"Saya mohon maaf yang sebesar-besarnya atas tindakan yang anak saya lakukan." Wanita berseragam putih yang berdiri di depan Danil membungkukkan tubuhnya beberapa kali. Penyesalan tergambar jelas dari wajah wanita yang hampir seluruh rambutnya dipenuhi oleh uban itu. "Iya Dokter Mahira. Tidak masalah. Justru aku sangat berterima kasih kepada anda. Atas sikap anda yang tegas dan tanpa pandang bulu untuk menegakkan keadilan." Danil menjeda ucapannya. Menjatuhkan tatapan lekat pada Dokter Mahira. Pemilik rumah sakit tempat Natasya melahirkan.Helaan nafas Dokter Mahira terdengar berat. Perlahan ia mengangkat wajahnya menatap pada Danil yang berdiri tidak terlalu jauh' dari tempatnya berada."Saya hanya tidak ingin rumah sakit yang baru Dokter Mahira rintis ini akan mendapatkan citra buruk. Jika saja kejadian seperti ini benar-benar akan terjadi." Danil melipat kedua tangannya di depan dada. Menatap tajam pada Dokter Mahira."Iya Tuan Danil. Saya benar-benar tidak tahu jika putri saya Gi
Plak!Telapak tangan Natasya memanas. Giginya bergemelutuk kesal. Sorot matanya tajam tertuju pada Dokter Gia."Maafkan aku Nat! Aku tidak bisa melakukannya. Ibu tahu semua ini!" Mohon Dokter Gia bersungguh-sungguh."Aku tidak mau tahu kamu harus mengembalikan uang yang sudah aku berikan kepadamu!" decih Natasya meradang. Seraya menggendong bayi yang masih merah di dalam pelukannya.Wanita berseragam putih dengan kacamata tebal itu hanya terdiam. Menyembunyikan wajahnya dari balik helaian rambut yang ia biarkan tergerai. Bahunya merosot, lesu."Aku akan mengembalikan uang itu!" ucapnya setelah beberapa saat terdiam. "Tetapi tidak sekarang!" suara Dokter Gia terdengar lirih.Sebelum Dokter Gia melakukan pekerjaannya, Natasya sudah memberikan dua puluh persen dari uang yang sudah ia janjikan pada Dokter Gia. Tapi sayangnya rencana itu diketahui oleh Danil yang selama ini terus mengawasi gerak-gerik Natasya."Kapan? Kapan kamu akan mengembalikannya? Jika kamu tidak segera mengembalikanny
Kedua mata Danil memanas. Waktu seolah berhenti berputar. Tangannya yang masih memegangi secarik kertas hasil tes DNA itu gemetaran."Tuan Danil, are you oke?" seloroh Dokter Antoni membuat Danil tergeragap."Oh, iya, aku baik-baik saja!" jawab Danil cepat. Jari telunjuknya mengusap sudut matanya yang terasa basah. Lalu meletakan secarik kertas yang berada di tangannya di atas meja."Jadi apakah itu berarti pemilik DNA ini adalah anak saya, Dok?" Danil menegaskan kerisauan yang melanda hatinya.Dada Danil bergemuruh. Sesak dan haru bercampur menjadi satu memenuhi dadanya. Antara tidak percaya dengan hasil yang Dokter Antoni katakan kepadanya.Dahi Dokter Antoni berkerut seketika. "Apakah Tuan Danil tidak mengetahui pemilik DNA ini?" lelaki itu menjatuhkan tatapan penasaran. Dari pernyataan yang Danil lontarkan, terdengar sangat ambigu sekali. "Lalu hasil tes DNA ini milik siapa?" Dokter Antoni menaikan kedua alisnya."Oh, tidak!" Jawab Danil cepat. Ia lupa jika Dokter Antoni tidak meng
"Apa kamu hamil anakku?" ucap Danil terkejut. "Tidak, itu tidak mungkin terjadi!" tegas Danil menggelengkan kepalanya.Wajah Bianca tercekat, saat senyuman sinis justru tersungging dari bibir Danil. Sesaat Danil membuang tatapannya dari Bianca yang mematung di hadapannya dengan wajah menegang."Ini anak kamu Danil! Kenapa kamu ...!" Bianca terbata menjelaskan pada Danil. Butiran bening berjatuhan membasahi pipinya menanbah sebuah keyakinannya."Apa kamu bilang, anakku?" Danil menyambar alat penguji tes kehamilan yang berada di tangan Bianca."Danil!" sentak Bianca terkejut dengan tindakan Danil. Kedua mata wanita itu membulat penuh."Anakku? Bagaimana bisa kamu mengatakan jika janin itu adalah anakku?" Danil mendekatkan wajahnya pada Bianca. Tatapannya tajam, seperti ingin menguliti wanita bertubuh sintal yang berdiri di depannya saat itu juga."Bisa saja janin yang ada di dalam rahim kamu bukanlah anakku. Bagaimana jika janin itu adalah anak dari lelaki lain yang tidur bersama kamu!"
"Gila kamu Natasya!" sentak Desta. Menghempaskan tubuh wanita berambut panjang yang berada dalam cengkraman."Ya Allah Natasya, kenapa kamu setega itu dengan anakku sendiri!" Tatapan Desta menatap ke sekeliling. Hanya kendaraan yang lewat berlalu-lalang pada jalanan yang berada di depannya. Wajah lelaki berkacamata itu semakin menegang, mengingat langit jingga mulai berganti dengan malam."Cepat katakan padaku, Nat! Di mana kamu membuang bayi kamu!" sentak Desta mengalihkan tatapannya pada Natasya yang menangis sesegukan di hadapannya. Jemari wanita itu saling meremasi kuat. Wajahnya tampak kalut dan ketakutan."Aku tidak menginginkan bayi itu, Desta. Jadi biarkan dia pergi!" balas Natasya sesenggukan.Desta mengusap wajahnya kasar. "Kamu sudah gila, Natasya! Dia adalah darah daging kamu sendiri. Dia juga tidak meminta padamu untuk melahirkannya," cerca Desta. "Lebih baik cepat katakan padaku, di mana kamu membuangnya!" ucap Desta setengah berteriak. Matanya melotot kesal ke arah Nat
"Silahkan tunggu sebentar! Tuan Wisnu masih berada di ruang meeting."Sejak ucapan itu lelaki bertubuh jangkung yang Natasya tunggu tidak kunjung muncul. Hampir tiga puluh menit berlalu, tetapi Danil tidak kunjung datang ke ruangannya.Natasya menghela nafas panjang. Wajahnya terlihat putus asa. Sepertinya Danil tidak akan menemuinya. Wanita yang menggendong Hyura di dalam pelukannya itu bangkit dari bangku sofa yang berada di ruangan Danil. Berjalan menuju ke arah pintu. Saat Natasya hendak memutar handle pintu, tiba-tiba seseorang mendorong pintu ruangan itu dari luar ke dalam."Danil!" ucap Natasya dengan mata membulat. Menatap pada Danil yang sudah berdiri di depannya. Sepersekian detik Natasya dan Danil saling bersitatap."Maaf, tadi aku sibuk sekali!" balas Danil membalas tatapan Natasya. Sejenak mereka berada dalam tatapan satu garis lurus."Masuklah!" ucap Wisnu membuyarkan lamunan Natasya.Natasya mengangguk-anggukkan kepalanya. Menarik tubuhnya menjauh dari pintu dan berjala
Suara adzan isya telah berkumandang saat Desta turun dari angkutan umum yang berhenti di ujung gang menuju rumahnya. Dengan menenteng dua kantong plastik berukuran sedang Desta mempercepat langkah kakinya untuk sampai di rumah yang berada di sudut jalan. Rumah yang terletak cukup jauh dari pemukiman warga yang lainnya."Pasti Natasya sudah kelaparan!" guman Desta menambah kecepatan langkah kakinya. Sekilas ia melirik kantong plastik yang berada di tangan. Beberapa makanan telah ia beli untuk Natasya. Sementara kantong plastik yang satunya, berisi susu formula untuk Hyura. Mengingat jika asi Natasya kurang mencukupi. Mungkin karena akhirSatu tangan Desta memegang handel pintu rumah. Sejenak lelaki berkacamata tebal itu merasa sangksi, karena Natasya tidak mengunci pintu rumah. "Ceroboh sekali!" gerutu Desta segera masuk ke dalam rumah."Natasya! Natasya!" teriak Desta. Suaranya menggema di seluruh ruangan. "Aku sudah pulang!" imbuh lelaki itu setelah meletakkan tas ransel besar yang
Tatapan Wisnu beralih pada lelaki berseragam putih yang berjalan menghampirinya. Dari gurat wajahnya, Wisnu melihat ada sesuatu yang berbeda.Iris mata Wisnu mengikuti gerakan tubuh lelaki berseragam putih yang menjatuhkan tubuhnya duduk pada bangku yang berada di depannya. Sebelum memulai ucapannya, lelaki itu menghela nafas panjang beberapa kali."Bagaimana Dokter? Apakah ada sesuatu yang terjadi?" celetuk Wisnu menjatuhkan tatapan curiga. Ia sudah tidak mampu menahan rasa penasaran."Mohon maaf Tuan Wisnu. Jika saya harus menyampaikan hal ini pada Tuan." Suara lelaki berseragam putih itu terdengar parau. Tatapannya penuh iba melihat ke arah Wisnu.Sepersekian detik Wisnu terdiam. Tidak ada satu patah katapun yang keluar dari bibirnya. Ia ingin mencoba menelaah apa yang sebenarnya telah terjadi pada Asma. Sekalipun harap-harap cemas itu berkali-kali mencoba menganggu konsentrasinya."Bisa dikatakan jika keadaan Nyonya Asma saat ini telah menurun. Beberapa kinerja organ di dalam tubu