Troy meremas setirnya dengan jantung ngos-ngosan. Hampir saja ia menabrak seseorang kalau saja tak menginjak rem tepat waktu. Dengan perasaan panik, ia langsung membuka pintu mobil untuk keluar.
"Senja!!" Teriaknya kegirangan karena kalau sampai ia menabrak adiknya sendiri, celakalah dia. "Aku balik handphone kamu ketinggalan!"
"Kak, bawa aku pergi dari sini!!" Senja yang Troy jumpai wajahnya penuh dengan linangan air mata.
"Kamu kenapa?"
"Cepet bawa pergi aku dari sini!!" Teriaknya murka karena Saga kini semakin dekat. Troy terkejut namun segera membawa adiknya pergi dari sana. Ia tak tahu apa yang terjadi namun saat Saga sudah sampai di jalan dan berteriak-teriak, Troy sadar jika ada yang terjadi dengan mereka dan tentunya bukan sesuatu yang baik.
Saga terlambat, mobil Troy sudah melaju dengan kencang. Meninggalkannya berdiri di tepi jalan dengan raut muka putus asa. Dia memang menyayangi Nadine namun tetap saja ia tak menampik kehadiran Senja di
"Itu tadi siapa?" Tanya Dara pada Troy yang kini sudah ada di dapur mengambil air minum."Dia adik gue, adik kandung gue yang hilang dulu. Gue pernah cerita kan sama loe?""Jadi dia gak mati, dia masih hidup!!" Troy hanya mengangguk lalu mengambil es batu di dalam kulkas."Tapi sayang dia gak tahu kalau gue kakaknya. " Dara menatap Troy iba. Semua orang tahu Troy itu kuat, pintar, dan perfeksionis namun dia sebenarnya kesepian dan juga butuh dukungan. Seseorang yang selalu jadi pemenang memang agak egois dan juga jarang punya teman."Jangan tatap aku kayak gituh." Dara malah tersenyum masam. Troy paling benci jika dikasihani."Kamu mau disiapin makan?" Troy menggeleng."Tapi ada makanan kan? Nanti biar Senja bisa makan kalau lapar.""Jadi namanya Senja? Adik kamu itu kenapa matanya sembab? Kayak orang habis nangis!""Aku gak tahu, itu yang harus kamu cari tahu. Biasanya perempuan mau ngomong sama sesamanya." Untuk hal itu Dara
“Masih gak mau makan?” Tanya Troy kepada orang di seberang telepon. “Belum mau. Dia malah masuk kamar dan nangis lagi.” “Kamu gak bisa ngorek info apa pun dari dia?” Troy memukul setir ketika mendapatkan jawaban tidak dari Dara. “Masak gituh aja gak bisa!! Begok loe, gak becus loe!!,” Hardiknya kasar, meski di dalam telepon. Dara tetap saja sakit hati. “Kita baru ketemu satu kali, gak mungkin Senja mau cerita tentang masalahnya. Kalau kamu kepo dengan masalah adik kamu. Kenapa kamu gak tanya sendiri?” Dengan tak sopan Dara memutus panggilan Troy sepihak. Dara sebal menerima umpatan kasar. Troy sebenarnya kesal di putus panggilannya namun ia sadar jika seseorang sudah menunggunya di luar mobil. “Sorry, kamu nunggunya lama.” “Kak Troy mau ajak aku ke mana?” Tanya Fara malu-malu. Pasalnya untuk pertama kalinya orang yang ia sukai, mengajaknya pergi. Mereka akan kencan kemana ya? Pantai, restoran mewah, Mal, atau ke tempat yang lebih romantis. Mem
Arthur hampir saja menjatuhkan tutup gelas saat melihat Saga di cafenya. Memang pemuda itu biasa datang karena mengantarkan Senja itu pun hanya di depan bukan masuk ke dalam.“Ada urusan apa kamu kemari?” Tanya Arthur baik-baik. Seperti biasa Saga itu anak tengil bergaya sok. Masuk ke tempat orang tetap saja gayanya sok jagoan.“Di mana Senja?” “Belum datang dia, jadwalnya k
Troy memukul setir dan berteriak sangat kencang ketika mengetahui apa yang terjadi pada Senja. Si Saga tak hanya menghancurkan masa depan adiknya namun juga menghancurkan hati adiknya juga. Taruhan? Adiknya tak lebih berharga dari sebuah uang? Bahkan Troy menukar kebebasannya agar bisa bertemu Senja, Saga dengan mudahnya menyepelekan kehadiran Senja. Laki-laki itu tak akan pernah mendapat pengampunannya. "Ahhhhhh......!!!!" Troy akan menghancurkan kepala Saga dengan tangannya sendiri, air mata adiknya harus di bayar dengan nyawa laki-laki itu. Tapi sebelum semua keinginan Troy terwujud, ia harus menemui seseorang terlebih dahulu untuk mengungkap semua. Senja harus tahu kalau mereka bersaudara. "Troy." Troy yang emosi menahan pintu rumah sang mamah. Tak peduli jika wanita paruh baya itu tengah kesusahan atau kesakitan. Brakk Pintu terdorong, dan Helen terjengkang di balik pintu. "Mau apa kamu ke sini? Bukannya semua sudah jelas." "Aku m
"Dia kakak kamu" Tangis haru menggema di seluruh penjuru ruangan. Beberapa saat lalu keadaan masih tenang sebelum semua terungkap. Selama ini yang ada di benak Senja, dirinya hanya punya mamah dan papah yang telah tiada. Kenyataannya dia punya seorang kakak laki-laki yang di besarkan oleh sang kakek. Kenapa selama kini mamanya tak pernah cerita, membahas pun tidak. Senja tak ingin marah sebab dirinya tahu jika mamanya punya alasan kuat menyembunyikan rahasia sebesar ini. Troy langsung memeluk sang adik perempuan yang sangat di rindukannya. Baginya bertahan hidup untuk sekarang hanya demi Senja, satu-satunya saudara yang ia punya. "Kakak!" Troy memeluk adiknya semakin erat. Panggilan yang selama ini ia nantikan akhirnya keluar dari mulut Senja. Tak ada yang lebih membahagiakan dari pada itu . Troy di terima dan di sambut hangat. "Aku gak tahu harus ngomong apa tapi aku bahagia karena aku punya kakak." Troy di besarkan untuk jadi pemenang, sesak
"Senja!!" pekik seseorang, Senja hanya diam tak mau menyahut. Lalu berjalan lurus menuju lantai atas."Maafin kami Senja." Angga menyusul jalan Senja yang agak cepat namun Dara menghadang langkahnya ketika Angga hendak naik tangga. "Tolong mbak menyingkir." Dara tak bergeming, sorot matanya begitu galak."Tunggu di sini aja mas, temen saya mau ngambil barang-barangnya terus pergi.""Tapi mbak..." Dara tetap berdiri tak berniat berpindah tempat. Sedang Senja di lantai atas, mengambil awut-awutan semua barang-barangnya. Mulai dari kertas skripsi, laptop, pakaian cas, powerbank, sampai dengan alat make up yang jumlahnya tak seberapa. Ia masukkan semua barang ke dalam tas besar yang ia pinjam dari Dara. Setelah selesai ia menatap, meneliti setiap sudut kamarnya bersama sang suami.Senja ingat bagaimana dulu merapikannya, membersihkannya, menata semua perabotan. Waktu itu dalam hatinya ia berharap memulai segalan
Saga jelas terpuruk, Senja merencanakan sebuah perceraian. Istrinya itu sudah membawa buku nikah mereka dan Saga tahu kalau mungkin Senja sakit hati dan tak melanjutkan bahtera pernikahan ini. Ia tak rela jika berpisah saja sudah mendatangkan penyesalan apalagi perceraian. Saga dengan lemas duduk di sofa, kepalanya ia remas dengan tangan lalu ia menunduk untuk menyembunyikan matanya yang sudah sembab. “Senja beneran minta cerai?” tanya Gio entah pada siapa. Harusnya Saga peka kalau dirinya tengah di bicarakan. “Dia bawa buku nikah kalian kan?” “Gue gak tahu. Gue pikir Senja Cuma marah sementara terus setelah itu kita akan baik-baik saja.” Angga dan Gio menatap iba ke arah sang leader. Senja itu sabar, lembut dan baik hati pasti kalau di sakitin sisi kejamnya akan bangkit. Ada yang pernah bilang jangan mengusik seseorang yang pendiam, karena amarah mereka lebih mengerikan. “Tapi gue kayak kenal sama perempuan yang sama Senja tadi. Wajahnya mirip seseorang,” uc
Fara risih di kejar terus oleh laki-laki yang kini telah di belakang . Laki-laki brengsek, tak tahu diri serta tak tahu malu itu selalu menanyakan tanggal pernikahan Senja.“Tolong… Ra, kasih tahu gue di mana Senja?”“Apa? Status kalian Cuma mantan. Jaga batasan loe, Senja itu udah jadi bini orang.” Fara berkelit saat Devano duduk tepat di sampingnya. Ia bergeser semakin jauh.
Kejutan selalu terjadi tapi tawa khas Regan dan suara seorang perempuan yang ia tak kenali. Mempercepat langkah Senja untuk mencapai rumah. Ia penasaran saja karena biasanya dia kan yang jemput Regan di rumah Bibik Ratmi."Ini apa sayang?""Ni obot..." Regan membawa sebuah robot transformer besar yang dapat berubah jadi mobil. Robot itu harganya lumayan mahal. Senja bisa membelinya tapi kan sayang, uangnya cuma beli buat mainan. Di sebelah Regan terdapat berbagai macam mainan, gak cuma satu tapi banyak. Ada mobil remot, bis tayo, pistol yang menyala dan mainan canggih lainnya."Mamah?" sapa Senja yang sudah berdiri di hadapan kedua orang yang berbeda generasi itu."Eh.. kamu sudah pulang?" Senja mencium tangan Devi. Bagaimana buruknya perlakuan mertuanya di masa lalu tapi kini wajah tak suka serta tatapan muak milik Devi tak terlihat lagi. Mungkin jarak yang membuat wanita paruh baya ini terasa kangen."Udah mah. Mamah kapan sampainya?""Tad
Saga pada akhirnya tahu hal ini akan terjadi. Senja dengan otak pintar, serta nilai IP tinggi. Tak akan sulit mendapatkan pekerjaan yang bagus. Ibu dari Regan itu kini sudah di terima sebagai apoteker di sebuah rumah sakit besar di Semarang. Melihat istrinya berseragam hijau muda, ia jadi pangling sekaligus bangga. Istrinya itu akan berangkat jam tujuh lalu pulang jam tiga siang. Ia merasa kasihan pada Regan yang masih butuh asupan ASI."Aku merasa minder. Penghasilanku gak lebih besar dari gajimu." Senja menengok ke arah sang suami sambil menggendong Regan. Ia pernah bahas ini berkali-kali, tak apa jika terjadi perbedaan penghasilan di antara mereka."Aku udah bilang, kita kan bisa sharing kebutuhan rumah tangga sama-sama. Jangan berdebat lagi masalah uang. Aku gak suka Van. Uangku, uang kamu juga." Saga merasa dunia terasa terjungkir balik. Dulu yang bukan masalah, kini malah jadi perdebatan besar. Harusnya dari dulu ia tak menyia-nyiakan masa muda. Senja begitu pint
Saga panik ketika tengah malah istrinya mengalami kontraksi. Maklum lah mereka hanya berdua saja di kota ini. Tak ada yang mereka bisa mintai tolong kecuali Ratmi. Ibu pemilik rumah. Senja di antar ke bidan dengan naik mobil pick up. Selama di perjalanan, Senja banyak meringis kesakitan dan terus menyebut mamanya."Mas, apa gak sebaiknya menghubungi mamanya mbak Senja. Atau masih hubungi keluarganya." Ragu menyergap. Selama ini Helen dan Senja tak putus kontak. Tapi ia benar-benar takut jika Troy tahu, dan memaksa membawa sang istri pergi."Iya bik, mungkin besok mamanya baru datang." jawabnya bohong. Senja sudah sampai di pembukaan sepuluh dan siap untuk melahirkan. Saga menunggu di luar Karena tak tega mendengar Senja berteriak dan mengerang kesakitan. Andai bisa, ia mau menggantikan sang istri di dalam sana."Oek... oek... oek..."Suara tangis kencang seorang bayi menggema. Saga tahu anaknya telah lahir dengan selamat. Ia sendiri tak tahu jenis kelamin
Dara menarik nafas, menyiapkan diri lalu banyak berdoa. Ia berjalan mondar-mandir dan penuh was-was. Troy itu kalau ngamuk menakutkan bahkan mungkin sampai bisa memukulnya. Bel berbunyi, ini sudah jam 5 sore. Biasanya pria itu akan pulang jam segini."Troy?" Dara berlaku baik, ia meraih tas Troy lalu menyuruh laki-laki itu masuk dan membuka alas kaki. "Kamu udah makan? Mau aku siapin air panas?""Mana Senja?" Dara kira perhatiannya bisa mengalihkan pikiran pria ini dari sang adik."Begini..." lambat laun juga akan ketahuan, tapi lebih baik Dara mengarang cerita. "Senja kabur dari apartemen. Dia di bawa Saga."Tentu saja Dara takut. Ia bilang dengan nada yang di buat lirih Nan lembut namun tetap saja amarah Troy tak sapat di antisipasi. Pria itu malah mencengkeram lengannya keras menuntut sebuah alasan logis. "Gimana adik gue bisa kabur? Ada dua bodyguard yang gue suruh jaga!!""Aku gak tahu. Tapi dia yang rela pergi sama suaminya atas kemauan sendi
Senja tak bisa bimbang lagi. Keputusannya sudah bulat. Ia memilih pergi. Troy memang satu-satunya saudara yang ia miliki tapi ia sadar jika hakekatnya tanggung jawab saudara laki-laki terputus ketika saudara perempuannya telah menikah. Sekarang Saga imannya. Tak peduli jika ke depannya akan menderita atau Saga yang tak kunjung mencintainya. Senja hanya berusaha taat pada agama yang ia anut. “Udah siap kan? Aku udah hubungi Saga. Dia bakal ke sini dan soal penjaga tenang aja. Aku udah kasih obat tidur ke minuman mereka. Paling sebentar lagi mereka tidur.” Dara membantu Senja kabur, masalah Troy ia pikir belakangan. “Tapi gimana sama kamu nanti? Kak Troy bakal marah.” Dara menepuk-nepuk bahu Senja, membiarkan adik Troy itu tenang. “Semarah-marahnya Troy, dia gak mungkin mukul aku kan?” Dara tersenyum was-was. Ia pernah di amuk Troy ketika kalah dan rasanya tak enak. Ia juga pernah kena tampar karena bertemu Vivian. “Ya udah, aku pamit. Kamu baik-baik aj
Dara dan Senja ter jingkat kaget saat pintu apartemen di tutup dengan kasar oleh Troy. Pandangan Dara dan Senja bertemu. Ada rasa tak enak yang menyergap. “Sorry Ra, aku gak bermaksud mempersulit kamu.” Dara paham namun secara tidak langsung ia juga ikut andil dalam kekacauan ini. “Gak apa-apa. Troy lagi marah suka ngambil keputusan seenaknya.” Dara mendekat, mengelus pundak Senja pelan. “Aku bakal sedih kalau kamu pindah. Aku gak ada temen lagi deh.” “Aku mau pulang ke rumah mamah.” Dara ikut sedih jika Senja terpasung. Troy memang kakak Senja tapi di tak ada hak atas hidup wanita ini. Apalagi Senja punya wali sah yaitu suaminya. “Kalau Troy lagi emosi gini. Jangan di lawan. Kita bisa ngomong pelan-pelan tapi nanti.” Kalau sudah begitu Senja hanya bisa memejamkan mata dan mengurut pelipisnya. Tindakan Troy terlalu jauh. Dia bukan anak kecil yang harus di awasi segala sisi. Senja sudah dewasa bisa mengambil yang baik serta benar untukny
Sebelum makan mereka pergi jalan-jalan ke taman dan juga ke suatu tempat yang mengejutkan Senja ketika sampai. “Ke rumah sakit?” “Iya, aku mau lihat perkembangan anak kita.” Senja memejamkan mata. Ia lupa, belum pernah sekali pun memeriksakan sang anak pada dokter kandungan. Untung saja sang suami mengingatkan. “Gak apa-apa kan setelah ini baru kita makan?” “Gak apa-apa.” Bolehkah kali ini Senja merasa terharu karena perhatian sang suami. Ia merasa tak apa kalau cinta Saga bukan untuknya, asal anaknya mendapat kasih sayang penuh dari sang ayah. “Usia kandungannya udah masuk delapan minggu. Lihat kantung janin sudah terbentuk. Janinnya sehat, tekanan darah ibunya normal. Masih sering mual atau muntah?” tanya dokter kandungan yang tengah menangani Senja. “Alhamdulillah selama hamil gak pernah ngalamin itu. Pas hamil juga gak sadar, sebelum akhirnya pingsan.” Dokter perempuan itu hanya mengulum senyum tipis lalu menyuruh sang asisten membersihkan perut S
“GA, kamu gak boleh gegabah mengambil keputusan.” Kemarin mamanya yang bertandang kini sang kepala keluarga. Kenapa kedua orang tuanya begitu ngotot memintanya untuk menceraikan Senja. “Kalau masalah anak. Itu gampang. Kita bisa ngambil dia setelah lahir.” “Papah sadar ngomong kek gituh? Papah punya anak juga. Apa jadinya kalau aku dulu Cuma di asuh papah dan gak punya mamah.” Hermawan diam seribu bahasa. Anggap saja ia egois. Tawaran saham itu begitu menggiurkan. Hingga ia rela mendepak sang menantu yang tengah hamil. “Seratus persen saham perusahaan kita akan jadi milik kita. Kamu gak usah membagikan dengan siapapun.” Itulah tujuan awal pernikahannya dengan Senja. Agar saham perusahaan yang ayahnya pegang tak berpindah ahli waris. Namun ayahnya terlalu serakah. Ingin memiliki semuanya sendiri. “Papah tahu kamu udah gak betah kan dengan pernikahan ini!” “Papah salah, demi apa pun aku akan mempertahankan Senja dan anakku. Lebih baik papah bawa pergi surat cer
Namun Senja dapat bernafas lega ketika sang kakak tak ada. Syukurlah perang tanding bisa di tunda dulu. Saga ternyata gigih, sampai berani mengikutinya ke ruangan Wisnu di rawat. "Kamu di luar aja." "Aku kan mau jenguk, sekalian datang sebagai cucu mantu." Senja yang memegang engsel pintu, memundurkan kepalanya sambil mengernyit jijik. Cucu mantu? Itu bahkan akan jadi mantan. "Ya udah tapi diem." Senja menempelkan telunjuknya di atas bibir di sertai pelototan galak. Saga merapikan pakaiannya sebelum bertemu Wisnu. "Ma... u apa ka... mu... ke sini!!" Astaga sudah stroke separuh badan tetap saja galak. Senja waspada karena tahu, kadar benci sang kakek pada ibunya dan juga dirinya. "Kita mau jenguk kakek." jawab Saga enteng. "Gak... per... lu!!" Aduh ngomong aja udh ngumpulin nafas masih aja gengsi sambil membuang muka. "Per... gi... kalian!! Per... gi!! Ke sini datang baik-baik kok perlakuan kakek Senja kasar. Untunglah Saga tak membawa