Semua pandangan beralih kepada Bik Tum yang tertunduk. Tubuh wanita yang tidak lagi muda itu bergetar hebat, ketakutan."Jika kamu sudah tidak ingin bekerja disini, pergilah!" sentak Tuan Sangir menaikan nada suaranya. Rahangnya mengeras, menatap tajam. "Ampun Tuan!" seru Bik Tum mengangkat wajahnya menatap kepada Tuan Sangir. "Jangan pecat saya," mohon asisten rumah tangga itu. Tubuhnya gemetaran karena ketakutan. Gerombolan air mata berjejalan memenuhi pelupuk mata.Wajah Tuan Sangir semakin memerah. Rahangnya mengeras, giginya terdengar bergemelutuk menahan kekesalan. Sejenak suasana terasa hening dan menegang. Tidak ada satupun orang yang berani berucap di ruangan itu.Nada menarik tubuhnya menjauh dari bangku. Suara derit kaki bangku yang beradu terdengar nyaring. Wanita itu berjalan mendekati ke Tuan Sangir."Sabar, ayah!" lirih Nada mengusap lembut bahu Tuan Sangir yang bergetar menahan gemuruh. "Mungkin Bik Tum ti ...!"Belum sempat Nada menyelesaikan kalimatnya. Suara wanita
Netra Nada seketika mendelik pada lelaki yang berbisik di sampingnya. Seolah ingin memakan lelaki bertubuh jangkung itu hidup-hidup. Bergegas Nada masuk ke dalam kamarnya sebelum Danil berulah dan semakin membakar hatinya.Suara hentakan kaki Nada yang beradu dengan lantai menyadarkan Wisnu. Lelaki yang sedang membantu Asma memunguti pecahan beling itupun mengalihkan tatapannya pada Nada yang berjalan cepat menuju kamar. Lalu menatap pada keponakannya yang masih mematung di ujung tangga."Sepertinya aku harus segera pulang. Karena Tuan Sangir sedang tidak ingin diganggu. Besok saja aku akan datang ke sini lagi," celetuk Danil dengan nada santai. Lelaki itu menurunkan langkah kakinya menuruni anak tangga melewati Wisnu dan Asma. Lelaki berlesung pipi itu sama sekali tidak tidak menoleh pada Danil. Perang dingin kerap kali terjadi antar dirinya dan keponakannya itu. Tapi sayangnya, setiap kali pertengkaran terjadi di antara mereka pasti Tuan Sangir akan membela Danil. Membuat Wisnu mera
Mobil Pajero yang Wisnu kendarai berhenti di depan sebuah hotel mewah yang terletak tidak jauh dari pusat kota Jakarta. Seketika kening Nada pun berkerut."Kita mau apa, Mas?" tanya Nada setelah sekilas menatap bangunan yang terlihat asri, dengan pepohonan berjajar pada jalanan setapak menuju lobby hotel."Ada hal yang ingin aku bicarakan sama kamu," jawab Wisnu sekilas membalas tatapan Nada. Lalu mematikan mesin mobil."Kita bicara di sini saja, Mas!" cetus Nada dengan wajah datar. Ia membuang tatapannya saat Wisnu seketika menoleh kepadanya. Bibirnya mengerucut, tanda jika ia masih dilanda kekesalan."Tidak mau!" tegas Wisnu penuh penekanan. Lelaki itu segera turun dari dalam mobil dan memutar tubuhnya ke arah pintu mobil yang berada di samping Nada berada.Nada mendengus berat. Meskipun ia sedang kesal, akhirnya ia mengikuti kemauan Wisnu.____Udara dingin menyeruak saat Wisnu membuka pintu kamar hotel yang telah ia sewa. Cukup nyaman meskipun tidak terlalu luas. Kamar hotel itu m
Wanita berwajah cantik yang berdiri di meja resepsionis menatap Asma dari ujung kaki hingga ujung kepala. Netranya memicing sinis."Mbak apakah saya bisa bertemu dengan Bang Wisnu?" ucap Asma. Ia merasa canggung dengan cara pandang wanita cantik yang berada balik meja resepsionis. Secara tidak langsung, seperti menelanjanginya."Anda siapa ingin mencari Tuan Wisnu?" balas wanita penjaga resepsionis dengan nada ramah. Meskipun ia menatap Asma sinis, tapi demi keprofesionalan pekerjaan ia harus tetap bersikap ramah kepada tamu perusahaan yang datang."Saya adalah istri Tuan Wisnu. Saya hanya ingin mengantarkan bekal ini untuk Bang, eh maksud saya Tuan Wisnu," jawab Asma seraya menggoyangkan rantang yang berada di tangannya. Senyuman juga terulas dari bibirnya."Istri?" Wanita cantik yang berdiri di depan Asma pun terkejut seketika. "Anda istri Tuan Wisnu?" cetusnya lagi seperti tidak percaya."Iya Mbak, saya istri Tuan Wisnu, kenapa Mbak, apakah ada yang salah?" balas Asma dengan nada s
Suara dering telepon menyadarkan Asma dari rasa kantuk yang sempat mendera. Memaksanya untuk terlelap meski sesaat. Balita yang berada di dalam pelukannya nampak sudah tertidur pulas setelah kenyang dengan air susu Asma.Asma menepuk bokong Akbar yang tertidur, ia takut jika suara dering telepon yang meraung akan membangunkannya. Cukup lama, namun suara telepon yang berasal dari ruang tamu terdengar begitu nyaring dan masih berbunyi.Asma bergegas bangkit sebelum suara telepon yang berdering itu membangunkan Akbar.Tidak ada siapapun orang yang Asma temui. Pantas saja telepon itu meraung-raung. Asma segera meraih gagang telepon dan menempelkannya ke dekat telinga."Halo," sapa Asma pada seseorang yang berada di balik telepon. Sepersekian detik tidak ada sahutan dari balik telepon. "Halo," sapa Asma lagi."Halo!" suara berat di balik telepon membuat Asma terkejut."Iya, halo," balas Asma. "Mau cari siapa?" tanya Asma penasaran."Saya ingin bertemu dengan Nada, apakah Nada berada di ru
Wajah Nada mendadak berubah pucat. Ia berusaha untuk menutupi tanda merah bekas ia bercinta dengan Wisnu dengan telapak tangannya."Oh ini, ehm, tadi aku habis masuk angin. Jadi aku minta dikerokin," dusta Nada. Ia memasang wajah penuh keyakinan pada Asma. Agar wanita berkerudung itu percaya dengan ucapannya.Sejenak Asma terdiam. Netranya menatap intens pada wajah Nada lalu pada tanda merah yang berada di leher wanita itu secara bergantian."Siapa yang mengerokin Mbak Nada?" celetuk Asma. Ia yakin tanda pada leher Nada bukanlah bekas kerokan. "Bukankah Mbak Nada baru pulang dari kantor?" cerca Asma menatap curiga.Nada semakin gugup. Ia menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Ia terlihat berpikir untuk sesaat. "Tadi aku minta tolong sama Sekertaris aku, As. Habis aku tidak betah, rasanya ingin muntah dan di perut' tidak enak sekali," jelas Nada memasang wajah gelisah."Oh ...!" Asma mengangguk lembut tanda mengerti. "Seperti itu," imbuh Asma."As, apa yang sedang kamu lakukan di sana?
Tok ... Tok ...Suara ketukan pintu yang terdengar dari luar pintu kamar memecah keheningan yang tercipta di dalam kamar yang terletak di sudut lantai bawah."Ah ... Siapa sih!" gerutu Asma berdecak kesal. Ia melangkahkan kakinya menuju ke arah pintu dan meninggalkan Wisnu. Lelaki dengan setelan pakaian kerja itu menghela nafas panjang. Ia terlihat lega, pada akhirnya ia tidak perlu menjawab pertanyaan Asma."Sarapan pagi sudah siap, Nyonya," ucap suara Bik Tum dari luar pintu terdengar hingga ke telinga Wisnu."Baiklah, aku dan Bang Wisnu akan segera ke sana," jawab Asma seraya menyungingkan senyuman ramah.Beberapa saat kemudian terdengar suara derit pintu yang tertutup. Wanita dengan kerudung abu-abu itu berjalan menghampiri Wisnu."Ternyata jadi orang kaya sangat menyenangkan sekali ya, Bang. Pagi-pagi kita tidak perlu menyiapkan makanan, tidak perlu mikirin mau masak apa, tidak perlu bersih-bersih rumah," ucap Asma bergelayut manja pada bahu kekar Wisnu. Lelaki pemilik lesung pi
Wisnu berjalan gontai menuju ke arah meja makan. Mengambil tas kerja miliknya yang tertinggal di sana. Asma segera menghampiri lelaki itu, ia terlihat panik."Bang, apa yang ayah bilang?" seloroh Asma mengikuti langkah Wisnu yang berjalan ke arah ruang makan setelah mengambil tas miliknya."Tidak apa-apa, As!" balas Wisnu sekilas menatap pada Asma. Tapi wajah lelaki itu sama sekali tidak bisa berbohong. Kekesalan tergambar jelas di sana.Asma mengikuti Wisnu hingga ke beranda rumah. Ia tau jika Wisnu menyembunyikan sesuatu darinya. "Bang, jawab!" cetus Asma mendesak. Wisnu menatap, gerakan tangannya terhenti memegangi pintu mobil yang terbuka.Wisnu menjatuhkan tatapan teduh. Satu tangannya membelai lembut wajah Asma. Setelah ia beberapa kali menghela nafas panjang. Meredam semua gemuruh yang sedang bergejolak. "Mulai sekarang kalau ada yang telepon, jangan kamu angkat ya!" titah Wisnu. Asma terdiam seraya mengangguk lembut. Ia sadar jika dirinya telah lancang."Iya Bang," lirihnya.
Tidak ada yang bisa menyembuhkan kerinduan kecuali pertemuan. Segalanya nelangsa sirna, saat raga mampu mendekap tubuh yang terkasih secara sempurna. Jarak yang membelah, kini hanya menjadi sepenggal cerita manis. Melebur menjadi sebuah kisah bahagia."Ibu!" Gala terisak di dalam pelukan Nada. Tangis dua manusia yang tidak memiliki hubungan darah itu pecah. Menumpahkan segala dahaga yang selama ini tertahan."Maafkan ibu, Gala!" lirih Nada di sela-sela tangisannya. "Jangan tinggalkan ibu!" pinta Nada, memohon.Gala mengusap lembut pipi Nada yang basah oleh air mata. Menjatuhkan tatapan teduh pada wanita yang lebih tinggi darinya itu."Tidak Bu, aku tidak akan meninggalkan ibu!" ucap Gala, suaranya terdengar sumbang. Karena terlalu banyak menangis.Wisnu yang mematung di halaman rumah hanya terdiam seraya menarik sebelah sudut bibirnya tersenyum kecil. Ia tidak menyangka jika darah dagingnya bisa sesayang itu pada Nada. Wanita yang telah ia benci selama ini._____Satu bulan telah berl
Nada memutar tubuhnya sembilan puluh derajat. Melihat ke arah wanita dengan setelan seragam kerja yang sedang menatap ke arahnya."Saya sedang mencari pemilik apartemen ini?" Nada mengarahkan jari telunjuknya pada pintu apartemen yang ada di depannya."Saya pemilik apartemen ini!" jawab Hanum dengan tatapan sedikit bingung. Tetapi entah mengapa ia merasa pernah melihat sosok Nada sebelumnya. Tetapi lupa di mana ia pernah melihatnya.Kepulan asap putih dari gelas yang berada di depan Nada menyeruak ke udara. Aroma terapi Jasmine sedikit menghilangkan perasaan khawatir yang sejak tadi melanda hati Nada."Saya Nada, saya mencari keberadaan Gala?" seloroh Nada setelah meletakkan gelas teh yang baru saja ia sesap.Wajah Hanum berubah sesaat. Tatapan yang sulit sekali untuk Nada artikan."Apakah anda orang itu?" celetuk Hanum menebak. Puzzle kisah cinta segitiga Wisnu, Asma dan wanita yang duduk di sudut bangku ruangannya telah sempurna. Sekarang ia bisa membingkainya dengan baik.Dari pert
Cuaca panas tidak hanya terjadi di kota Medan. Hampir di seluruh kota yang berada di Indonesia. Hal seperti ini akan terjadi selama kurang lebih enam bulan ke depan. Hingga musim kemarau berakhir dan berganti dengan musim penghujan.Pengacara Arif membawa Nada menuju sebuah restauran cepat saji yang berada di pusat kota. Sebuah restoran yang menjual makan khas Padang."Nyonya mau makan apa?" ucap pengacara Arif mengalihkan tatapannya dari buku menu pada Nada. "Terserah Pak Arif saja," balas Nada tanpa menunjukkan ekspresi apapun. Wanita itu melipat kedua tangannya di atas meja. Netranya terus mengawasi Sekertaris Arif yang semakin lama menjadi salah tingkah oleh tatapan Nada.Setelah memesan makanan lelaki itu mulia dengan tujuannya untuk mendatangi Nada ke pulau seberang.Wajah pengacara yang tidak lagi muda itu berubah lesu, penuh dengan penyesalan. Sesekali ekor matanya melirik pada Nada yang sejenak tadi mengawasinya dengan tatapan tidak suka."Saya minta maaf, Nyonya Nada. Karen
Tubuh Gala terhuyun jatuh di lantai. Wisnu tidak sempat menghalangi peluru yang hendak menembus dada Gala. Timah panas itu melesat cepat dan berhenti tepat di jantung Gala."Gala, bangun Gala!" Wisnu menarik tubuhnya Gala di atas pangkuannya. Dar*h dengan cepat menyebar pada bagian dada Gala yang tertembus timah panas. Kemeja putih yang Gala kenakan, berubah warna menjadi merah dar*h"Polisi, tolong!" teriak Wisnu panik.Wajah Danil mendadak berubah cemas. Para polisi yang sejak tadi memang mengintai cepat mengeluarkan diri dari persembunyiannya. "Sialan!" decak Danil meradang. Beberapa lelaki berseragam kepolisian muncul satu persatu masuk ke dalam ruangannya."Gala, bangun Gala!" Wisnu mengucang tubuh' Gala. Nafasnya yang mulia melemah membuat Wisnu semakin takut.Kedipan mata Gala melemah. Sakit yang mendadak menyiksanya, perlahan menjalar ke seluruh tubuhnya."Ibu ....!" lirih Gala sebelum akhirnya ia memejamkan kedua matanya dan tidak sadarkan diri."Gala, bangun!" teriak Wisnu
Memilih tidak menceritakan apapun pada Wisnu adalah pilihan Gala. Sekalipun lelaki itu terus mendesaknya dan hampir seperti memaksa. Tetapi Gala tetap menyimpan permasalahan yang terjadi antara dirinya dan Danil sendirian.Berita kematian Gala semakin menyebar luas. Setelah sebulan berlalu di temukannya mobil yang Gala kendarai meringsek ke dalam jurang. Meskipun jenazah Gala tidak di temukan, tetapi media membuat berita sedemikian rupa. Jurang yang dalam menjadi dugaan tempat jasad Gala berada. Apalagi di bawah jurang itu ada aliran sungai yang cukup deras. Membuat pihak sars menyudahi pencarian setelah semua usaha tidak mendapatkan hasil.Selama pemulihan Gala memilih bersembunyi di rumah Wisnu. Hanya lelaki itulah yang menjadi andalan Gala saat ini. Menghilang dari Danil agar lelaki itu senang karena mengetahui jika Gala telah tiada."Sudah tidak terlalu sakit, Hanum!" suara yang terdengar seperti rengekan itu menghentikan langkah kaki Wisnu yang hendak menuju pintu utama rumah.Ke
Aroma anyir menusuk pangkal hidung Wisnu. Perlahan setelah kesadarannya kembali. Tetapi entah mengapa kepalanya terasa sangat sakit sekali. Tanpa sadar, tangan kanan Wisnu memegangi sudut pelipisnya. Dan ia bisa merasakan ada sesuatu yang keluar dari pelipis lelaki itu dan sangat perih sekali.Wisnu membiarkan tubuhnya terbaring di atas rerumputan beberapa saat. Rekaman kejadian yang terjadi beberapa saat yang lalu berputar kembali di dalam kepalanya. Bergegas ia bangkit saat teringat dengan Gala dan mobil yang terperosok hampir masuk ke dalam jurang."Gala, di mana dia?" Wisnu bangkit dengan wajah panik duduk di atas rerumputan. Tatapannya menyapu ke sekeliling tebing. Tetapi ia tidak melihat keberadaan Gala. Hanya sebuah mobil yang terangkut pada pohon yang ada di bibir jurang.Perasaan khawatir seketika menguasai Wisnu. Seingatnya sebelum mobil yang kini tersangkut pada pohon yang berada di tepi jurang itu meringsek, Wisnu telah mendorong tubuh Gala ke arah pintu. Tetapi dia tidak
Setelah Danil menolak ajakan sarapan paginya, Gala terpaksa menikmati serapan itu sendirian. Sebenarnya ia tahu, pasti Danil saat itu sangat marah karena niatannya untuk menyingkirkan Gala tidak berhasil. Sementara nasib Bibik, Gala belum tahu pasti. Yang jelas wanita itu pasti kena hukuman berat. Begitu dugaan Gala.Ekor mata Gala melirik pada jam dinding yang masih menunjukkan pukul setengah tujuh pagi. Masih ada waktu yang cukup lama untuk ia berangkat ke kantor.Rasa penasaran masih menganggu pikiran Gala. Tegang surat wasiat yang Nada katakan kepadanya. Jika sebenarnya dirinyalah pewaris utama seluruh harta Tuan Seno. Tetapi sampai detik ini, Gala tidak menemukan di mana lelaki bertubuh jangkung itu menyembunyikan surat wasiat itu.Cukup pelan Gala menyeret langkah kakinya menaiki anak tangga menuju kamar Danil. Dugaan Gala kali ini, Danil menyembunyikan surat wasiat itu di dalam kamarnya. Hanya ada dua tempat di rumah itu yang memungkinkan Danil menyimpan sesuatu. Yaitu ruang ke
Bergegas Gala turun dari bangku. Memperhatikan dengan seksama kucing berwarna orange yang mendadak kejang dengan mulut berbusa. Melihat dari tanda-tandanya kucing itu sepertinya mengalami keracunan."Tidak salah lagi!" guman Gala yakin dengan apa yang ada di dalam pikirannya. Jika ada seseorang yang menginginkannya mati.Gala bangkit berdiri. Tatapannya tajam melihat ke arah makanan yang tersaji di atas meja makan. Beruntungnya belum ada satupun makanan yang masuk ke dalam mulut Gala. "Aku harus lebih berhati-hati lagi!" monolog Gala dengan tatapan serius.____Danil menatap terkejut saat baru kembali ke rumah. Pemuda tampan itulah yang membukakan pintu rumah untuknya. Keringat dingin seketika membahasi sekujur tubuh Danil.Sepersekian detik Danil mematung di depan pintu rumah. Menatap pada Gala yang tengah melemparkan senyuman kepadanya dengan wajah yang sedikit malas khas seorang yang baru bangun dari tidur."Ayah, kenapa pulang larut malam sekali?" seloroh Gala terdengar malas. Ke
"Gala kamu kenapa?" seloroh Wisnu.Gala terseret kembali dari lamunannya. Sekarang ia sudah menemukan siapa wanita yang sudah melahirkannya ke dunia. Jawaban yang sudah sangat jelas sekali.Tidak terasa sudut mata Gala pun telah basah. Cepat ia mengusap genangan itu agar tidak berjejak. Ia tidak ingin Wisnu melihat hal itu.Bagaimana tidak sakit, menemukan wanita yang telah melahirkannya tetapi dalam perpisahan yang menyakitkan. Hanya sebait kenangan yang bisa Gala ingat. Jika Asma juga tidak kalah sayangnya kepadanya. Hingga hampir gila saat Nada mengambil Gala dari kehidupannya."Aku banyak sekali bersalah pada Asma." Helaan nafas Wisnu terdengar jelas. Suaranya yang menggelar terdengar penuh kesedihan.Kerongkongan Gala terasa kering. Hanya sedikit ia menelan salivanya. Selebihnya, tatapan matanya tidak beralih sedikitpun dari Wisnu."Memangnya kesalahan apa yang sudah Om Wisnu lakukan?" ucap Gala."Banyak Gala. Kesalahanku sudah tidak termaafkan oleh Asma." Tatapan mata Wisnu meli