Nada mengusap lembut punggung Tuan Seno yang bersandar pada ujung ranjang. Setelah ia memberikan obat untuk lelaki itu."Kakek yakin tidak ingin pergi ke rumah sakit saja," ucap Nada menjatuhkan tatapan lesu pada Tuan Seno yang terlihat sangat pucat sekali.Beberapa kali Tuan Seno terbatuk sebelum ia menjawab pertanyaan Nada. "Tidak usah, ini hanya sakit biasa saja," jawab Tuan Seno dengan nada santai seperti biasanya. Nada menjatuhkan tatapan ragu. Ia merasa jika Tuan Seno sedang tidak baik-baik saja. Beberapa hari ini ia memang sedang dalam keadaan sakit. Tapi lelaki tua itu selalu menolak saat Nada mengajaknya berobat."Tapi Kek, keadaan Kakek semakin memburuk." Nada terus mendesak.Tuan Seno menarik tubuhnya duduk tegap, "Kata siapa Kakek sakit. Lihatlah, Kakek masih sehat." Tuan Seno mengangkat kedua tangannya seperti binaraga. "Orang sehat begini kok di bilang sakit," gerutu Tuan Seno memasang wajah baik-baik saja.Nada mejatuhkan tatapan lekat pada Tuan Seno. Ada kekhawatiran
Nada tercengang. Saat melihat Gala sudah berada di rumah. Padahal ia yakin sekali tidak melihat bocah lelaki itu dimana pun.Gemuruh di dalam dada Nada seperti hendak meletus. Ia mempercepat langkah kakinya mengikuti bayangan bocah lelaki yang baru saja masuk ke dalam rumah."Nyonya!" sapa Paman Tek yang masih duduk di atas motor. "Aku ingin bicara denganmu, Paman!" Nada mengehentikan langkah kakinya, sekilas ia menoleh pada Paman Tek dengan tatapan penuh kemarahan."I-iya!" ucap Paman Tek terbata. Firasat buruk sudah memenuhi isi kepalanya."Ada apa ya?" Lirih lelaki itu dengan wajah berpikir. Sesaat ia menatap pada kotak yang berada di bagaian depan motor Nada sembari menerka-nerka. _____"Ibu!" Gala menghentikan langkah kakinya saat menyadari jika Nada mengikutinya."Letakan tasmu, ibu ingin bicara!" cetus Nada penuh penekan. Ia berusaha menahan semua kemarahannya yang hampir saja meledak. Ia tidak ingin Tuan Seno yang sedang kurang enak badan mendengar kemarahannya pada Gala."A
Hamzah menunjukkan sebuah iklan yang dimuat dalam sebuah berita online pada Wisnu. "Akbar, Asma!" Wisnu membungkam mulutnya yang menganga. Saat melihat sebuah foto yang terpajang pada iklan tersebut. Seorang wanita berkerudung yang tengah memangku balita yang tidak lain adalah Gala. Putra semata wayangnya."Cepat hubungi nomor telepon itu, Hamzah. Aku yakin itu pasti Asma yang membuat iklan itu," ucap Wisnu memburui."Saya sudah berusaha menghubungi nomor yang tertera pada iklan itu, Tuan. Tapi nomornya sama sekali tidak bisa dihubungi," tutur Hamzah. Seketika wajah Wisnu berubah lesu. Ia menghempaskan tubuhnya kasar pada bangku."Ya Allah tolonglah aku!" Lirih Wisnu dengan wajah penuh harap."Hamzah, tolong cari tau, siapa yang memasang iklan itu!" titah Wisnu disambut dengan anggukan lembut oleh Hamzah.______"Yah!" Hanum berdecak kesal ponsel model lama yang ia simpan di dalam saku baju yang ia kenakan jatuh ke dalam cucian."Aduh, bagaimana ini?" Ia berusaha menyelamatkan ponsel
Waktu masih menunjukkan pukul sepuluh pagi. Acara rapat yang harus dilakukan oleh para guru membuat para siswa harus dipulangkan lebih awal."Kita jadi pergi ke tempat orang itu sekarang?" tanya Hanum menatap pada Gala yang berjalan di sampingnya."Iya, kita harus mendatangi alamat itu sekarang dan pukul satu nanti aku sudah harus ada di sini. Aku tidak mau ibu tidak menemukan aku disini," balas Gala sesaat mengalihkan tatapannya pada jalan setapak menuju pintu gerbang sekolah."Baiklah! Hanum mengangguk lembut.Langkah Hanum terhenti, netranya menatap pada wanita yang duduk di bawah pohon besar. "Gal, Bibik!" lirih Hanum sekilas menatap pada Gala yang sejak tadi membersamainya."Kenapa dia ada di sini, Hanum?" Gala menaikan kedua alisnya menatap Hanum.Gadis berkerudung putih itu menggelengkan kepalanya dengan wajah bingung. "Aku juga tidak tau, Gal!" lirih Hanum."Apakah kamu bercerita jika kita ingin mendatangi rumah orang itu?" Gala menatap serius pada Hanum. Dengan wajah ragu, H
Gala bisa bernafas lega. Setidaknya ada titik terang dari apa yang telah ia usahakan untuk mencari keberadaan anak Asma."Apakah kamu yakin orang kaya itu yang sudah menemukan anak Bibik?" Hanum menatap pada Gala yang berjalan mengekorinya. Tatapan gadis berseragam sekolah menengah pertama itu terlihat ragu."Tentu saja, kita sudah memberikan alamat rumah kamu. Nanti jika orang kaya itu telah kembali, dia pasti akan segera datang ke rumah kamu," tutur Gala. Gadis yang berjalan di depannya mengangguk lembut dengan perasaan gusar. Antara yakin dan tidak yakin."Gal, Bibik!" Hanum mengacungkan jari telunjuknya pada wanita yang sudah terduduk kembali pada bangku yang berada di bawah pohon besar di depan sekolah. Hanum dan Gala segera menghampiri wanita yang berada di seberang jalan. Diikuti Gala di belakang punggungnya."Bibik!" seru Hanum setengah berteriak. Ia melambaikan tangannya pada wanita yang seketika mengalihkan tatapannya. Wanita yang duduk di bawah pohon itu segera bangkit. Wa
"Bik jaga Gala di rumah! Kalau aku belum kembali, jangan biarkan dia pergi kemanapun." Nada mengingatkan Bik Mina. Wanita itu terlihat sibuk mencari sesuatu di lemari yang berada di ruang tamu rumahnya."Baik, Nyonya!" Bik Mina mengangguk lembut. Nada segera keluar dari rumah setelah menemukan kunci motor yang ia cari. Langkahnya terhenti, saat ia hendak menuruni anak tangga yang berada di depan beranda rumah menuju halaman. Menoleh pada Bik Mina yang masih mematung di tempat yang sama."Aku harus memakai masker tidak boleh ada satupun orang yang mengenaliku," ucap Nada, perasannya semakin bercampur aduk. Apalagi setelah mengetahui jika Asma ternyata ada di sekitarnya."Ada apalagi, Nyonya?" tanya Bik Mina saat Nada masuk kembali ke dalam rumah. Wanita itu berjalan cepat masuk ke dalam kamar tanpa menjawab ucapan Bik Mina. Beberapa saat kemudian keluar dengan masker yang sudah menutupi wajahnya. "Bik, ingat apa pesanku, ya? Jangan lupa jaga, Gala!" Nada mengacungkan jari telunjukny
Perlahan pintu gudang terbuka. Wanita dengan kaki di pasung itu nampak meringkuk di atas dinginnya lantai semen. Kedua kakinya terperangkap pada sebuah kayu. Tidak ada selimut yang membungkus tubuhnya dari dinginnya malam. Sesekali ia nampak menggigil kedinginan setiap hawa dingin menyentuh pori-pori kulitnya.Hati Wisnu terenyuh, begitu sakit. Butiran air mata berjatuhan membahasi pipi. Semakin deras, saat langkah kakinya mendekati Asma. Wisnu menarik tubuhnya berjongkok di depan tubuh' Asma yang menggigil. Sepersekian detik ia hanya berdiam menjatuhkan tatapan nanar. Diam-diam air mata semakin deras mengalir membahasi pipi. Gerakan tangannya yang hendak membelai kerudung lusuh yang Asma kenakan terhenti di udara. Wisnu ragu, hatinya hancur melihat keadaan Asma yang sangat menyedihkan. Umpatan demi umpatan merutuki diri Wisnu atas kesalahannya di masalalu. "Beginilah hidup Asma sekarang!" ucap Ustaz Azhar yang berdiri di ambang pintu gudang. Wisnu menatap lelaki dengan sarung yang
Nada terduduk lesu. Sudah hampir dua jam ia tiba di rumah sakit. Tapi para dokter yang berada di dalam ruang ICU belum ada satupun yang keluar. Wajah Nada nampak sangat gusar sekali. Pikiran buruk semakin memenuhi isi kepalanya membuat tubuhnya bergetar hebat.Suara derap langkah kaki yang memecah keheningan mengalihkan tatapan Nada pada seseorang lelaki yang berjalan dari ujung lorong. Wanita berbalut kerudung tosca itu terkesiap. Entah kebetulan atau bagaimana, ia tidak tau. Tapi lelaki bertubuh jangkung itu berjalan semakin mendekat menghampirinya."Bagiamana dengan keadaan Tuan Seno?" ucap Danil saat berhenti di depan Nada yang masih tercengang.Wanita yang mendongakkan wajahnya itu tidak bergeming untuk beberapa saat. Antara percaya dan tidak percaya dengan apa yang ia lihat saat ini. Setelah sekian lama mereka tidak pernah saling bertemu."Danil, bagaimana bisa kamu berada di sini?" ucap Nada terbata. "Bagaimana kamu bisa tau kalau Kakek ....!" Nada nampak bingung."Itu bukan ha