"Sayang, gimana masakanmu, udah siap semua? Aku yakin hasilnya pasti bakal enak?" Bara duduk di sisi Alya dan langsung menelisik wajah istrinya tampak berbeda.Alya menatap kosong suaminya yang baru saja kembali. Pikirannya masih bercabang kebanyak arah, rasa takut dan gelisah malas makin kental."Kamu kenapa, Sayang? Apa yang terjadi, kenapa wajahmu pucat?" Bara cepat dan merangkup dua pipi Alya."Oh, aku nggak apa-apa." Alya tersenyum kaku. Matanya berkaca. Sikap yang demikian itu yang membuat hatinya semakin kacau. "Sayang, katakan kamu kenapa?" Bara sangat khawatir.Alya menggeleng. "Aku hanya mendadak pusing saja. Bagaimana kalau kita pulang sekarang?"Bara melebarkan mata. "Kita pulang dan aku akan memanggil dokter."Alya lemas sekali. Dia bahkan tidak menolak Bara saat dipapah berdiri.Bara hendak membawa Alya pulang, tapi saat keluar dari area dapur, Desi malah mencegat dengan bertolak pinggang. Senyumnya sangat merekah, jelas sekali kalau dia sangat bahagia. "Kamu sudah nek
"Mas Bara, maaf aku nggak bisa diam saja. Sebelum benar-benar bertahan di sisimu dan membuka hati, aku ingin memastikan seperti apa kamu." Alya berangkat dengan niat kuat membuntuti suaminya. Dia tidak mendapat informasi apa pun selain kata siang hari. Jadi dia sengaja menunggu suaminya di sisi jalan depan perusahaan. Melihat mobil suaminya setelah keluar dari area perusahaan, Alya langsung menyuruh sopir taksi melajukan mobil. "Jangan sampai kita kehilangan jejak mobil itu, Pak." Alya menuju mobil suaminya yang tepat ada di depan. "Baik, Bu." Alya duduk gelisah. Dia meremas tautan tangannya yang berkeringat di atas pangkuan. Berkali-kali dia mengatur nafas. 'Astaghfirullah hal adzim. Ya Allah, singkapkan keraguan dalam hati ini. Tampakkan yang putih jelas putih dan yang hitam jelas hitam. Ampuni hamba yang lemah ini.' Alya terus merapal do'a dalam hati. Hingga mobil suaminya masuk pada sebuah restoran. Setelah memastikan suaminya masuk, Alya cepat turun dari taksi. W
Apa Mas Bara tahu kalau tadi aku membuntutinya? Kenapa bisa kebetulan bertemu di rumah ini? Benarkah dia hanya lewat saja atau tahu kalau aku di sini?' batin Alya."Mau nginep di sini, Mas? Tapi, kan kamu lagi sibuk. Biasanya kalau malam kamu ada waktu tersendiri masuk ke ruang kerja. Di sini kamu nggak bisa, kan?""Sesibuk apa pun, aku tetap akan ada waktu untuk istri dan keluarga istriku." Bara menarik tangan Alya dan diletakkan di atas pangkuan. Dia mengusap lembut tangan itu.Alya menatap tangannya yang digenggam Bara. 'Sayang sekali aku hanya istri sementaramu saja. Rayuan manismu mungkin agar aku jadi istri penurut dan tidak banyak membantah,' batinnya nyeri."Ayah suka dengan pemikiranmu, Nak Bara. Semoga pernikahan kalian langgeng dan penuh kebahagiaan. Ayah dan Ibu juga selalu berdoa agar orang tuamu dilembutkan hatinya. Mereka bisa menerima Alya apa adanya dan sepenuh hati.""Amin." Cepat Bara menyahut sambil melirik istrinya.Bara kecewa, istrinya yang tidak merespon do'a i
"Nyonya Desi memanggil Anda, Nona Alya." Dipanggil Nona karena keluarga Bara belum mau mengakui Alya jadi Nyonya Bara. Termasuk semua bawahan Desi dan Yudha.Saat Alya hampir masuk gerbang rumah Bara, sebuah mobil berhenti dan seseorang suruhan Desi maju.Alya teringat notif itu. Dia memutuskan ikut dan masuk dalam permainan Desi. Pasti akan ada hal besar sampai memanggilnya ke rumah tanpa sepengetahuan Bara.Saat tiba di rumah itu, alangkah tercengangnya Alya, seorang wanita yang kemarin bertemu suaminya duduk akrab dengan mertuanya.'Dia juga ada di sini. Berarti Mas Bara juga akan datang nanti. Mertuaku sangat pintar mengatur siasat. Dia ingin aku langsung mundur. Ya, tentu saja. Lagi pula, Mas Bara juga sudah menyetujui permintaan mengganti istri. Lalu, buat apa aku merendahkan harga diri untuk tetap bertahan?' batin Alya.Alya bahkan tidak dipersilahkan duduk. Wanita itu meremas ujung jilbab dengan terus mengatur laju nafasnya-Dia berdiri di depan dua wanita itu.'Bismillah kuat.
Berita kecel4kaan langsung tersebar melalui media sosial. Ivan sudah berusaha agar identitas Bara tidak terekspos ke ranah publik, tapi tetap saja mereka bisa mengambil foto mobilnya. Untung saja, mobil itu bukan mobil yang biasa digunakan Bara untuk ke kantor.Akan tetapi, banyak pihak yang menduga siapa yang jadi korban kecelak4an itu. Meski hanya disebut bahwa korbannya seorang pengusaha muda.Tidak dengan keluarga Bara, Yudha dan Desi mengenali mobil itu. Mereka langsung panik. Beruntung Desi tidak kena serangan jantung.Sedang Alya? Dia tidak ON dalam media sosial. Wanita itu masih duduk termangu di balkon kamarnya. Dia malah sedang menguatkan hati untuk pergi begitu saja dari rumah itu, lalu kapan membuat pengajuan cerai kemudian.***Di sebuah rumah sakit. "Bagaimana kondisi Tuan saya, Dok?" Dokter itu mengangguk.Ivan membuang nafas lega. "Kalau begitu, kita lanjutkan sesuai rencana."Bara masih di ruang tindakan. Selang beberapa saat tubuhnya sudah dipasang banyak alat medi
"Mas, Mas, Mas Bara. Kamu sudah bangun mas?" Alya tersenyum haru. Dia mengusap air matanya dan beberapa kali mengecup kening suaminya.Pelan Bara membuka matanya, tapi tatapannya masih kosong. Dia melihat siapa saja yang ada di ruangan itu, lalu kembali memejamkan mata."Panggil dokter!" teriak Yudha.Desi lantas menarik Alya mundur. "Minggir! Bara tidak butuh kamu!" Alya hampir terjungkal kalau tidak ditahan Ivan. "Anda baik-baik saja, Nyonya?"Alya mengangguk. "Aku ingin melihat kondisi Mas Bara, Van. Jangan bawa aku keluar.""Saya tidak akan membawa keluar, tapi Anda harus berhati-hati menghadapi Nyonya Desi."Dokter datang dan sebentar memeriksa kondisi Bara.Alya meremas jari-jarinya dengan terus menatap wajah suaminya. Telinganya terus mendengar apa yang dijelaskan oleh dokter. Air mata itu terus mengalir tidak tega melihat kondisi itu.'Mas, kamu pasti bisa bertahan. Kamu masih berhutang banyak penjelasan padaku,' batin Alya.Posisi Alya masih terhalang oleh Desi dan Yudha un
"Sekarang giliran saya untuk ada di sisi Mas Bara."Salah satu jari-jari tangan Bara bergerak, tanpa sepengetahuan lainnya. "Huh!" Desi membuang muka.Tanpa menunggu jawaban 'ya' Alya cepat mendekat ke sisi brankar.Desi dan Yudha diam saja. Mereka memilih duduk di sofa sambil mengamati yang dilakukan Alya."Ma, apa dia akan bisa membuat Bara membuka mata seperti tadi?""Mama yakin tadi itu hanya kebetulan. Jadi sekarang pasti tidak akan ada reaksi apa pun. Kita lihat saja sebentar, setelah itu kita usir dia pakai cara apa pun!"Alya memegang tangan Bara yang terbalut perban, dia kecup pelan. Lalu mengusap kening suaminya dan memberi kecupan lembut. Kecupan itu dilanjutkan pada dua mata suaminya yang mengatup. Ada pergerakan halus di bibir Bara, sayang itu sangat halus."Mas, jangan lama-lama membuatku takut dan khawatir. Banyak yang harus kita bicarakan, terutama aku belum sempat menjawab yang kamu ucapkan. Apa kamu tidak ingin mendengar jawabanku?" Alya menatap sayu wajah suaminya
"Sana pergi!" Bara mengangkat tangannya ingin memvkul Ivan.Sedang Ivan malah tersenyum lebar melihat tuannya itu. "Bos, tenang, Bos. Nanti Nyonya datang.""Diam, Kamu!" Bara melotot dengan senyum tipis.Pintu dibuka di tengah perdebatan gemas bos dan asisten itu."Mas Bara?" Alya mengernyit melihat posisi suaminya.Bara membelalak dengan hati gugup, takut. 'Mati aku!' batinnya."Bos!" Ivan langsung tanggap dan berteriak. Dia cepat memegang tangan dan tubuh Bara sambil pura-pura gusar."Akh!" Bara juga cepat berteriak. Alya melebarkan mata. Dia cepat mendekat. "Mas Bara, apa yang terjadi?"Bara mengedipkan mata cepat pada Ivan. "Nyonya, dari tadi Tuan memaksa untuk turun karena sedih dengan kondisi kakinya. Dia ingin mencoba berjalan, tapi saya cegah. Dia malah seperti ini. Saya jadi ikutan sedih." Ivan memasang wajah sedihnya. Tidak lupa dia menarik nafas dalam-dalam agar lebih meyakinkan.Bara langsung menyambung. "Sayang, kakiku- Aku mau turun. Aku nggak percaya kalau kakiku jadi