kehidupannya."Aku banyak sekali bersalah pada Asma." Helaan nafas Wisnu terdengar jelas. Suaranya yang menggelar terdengar penuh kesedihan.Kerongkongan Gala terasa kering. Hanya sedikit ia menelan salivanya. Selebihnya, tatapan matanya tidak beralih sedikitpun dari Wisnu."Memangnya kesalahan apa yang sudah Om Wisnu lakukan?" ucap Gala."Banyak Gala. Kesalahanku sudah tidak termaafkan oleh Asma." Tatapan mata Wisnu meli