Darah segar mengalir dari sudut bibir Nada. Seketika wajahnya berpaling dari tatapan Wisnu. Hamzah segera menjegal tubuh' lelaki berlesung pipi itu. Sebelum Wisnu menghujani tinjuan lagi pada wajah Nada."Jangan Tuan, jangan!" cetus Hamzah."Aku harus membunuhnya, Hamzah!" Wisnu meronta. Tubuh Hamzah lebih besar dari pada Wisnu hampir tidak mampu untuk menghalau kemarahan lelaki itu.Satu tangan Nada mengusap sudut bibirnya yang terasa perih. Ia mengalihkan tatapannya pada Wisnu yang murka. Netranya memicing dengan tatapan berani'."Dasar wanita kurang ajar!" Teriak Wisnu. Urat-urat pada wajahnya menegang. Bahkan otot-otot pada tangannya semakin menonjol. Hamzah segera membawa Wisnu keluar dari ruangan tempat Nada dirawat. Sebelum lelaki itu benar-benar akan membunuh Nada. "Tenang Tuan, Tenang!" Wisnu menarik tubuhnya kasar dari cengkeraman Hamzah. Ia nampak sangat frustasi sekali saat mendengar jika Nada telah membunuh Akbar. Bahkan air matanya sama sekali tidak dapat Wisnu tahan.
Seketika Gala terisak. Melihat wanita yang sangat ia sayangi kini telah terbaring di atas ranjang pasien dengan mata terpejam. Gala melangkahkan kakinya sangat pelan sekali menghampiri Nada. Tapi suara isakan yang tidak mampu tertahan itu justru membuat Nada terbangun dari tidurnya."Gala!" lirih Nada saat melihat Gala sudah berada di samping ranjang pasiennya. Seketika bocah lelaki itupun berhambur menjatuhkan tubuhnya dalam pelukan Nada."Ibu!" Suara tangisannya terdengar nyaring. Segera Nada membungkam bibir Gala. Ia tidak ingin ada satupun orang yang mendengar atau melihat keberadaan Gala."Jangan menangis, Gal! Jangan menangis!" seru Nada yang juga tidak mampu menahan air mata. Hanya saja ia bisa menangis tanpa harus bersuara. Dan itu rasanya sangat sakit sekali.Bahu bocah lelaki yang berada dalam pelukan Gala bergetar hebat. Sepersekian detik ia sama sekali tidak ingin beranjak dari dekapan Nada. Ia ingin menumpahkan seluruh kerinduannya.Gala mendorong pelan tubuh Gala dari pe
Lelaki yang baru pulang beberapa saat yang lalu itu melangkahkan kaki cepat menghampiri Rani yang sedang duduk di depan televisi yang menyala. Suara tertawa Rani karena melihat pertunjukan lawak pada tayangan televisi yang sedang berlangsung terdengar hingga ke belakang rumah. Gudang, tempat Ustaz Azhar beberapa saat yang lalu berada."Ran, Rani!" seru lelaki dengan pakaian lusuh itu terdengar memburu. Rani acuh, tidak memperdulikan panggilan lelaki yang kini berdiri di penyekat ruangan antara ruang televisi dan dapur. Netranya berfokus pada layar televisi yang menyala. Sesekali bibirnya masih tertawa."Ran!" Ustaz Azhar menaikkan nada suaranya dengan wajah kesal.Seketika Rani meradang. Mengalihkan tatapannya pada lelaki yang masih mematung di tempat yang sama."Kenapa Asma tidak ada di gudang? Di mana dia, Ran?" cetus Ustaz Azhar menurunkan nada suaranya. Tatapan nyalang Rani menciutkan nyalinya."Kenapa Abang mencari Mbak Asma?" Rani menaikkan kedua alisnya. Kedua netranya pun mem
"Apalah Asma masih bisa disembuhkan, Dok?" Wisnu mengikuti langkah wanita berseragam putih yang berjalan mensejajarinya."Insya Allah bisa. Beliau hanya mengalami sedikit trouma di masalalu." Wisnu yang berada di samping Wisnu melemparkan senyuman kecil. "Kami akan berusaha untuk membantu Ibu Asma agar kejiwaannya segera lebih baik." Langkah wanita itu terhenti di depan ambang pintu ruangan. Sekilas netranya tertuju pada Asma yang duduk pada bangku tunggu sendirian."Terimakasih Dok!" jawab Wisnu. "Tapi kemungkinan saya akan pindah ke Jakarta. Jadi mungkin saya akan membawa istri saat ke psikiater di sana.""Tidak apa-apa, Tuan Wisnu. Berobat kemanapun tidak masalah," imbuh wanita berseragam putih itu melemparkan senyuman hangat pada Wisnu. Lalu Wisnu mengucapkan terimakasih sebelum melangkah kakinya lagi.Derap langkah kaki Wisnu mengalihkan tatapan Asma pada lelaki yang kini sudah berdiri di sampingnya. Ia mendongak, menatap pada Wisnu yang sedang tersenyum kepadanya."Aku akan me
Mendung masih bergelayut di atas lantai. Rintik hujan pun masih berjatuhan satu persatu membasahi bumi. Meskipun derasnya hujan telah berhenti beberapa saat yang lalu. Gundukan tanah yang masih basah itu menjadi saksi akhir dari perjalanan seorang lelaki yang mengabdikan hidupnya untuk orang-orang yang ia sayangi. Memperjuangkan mimpi Gala dan Nada.Nada tidak berhenti menangisi kepergian Tuan Seno. Hanya lelaki itulah yang selama ini ia miliki di seumur hidupnya. Tapi kini, ia telah pergi dan tidak akan pernah mungkin untuk kembali lagi.Seorang wanita berseragam kepolisian hendak mendorong kursi roda Nada pergi dari depan pusaran Tuan Seno. Tetapi wanita itu menolaknya."Izinkan aku di sini untuk beberapa saat lagi!" pinta Nada. Netranya terlihat sembab karena air mata yang membanjir belum berhenti sejak tadi.Posisi wanita itu ragu. Ia berpikir untuk beberapa saat sebelum ia akhirnya mengabulkan permintaan Nada."Baiklah, hanya lima menit." Polisi wanita itu meninggalkan Nada.Kini
Wisnu meletakkan ponselnya di atas meja. Setelah menerima panggilan dari pengacaranya. Satu tangannya terulur meraih cangkir kopi yang sudah mulai dingin. Kepulan asap yang ia tunggu, kini berubah menjadi aroma caffein saat Wisnu menyesap minuman berwarna hitam kental yang telah dingin itu."Jadi bagaimana? Tuan yakin ingin segera kembali ke Jakarta?" tanya Hamzah yang sejak tadi duduk menemani Wisnu. Lelaki itu tidak menjawab. Ia membuang tatapannya pada pemandangan sebuah taman kecil yang berada di rumah singgah miliknya yang berada di kota itu. Wisnu nampak berpikir sesaat."Polisi sudah melakukan penyelidikan. Dua orang yang menceburkan diri ke sungai saat itu tidak lain adalah asisten rumah tangga Nyonya Nada. Beliau sudah memberikan kesaksian dalam kasus ini." Hamzah menjelaskan panjang lebar pada Wisnu."Lalu dengan siapa Nada tinggal di daerah pedalaman itu?" Wisnu kembali menyesap kopi yang berada pada cangkir. Netranya menatap pada Hamzah."Menurut informasi dari asisten rum
Ustaz Azhar terkejut dengan mobil yang membawa perabotan di depan rumahnya. Ia merasa tidak memesan apapun. Tapi beberapa lelaki sibuk memindahkan kulkas dari atas mobil ke dalam rumahnya.Lelaki dengan peci hitam itu mempercepat mendorong gerobaknya menuju rumah. Ia penasaran. Apalagi dengan gelagat istrinya akhir-akhir ini sangat mencurigakan sekali. Ia sering membeli pakaian dan barang-barang yang lainnya tanpa sepengetahuannya. Meskipun sebenarnya Ustaz Azhar mengetahui hal itu. Tapi ia memilih untuk diam dan sepertinya kali ini ia tidak akan tinggal diam."Mas, maaf, itu mau di bawa kemana?" ucap Ustaz Azhar yang hendak menurunkan mesin cuci dari atas mobil pick up."Oh, mau di bawa masuk, pak!" jawab lelaki berkemeja merah itu mengalihkan tatapannya pada Ustaz Azhar."Masuk ke rumah siapa?" Ustadz Azhar mengeryitkan dahi. Padahal ia tau, tidak ada rumah lagi selain rumahnya."Tentu saja rumah, ini!" Lelaki yang masih berada di atas mobil itu mengarahkan tatapannya pada rumah yan
Hari yang di tunggu akhirnya tiba juga. Di mana Wisnu harus kembali ke Jakarta untuk beberapa urusan pekerjaannya dan juga tentang niatannya untuk menikahi Asma kembali."Tuan yakin ingin menikahi Nyonya Asma?" Hamzah yang duduk di bangku kemudi melirik pada kaca yang berada di atas kemudi. Pada lelaki yang duduk di bangku belakang mobil. Wisnu mengangguk lembut tanpa memberikan jawaban apapun. Netranya tertuju pada jalanan yang berada di depan kaca mobil. Wajahnya nampak sedang memikirkan sesuatu."Bukankah Nyonya Asma sekarang ...!" Hamzah menjeda ucapannya. Sekilas ia menatap pada Wisnu, ia takut jika ucapannya akan menyinggung perasaan Wisnu."Aku tau Hamzah, tapi aku tidak mungkin membiarkan Asma melewati semua masalah sulit ini sendiri. Mungkin saja jika dulu aku tidak mengambil Akbar, dia tidak akan seperti ini." Wisnu menjeda ucapannya. Ada gurat kesedihan dari wajahnya. "Dan aku harus membayar semua kesalahanku ini, Hamzah!" imbuh Wisnu menatap pantulan wajah Hamzah dari kac
Tidak ada yang bisa menyembuhkan kerinduan kecuali pertemuan. Segalanya nelangsa sirna, saat raga mampu mendekap tubuh yang terkasih secara sempurna. Jarak yang membelah, kini hanya menjadi sepenggal cerita manis. Melebur menjadi sebuah kisah bahagia."Ibu!" Gala terisak di dalam pelukan Nada. Tangis dua manusia yang tidak memiliki hubungan darah itu pecah. Menumpahkan segala dahaga yang selama ini tertahan."Maafkan ibu, Gala!" lirih Nada di sela-sela tangisannya. "Jangan tinggalkan ibu!" pinta Nada, memohon.Gala mengusap lembut pipi Nada yang basah oleh air mata. Menjatuhkan tatapan teduh pada wanita yang lebih tinggi darinya itu."Tidak Bu, aku tidak akan meninggalkan ibu!" ucap Gala, suaranya terdengar sumbang. Karena terlalu banyak menangis.Wisnu yang mematung di halaman rumah hanya terdiam seraya menarik sebelah sudut bibirnya tersenyum kecil. Ia tidak menyangka jika darah dagingnya bisa sesayang itu pada Nada. Wanita yang telah ia benci selama ini._____Satu bulan telah berl
Nada memutar tubuhnya sembilan puluh derajat. Melihat ke arah wanita dengan setelan seragam kerja yang sedang menatap ke arahnya."Saya sedang mencari pemilik apartemen ini?" Nada mengarahkan jari telunjuknya pada pintu apartemen yang ada di depannya."Saya pemilik apartemen ini!" jawab Hanum dengan tatapan sedikit bingung. Tetapi entah mengapa ia merasa pernah melihat sosok Nada sebelumnya. Tetapi lupa di mana ia pernah melihatnya.Kepulan asap putih dari gelas yang berada di depan Nada menyeruak ke udara. Aroma terapi Jasmine sedikit menghilangkan perasaan khawatir yang sejak tadi melanda hati Nada."Saya Nada, saya mencari keberadaan Gala?" seloroh Nada setelah meletakkan gelas teh yang baru saja ia sesap.Wajah Hanum berubah sesaat. Tatapan yang sulit sekali untuk Nada artikan."Apakah anda orang itu?" celetuk Hanum menebak. Puzzle kisah cinta segitiga Wisnu, Asma dan wanita yang duduk di sudut bangku ruangannya telah sempurna. Sekarang ia bisa membingkainya dengan baik.Dari pert
Cuaca panas tidak hanya terjadi di kota Medan. Hampir di seluruh kota yang berada di Indonesia. Hal seperti ini akan terjadi selama kurang lebih enam bulan ke depan. Hingga musim kemarau berakhir dan berganti dengan musim penghujan.Pengacara Arif membawa Nada menuju sebuah restauran cepat saji yang berada di pusat kota. Sebuah restoran yang menjual makan khas Padang."Nyonya mau makan apa?" ucap pengacara Arif mengalihkan tatapannya dari buku menu pada Nada. "Terserah Pak Arif saja," balas Nada tanpa menunjukkan ekspresi apapun. Wanita itu melipat kedua tangannya di atas meja. Netranya terus mengawasi Sekertaris Arif yang semakin lama menjadi salah tingkah oleh tatapan Nada.Setelah memesan makanan lelaki itu mulia dengan tujuannya untuk mendatangi Nada ke pulau seberang.Wajah pengacara yang tidak lagi muda itu berubah lesu, penuh dengan penyesalan. Sesekali ekor matanya melirik pada Nada yang sejenak tadi mengawasinya dengan tatapan tidak suka."Saya minta maaf, Nyonya Nada. Karen
Tubuh Gala terhuyun jatuh di lantai. Wisnu tidak sempat menghalangi peluru yang hendak menembus dada Gala. Timah panas itu melesat cepat dan berhenti tepat di jantung Gala."Gala, bangun Gala!" Wisnu menarik tubuhnya Gala di atas pangkuannya. Dar*h dengan cepat menyebar pada bagian dada Gala yang tertembus timah panas. Kemeja putih yang Gala kenakan, berubah warna menjadi merah dar*h"Polisi, tolong!" teriak Wisnu panik.Wajah Danil mendadak berubah cemas. Para polisi yang sejak tadi memang mengintai cepat mengeluarkan diri dari persembunyiannya. "Sialan!" decak Danil meradang. Beberapa lelaki berseragam kepolisian muncul satu persatu masuk ke dalam ruangannya."Gala, bangun Gala!" Wisnu mengucang tubuh' Gala. Nafasnya yang mulia melemah membuat Wisnu semakin takut.Kedipan mata Gala melemah. Sakit yang mendadak menyiksanya, perlahan menjalar ke seluruh tubuhnya."Ibu ....!" lirih Gala sebelum akhirnya ia memejamkan kedua matanya dan tidak sadarkan diri."Gala, bangun!" teriak Wisnu
Memilih tidak menceritakan apapun pada Wisnu adalah pilihan Gala. Sekalipun lelaki itu terus mendesaknya dan hampir seperti memaksa. Tetapi Gala tetap menyimpan permasalahan yang terjadi antara dirinya dan Danil sendirian.Berita kematian Gala semakin menyebar luas. Setelah sebulan berlalu di temukannya mobil yang Gala kendarai meringsek ke dalam jurang. Meskipun jenazah Gala tidak di temukan, tetapi media membuat berita sedemikian rupa. Jurang yang dalam menjadi dugaan tempat jasad Gala berada. Apalagi di bawah jurang itu ada aliran sungai yang cukup deras. Membuat pihak sars menyudahi pencarian setelah semua usaha tidak mendapatkan hasil.Selama pemulihan Gala memilih bersembunyi di rumah Wisnu. Hanya lelaki itulah yang menjadi andalan Gala saat ini. Menghilang dari Danil agar lelaki itu senang karena mengetahui jika Gala telah tiada."Sudah tidak terlalu sakit, Hanum!" suara yang terdengar seperti rengekan itu menghentikan langkah kaki Wisnu yang hendak menuju pintu utama rumah.Ke
Aroma anyir menusuk pangkal hidung Wisnu. Perlahan setelah kesadarannya kembali. Tetapi entah mengapa kepalanya terasa sangat sakit sekali. Tanpa sadar, tangan kanan Wisnu memegangi sudut pelipisnya. Dan ia bisa merasakan ada sesuatu yang keluar dari pelipis lelaki itu dan sangat perih sekali.Wisnu membiarkan tubuhnya terbaring di atas rerumputan beberapa saat. Rekaman kejadian yang terjadi beberapa saat yang lalu berputar kembali di dalam kepalanya. Bergegas ia bangkit saat teringat dengan Gala dan mobil yang terperosok hampir masuk ke dalam jurang."Gala, di mana dia?" Wisnu bangkit dengan wajah panik duduk di atas rerumputan. Tatapannya menyapu ke sekeliling tebing. Tetapi ia tidak melihat keberadaan Gala. Hanya sebuah mobil yang terangkut pada pohon yang ada di bibir jurang.Perasaan khawatir seketika menguasai Wisnu. Seingatnya sebelum mobil yang kini tersangkut pada pohon yang berada di tepi jurang itu meringsek, Wisnu telah mendorong tubuh Gala ke arah pintu. Tetapi dia tidak
Setelah Danil menolak ajakan sarapan paginya, Gala terpaksa menikmati serapan itu sendirian. Sebenarnya ia tahu, pasti Danil saat itu sangat marah karena niatannya untuk menyingkirkan Gala tidak berhasil. Sementara nasib Bibik, Gala belum tahu pasti. Yang jelas wanita itu pasti kena hukuman berat. Begitu dugaan Gala.Ekor mata Gala melirik pada jam dinding yang masih menunjukkan pukul setengah tujuh pagi. Masih ada waktu yang cukup lama untuk ia berangkat ke kantor.Rasa penasaran masih menganggu pikiran Gala. Tegang surat wasiat yang Nada katakan kepadanya. Jika sebenarnya dirinyalah pewaris utama seluruh harta Tuan Seno. Tetapi sampai detik ini, Gala tidak menemukan di mana lelaki bertubuh jangkung itu menyembunyikan surat wasiat itu.Cukup pelan Gala menyeret langkah kakinya menaiki anak tangga menuju kamar Danil. Dugaan Gala kali ini, Danil menyembunyikan surat wasiat itu di dalam kamarnya. Hanya ada dua tempat di rumah itu yang memungkinkan Danil menyimpan sesuatu. Yaitu ruang ke
Bergegas Gala turun dari bangku. Memperhatikan dengan seksama kucing berwarna orange yang mendadak kejang dengan mulut berbusa. Melihat dari tanda-tandanya kucing itu sepertinya mengalami keracunan."Tidak salah lagi!" guman Gala yakin dengan apa yang ada di dalam pikirannya. Jika ada seseorang yang menginginkannya mati.Gala bangkit berdiri. Tatapannya tajam melihat ke arah makanan yang tersaji di atas meja makan. Beruntungnya belum ada satupun makanan yang masuk ke dalam mulut Gala. "Aku harus lebih berhati-hati lagi!" monolog Gala dengan tatapan serius.____Danil menatap terkejut saat baru kembali ke rumah. Pemuda tampan itulah yang membukakan pintu rumah untuknya. Keringat dingin seketika membahasi sekujur tubuh Danil.Sepersekian detik Danil mematung di depan pintu rumah. Menatap pada Gala yang tengah melemparkan senyuman kepadanya dengan wajah yang sedikit malas khas seorang yang baru bangun dari tidur."Ayah, kenapa pulang larut malam sekali?" seloroh Gala terdengar malas. Ke
"Gala kamu kenapa?" seloroh Wisnu.Gala terseret kembali dari lamunannya. Sekarang ia sudah menemukan siapa wanita yang sudah melahirkannya ke dunia. Jawaban yang sudah sangat jelas sekali.Tidak terasa sudut mata Gala pun telah basah. Cepat ia mengusap genangan itu agar tidak berjejak. Ia tidak ingin Wisnu melihat hal itu.Bagaimana tidak sakit, menemukan wanita yang telah melahirkannya tetapi dalam perpisahan yang menyakitkan. Hanya sebait kenangan yang bisa Gala ingat. Jika Asma juga tidak kalah sayangnya kepadanya. Hingga hampir gila saat Nada mengambil Gala dari kehidupannya."Aku banyak sekali bersalah pada Asma." Helaan nafas Wisnu terdengar jelas. Suaranya yang menggelar terdengar penuh kesedihan.Kerongkongan Gala terasa kering. Hanya sedikit ia menelan salivanya. Selebihnya, tatapan matanya tidak beralih sedikitpun dari Wisnu."Memangnya kesalahan apa yang sudah Om Wisnu lakukan?" ucap Gala."Banyak Gala. Kesalahanku sudah tidak termaafkan oleh Asma." Tatapan mata Wisnu meli