"Kalau sampai wanita itu tahu aku ada di sini, maka kamu harus bertanggung jawab! Lepas jas dan name tag!" Bara memekik geram. Dia mengendur dasinya. Pendingin di mobil itu tak mampu meredam rasa hati yang panas dingin.Ivan menelan salivanya berat. Dia mulai memikirkan sesuatu. "Bagaimana kalau kita langsung tancap gas saja, Tuan?"Bara mengedipkan mata beberapa kali. "Kenapa baru memikirkan ide itu sekarang?"Ivan menghembuskan nafas sambil menyalakan mobil.Alya berjarak sangat dekat. Dia terus mengarah pada mobil sisi belakang dan menyerong ke arah belakangnya lagi."Cepat!" ucap Bara.Mobil menyala dan langsung melaju pelan.Sedang Alya tak ada respon saat mobil itu melaju. Ternyata dia ingin ke warung makan depan yang tadi tertutup mobil.Dalam lajuan mobil yang semakin menjauh dari Alya."Van, apa kamu tadi tidak bisa lihat kalau di sebelah mobil kita itu warung makan?" Bara masih menoleh ke belakang menatap Alya hingga wanita itu masuk warung."Maaf, Tuan, saya juga tidak tahu
Dulu, Alya hanya memakai gamis kedodoran dan sering hanya jilbab instan saja, tapi sebenarnya sudah tampak cantik. Hanya saja masih akan terlihat kampungan. Sekarang, Alya memakai dress panjang elegan dengan jilbab pasmina yang dibuat gaya elegan tapi sopan. Ditambah polesan make up natural itu, bisa jadi orang salah sangka kalau Alya itu seorang selebgram atau model muslimah. Karena pancaran aura pesonanya begitu kuat.Bara tertegun melihat Alya. Baru beberapa Minggu tidak bertemu wanita itu telah berubah sangat jauh. Mata elang itu belum berpaling dari sosok Alya. Menelisik hingga ada desiran rasa asing.Alya menatap heran Bara. 'Kenapa dia melihatku seperti itu? Apa ada yang salah atau lupa lupa ingat?' batinnya.Sedang dari arah dalam, Ardi menatap dengan mata lebar. Dia menggeleng beberapa kali seolah ingin menyadarkan diri jika yang dilihatnya itu bukan Mantan istrinya."Alya?" Ardi telah mendekat."Mas Ardi," cicit Alya terkesiap. Dia masih sedikit gugup bertemu dengan mantan s
Fitnah mulai tertebar. Penampilan sederhana salah, cantik salah juga. Padahal Alya sudah memakai mode pelit senyum dengan laki-laki selama di sana. Dia juga tidak membiarkan laki-laki masuk begitu saja. Jika ada laki-laki datang, Alya selalu bicara di teras rumah. Meski itu untuk memesan baju."Ada yang bisa aku bantu ibu-ibu?" Alya belum paham apa maksud mereka menghadang, tapi dari raut wajah saja telah jelas jika mereka telah meradang.Beberapa Minggu ini, memang banyak laki-laki yang ramah pada Alya. Hanya saja tidak ditanggapi lebih panjang. Para laki-laki itu kadang datang untuk menanyakan soal pakaian. Tidak sedikit yang memesan pakaian. Tak hanya sampai di sana, saat Alya ke warung depan saja langsung banyak laki-laki yang ingin mendekat.Rumor janda pastinya tersebar dari pemilik rumah itu karena sejak awal menanyakan status Alya."Udah jadi janda berapa bulan kamu? Udah gatel, terus godain laki orang." Satu wanita bergincu merah menatap nyalang Alya.Alya membeliak. "Ehm, Bu
Demi apa coba Bara melakukan semua itu? Hanya demi sebuah rasa asing yang terus menelisip semakin dalam. Rasa tenang dan enggan berpaling saat melihat sosok Alya. Rasa yang membuat pikirannya terus terdominasi oleh wajah Alya. Bahkan tak hanya sekali Bara menyematkan Alya dalam mimpinya.'Alya' .... Wajah itu terpampang jelas di benak Bara yang membuat selalu ingin berusaha terus mendekat pada wanita itu."Ok, aku terima sarat itu asal kamu jangan bertingkah semaumu sendiri. Jangan memaksaku untuk melakukan apa yang kamu inginkan. Aku hanya akan melakukan poin utama, bukan segalanya." Bara tersenyum miring tipis. Dia tak mungkin akan kalah begitu saja. Yang penting bisa mengundurkan acara pernikahan dulu."Tapi kamu pasti akan banyak melakukan perjalanan ke luar negeri. Bagaimana akan memenuhi janji itu?" Ibu Bara masih ragu."Benar, aku nggak mau cuma PHP. Kita mau nikah, teman-temanku mempertanyakan soal hubungan kita seromantis apa karena kita sama sekali belum pernah terlihat berd
Pagi hari di rumah Ardi.Bagaimana kondisi keluarga Ardi terkini? Proses perceraian sedang berjalan dan telah memasuki tahap akhir. Selama beberapa Minggu ini kehidupan Ardi dan Tiara tak semanis saat sebelum semua terkuak.Dulu, hanya ada romantis dan manis saja karena mereka bertemu tidak setiap hari dan belum ada masa sulitnya mengurus bayi. Sekarang, semua berbanding terbalik saat mereka benar-benar tinggal bersama dan semua sisi sikap baik buruk terlihat. Tiara yang egois dan hanya memikirkan dirinya sendiri begitu membuat Ardi frustasi. Apalagi Tiara tidak mau mengurus anaknya sendiri. Bahkan setiap pagi dia harus menyiapkan segalanya sendiri.Ardi masih sangat mengantuk karena semalaman harus menjaga anaknya di rumah sakit. Untung saja Daffa hanya demam dan tidak parah, sehingga setelah stabil bisa dibawa pulang.Wajah kusut, rambut berantakan, mata sayup, Ardi melangkah ke kamar mandi. Setelah sekian lama mandi."Tiara, bisa nggak sekali aja kamu siapin baju kantor? Aku ini be
"Siapa yang ada di depan rumah janda gatel itu, seperti mobil suaminya Tiara?""Foto aja. Terus kita lapor sama Tiara. Dia harus tahu kalau suaminya lagi nyambangin mantan istrinya. Keterlaluan! Seperti ini kelakuan suami Tiara kalau di belakang.""Gila, kasihan Tiara kalau kaya gini. Wanita itu pasti masih minta jatah sama suami Tiara.""Kayaknya harus dikasih pelajaran itu si janda gatel.""Setuju."Beberapa foto telah diambil. Dan dua wanita itu masih terus memantau dari balkon. -Penampilan elegan yang membuat Alya tampak sangat anggun dan cantik. Aura mantan istri Ardi itu terlalu kuat untuk dielakan. Apalagi dengan sorot mata teduh dan pancaran ketulusan. Ardi sampai harus menggeleng untuk menegakkan pikirannya.'Dia sudah bukan wanitamu, Ardi!' sentak batinnya pada diri sendiri.Alya masih terhenyak heran. Di depannya kini ada seorang pria yang pernah mengisi hatinya, pria yang beberapa bulan yang lalu sangat dicintai dan dirindukannya. Pria itu juga yang mengoyak dan menc4bik
Daya pikat. Itu hanya tergabung siapa yang menatapnya dan dari sudut pandang mana.Bara mengatur laju nafas dan detakan jantungnya. "Ehem!" Bara mencoba untuk tenang. Dia duduk tegap dan langsung menyambar cangkir kopi serta menyeruputnya."Kamu? Ehm, maaf aku lancang. Mas Bara. Oh salah lagi maaf. Tuan Bara." Alya tersenyum tipis dengan anggukan kecil.Bara mengatup matanya sebentar saat mendengar rentetan panggilan dari Alya. Saat dipanggil Mas serasa ada semilir sejuk menerpa dadanya. 'Dia selalu mengacaukan arah pikiranku!' batinnya."Oooooeee ....."Alya cepat membungkam mulut Daffa dengan ujung botol.Sedang Ivan menarik nafas dalam. "Apa kabar, Alya. Kamu juga sedang makan di sini?" Dia harus memotong pikiran Alya yang merambah pada hal yang tidak diinginkan.Alya menoleh ke arah Bara. "Alhamdulillah baik, Mas Ivan. Kebetulan aku sedang ada janji makan dengan seseorang, soal kerjaan.""Makan siang bahas kerjaan malah bawa anak, apa kamu masih jadi baby sitter anak gelap suamim
Berpalingnya hati bukan hanya sekedar karena sifat tak setia, tapi adanya sajian siap santap di depannya.---Fera menutup pintu rumahnya pelan, dia menghela nafas melepas kepenatan. Udara segar langsung menyambutnya saat dia melepas sendal di depan rumah. Pertemuan dengan ibu-ibu di lingkungannya tadi berlangsung cukup lama.Fera lantas masuk dengan langkah tanpa firasat apa pun. Namun, seketika jiwanya terguncang oleh pemandangan yang tidak terduga begitu dia masuk. 'Apa yang mereka lakukan? Kenapa bisa seperti itu?' batinnya.Reno-suaminya dan Tiara-teman dekatnya, keluar dengan ekspresi tergesa-gesa. Pakaian mereka sedikit berantakan, membuat hati Fera berdebar tidak karuan. Apa yang sedang terjadi? Pikirannya berkecamuk dengan spekulasi tak terduga, mencoba mencari tahu apa yang bisa membuat suami dan temannya keluar dari arah sama dengan kondisi seperti itu.Mata Tiara melebar, dia berusaha menyembunyikan kegugupannya dibalik senyum lebar. "Fera? Apa pertemuannya sudah selesai?"