Share

3. Pertanda

Author: nanderstory
last update Last Updated: 2025-03-26 13:54:10

“Nenek yakin mau ditinggal sendirian disini?” tanya Raga sekali lagi pada keesokan harinya. Dengan keyakinan penuh Nenek Lasmi berkata bahwa ia tidak ingin ikut kembali bersama Raga kembali ke ibu kota. 

“Iya, Nenek mau tinggal disini lagi.” 

“Kenapa, Nek?” tanya Raga lagi. 

“Kok mendadak, Nek?” tanya Kinanti tak kuasa untuk menahan rasa penasarannya. 

Pasalnya, semenjak kepergian Sang Kakek, Nenek Lasmi kerap kali larut dalam kesedihan yang mendalam jika berada di rumah seorang diri. Hingga hal itu membuat Sang Nenek pun merengek ingin ikut bersama Raga di kota. 

“Nenek cuma kangen suasana disini yang tenang dan bisa ngobrol sama tetangga. Kalau di rumah kamu di kota kan Nenek nggak bisa kayak gitu,” tutur Nenek Lasmi kemudian berusaha keras untuk menghindari tatapan matanya. 

“Bukannya Nenek juga sudah berteman dengan ibu-ibu di komplek perumahan?” tanya Kinanti dengan nada lembut namun tetap saja disalahartikan oleh Nenek Lasmi. 

Ia hanya mendengus pelan. Matanya mendelik tak suka kepada Kinanti. 

“Tentu beda rasanya bercengkrama sama tetangga yang juga sebenarnya saudara sendiri. Jadi Nenek juga nggak akan kesepian.” 

“Tapi, Nek…” Raga memasang wajah memelas. 

“Kalian nggak usahlah khawatir, Nenek pasti akan baik-baik saja. Disini banyak orang yang akan memperhatikan Nenek. Lihat kan dari kemarin banyak yang ke rumah karena mendengar Nenek pulang?” 

Baik Raga maupun Kinanti sama-sama terdiam.  

“Tapi nanti siapa yang akan ngurusin? Aku nggak bisa biarin Nenek ngerjain kerjaan rumah sendirian.” 

“Nanti minta Esih kesini buat bantu-bantu Nenek, dia kan juga seorang janda dan pasti butuh pemasukan buat anaknya. Kamu bisa kan kasih dia upah? Upah pembantu disini nggak sebesar di kota, apalagi ini saudara sendiri,” jawab Nenek memberi solusi. 

Lama Raga menatap wajah sendu Sang Nenek sebelum akhirnya ia memberikan anggukan pasrah. 

“Tapi baju-baju Nenek masih banyak di rumah loh.” 

“Raga, ini kan rumah Nenek. Tentu saja Nenek masih punya baju disini. Nenek memang sengaja nggak bawa semua baju ke rumah kamu,” tuturnya. 

Raga terdiam. Raut wajahnya masih menunjukkan bahwa ia tidak rela dan juga khawatir. 

“Kamu kan bisa kesini nengokin Nenek sekalian bawain baju.” 

Dengan berat hati, pria itu harus menyetujui usulan neneknya. Setelah berkata itu, Sang Nenek tidak mau mendengar lagi perdebatan dan setengah mengusir Raga dan Kinanti agar cepat-cepat pergi dari rumahnya. 

“Sudah sana, pulang. Nanti keburu malam. Besok kamu masih harus kerja kan?” 

Raga memberikan anggukan lemas. 

“Kinanti, urus suamimu baik-baik. Perhatikan jam makannya dan juga kualitas makanannya. Jangan ganggu dia dengan urusan rumah tangga,” ujar Nenek Lasmi tegas kepada Kinanti yang berdiri di samping Raga. 

“Iya, Nek.” Kinanti mengangguk pelan, kepalanya tertunduk. 

Meski Kinanti agaknya sedikit bernapas lega karena Nenek Lasmi tidak lagi tinggal bersama mereka tapi entah kenapa ia merasa ada yang aneh dari gelagat Sang Nenek semenjak kedatangan Astari tadi malam di rumah ini. 

Semoga saja apa yang aku khawatirkan tidak berdasar,’ bisik Kinanti dalam hatinya. 

Namun, rupanya hal itu menjadi sebuah awal dari segala kemungkinan terburuk yang pernah hadir di dalam benak Kinan. 

Dua minggu setelah Nenek memutuskan untuk kembali ke kediamannya di kampung. Raga memutuskan untuk pulang menemui sang Nenek dengan berdalih untuk membawakan pesanan Nenek Lasmi. 

Awalnya, Kinan merasa hal itu bukanlah sesuatu yang aneh. Tapi tetap melaksanakan perintah Nenek Lasmi. Nenek Lasmi tampak sedang berbicara dengan Astari yang ternyata sudah rutin mengunjungi Sang Nenek. Bahkan hampir setiap hari wanita itu berkunjung ke rumah Nenek.  

Hal itu menimbulkan suatu tanda tanya besar dalam benak Kinan. Jadi apakah karena Astari, Nenek akhirnya mau pulang ke rumah? 

*** 

“Mas, sepertinya aku tidak bisa ikut hari ini,” ujar Kinan setengah meringkuk di atas kasurnya. 

Subuh tadi, tamu bulanan kembali hadir menambah daftar kesedihan dalam diri Kinan. Sudah menjadi sebuah kebiasaan, ketika tamu bulanan itu hadir, Kinan pasti akan meringkuk seharian tidak bisa bangun pada hari pertama. 

“Kalau begitu, aku sendirian aja, nggak apa-apa ya?” 

“Sebenarnya aku ingin ikut. Tapi ternyata aku datang bulan lagi hari ini. Maafin aku ya, Mas.” Kinan berkata lirih. Air mata sudah tergenang memenuhi pelupuk matanya. 

“Nggak apa-apa, Sayang. Kita coba lagi nanti ya. Karena kamu lagi sakit dan permintaan Nenek nggak bisa ditunda, kamu nggak apa-apa kan kalau aku tinggal sendiri?” 

Kinan terdiam. Berat hatinya melepas Raga bertolak ke rumah Nenek Lasmi dimana kemungkinan besar Astari akan berada disana. 

Apa yang akan terjadi kalau aku nggak ada disana?

Kinan menggelengkan kepalanya keras. Berusaha untuk menepis segala pikiran buruk yang saat ini tengah berkeliaran bebas dalam benaknya. 

“Aku bisa ikut kok, Mas. Habis minum obat, sakitnya akan berangsur-angsur membaik.” Kinan berusaha untuk bangkit namun tubuhnya terasa teramat lemas. Dengan sigap, Raga menahan tubuh Kinan agar tidak terjatuh. 

“Kamu aja kewalahan begini. Sudah, kamu di rumah aja. Aku usahain pulang nanti malam ya. Nggak usah nunggu besok pagi.” 

“Tapi, Mas. Kamu pasti capek banget kalau begitu.” 

“Ya daripada kamu maksain ikut dan aku juga nggak tenang ninggalin kamu di rumah. Sedangkan aku juga sudah janji untuk bawa pesanan Nenek.” Raga berkata lirih sambil melirik bungkusan besar yang berisi makanan kesukaan Nenek yang ia temui di toko langganannya di pasar. Kalau tidak dikirim hari ini, kualitas makanannya akan jadi buruk. 

“Apa kita ajak Nenek tinggal di rumah ini saja lagi ya, Mas?” tanya Kinan lagi. 

“Sudah. Tapi Nenek bersikeras tidak mau. Dia masih betah disana katanya.” 

“Tapi apa kamu tidak lelah kalau hari liburnya dipakai untuk perjalanan kesana kemari?” tanya Kinan hati-hati. Berusaha untuk tidak menyinggung hatinya. 

Raga terdiam beberapa saat sembari menatap mata istrinya. “Awalnya iya, tapi lama kelamaan aku juga berpikir, usia Nenek sudah senja, aku nggak tahu kapan Nenek bisa pergi begitu saja. Aku ingin menggunakan waktuku sesering mungkin untuk bertemu Nenek. Kamu ingat kan? Aku sudah tidak punya orang tua dan tidak punya kesempatan untuk berbakti pada orang tua, hanya Nenek yang aku punya.” 

Kinan meraih tangan Raga dan mengelus lembut sebelum akhirnya ia mendaratkan ciuman hangat pada punggung tangan suaminya. 

“Aku tahu. Jangan salah artikan ucapanku ya. Aku hanya berusaha mencari titik tengahnya.” 

“Aku tahu.” Raga membelai lembut pipi istrinya. “Kalau gitu, aku tinggal dulu ya, nggak apa-apa kan? Aku siapin dulu obat dan makan untuk kamu sebelum aku pergi, biar kamu nggak usah banyak bergerak hari ini ya.” 

“Nanti juga akan reda sakitnya.” 

Raga membelai lembut pipi Kinan. “Istirahatlah, aku akan kembali nanti malam.” 

Kinan mengangguk berusaha untuk merelakan kepergian suaminya pagi itu. 

Raga: Nenek jatuh dan harus dibawa ke rumah sakit. 

Begitulah pesan suaminya pada malam hari sekaligus menyatakan bahwa ia tidak bisa pulang malam hari ini.

*** 

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • Dibalas Dengan Dusta    4. Kejadian

    Mobil hitam yang dikendarai oleh Raga berhenti di pekarangan rumah Nenek yang cukup luas. Masih dari balik kemudi, ia melihat Sang Nenek tengah duduk di kursi santai di samping rumah yang disuguhkan dengan hamparan pegunungan dan persawahan yang hijau. Nenek tidak sendirian, di sampingnya ada Astari yang sudah berada di rumah pada jam sepagi ini. “Nah, itu Raga sudah datang.” Nenek menyambut kedatangannya ketika Raga sudah turun dari mobil dan menghampiri dua orang wanita yang berbeda generasi. “Bawakan pesanannya Nenek.” Raga mengangkat sebelah tangannya yang menggenggam sebuah tote bag berukuran sedang. Melihat itu Sang Nenek melebarkan senyumnya. “Raga…” Sementara Tari menyapanya dari tempatnya duduk. Senyumnya merekah begitu melihat pria yang pernah mengisi hidupnya dulu itu kini datang. “Tari, sudah ada disini pagi-pagi?” Tari memberi anggukan singkat. “Tari menginap tadi malam,” sambung Nenek Lasmi seraya mengambil tote bag dan mengintip pesanan yang dibawakan oleh cucuny

    Last Updated : 2025-03-26
  • Dibalas Dengan Dusta    5. Permintaan Nenek

    Sayup-sayup Kinan mendengar dering ponsel dari dalam kamarnya. Buru-buru ia mematikan kompor dan setengah berlari mengambil ponsel yang layarnya tertera nama suaminya yang tengah memanggil. Kondisi dirinya saat ini sudah cukup jauh lebih baik, berkat istirahatnya yang cukup dan juga obat yang sempat ditinggalkan Raga untuk dirinya. Maka ketika sore hari menjelang, ia buru-buru bangkit untuk menyiapkan makan malam untuk kepulangan suaminya. “Halo, Mas Raga?” “Kinan, apa kamu belum baca pesanku?” sahut Raga dari seberang panggilan. Tersirat kecemasan dari nada suaranya. “Oh, maaf, Mas. Aku lagi di dapur tadi jadi nggak terdengar ada bunyi pesan masuk. Ada apa, Mas? Apa kamu sudah di jalan pulang?” “Sepertinya aku tidak bisa pulang malam ini.” Pria itu mendesah berat. Kinan mengerutkan keningnya. “Ada yang terjadi, Mas?” “Tadi Nenek jatuh di dapur dan sekarang sedang ada di puskesmas.” Kinan terkesiap. Matanya terbelalak saking terkejutnya. “Astaghfirullah. Bagaimana keadaan Nen

    Last Updated : 2025-03-26
  • Dibalas Dengan Dusta    6. Keanehan Suaminya

    “Mas?” Kinan menyambut kedatangan suaminya dua hari kemudian. Pria itu tampaknya mengambil satu hari cuti dadakan karena kejadian ini.Kinan mengulurkan tangan dan mengecup lembut punggung tangan Raga yang tampak lebih diam dari biasanya. Tidak ada senyuman yang keluar dari bibir Raga. Wajah pria itu tampak berbeda dari biasanya.‘Mungkin itu karena Mas Raga terlalu lelah karena insiden kemarin.’ Kinan menepis pikiran negatif yang sudah mulai menari-nari dalam benaknya.Raga melangkahkan kakinya gontai menuju dalam rumah sederhana yang ia beli melalui proses KPR sebelum ia menikahi Kinan tiga tahun yang lalu. Kinan pikir, pria itu akan duduk di sofa tapi langkah kakinya masih berjalan mantap menuju dapur hingga membuka lemari pendingin dan mengambil satu botol air mineral dingin lalu meneguknya seperti orang yang kehausan atau seperti orang yang sedang ingin mendinginkan kepalanya yang panas? “Apa terjadi sesuatu, Mas?” Kinan tak kuasa menahan rasa penasarannya. Raga sontak terbatu

    Last Updated : 2025-03-30
  • Dibalas Dengan Dusta    7. Harga Diri

    Kecurigaan yang Kinan rasakan selama hampir sebulan terakhir perlahan mulai luntur setelah Raga akhirnya mulai sedikit terbuka dengan mengajaknya pulang menemui Nenek Lasmi setelah urusan seminarnya selesai. “Assalamualaikum.” Kinan mengucapkan salam seraya melangkahkan kaki di jalan setapak menuju pintu masuk. “Waalaikumsalam.” Seorang wanita berambut panjang yang digelung cepol muncul dari dalam rumah Nenek Lasmi. Seketika saja langkah Kinan terhenti. Matanya menatap penampilan Tari yang mengenakan baju terusan khas rumahan berwarna hijau muda bermotif bunga dan dedaunan. Keningnya mengerut dan benaknya sudah dipenuhi satu pertanyaan besar. Kenapa Tari sudah berkunjung sepagi ini dengan pakaian yang lebih pantas disebut baju tidur itu? “Halo Kinan,” sapaan Tari dengan suara yang terlalu kentara dibuat-buat itu menyadarkannya dari lamunan.Kinan menyunggingkan senyum terpaksa. “Tari? Sudah berkunjung sepagi ini?” Bukannya menjawab, wanita itu hanya menyunggingkan senyum penuh m

    Last Updated : 2025-04-02
  • Dibalas Dengan Dusta    8. Kepingan Puzzle

    Setelah kejadian itu, perasaannya mulai makin tidak karuan. Berulang kali ia mengatakan bahwa sikap Raga yang kontradiktif dengan pernyataannya sebelumnya membuat mereka kerap kali dilanda pertikaian kecil. “Aku hanya spontan, Kinan. Kalaupun itu bukan Tari, aku juga pasti akan melakukan hal yang sama,” tuturnya pada saat itu. Tapi Kinan tentu saja tidak mudah langsung percaya. Firasatnya mengatakan hal yang lain. Namun, Kinan tidak bisa semakin mencecar suaminya hanya berdasarkan firasatnya saja. Terlebih mereka sudah beberapa kali berada dalam situasi panas. “Percaya sama aku, Kinan. Aku khawatir bukan berarti aku masih ada rasa sama dia. Aku hanya spontan dan kejadiannya itu begitu cepat. Kamu harus percaya aku yah,” tutup Raga malam hari itu. Katanya, apa yang kita takutnya, kemungkinan besar akan menjadi kenyataan bukan? Meski berat, tapi Kinan mencoba untuk menekan rasa tidak nyaman yang masih bercokol di hatinya. Setengah berharap bahwa ini semua hanya terjadi dalam kepalan

    Last Updated : 2025-04-17
  • Dibalas Dengan Dusta    9. Bukan Sebuah Kebetulan

    “Sus, saya nggak apa-apa kan? Saya udah boleh pulang yah?” Kinan terus menanyakan hal yang sama sejak kedatangannya ke instalasi gawat darurat di sebuah rumah sakit swasta terdekat dari tempat kejadian tadi.“Sebentar ya, Bu. Dokter masih harus lihat hasil rontgen dulu,” jawab Suster ramah sebelum kemudian pergi berlalu.Kinan hanya bisa mendesah pelan di ranjang IGD yang diberi sekat kanan dan kirinya. Sekali lagi, ia terus mengecek ponselnya beberapa menit sekali hanya untuk memastikan bahwa Raga telah membaca pesannya. Namun, hasilnya nihil.Kinanti: Mas, kamu dimana? Apa sudah dalam perjalanan pulang? Seharusnya hari ini pulang kan?Serentetan pesan dan panggilan tak terjawab sudah ia lakukan tapi tak kunjung mendapatkan hasil. Suam

    Last Updated : 2025-04-18
  • Dibalas Dengan Dusta    10. Ingkar Janji

    Ruang tamu rumah terasa hening sejak kedatangan mereka beberapa menit yang lalu. Tidak ada yang berani membuka mulut. Semuanya menunggu Raga yang masih terpaku dalam duduknya. Bahunya tampak sudah terkulai lemas. Sementara Nenek Lasmi dan Tari masih memilih diam seribu bahasa. Kinan masih terus meremas kedua tangannya. Hal yang sejak tadi ia lakukan hanya untuk membantu menenangkan dirinya. Seribu pertanyaan rasanya sudah berkumpul dalam benaknya namun lidahnya mendadak kelu. “Kinan, ada sesuatu yang belum aku ceritakan padamu.” Raga membuka suara pada menit berikutnya. Semua pasang mata kini tertuju pada sosok Raga yang sudah mengangkat kepalanya. Mulutnya kembali tertutup rapat. Memberi jeda. Detik berlalu lebih lambat dari biasanya. “Aku sudah menikahi Tari.” Degup jantungnya semula berdetak kencang, kini seolah berhenti seketika. Kinan mengerjapkan mata beberapa kali. Detik berikutnya telinganya berdengung kencang hingga membuatnya sakit. “Apa maksudnya?” Suaranya tercekat

    Last Updated : 2025-04-19
  • Dibalas Dengan Dusta    11. Keretakan

    Kinan bergeming. Tak mampu untuk menggapai ponsel yang masih berdering di depannya. “Apa yang akan aku katakan pada Ibu?” gumamnya lirih. Ia tahu betul, ibunya mempunyai intuisi yang sangat kuat apalagi jika itu dikaitkan dengan anak semata wayangnya. Bagaimana jika ibunya tahu jika pernikahannya dengan Raga sudah hancur? Bagaimana jika ayahnya mendengar kabar ini akan langsung drop? Kinan tidak bisa membayangkan bagaimana hancurnya hati ayahnya ketika tahu Kinan tidak diperlakukan baik seperti janji Raga kepada ayahnya. Bahwa ia akan menjaga putri semata wayangnya. Bahwa ia akan menjadi suami yang baik untuk putrinya. Nyeri di hatinya kembali muncul. Begitu menusuk. Air mata tak berhenti mengalir. Kinan terkulai lemas di pinggir ranjang sembari memukul dadanya yang terasa sesak. Megap-megap mencari udara. Wajah Kinan semakin pucat pasi. Ia tidak bisa membayangkan itu semua. “Ya Tuhan, kenapa aku harus ditempatkan pada posisi seperti ini? Apa salahku ya Tuhan?” jerit suara hat

    Last Updated : 2025-04-19

Latest chapter

  • Dibalas Dengan Dusta    16. Prasangka

    “Hai Mbak, hari ini datang lebih siang?” Seorang barista muda menyapa kedatangan Kinan. “Iya nih, ada yang harus aku kerjakan dulu tadi.” Kinan membalas senyuman ramah barista itu. “Oh lagi sibuk banget sepertinya ya. Pesan seperti biasa?”Kinan mengangguk. “Tambah satu sloki espresso ya dan Butter Croissant satu.” “Siap, butuh kopi yang lebih strong banget kayaknya Mbak.” “Iya nih, deadline udah tinggal dikit lagi. Mesti dikebut.” “Sip, pesanannya sudah masuk. Mbak duduk aja dulu, nanti pesanannya aku yang anterin. Spot biasa juga masih kosong tuh, tumben. Biasanya rebutan. Jodohnya Mbak Kinan.” “Ah, bisa aja kamu. Makasih banyak, Jes.” Senyuman Kinan semakin mengembang. Barista yang bernama Jessica itu membalasnya dengan kedipan sebelah mata. Kinan berbalik badan dan menuju salah satu spot favoritnya yang terletak di sudut ruangan, sedikit tertutup karena adanya pilar yang menyembul di antara bangunan namun memiliki jendela besar yang bisa memantau pergerakan orang di luaran

  • Dibalas Dengan Dusta    15. Siasat

    Tari tak kuasa mengepalkan tangan dan meremas ujung dasternya. Gejolak amarah sudah mulai memenuhi hatinya. Terlebih ketika pria itu mulai bangkit dan berjalan memasuki kamarnya yang ditempati bersama Kinan. Matanya berkilat tajam ke arah pintu yang tertutup rapat itu. “Jangan dipikirin apa kata Raga. Sekarang dia boleh ngomong begitu, tapi kita nggak pernah tahu apa yang terjadi kedepannya.” Nenek Lasmi berkata. Tari menoleh. Melepaskan genggamannya pada ujung daster. Melemaskan ototnya dan kembali mengatur emosinya. “Iya, Nek. Aku paham kok. Ah, Kinan begitu beruntung mendapatkan suami seperti Raga.” Tari mengulas senyumnya terpaksa. ‘Mestinya aku yang mendapatkan Raga kala ini,’ lanjutnya dalam hati. Matanya terpaku pada pintu kamar yang tertutup. Kamar kedua yang terletak di paling belakang rumah ini bisa dibilang tidak cukup layak untuk disebut kamar. Kini ia harus menempati kamar itu bersama dengan Nenek Lasmi yang semakin membuatnya sesak. ‘Seharusnya aku yang menempati ka

  • Dibalas Dengan Dusta    14. Keputusan Sepihak

    “Maksudnya gimana? Nenek ingin tinggal disini?” tanya Kinan sekali lagi dengan kening yang masih mengerut. “Bukan cuma Nenek aja, tapi Tari juga.” Wanita itu menoleh dan menatap Tari yang berdiri tak jauh darinya. Kinan mengikuti padangan Nenek. Wanita itu masih sama diamnya sejak kemarin. Apa dia mendadak jadi bisu? pikir Kinan jengah. “Bukannya Mas Raga sudah menyewakan sebuah rumah untuk Tari tinggali?” tanya Kinan kemudian. “Benar. Lalu setelah dipikir-pikir, Raga akan mengeluarkan uang dua kali lipat. Untuk KPR rumah ini dan untuk biaya sewa bulanan untuk rumah kontrakan. Sementara dia hanya bekerja sendirian, tak ada yang membantu. Sementara itu, rumah ini ada dua kamar tidur dan luasnya juga pas untuk ditinggali empat orang. Bukankah lebih baik menekan biaya pengeluaran? Kasihan Raga capek bekerja dan tidak ada yang membantu.” Nenek memberikan penjelasan seraya melayangkan tatapan yang merendahkan. “Bukankah sejak awal sudah diputuskan seperti itu? Kenapa sekarang menyes

  • Dibalas Dengan Dusta    13. Satu Atap Dua Hati

    Kinanti menyadari bahwa bahunya sudah semakin terkulai semenjak kepulangannya dari rumah sakit. Meski Dokter mengatakan kondisi ayahnya masih bisa ditangani dengan baik tapi tetap tidak membuat wanita itu merasa tenang.Masalah menimpanya dengan bertubi-tubi kali ini. Belum juga ia selesai dari keterkejutannya karena suaminya menikah dengan mantan pacarnya, kini kesehatan ayahnya pun menurun dan harus menjalani prosedur pemasangan ring di jantungnya.Meski prosedur yang hanya memakan waktu 30 menit itu berhasil dilakukan dengan baik tanpa kendala, tapi tetap saja tidak menutupi fakta bahwa pernah ada penyumbatan pembuluh darah di jantungnya.Itu berarti Ayahnya tidak boleh lagi mengalami kejadian berat yang menganggunya.“Bagaimana jadinya k

  • Dibalas Dengan Dusta    12. Bersandiwara

    Ketika Kinan akhirnya keluar dari kamar setelah menerima panggilan telepon dari ibunya, barulah ia sadari bahwa keadaan rumah sudah dalam keadaan sepi.Ia termenung di tempatnya berdiri. Menatap ruang tamu yang menjadi saksi dimana pertengkaran terjadi, dimana sebuah fakta yang paling tidak ingin ia dengar keluar dari mulut suaminya.Bahunya kembali terkulai, namun dengan cepat Kinan menggeleng keras berupaya untuk menepisnya.“Bukan itu yang menjadi fokusku sekarang, aku harus menunggu Mas Raga pulang,” gumamnya pelan diiringi sebuah rasa miris yang memenuhi perasaannya.Beberapa saat yang lalu ia menginginkan pria itu enyah dari hidupnya, namun kini ia harus mencari kembali pria itu.Kinan tertawa sumbang. Mentertawakan hidupnya.Sejurus kemudian, pintu depan terbuka diikuti dengan kemunculan Raga yang tampaknya terkejut melihat Kinan berdiri mematung di ruang tengah rumahnya.“Kinan?” tanyanya sedikit terkejut ketika melihat istrinya berdiri mematung di tengah rumah. Ia melangkah m

  • Dibalas Dengan Dusta    11. Keretakan

    Kinan bergeming. Tak mampu untuk menggapai ponsel yang masih berdering di depannya. “Apa yang akan aku katakan pada Ibu?” gumamnya lirih. Ia tahu betul, ibunya mempunyai intuisi yang sangat kuat apalagi jika itu dikaitkan dengan anak semata wayangnya. Bagaimana jika ibunya tahu jika pernikahannya dengan Raga sudah hancur? Bagaimana jika ayahnya mendengar kabar ini akan langsung drop? Kinan tidak bisa membayangkan bagaimana hancurnya hati ayahnya ketika tahu Kinan tidak diperlakukan baik seperti janji Raga kepada ayahnya. Bahwa ia akan menjaga putri semata wayangnya. Bahwa ia akan menjadi suami yang baik untuk putrinya. Nyeri di hatinya kembali muncul. Begitu menusuk. Air mata tak berhenti mengalir. Kinan terkulai lemas di pinggir ranjang sembari memukul dadanya yang terasa sesak. Megap-megap mencari udara. Wajah Kinan semakin pucat pasi. Ia tidak bisa membayangkan itu semua. “Ya Tuhan, kenapa aku harus ditempatkan pada posisi seperti ini? Apa salahku ya Tuhan?” jerit suara hat

  • Dibalas Dengan Dusta    10. Ingkar Janji

    Ruang tamu rumah terasa hening sejak kedatangan mereka beberapa menit yang lalu. Tidak ada yang berani membuka mulut. Semuanya menunggu Raga yang masih terpaku dalam duduknya. Bahunya tampak sudah terkulai lemas. Sementara Nenek Lasmi dan Tari masih memilih diam seribu bahasa. Kinan masih terus meremas kedua tangannya. Hal yang sejak tadi ia lakukan hanya untuk membantu menenangkan dirinya. Seribu pertanyaan rasanya sudah berkumpul dalam benaknya namun lidahnya mendadak kelu. “Kinan, ada sesuatu yang belum aku ceritakan padamu.” Raga membuka suara pada menit berikutnya. Semua pasang mata kini tertuju pada sosok Raga yang sudah mengangkat kepalanya. Mulutnya kembali tertutup rapat. Memberi jeda. Detik berlalu lebih lambat dari biasanya. “Aku sudah menikahi Tari.” Degup jantungnya semula berdetak kencang, kini seolah berhenti seketika. Kinan mengerjapkan mata beberapa kali. Detik berikutnya telinganya berdengung kencang hingga membuatnya sakit. “Apa maksudnya?” Suaranya tercekat

  • Dibalas Dengan Dusta    9. Bukan Sebuah Kebetulan

    “Sus, saya nggak apa-apa kan? Saya udah boleh pulang yah?” Kinan terus menanyakan hal yang sama sejak kedatangannya ke instalasi gawat darurat di sebuah rumah sakit swasta terdekat dari tempat kejadian tadi.“Sebentar ya, Bu. Dokter masih harus lihat hasil rontgen dulu,” jawab Suster ramah sebelum kemudian pergi berlalu.Kinan hanya bisa mendesah pelan di ranjang IGD yang diberi sekat kanan dan kirinya. Sekali lagi, ia terus mengecek ponselnya beberapa menit sekali hanya untuk memastikan bahwa Raga telah membaca pesannya. Namun, hasilnya nihil.Kinanti: Mas, kamu dimana? Apa sudah dalam perjalanan pulang? Seharusnya hari ini pulang kan?Serentetan pesan dan panggilan tak terjawab sudah ia lakukan tapi tak kunjung mendapatkan hasil. Suam

  • Dibalas Dengan Dusta    8. Kepingan Puzzle

    Setelah kejadian itu, perasaannya mulai makin tidak karuan. Berulang kali ia mengatakan bahwa sikap Raga yang kontradiktif dengan pernyataannya sebelumnya membuat mereka kerap kali dilanda pertikaian kecil. “Aku hanya spontan, Kinan. Kalaupun itu bukan Tari, aku juga pasti akan melakukan hal yang sama,” tuturnya pada saat itu. Tapi Kinan tentu saja tidak mudah langsung percaya. Firasatnya mengatakan hal yang lain. Namun, Kinan tidak bisa semakin mencecar suaminya hanya berdasarkan firasatnya saja. Terlebih mereka sudah beberapa kali berada dalam situasi panas. “Percaya sama aku, Kinan. Aku khawatir bukan berarti aku masih ada rasa sama dia. Aku hanya spontan dan kejadiannya itu begitu cepat. Kamu harus percaya aku yah,” tutup Raga malam hari itu. Katanya, apa yang kita takutnya, kemungkinan besar akan menjadi kenyataan bukan? Meski berat, tapi Kinan mencoba untuk menekan rasa tidak nyaman yang masih bercokol di hatinya. Setengah berharap bahwa ini semua hanya terjadi dalam kepalan

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status