Dulu, Alya hanya memakai gamis kedodoran dan sering hanya jilbab instan saja, tapi sebenarnya sudah tampak cantik. Hanya saja masih akan terlihat kampungan. Sekarang, Alya memakai dress panjang elegan dengan jilbab pasmina yang dibuat gaya elegan tapi sopan. Ditambah polesan make up natural itu, bisa jadi orang salah sangka kalau Alya itu seorang selebgram atau model muslimah. Karena pancaran aura pesonanya begitu kuat.Bara tertegun melihat Alya. Baru beberapa Minggu tidak bertemu wanita itu telah berubah sangat jauh. Mata elang itu belum berpaling dari sosok Alya. Menelisik hingga ada desiran rasa asing.Alya menatap heran Bara. 'Kenapa dia melihatku seperti itu? Apa ada yang salah atau lupa lupa ingat?' batinnya.Sedang dari arah dalam, Ardi menatap dengan mata lebar. Dia menggeleng beberapa kali seolah ingin menyadarkan diri jika yang dilihatnya itu bukan Mantan istrinya."Alya?" Ardi telah mendekat."Mas Ardi," cicit Alya terkesiap. Dia masih sedikit gugup bertemu dengan mantan s
Fitnah mulai tertebar. Penampilan sederhana salah, cantik salah juga. Padahal Alya sudah memakai mode pelit senyum dengan laki-laki selama di sana. Dia juga tidak membiarkan laki-laki masuk begitu saja. Jika ada laki-laki datang, Alya selalu bicara di teras rumah. Meski itu untuk memesan baju."Ada yang bisa aku bantu ibu-ibu?" Alya belum paham apa maksud mereka menghadang, tapi dari raut wajah saja telah jelas jika mereka telah meradang.Beberapa Minggu ini, memang banyak laki-laki yang ramah pada Alya. Hanya saja tidak ditanggapi lebih panjang. Para laki-laki itu kadang datang untuk menanyakan soal pakaian. Tidak sedikit yang memesan pakaian. Tak hanya sampai di sana, saat Alya ke warung depan saja langsung banyak laki-laki yang ingin mendekat.Rumor janda pastinya tersebar dari pemilik rumah itu karena sejak awal menanyakan status Alya."Udah jadi janda berapa bulan kamu? Udah gatel, terus godain laki orang." Satu wanita bergincu merah menatap nyalang Alya.Alya membeliak. "Ehm, Bu
Demi apa coba Bara melakukan semua itu? Hanya demi sebuah rasa asing yang terus menelisip semakin dalam. Rasa tenang dan enggan berpaling saat melihat sosok Alya. Rasa yang membuat pikirannya terus terdominasi oleh wajah Alya. Bahkan tak hanya sekali Bara menyematkan Alya dalam mimpinya.'Alya' .... Wajah itu terpampang jelas di benak Bara yang membuat selalu ingin berusaha terus mendekat pada wanita itu."Ok, aku terima sarat itu asal kamu jangan bertingkah semaumu sendiri. Jangan memaksaku untuk melakukan apa yang kamu inginkan. Aku hanya akan melakukan poin utama, bukan segalanya." Bara tersenyum miring tipis. Dia tak mungkin akan kalah begitu saja. Yang penting bisa mengundurkan acara pernikahan dulu."Tapi kamu pasti akan banyak melakukan perjalanan ke luar negeri. Bagaimana akan memenuhi janji itu?" Ibu Bara masih ragu."Benar, aku nggak mau cuma PHP. Kita mau nikah, teman-temanku mempertanyakan soal hubungan kita seromantis apa karena kita sama sekali belum pernah terlihat berd
Pagi hari di rumah Ardi.Bagaimana kondisi keluarga Ardi terkini? Proses perceraian sedang berjalan dan telah memasuki tahap akhir. Selama beberapa Minggu ini kehidupan Ardi dan Tiara tak semanis saat sebelum semua terkuak.Dulu, hanya ada romantis dan manis saja karena mereka bertemu tidak setiap hari dan belum ada masa sulitnya mengurus bayi. Sekarang, semua berbanding terbalik saat mereka benar-benar tinggal bersama dan semua sisi sikap baik buruk terlihat. Tiara yang egois dan hanya memikirkan dirinya sendiri begitu membuat Ardi frustasi. Apalagi Tiara tidak mau mengurus anaknya sendiri. Bahkan setiap pagi dia harus menyiapkan segalanya sendiri.Ardi masih sangat mengantuk karena semalaman harus menjaga anaknya di rumah sakit. Untung saja Daffa hanya demam dan tidak parah, sehingga setelah stabil bisa dibawa pulang.Wajah kusut, rambut berantakan, mata sayup, Ardi melangkah ke kamar mandi. Setelah sekian lama mandi."Tiara, bisa nggak sekali aja kamu siapin baju kantor? Aku ini be
"Siapa yang ada di depan rumah janda gatel itu, seperti mobil suaminya Tiara?""Foto aja. Terus kita lapor sama Tiara. Dia harus tahu kalau suaminya lagi nyambangin mantan istrinya. Keterlaluan! Seperti ini kelakuan suami Tiara kalau di belakang.""Gila, kasihan Tiara kalau kaya gini. Wanita itu pasti masih minta jatah sama suami Tiara.""Kayaknya harus dikasih pelajaran itu si janda gatel.""Setuju."Beberapa foto telah diambil. Dan dua wanita itu masih terus memantau dari balkon. -Penampilan elegan yang membuat Alya tampak sangat anggun dan cantik. Aura mantan istri Ardi itu terlalu kuat untuk dielakan. Apalagi dengan sorot mata teduh dan pancaran ketulusan. Ardi sampai harus menggeleng untuk menegakkan pikirannya.'Dia sudah bukan wanitamu, Ardi!' sentak batinnya pada diri sendiri.Alya masih terhenyak heran. Di depannya kini ada seorang pria yang pernah mengisi hatinya, pria yang beberapa bulan yang lalu sangat dicintai dan dirindukannya. Pria itu juga yang mengoyak dan menc4bik
Daya pikat. Itu hanya tergabung siapa yang menatapnya dan dari sudut pandang mana.Bara mengatur laju nafas dan detakan jantungnya. "Ehem!" Bara mencoba untuk tenang. Dia duduk tegap dan langsung menyambar cangkir kopi serta menyeruputnya."Kamu? Ehm, maaf aku lancang. Mas Bara. Oh salah lagi maaf. Tuan Bara." Alya tersenyum tipis dengan anggukan kecil.Bara mengatup matanya sebentar saat mendengar rentetan panggilan dari Alya. Saat dipanggil Mas serasa ada semilir sejuk menerpa dadanya. 'Dia selalu mengacaukan arah pikiranku!' batinnya."Oooooeee ....."Alya cepat membungkam mulut Daffa dengan ujung botol.Sedang Ivan menarik nafas dalam. "Apa kabar, Alya. Kamu juga sedang makan di sini?" Dia harus memotong pikiran Alya yang merambah pada hal yang tidak diinginkan.Alya menoleh ke arah Bara. "Alhamdulillah baik, Mas Ivan. Kebetulan aku sedang ada janji makan dengan seseorang, soal kerjaan.""Makan siang bahas kerjaan malah bawa anak, apa kamu masih jadi baby sitter anak gelap suamim
Berpalingnya hati bukan hanya sekedar karena sifat tak setia, tapi adanya sajian siap santap di depannya.---Fera menutup pintu rumahnya pelan, dia menghela nafas melepas kepenatan. Udara segar langsung menyambutnya saat dia melepas sendal di depan rumah. Pertemuan dengan ibu-ibu di lingkungannya tadi berlangsung cukup lama.Fera lantas masuk dengan langkah tanpa firasat apa pun. Namun, seketika jiwanya terguncang oleh pemandangan yang tidak terduga begitu dia masuk. 'Apa yang mereka lakukan? Kenapa bisa seperti itu?' batinnya.Reno-suaminya dan Tiara-teman dekatnya, keluar dengan ekspresi tergesa-gesa. Pakaian mereka sedikit berantakan, membuat hati Fera berdebar tidak karuan. Apa yang sedang terjadi? Pikirannya berkecamuk dengan spekulasi tak terduga, mencoba mencari tahu apa yang bisa membuat suami dan temannya keluar dari arah sama dengan kondisi seperti itu.Mata Tiara melebar, dia berusaha menyembunyikan kegugupannya dibalik senyum lebar. "Fera? Apa pertemuannya sudah selesai?"
Gemuruh di dada Tiara terus mendesak untuk meminta kepu4san dengan cara melihat Alya menderita. Wanita sampai kehilangan akal sehat dalam bertindak.Sebelum Tiara ke kantor polisi, dia datang pada seseorang dan menyuruh mereka ke tempat penitipan anak mengambil Daffa atas nama dirinya. Karena Alya sudah berpesan jika yang nanti akan mengambil atas nama Tiara atau Ardi. Setelah itu, dia akan membuat drama seolah Alya menyembunyikan anak itu dan informasi Daffa dari Alya hanya rekayasa semata.Tiara langsung masuk ke butik dan mencari sosok Alya. Dia melihatnya. "Heh, Alya!"Kebetulan Alya sedang berjalan dengan Caroline menapaki area butik. Dia lantas menoleh."Tiara, ada yang bisa aku bantu? Apa kamu ingin beli dress atau gaun di sini?" Alya mengerutkan dahi saat melihat ada polisi di belakang Tiara."Di mana Daffa? Beraninya kamu mengambil paksa anakku. Aku tahu kamu memang nggak bisa punya anak dan selalu membuat kesal mantan suamimu, hingga kamu diceraikan. Tapi jangan seperti ini
"Alya sudah masuk kamar itu, Nona Julia. Reporter juga telah siap." Bawahan Julia melapor.Julia tersenyum dingin. "Bagus. Pastikan semuanya berjalan sesuai rencana. Begitu pintu terbuka, biarkan mereka langsung menyerbu masuk. Dan ... Ha ha ha ha sad ending!"Bawahannya mengangguk, lalu keluar dengan cepat.Julia menyandarkan tubuhnya di sofa. Ya, dia ada di kamar sebelah, menanti momen yang telah rencanakan dengan detail. Tujuannya jelas -menghancurkan reputasi Alya dan membuat Bara tidak menginginkan istrinya lagi.Rencana inti dimulai. Kamar Ardi dibuka dari luar. BRAKKK!"Siapa kalian?" teriak Ardi."Apa yang sedang kali lihat aku?" teriak Alya.Seketika suasana gaduh dan kacau. Kilatan lampu kamera berlomba di ruangan itu. Para reporter mencoba mendesak masuk. Namun, apa yang mereka temukan membuat semua orang terdiam heran. Tidak seperti yang dikatakan Julia.Alya berdiri di tengah ruangan dengan senyum miring. "Ada yang bisa saya bantu? Kenapa kalian semua ada di sini?" Dia m
"Mau tidak mau, kamu harus eksekusi rencana itu besok. Aku akan atur soal Alya bisa sampai ke tanganmu. Setelah itu, kamu selesaikan. Kalau sampai gagal, kamu dan keluargamu akan masuk penjara!" Julia menatap tajam wajah Ardi, menekan ancamannya.Ardi menelan ludah, mengangguk tanpa suara. Julia tersenyum tipis, merasa sudah menang. "Bagus kalau kamu mengerti. Aku ingin semua berjalan mulus. Aku akan langsung melihat hasilnya. Jangan sampai ada satu pun kesalahan."Tanpa menunggu jawaban, Julia keluar dari ruangan itu.Setelah memastikan Julia telah benar-benar pergi, Ardi menarik ponselnya.[Julia akan beraksi besok. Semua sudah disiapkan di hotel seperti rencananya. Bisa jadi dia akan menggunakan media untuk membesarkan skandal.] Pesan terkirimkan pada Bara.Balasan Bara datang beberapa detik kemudian. [Lakukan apa yang dia mau. Jangan sampai dia curiga. Sisanya aku yang atur. Tetap berkoordinasi.]----"Sayang, sepertinya soal bertemu dengan anak kita hanya bisa malamnya. Karena b
"Bara, istrimu menuduh mama bersekongkol dengan pembantu untuk mencelakainya. Ini sudah kelewatan. Mama nggak terima dan kamu harus kasih dia pelajaran!" Desi berlari mendekati Bara, wajahnya langsung dipenuhi air mata.Alya menatap sendu ke arah suaminya. Senyum kaku tersungging di bibirnya. "Mas, kamu pulang?" Biasanya dia akan menghampiri dan mencium punggung tangan suaminya, tapi karena ada drama mertua kali ini dia menahan diri.Bara menatap bingung keduanya. "Apa yang sebenarnya terjadi?""Mama difitnah, Bara."Alya melangkah maju. "Pembantu itu mengaku, Mas. Mama menyuruhnya memberikan obat berbahaya untukku."Desi langsung mendengkus, menyeka air matanya. "Itu bohong! Pembantu itu jelas bekerja sama dengan Alya untuk menjatuhkan mama. Kenapa kamu percaya omong kosong seperti itu, Bara? Kamu lihat sendiri, Alya hanya ingin menghancurkan hubungan ibu dan anak!""Apa maksud Mama menghancurkan hubungan? Aku hanya ingin kebenaran terungkap." Alya menatap Desi heran.Desi tidak meny
"Itu hasil tes DNA. Kamu lihat sendiri." Benny berdiri tegak dengan tatapan kosong, mencoba menyembunyikan gejolak batinnya. Ada ketakutan yang disembunyikan dalam hatinya. Tangannya sedikit gemetar saat memberikan amplop itu pada Bara.Bara cepat meraih amplop itu, lalu pelan membukanya. Jantungnya berdetak kencang. Dia juga gemetar. Dalam hati berharap semoga hasil seperti yang dia inginkan.Lembar kertas putih itu terlihat jelas di tangannya. Matanya bergerak membaca setiap kata, setiap angka yang tertulis di sana. Dalam sekejap, matanya berkaca-kaca. Bibirnya bergetar menahan luapan emosi."Dia anakku, benar-benar anakku." Suaranya pecah, tangannya mencengkeram kertas itu. Senyumnya lebar. Dia bernafas lega, seperti kebahagiaan kembali digenggamnya.Benny tetap mematung. Wajahnya datar, tapi di dadanya sedang ada pergelutan rasa. Dia tahu apa yang harus dilakukan, tapi cinta pada istrinya terlalu besar."Anak ini sudah menjadi bagian dari keluarga kami, Tuan Bara. Dia bukan hanya
"Kamu yakin istriku ada di kamar ini? Apa sebelum dia booking hotel, mengatakan sesuatu?" Bara menatap Ivan ragu . Pikirannya kacau, terutama setelah Alya mematikan ponselnya seharian tanpa penjelasan. Sangat jelas kalau istrinya itu sedang menghindarinya dan tidak mau bicara padanya.Ivan menggeleng. "Berdasarkan laporan, tidak ada tanda-tanda nyonya Alya marah, Tuan. Saya juga tidak tahu apa rencana nyonya. Kenapa sampai bisa ada di hotel."Bara mendekati pintu kamar, menekan bel ragu. Ketika pintu terbuka, Alya tidak langsung terlihat."Masuk, Mas." Hanya terdengar suaranya saja.Bara melangkah perlahan, matanya menyapu ruangan. Tidak ditemukan istrinya. Begitu pintu ditutup. "Mas."Bara tercengang melihat Alya berdiri di balik pintu dengan pakaian yang membuatnya menelan ludah."Mas, kenapa?" Alya menatap puas melihat wajah suaminya seperti itu."Ke-kenapa kamu memakai pakaian seperti itu? Ehm, lingerie?" Bara berusaha menyembunyikan rasa panas yang muncul tiba-tiba.Alya tidak
"Aku harus bertemu dengan Rani, istri Ardi. Ada masalah apa dia?" Alya masih menatap layar ponselnya. Pesan itu membuatnya tidak tenang.Dia mengetik balasan. [Aku setuju bertemu. Tapi aku yang tentukan tempatnya.] Pesan terkirim. Sebuah nama restoran juga dilampirkan, lengkap dengan alamatnya. Alya duduk di kursi belakang. "Pak, tolong kabari seseorang karena aku akan bertemu istri mas Ardi. Sepertinya ada yang perting." Alya bicara pada sopirnya yang merupakan orang kepercayaan untuk menjaganya saat pergi. "Baik, Nyonya. Dan lebih baik Anda hati-hati nanti. Jangan sampai rencana Tuan terkendala.""Aku tahu."Setibanya di restoran. Alya duduk menunggu dengan tatapan ke layar. Dia masih menunggu pesan balasan atau telepon suaminya. "Sedang apa Mas Bara sebenarnya?" Dia duduk tak tenang. Pikirannya semakin macam-macam. Dia sengaja tidak membahas pada orang lain.Beberapa waktu kemudian, Rani datang. Wanita itu hanya membawa dirinya, tanpa kedua anaknya. Ya, Rani telah mengasuh dua
"Wah, ada calon mantan nyonya ternyata." Julia tertawa remeh. "Ssttt! Jangan begitu sama Alya. Dia sangat pintar bersandiwara kalau di depan Bara. Sampai Tante yang melahirkannya pun dibenci sama anaknya sendiri gara-gara wanita ini." Desi tersenyum sinis dengan picingan mata tajam.Alya mencoba untuk tenang. Dia mengulum senyum lebar. "Mama, Julia.""Saya tidak tahu kalau Nyonya besar dan Nona Julia juga ada di sini," ucap pembantu itu.Desi tersenyum dingin, matanya menyapu Alya dari kepala hingga kaki. "Seharusnya kamu lebih banyak di rumah. Jadi ibu rumah tangga yang bener. Kalau keluar dengan tampilan seperti ini, nama baik anakku yang langsung jatuh. Istri kampungannya pamer kebodohan."Julia menggeleng remeh. "Payah. Istri pengusaha hebat, tapi penampilan sama pembantu saja kalah."Alya tetap tenang. Dia merasa tidak ada yang salah dengan penampilannya. Hanya memang tidak berlebihan dalam memakai make up dan perhiasan. Dia cukup pakai dress lengan panjang dan jilbab."Mas Bara
"I-ini ... anakku?" Bara menatap foto bayi mungil yang tertawa lebar di layar ponselnya. Matanya berkaca-kaca, dadanya mendesir hebat. Jarinya mengusap layar, seolah ingin menyentuh pipi bulat si kecil yang tampak bahagia.Ivan membiarkan atasannya larut dalam buncahan rasa."Ya, itu anak Anda. Mereka menyebut Zayn, tapi Anda punya nama sendiri." "Biar istriku yang kasih nama nanti. Dia pasti akan senang melihat bayinya. Jangan sampai lama-lama."Sekian saat, Bara larut dalam campuran rasa bahagia dan kesedihan. Dia terus mengusap wajah di ponsel itu. "Huuufff ...." Bara berusaha mengatur pikiran dan perasaannya. Dia tidak boleh terlalu terburuk. Harus segera membawa bayi itu pada istrinya. "Anda baik-baik saja, Pak?""Kirimkan foto anakku padaku. Aku akan taruh di file khusus. Jangan sampai istriku melihatnya sebelum aku siap. Akhir-akhir ini dia sudah mulai tersenyum, aku nggak mau dia kembali menangis karena aku belum bisa membawa anaknya kembali.""Baik, Pak."Bara menurunkan p
"Kabar baik apa yang bisa aku dengar setelah kamu bertemu dengan Alya, Ardi?" Julia menatap tajam depan. Dia duduk di kursi belakang mobil.Sebentar Ardi menoleh belakang. "Dia terlihat sangat lelah. Katanya, rumah tangganya dengan Bara sedang tidak baik-baik saja. Sungguh di luar dugaanku. Bara adalah seorang pengusaha hebat. Jadi istrinya adalah sebuah impian. Tapi tadi, Alya berkata seperti itu. Dia bilang selama ini memendam semuanya sendiri. Pada saat bertemu denganku, dia langsung menumpahkan keluh kesahnya yang menumpuk."Julia mencondongkan tubuh ke arah kursi depan. "Lelah? Apa maksudnya dia lelah? Aku lihat selama ini dia sangat berani melawan Tante Desi dan aku. Dia malah bilang siapa yang berani merusak rumah tangganya, tidak akan tinggal diam."Ardi terdiam sesaat. Dia harus memilih kata yang tepat, jangan sampai Julia ragu padanya. "Dia merasa tidak pantas menjadi istri Bara. Alya bilang, dia selalu direndahkan oleh mertuanya. Katanya, dulu saat bersamaku, meski aku tida