Semenjak Rani melarang Asma untuk pergi keluar rumah. Wanita yang menurut sebagian orang itu mengalami gangguan kejiwaan itu mengendap-endap pergi meninggalkan rumah saat Rani tidak ada di rumah. Tujuannya hanya satu, ia ingin bertemu dengan putra semata wayangnya. Dalam jiwa yang terganggu, ia masih memiliki harapan yang tidak pernah padam.Hari itu hujan turun dengan deras sejak pagi. Gerimis masih terus membasahi hingga menjelang siang. Dengan pakaian basah kuyup Asma masih terduduk di depan sekolah menengah pertama tempat Hanum belajar. Sepanjang hari Asma hanya duduk di bawah pohon besar yang terletak di depan sekolah dan membiarkan air hujan turun membahasi tubuhnya. Ia yakin, ditempat itu ia akan bertemu dengan Akbar. Jika semua orang berlarian untuk berteduh, tidak pada Asma.Genangan air masih memenuhi jalanan rusak yang berada di depan sekolah. Gala menatap ke sekeliling jalanan yang tidak terlalu ramai itu. Paman Tek yang biasa menjemput Gala, belum juga menunjukan batang h
Mendung hitam bergelayut di langit rumah Tuan Sangir. Seolah mengiringi kepergian lelaki yang sudah hampir sepuluh tahun mengalami kelumpuhan itu. Gerimis turun membahasi bumi, satu persatu pelayat datang dan pergi untuk menyampaikan rasa bela sungkawa atas kepergian Tuan Sangir untuk selamanya.Lelaki yang mengenakan jas hitam itu hanya mampu tertunduk di samping jenazah Tuan Sangir. Tidak ada jejak air mata yang mengaliri lagi, ia telah ikhlas melepaskan Tuan Sangir untuk selama-lamanya ke pangkuan sang ilahi."Tuan!" Lelaki bertubuh tinggi besar itu menepuk lembut bahu Wisnu. Tanpa menjawab Wisnu menoleh ke arah Hamzah."Jenazah akan segera kita kebumikan," ucap Hamzah setengah berbisik. Wisnu mengangguk lembut dan segera bangkit.Seorang lelaki bertubuh jangkung yang berjalan dari arah pintu menghentikan langkah Wisnu."Maafkan aku, jika aku baru datang!" ucap Danil pada Wisnu. Lelaki berlesung pipi itu menjatuhkan pelukan kepada Danil. Hanya lelaki itulah telah Wisnu yang anggap
"Halo!" "Danil, apakah benar Sangir sudah mati?" cetus lelaki yang berada di seberang telepon."Iya Tuan," balas Danil dengan nada santai. Ia menyesap sebatang rokok yang berada di sela-sela jemarinya. Lalu mengepulkan asap putih ke udara dari bibirnya.Lelaki yang berada di balik telepon itu tertawa puas. "Akhirnya, malaikat maut lebih mencintai kamu, Sangir. Kamu memang pantas mendapatkan balasan itu." Tuan Seno mengakhiri kalimatnya dengan tertawa puas.Danil tidak bergeming. Ia menyesap kembali rokoknya yang hampir padam. Kepulan asap putih mengudara memenuhi ruangan berpendingin itu."Danil, aku ada tugas baru untukmu," ucap Tuan Seno."Iya Tuan," sahut Danil. Netranya tertuju pada pemandangan di luar jendela apartemen."Apapun yang terjadi padaku nanti, aku titipkan Gala dan Nada kepadamu."Hati Danil terenyuh. Ia teringat kembali dengan Nada. Wanita yang sampai saat ini tidak pernah mau menerima cintanya."Aku tahu, suatu saat aku pasti akan mati. Aku percayakan perusahaanku k
Bocah lelaki cerdas itu akhirnya memasang sebuah iklan di media online untuk mencari keberadaan Putra Asma di beberapa situs.Hanum menarik sedikit tubuhnya menjauh dari bocah lelaki yang sedang duduk di depan sebuah layar laptop di sebuah warnet. Sejenak ia merasa takjub dengan ide Gala. Namun ia merasa ragu dengan cara itu."Apakah kamu yakin dengan cara seperti ini bisa menemukan anak bibik yang sudah hilang bertahun-tahun yang lalu, Gal?" Hanum menjatuhkan tatapan ragu. Sementara Asma yang duduk di samping Hanum hanya terdiam mendengarkan apa yang sedang Gala dan Hanum bicarakan. "Tentu saja!" balas Gala penuh dengan percaya diri. Ia mengalihkan tatapannya pada layar komputer yang ada di depannya setelah sesaat menatap pada layar komputer. Jemarinya dengan lincah menari pada papan keyboard. "Iklan ini akan menjangkau ke seluruh dunia. Semua orang akan tau. Jadi kamu tidak perlu risau," jelas Gala melemparkan senyuman hangat pada Hanum dan Asma secara bergantian. Sejenak Hanum h
Nada mengusap lembut punggung Tuan Seno yang bersandar pada ujung ranjang. Setelah ia memberikan obat untuk lelaki itu."Kakek yakin tidak ingin pergi ke rumah sakit saja," ucap Nada menjatuhkan tatapan lesu pada Tuan Seno yang terlihat sangat pucat sekali.Beberapa kali Tuan Seno terbatuk sebelum ia menjawab pertanyaan Nada. "Tidak usah, ini hanya sakit biasa saja," jawab Tuan Seno dengan nada santai seperti biasanya. Nada menjatuhkan tatapan ragu. Ia merasa jika Tuan Seno sedang tidak baik-baik saja. Beberapa hari ini ia memang sedang dalam keadaan sakit. Tapi lelaki tua itu selalu menolak saat Nada mengajaknya berobat."Tapi Kek, keadaan Kakek semakin memburuk." Nada terus mendesak.Tuan Seno menarik tubuhnya duduk tegap, "Kata siapa Kakek sakit. Lihatlah, Kakek masih sehat." Tuan Seno mengangkat kedua tangannya seperti binaraga. "Orang sehat begini kok di bilang sakit," gerutu Tuan Seno memasang wajah baik-baik saja.Nada mejatuhkan tatapan lekat pada Tuan Seno. Ada kekhawatiran
Nada tercengang. Saat melihat Gala sudah berada di rumah. Padahal ia yakin sekali tidak melihat bocah lelaki itu dimana pun.Gemuruh di dalam dada Nada seperti hendak meletus. Ia mempercepat langkah kakinya mengikuti bayangan bocah lelaki yang baru saja masuk ke dalam rumah."Nyonya!" sapa Paman Tek yang masih duduk di atas motor. "Aku ingin bicara denganmu, Paman!" Nada mengehentikan langkah kakinya, sekilas ia menoleh pada Paman Tek dengan tatapan penuh kemarahan."I-iya!" ucap Paman Tek terbata. Firasat buruk sudah memenuhi isi kepalanya."Ada apa ya?" Lirih lelaki itu dengan wajah berpikir. Sesaat ia menatap pada kotak yang berada di bagaian depan motor Nada sembari menerka-nerka. _____"Ibu!" Gala menghentikan langkah kakinya saat menyadari jika Nada mengikutinya."Letakan tasmu, ibu ingin bicara!" cetus Nada penuh penekan. Ia berusaha menahan semua kemarahannya yang hampir saja meledak. Ia tidak ingin Tuan Seno yang sedang kurang enak badan mendengar kemarahannya pada Gala."A
Hamzah menunjukkan sebuah iklan yang dimuat dalam sebuah berita online pada Wisnu. "Akbar, Asma!" Wisnu membungkam mulutnya yang menganga. Saat melihat sebuah foto yang terpajang pada iklan tersebut. Seorang wanita berkerudung yang tengah memangku balita yang tidak lain adalah Gala. Putra semata wayangnya."Cepat hubungi nomor telepon itu, Hamzah. Aku yakin itu pasti Asma yang membuat iklan itu," ucap Wisnu memburui."Saya sudah berusaha menghubungi nomor yang tertera pada iklan itu, Tuan. Tapi nomornya sama sekali tidak bisa dihubungi," tutur Hamzah. Seketika wajah Wisnu berubah lesu. Ia menghempaskan tubuhnya kasar pada bangku."Ya Allah tolonglah aku!" Lirih Wisnu dengan wajah penuh harap."Hamzah, tolong cari tau, siapa yang memasang iklan itu!" titah Wisnu disambut dengan anggukan lembut oleh Hamzah.______"Yah!" Hanum berdecak kesal ponsel model lama yang ia simpan di dalam saku baju yang ia kenakan jatuh ke dalam cucian."Aduh, bagaimana ini?" Ia berusaha menyelamatkan ponsel
Waktu masih menunjukkan pukul sepuluh pagi. Acara rapat yang harus dilakukan oleh para guru membuat para siswa harus dipulangkan lebih awal."Kita jadi pergi ke tempat orang itu sekarang?" tanya Hanum menatap pada Gala yang berjalan di sampingnya."Iya, kita harus mendatangi alamat itu sekarang dan pukul satu nanti aku sudah harus ada di sini. Aku tidak mau ibu tidak menemukan aku disini," balas Gala sesaat mengalihkan tatapannya pada jalan setapak menuju pintu gerbang sekolah."Baiklah! Hanum mengangguk lembut.Langkah Hanum terhenti, netranya menatap pada wanita yang duduk di bawah pohon besar. "Gal, Bibik!" lirih Hanum sekilas menatap pada Gala yang sejak tadi membersamainya."Kenapa dia ada di sini, Hanum?" Gala menaikan kedua alisnya menatap Hanum.Gadis berkerudung putih itu menggelengkan kepalanya dengan wajah bingung. "Aku juga tidak tau, Gal!" lirih Hanum."Apakah kamu bercerita jika kita ingin mendatangi rumah orang itu?" Gala menatap serius pada Hanum. Dengan wajah ragu, H
Tidak ada yang bisa menyembuhkan kerinduan kecuali pertemuan. Segalanya nelangsa sirna, saat raga mampu mendekap tubuh yang terkasih secara sempurna. Jarak yang membelah, kini hanya menjadi sepenggal cerita manis. Melebur menjadi sebuah kisah bahagia."Ibu!" Gala terisak di dalam pelukan Nada. Tangis dua manusia yang tidak memiliki hubungan darah itu pecah. Menumpahkan segala dahaga yang selama ini tertahan."Maafkan ibu, Gala!" lirih Nada di sela-sela tangisannya. "Jangan tinggalkan ibu!" pinta Nada, memohon.Gala mengusap lembut pipi Nada yang basah oleh air mata. Menjatuhkan tatapan teduh pada wanita yang lebih tinggi darinya itu."Tidak Bu, aku tidak akan meninggalkan ibu!" ucap Gala, suaranya terdengar sumbang. Karena terlalu banyak menangis.Wisnu yang mematung di halaman rumah hanya terdiam seraya menarik sebelah sudut bibirnya tersenyum kecil. Ia tidak menyangka jika darah dagingnya bisa sesayang itu pada Nada. Wanita yang telah ia benci selama ini._____Satu bulan telah berl
Nada memutar tubuhnya sembilan puluh derajat. Melihat ke arah wanita dengan setelan seragam kerja yang sedang menatap ke arahnya."Saya sedang mencari pemilik apartemen ini?" Nada mengarahkan jari telunjuknya pada pintu apartemen yang ada di depannya."Saya pemilik apartemen ini!" jawab Hanum dengan tatapan sedikit bingung. Tetapi entah mengapa ia merasa pernah melihat sosok Nada sebelumnya. Tetapi lupa di mana ia pernah melihatnya.Kepulan asap putih dari gelas yang berada di depan Nada menyeruak ke udara. Aroma terapi Jasmine sedikit menghilangkan perasaan khawatir yang sejak tadi melanda hati Nada."Saya Nada, saya mencari keberadaan Gala?" seloroh Nada setelah meletakkan gelas teh yang baru saja ia sesap.Wajah Hanum berubah sesaat. Tatapan yang sulit sekali untuk Nada artikan."Apakah anda orang itu?" celetuk Hanum menebak. Puzzle kisah cinta segitiga Wisnu, Asma dan wanita yang duduk di sudut bangku ruangannya telah sempurna. Sekarang ia bisa membingkainya dengan baik.Dari pert
Cuaca panas tidak hanya terjadi di kota Medan. Hampir di seluruh kota yang berada di Indonesia. Hal seperti ini akan terjadi selama kurang lebih enam bulan ke depan. Hingga musim kemarau berakhir dan berganti dengan musim penghujan.Pengacara Arif membawa Nada menuju sebuah restauran cepat saji yang berada di pusat kota. Sebuah restoran yang menjual makan khas Padang."Nyonya mau makan apa?" ucap pengacara Arif mengalihkan tatapannya dari buku menu pada Nada. "Terserah Pak Arif saja," balas Nada tanpa menunjukkan ekspresi apapun. Wanita itu melipat kedua tangannya di atas meja. Netranya terus mengawasi Sekertaris Arif yang semakin lama menjadi salah tingkah oleh tatapan Nada.Setelah memesan makanan lelaki itu mulia dengan tujuannya untuk mendatangi Nada ke pulau seberang.Wajah pengacara yang tidak lagi muda itu berubah lesu, penuh dengan penyesalan. Sesekali ekor matanya melirik pada Nada yang sejenak tadi mengawasinya dengan tatapan tidak suka."Saya minta maaf, Nyonya Nada. Karen
Tubuh Gala terhuyun jatuh di lantai. Wisnu tidak sempat menghalangi peluru yang hendak menembus dada Gala. Timah panas itu melesat cepat dan berhenti tepat di jantung Gala."Gala, bangun Gala!" Wisnu menarik tubuhnya Gala di atas pangkuannya. Dar*h dengan cepat menyebar pada bagian dada Gala yang tertembus timah panas. Kemeja putih yang Gala kenakan, berubah warna menjadi merah dar*h"Polisi, tolong!" teriak Wisnu panik.Wajah Danil mendadak berubah cemas. Para polisi yang sejak tadi memang mengintai cepat mengeluarkan diri dari persembunyiannya. "Sialan!" decak Danil meradang. Beberapa lelaki berseragam kepolisian muncul satu persatu masuk ke dalam ruangannya."Gala, bangun Gala!" Wisnu mengucang tubuh' Gala. Nafasnya yang mulia melemah membuat Wisnu semakin takut.Kedipan mata Gala melemah. Sakit yang mendadak menyiksanya, perlahan menjalar ke seluruh tubuhnya."Ibu ....!" lirih Gala sebelum akhirnya ia memejamkan kedua matanya dan tidak sadarkan diri."Gala, bangun!" teriak Wisnu
Memilih tidak menceritakan apapun pada Wisnu adalah pilihan Gala. Sekalipun lelaki itu terus mendesaknya dan hampir seperti memaksa. Tetapi Gala tetap menyimpan permasalahan yang terjadi antara dirinya dan Danil sendirian.Berita kematian Gala semakin menyebar luas. Setelah sebulan berlalu di temukannya mobil yang Gala kendarai meringsek ke dalam jurang. Meskipun jenazah Gala tidak di temukan, tetapi media membuat berita sedemikian rupa. Jurang yang dalam menjadi dugaan tempat jasad Gala berada. Apalagi di bawah jurang itu ada aliran sungai yang cukup deras. Membuat pihak sars menyudahi pencarian setelah semua usaha tidak mendapatkan hasil.Selama pemulihan Gala memilih bersembunyi di rumah Wisnu. Hanya lelaki itulah yang menjadi andalan Gala saat ini. Menghilang dari Danil agar lelaki itu senang karena mengetahui jika Gala telah tiada."Sudah tidak terlalu sakit, Hanum!" suara yang terdengar seperti rengekan itu menghentikan langkah kaki Wisnu yang hendak menuju pintu utama rumah.Ke
Aroma anyir menusuk pangkal hidung Wisnu. Perlahan setelah kesadarannya kembali. Tetapi entah mengapa kepalanya terasa sangat sakit sekali. Tanpa sadar, tangan kanan Wisnu memegangi sudut pelipisnya. Dan ia bisa merasakan ada sesuatu yang keluar dari pelipis lelaki itu dan sangat perih sekali.Wisnu membiarkan tubuhnya terbaring di atas rerumputan beberapa saat. Rekaman kejadian yang terjadi beberapa saat yang lalu berputar kembali di dalam kepalanya. Bergegas ia bangkit saat teringat dengan Gala dan mobil yang terperosok hampir masuk ke dalam jurang."Gala, di mana dia?" Wisnu bangkit dengan wajah panik duduk di atas rerumputan. Tatapannya menyapu ke sekeliling tebing. Tetapi ia tidak melihat keberadaan Gala. Hanya sebuah mobil yang terangkut pada pohon yang ada di bibir jurang.Perasaan khawatir seketika menguasai Wisnu. Seingatnya sebelum mobil yang kini tersangkut pada pohon yang berada di tepi jurang itu meringsek, Wisnu telah mendorong tubuh Gala ke arah pintu. Tetapi dia tidak
Setelah Danil menolak ajakan sarapan paginya, Gala terpaksa menikmati serapan itu sendirian. Sebenarnya ia tahu, pasti Danil saat itu sangat marah karena niatannya untuk menyingkirkan Gala tidak berhasil. Sementara nasib Bibik, Gala belum tahu pasti. Yang jelas wanita itu pasti kena hukuman berat. Begitu dugaan Gala.Ekor mata Gala melirik pada jam dinding yang masih menunjukkan pukul setengah tujuh pagi. Masih ada waktu yang cukup lama untuk ia berangkat ke kantor.Rasa penasaran masih menganggu pikiran Gala. Tegang surat wasiat yang Nada katakan kepadanya. Jika sebenarnya dirinyalah pewaris utama seluruh harta Tuan Seno. Tetapi sampai detik ini, Gala tidak menemukan di mana lelaki bertubuh jangkung itu menyembunyikan surat wasiat itu.Cukup pelan Gala menyeret langkah kakinya menaiki anak tangga menuju kamar Danil. Dugaan Gala kali ini, Danil menyembunyikan surat wasiat itu di dalam kamarnya. Hanya ada dua tempat di rumah itu yang memungkinkan Danil menyimpan sesuatu. Yaitu ruang ke
Bergegas Gala turun dari bangku. Memperhatikan dengan seksama kucing berwarna orange yang mendadak kejang dengan mulut berbusa. Melihat dari tanda-tandanya kucing itu sepertinya mengalami keracunan."Tidak salah lagi!" guman Gala yakin dengan apa yang ada di dalam pikirannya. Jika ada seseorang yang menginginkannya mati.Gala bangkit berdiri. Tatapannya tajam melihat ke arah makanan yang tersaji di atas meja makan. Beruntungnya belum ada satupun makanan yang masuk ke dalam mulut Gala. "Aku harus lebih berhati-hati lagi!" monolog Gala dengan tatapan serius.____Danil menatap terkejut saat baru kembali ke rumah. Pemuda tampan itulah yang membukakan pintu rumah untuknya. Keringat dingin seketika membahasi sekujur tubuh Danil.Sepersekian detik Danil mematung di depan pintu rumah. Menatap pada Gala yang tengah melemparkan senyuman kepadanya dengan wajah yang sedikit malas khas seorang yang baru bangun dari tidur."Ayah, kenapa pulang larut malam sekali?" seloroh Gala terdengar malas. Ke
"Gala kamu kenapa?" seloroh Wisnu.Gala terseret kembali dari lamunannya. Sekarang ia sudah menemukan siapa wanita yang sudah melahirkannya ke dunia. Jawaban yang sudah sangat jelas sekali.Tidak terasa sudut mata Gala pun telah basah. Cepat ia mengusap genangan itu agar tidak berjejak. Ia tidak ingin Wisnu melihat hal itu.Bagaimana tidak sakit, menemukan wanita yang telah melahirkannya tetapi dalam perpisahan yang menyakitkan. Hanya sebait kenangan yang bisa Gala ingat. Jika Asma juga tidak kalah sayangnya kepadanya. Hingga hampir gila saat Nada mengambil Gala dari kehidupannya."Aku banyak sekali bersalah pada Asma." Helaan nafas Wisnu terdengar jelas. Suaranya yang menggelar terdengar penuh kesedihan.Kerongkongan Gala terasa kering. Hanya sedikit ia menelan salivanya. Selebihnya, tatapan matanya tidak beralih sedikitpun dari Wisnu."Memangnya kesalahan apa yang sudah Om Wisnu lakukan?" ucap Gala."Banyak Gala. Kesalahanku sudah tidak termaafkan oleh Asma." Tatapan mata Wisnu meli